NovelToon NovelToon

Mafia Kejam Menjadi Daddy

Bab 1

"Siapa yang menyuruhmu hamil, hah?!" Amukan marah tersebut membuat seorang wanita meringkuk ketakutan di sudut dinding.

Wanita itu menangis, mencicit, memohon ampun. Lelaki bertato yang menarik tubuhnya untuk bangkit terlihat begitu marah, "kutanya, siapa yang mengizinkanmu hamil? Sekalipun bayi yang kamu kandung adalah darah-dagingku!" Tangannya nyaris menggampar, andai perasaan cinta tidak memudarkan amarahnya.

"Maafkan aku, suamiku ...." Maura memohon ampun. Lelaki kasar di depannya benar-benar tidak manusiawi. "Aku tidak sengaja. Ini bukan salahku. Sebulan yang lalu kamu mendadak pulang dan menyentuhku begitu saja saat aku tidak sadar, aku lupa meminum pil KB-ku. Kamu juga tidak memakai pengaman."

"Jadi, kamu ingin menyalahkanku, begitu?!" Aqeel berteriak marah.

"Bukan begitu maksudku." Wanita itu mencoba berkilah.

Aqeel membuang napas kasar. Karena kasihan, lelaki itu berhenti berteriak. Aqeel menjatuhkan diri ke atas sofa, Maura yang mengharapkan kasih-sayangnya mendekat dan memeluk kaki kekar suaminya. Maura menggesekkan kepala ke tungkai kaki Aqeel untuk membuatnya luluh.

Aqeel berdecih kesal, diangkatnya tubuh Maura yang begitu ringan lalu dibawanya ke dalam pangkuan. Aqeel meremuk perut ramping Maura, seperti ingin membunuh darah-dagingnya yang ada di dalam sana. Aqeel mengabaikan rintihan Maura yang kesakitan, remukan Aqeel semakin menjadi-jadi.

Aqeel memukuli perut istrinya dengan tenaga yang sedikit dikurangi, entah kenapa meskipun mencintai ibunya, Aqeel benci darah-dagingnya. "Kenapa harus ada bayi ini di antara kita? Kenapa tidak kita berdua saja? Siapa yang menyuruhmu datang, bangsat kecil? Siapa yang menyuruhmu menjadikan perut istriku sebagai rumahmu?"

Maura menangis, berusaha mengambil iba suaminya. Suara wanita itu memohon, "kumohon, hentikan suamiku. Hentikan, jangan sakiti anak kita." Maura menciumi kening suaminya yang basah oleh peluh. Aqeel masih meremuk perut istrinya, andai bayi itu sudah keluar, Aqeel sangat ingin meremuk tubuh mungil tersebut secara langsung.

"Kumohon hentikan, suamiku. Dia tidak salah, aku ibunya yang lengah, membiarkannya ada." Maura masih membujuk Aqeel untuk berhenti memukul perutnya. Aqeel seperti robot yang memupuk dendam kepada calon bayi yang tidak berdosa.

Maura ingin menahan tangan Aqeel tapi tangan kekar tersebut tidak bisa disingkirkan. Maura hanya bisa membujuknya dengan kecupan. Maura menciumi rambut, wajah, bibir dan leher suaminya, agar lelaki itu luluh dan tidak menyakiti anaknya lagi.

"Bunuh saja dia," Aqeel berkata dingin.

Maura menggeleng, "t-tidak, jangan."

"Kubilang bunuh saja dia," Aqeel mengangkat kepalanya. "Gugurkan!"

"Dia tidak bersalah, suamiku ... kumohon jangan." Maura terisak, kembali diciuminya wajah suaminya, berharap lelaki itu berubah pikiran.

"Aku tahu jika kelak bangsat kecil itu lahir, Maura! Dia akan membenciku sebagai ayahnya, membencimu karena menikahiku. Dan setelah dia beranjak dia dewasa, melihatku yang jarang pulang, melakukan pekerjaan kotor, sering mengasarimu, dia akan menghasutmu untuk meninggalkanku, menggugat ceraiku, dengan dalih semua yang kamu lakukan itu demi dia, anakmu yang benci aku sebagai ayahnya!" Napas Aqeel terengah, lelaki itu terlihat begitu benci kepada anak yang belum tentu melakukan hal demikian.

"Dia tidak akan melakukannya, suamiku. Aku janji, anak kita tidak akan membencimu. Dan tidak akan menghasutku untuk meninggalkanmu. Kamu adalah Ayah dan Suami yang baik, kita juga saling mencintai, anak kita tidak mungkin setega itu berusaha memisahkan kita 'kan?"

Maura melakukan bermacam cara untuk membujuk suaminya. Dibukanya kancing atas kemeja yang Aqeel kenakan. Disingkapnya, untuk memperlihatkan bahu dan dada bidang suaminya. Maura menciumi bahu dan dada bidang suaminya, menggesekkan kepala dan pipi. Biasanya dengan sentuhan penuh damba tersebut, Aqeel akan luluh.

Aqeel terlena oleh sentuhan istrinya, tapi tak mau dipengaruhi Aqeel menjauhkan kepala wanita itu dari tubuhnya. "Kamu bilang aku suami yang baik? Pandai sekali kamu berbohong, Maura!"

Suara Aqeel kembali meninggi, "jika ingin menipuku masuk akal sedikit, hah! Suami sepertiku dari sudut mana baik? Pekerjaanku membunuh orang, mengedarkan narkoba, membangun usaha perdagangan manusia, menjadikan wanita-wanita sebagai pelacur! Dari cara aku menafkahimu saja aku sudah terlihat buruk!"

Maura terdiam. Tapi sedikit tenang, tangan yang awalnya memukuli perutnya kini berganti meremuk kepalanya dengan kuat. "Aku sering mengasarimu, memakimu, memukulimu, jarang pulang, tidak mengabari, hanya sebulan sekali menemuimu untuk menuntaskan hasrat! Kamu bilang itu suami yang baik? Kebohonganmu membuatku kesal, dasar ******." Aqeel ingin sekali melempar tubuh ringan dari pangkuannya, tapi lelaki itu malah memeluknya.

Bab 2

"Dasar perayu," Aqeel menggertak kesal, tapi masih mendekap tubuh wanitanya. Maura yang begitu pandai merayunya menciumi rambut Aqeel yang basah. "Kubilang gugurkan bayi itu, wanita." Maura menggeleng-gelengkan kepalanya. "Jika kamu begitu menginginkan anak, kita adopsi saja. Kita singkirkan saja anugerah yang tak pernah diharapkan itu." Maura terus menggelengkan kepalanya.

"Kamu berani melawanku, wanita?"

"Aku bukan melawanmu, suamiku ...."

"Lalu kenapa kamu terus menggeleng, hah?" Aqeel bertanya marah dengan tangan yang tidak diam, bersiap menarik kain yang menutupi tubuh Maura.

"Aku mencintai anak ini, karena ini buah cinta kita, darah-dagingmu ...." Maura terus membujuk.

"Kamu pikir aku akan senang mendengarnya?" Aqeel terdengar sinis. "Bunuh anak itu, atau tidak ... aku yang akan membunuhnya." Maura disandarkan ke daging sofa yang lembut. Aqeel berubah hati-hati, saat menarik satu paha istrinya. "Begini cara kita membuat anugerah yang tak diinginkan itu 'kan? Mungkin dengan begini juga, kita bisa mengembalikan anugerah tak diinginkan itu kepada Tuhan."

"J-jangan—" Maura menutup kedua pahanya.

Tangan besar Aqeel semakin meremuk perut istrinya. "Bangsat kecil ini, tidak malu apa menumpang tinggal di perut istriku?" Aqeel membenamkan kepala ke perut istrinya, dari luar mengancam anak kecil yang menyebalkan di dalam sana.

Mata Maura memerah, wanita itu merintih dan meringis, Aqeel benar-benar nekat menggunakan cara yang sama dengan kasar untuk mengembalikan 'anugerah yang tak diinginkan' itu kepada Tuhan. Wanita itu terlihat begitu tidak nyaman, tubuhnya seakan remuk, selama menikah dengan Aqeel, Aqeel tak pernah sekasar ini. Lelaki itu benar-benar nekat ingin 'mengembalikan' buah hatinya kepada yang menganugerahkan.

"Jangan kabari aku apa yang terjadi setelah ini," Aqeel memakai pakaiannya kembali yang sempat berceceran. "Bulan depan aku akan pulang dan melihatnya sendiri. Bayi itu sudah mati atau masih bertahan di perutmu." Aqeel tersenyum sinis. "Jika ternyata dia bayi yang kuat," Aqeel memerhatikan tubuh Maura yang terkulai lemas di atas sofa, ditemani oleh selimut, tadi Aqeel yan menyelimutinya. "Ayahnya yang kejam akan membuatnya lemah."

"Kamu membenciku, wanita?" Aqeel bertanya kesal.

Maura terdiam, wanita itu kesusahan bergerak.

"Kamu tidak mencintaiku lagi, wanita?"

"Aku masih mencintaimu," Maura jujur, tapi bukan berarti tidak ada perasaan benci untuk lelaki itu.

"Bagus." Aqeel lelaki dominan, dalam bisnis, persahabatan dan rumah tangga. Aqeel tidak mau dikendalikan siapapun, sekalipun oleh istrinya sendiri. Makanya Maura sering sekali mengalah.

"Sampai bertemu sebulan ke depan, wanita." Setelah menyiapkan pakaian untuk Maura kenakan, Aqeel pergi begitu saja. Dari rumah mewah yang tidak terlalu besar itu, di balik pintu kamar Yudhistira sudah menunggu tuannya.

"Tidak ada siapapun yang mencurigakan?" Aqeel bertanya sembari melangkah keluar. Yudhistira yang mengekorinya mengangguk, "tidak, Tuan."

"Tidak ada musuh yang mengikutiku sampai ke Indonesia 'kan?"

Yudhistira menggeleng, "sepertinya tidak, Tuan."

"Jangan sepertinya!" BUK! Kepalan tangan Aqeel memukul kepala Yudhistira yang nyaris jatuh. Lelaki itu bangkit kembali dengan wajah datar. "Aku ingin kepastian, demi keselamatan istriku!"

"Saya pastikan tidak, Tuan."

"Awas jika sesuatu terjadi pada istriku, kepalamu akan pecah." Aqeel masuk ke dalam mobil mewah yang menunggu di halaman depan. Perasaan takut menyelimuti hatinya, Aqeel mencekram kedua pahanya sendiri. "Sebelum berangkat, aku ingin bersenang-senang." Aqeel memerintah sopir yang mengendarai kendaraan mewahnya. "Pergi ke club biasa, pastikan ada kepala lelaki brengsek yang bisa kupecahkan di sana."

Bab 3

Hiruk-pikuk di club seakan merusak gendang telinga Aqeel. Aqeel menikmati setiap gelas yang dituangkan untuknya, berusaha mengabaikan lingkungan sekitar, yang berisik, penuh asap dan merusak mata. Yudhistira yang mengikuti tuannya nampak tidak nyaman, Aqeel meliriknya tajam lalu menyodorkan sebotol brandi untuk lelaki itu.

"Minum," titah Aqeel dengan mata memerah.

Yudhistira berusaha menolak, "saya tidak minum alcohol, Tuan—"

"Kubilang ambil dan minum ini sampai habis!" Aqeel tidak suka dibantah. Yudhistra yang dibentak menelan ludah. Memang tidak ada yang bisa menolak perintah dari lelaki bertato di hadapannya.

Yudhistira mengambil botol minuman dari tangan Aqeel dan menenggak semua isinya. Cairan-cairan beraroma menyengat tersebut membasahi dagu, leher dan kemeja atasnya. Kepala Yudhistira mulai pusing, badan lelaki itu terhuyung, bisa jadi jatuh andai tidak berpegangan ke meja bar di dekatnya.

Melihatnya, Aqeel menyeringai. Yudhistira memang tidak biasa minum alcohol, tidak heran reaksi tubuhnya langsung membuatnya pusing dan tidak sadarkan diri.

"Dasar merepotkan," Aqeel tertawa melihat Yudhis yang tertidur di atas kursi bar. Lelaki itu lanjut mengisi gelas kecilnya dengan bermacam jenis minuman yang memabukkan. Kepala Aqeel mulai pusing, perutnya melilit, karena minum tanpa makan terlebih dahulu. Tangan besar Aqeel mencekram bahu bartender yang langsung ketakutan, lelaki itu menceracau. "Bawa Maura kemari." Bartender yang disuruh kebingungan. Siapa Maura? Dan siapa lelaki ini?

"Maaf, Tuan—"

"Kubilang bawa istriku kemari."

"Saya tidak tahu siapa Tuan dan siapa istri Tuan—"

Aqeel menggebrak meja, "kubilang bawa istriku kemari!" Lelaki itu mengambil sebotol minuman keras dan kembali menenggaknya. "Aku ingin menciumnya! Ingin menidurinya lagi!" Kalimat Aqeel semakin tidak jelas, lelaki itu terus berteriak marah, memancing perhatian orang-orang yang menari di lantai dansa. "Kubilang, bawa istriku kemari! Aku tidak bisa menunggu sampai sebulan ke depan!"

Aqeel yang mabuk melepaskan jam tangan mahalnya, diletakkannya ke meja bar. Dilucutinya anting berlian di telinganya, lalu menghempaskan dompet tebalnya. Yang berisi dollar, rupiah, riyal, dan kartu-kartu keemasan. "Bilang kepada wanita itu—Maura—satu ciuman, aku akan membayarnya 10 kali lipat. Dua ciuman, aku akan membayarnya 20 kali lipat. Malam yang panjang, aku akan memberikan semua uang yang kupunya."

Ceracauan Aqeel semakin membuat sang bartender bingung. Maura yang lelaki itu maksud istri atau wanita bayaran?

"Tunggu apa lagi!" Aqeel memekik kesal. "Apa dia enggan menerimanya, karena berpikir nafkah dan uang yang kuberikan semuanya haram?" Aqeel meninju-ninju meja.

"Dasar wanita, dia terlalu berburuk-sangka padaku! Aku tidak pernah menafkahinya dengan uang haram, semua uang yang kuberikan padanya, benda-benda yang kuhadiahkan untuknya, makanan-makanan yang menjadi darah dan daging di tubuhnya, semuanya uang bersih yang kuusahakan mati-matian tanpa mencampurnya dengan pekerjaan kotorku!"

"Dasar wanita!" Aqeel berteriak keras. "Pantasan dia enggan memakai semua perhiasan yang kuberi, risih tinggal di rumah mewah yang kuhadiahkan, jarang menggunakan uang pemberianku, tidak mau memberi sedekah menggunakan uangku, masih mencari uang untuk dirinya sendiri! Dasar wanita! Dia pikir, aku suami apa, hah?!"

"Bawa dia kemari!" Aqeel masih membuat kekacauan, "aku ingin meniduri wanita itu! Membunuh bayiku yang dia kandung!" Aqeel menarik kerah seragam yang bartender pakaian, lelaki itu meraung heboh.

"Tuan, dimohon jangan membuat keributan—" Bartender menelan ludah. Sadar percuma menceramahi lelaki mabuk. Tak ada penjaga yang berani mendekati Aqeel, karena pengawal-pengawal lelaki itu berjaga di sekitar. Mengamati apa yang Tuan mereka lakukan, tanpa menganggunya.

"Kamu dengar apa tadi yang dia bilang?" Seorang wanita seksi terkekeh genit. "Dia ingin meniduri seseorang, daripada menceramahinya lebih baik carikan dia wanita. Apa yang dia letakkan di atas meja ini saja sudah lebih dari cukup untuk membayar sepuluh wanita untuk melayaninya." Bartender tersebut menatapnya gelisah. Sekalipun tidak tahu siapa Aqeel Hafshan, bartender lelaki itu sangat tahu kelakuan lelaki itu selama di bar ini. Banyak kepala yang pecah karena memancing emosinya, pria maupun wanita.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!