NovelToon NovelToon

Fairy Baby

Bab. 1 : Menjadi Papa

Biasanya anak-anak yang kabur dari rumah memiliki background broken home. Aku sendiri sudah keluar dari rumah sejak berusia 13 tahun. Bukan karena ingin, melainkan karena diusir.

Ibuku sebagai anak sulung mewarisi sebagian besar kekayaan kakek. Memilih menikah dengan ayahku yang mantan tentara bayaran. Meski ditentang habis-habisan oleh seluruh anggota keluarga, kecuali kakek.

Setelah kakek tiada, mulailah anggota keluarga lain menunjukkan taringnya. Om dan tante bersekongkol menyingkirkan ibu. Nenek yang sudah renta tidak bisa diandalkan sebagai pelindung.

Perjalanan bisnis ibu ke Tiongkok menjadi perpisahan kami untuk selamanya. Pesawat pribadi yang ibu tumpangi meledak saat baru lepas landas. Ayah tidak terima lalu mengamuk sejadi-jadinya. Nenek yang mencoba jadi penengah antara ayah dan om malah jadi korban.

Kematian nenek akhirnya menjadikan aku seorang yatim-piatu. Ayah dijatuhi hukuman mati atas tuduhan pembunuhan dan penganiayaan. Begitulah akhirnya aku diusir dari rumah orangtuaku oleh om dan tante yang serakah.

Tidak buruk juga. Hidup di jalanan memberiku banyak pelajaran berharga. Terutama cara bertahan hidup dan menjadi yang terkuat. Dalam tempo dua tahun aku mulai dikenal sebagai Raja Jalanan.

Bukan karena selalu jadi juara racing atau balapan. Yang benar saja, aku bahkan tidak punya motor. Aku disebut raja jalanan karena selalu menang bertarung. Kehidupan di jalanan memiliki prinsip dasar. Yang terkuat yang berkuasa.

Berbekal ilmu bela diri sistema yang diajarkan ayahku sejak aku kecil dan bakat khusus meniru teknik orang lain dalam waktu singkat. Aku menjadi tidak terkalahkan, baik dalam pertarungan legal dan ilegal, atau sekedar berkelahi. Aku selalu menang.

Lalu aku bertemu dengan empat orang lain yang juga kabur dari rumah. Semuanya laki-laki. Salah satunya adalah orang yang pernah kalah bertarung denganku. Seiring dengan berjalannya waktu kami menjadi semakin dekat dan kemudian menjadi sahabat.

Kami berlima kemudian menemukan tempat tinggal yang layak. Maksudku gratis. Sebuah bangunan bekas hotel yang sudah lama terbengkalai. Dari desas-desus yang kudengar, katanya bangunan ini berhantu. Mungkin cerita itu dilatarbelakangi oleh kasus pembunuhan yang terjadi beberapa tahun lalu. Tentu kami tidak peduli.

Berdasarkan informasi yang kami dapat dari kepala daerah setempat, hotel ini tidak ada yang memiliki ataupun mewarisi. Jadi, aku selaku ketua meminta izin untuk menempati hotel tersebut. Izin bisa kami dapatkan dengan mudah, namun dengan syarat bangunan tersebut tidak boleh dijadikan tempat usaha.

Kami setuju. Kesepakatan dibuat, kami boleh tinggal di sana asalkan merawat bangunan tersebut sebaik-baiknya. Tidak boleh dijadikan tempat usaha dan juga tidak boleh melakukan aksi kriminal apapun.

Begitulah akhirnya aku dan teman-teman mengurus tempat tinggal kami yang baru. Kami memberi nama tempat itu, LostMen. Dari hari ke hari semakin banyak anak-anak yang kabur dari rumah bergabung dengan kami. Karena terlalu banyak yang ingin ikut bergabung, jadi aku membuat batasan dengan peraturan yang disepakati bersama. Dan aku mendapat sebutan baru, Big Papa.

Lalu dengan semua predikat itu, aku dihadapkan pada sebuah kenyataan konyol. Seonggok daging hidup bersuara nyaring yang disebut BAYI, ada di depan mataku. Tepatnya di gendonganku. Bukan bayi terlantar yang dibuang orang, melainkan darah dagingku sendiri.

Ya, bayi perempuan yang imut dan lucu ini adalah anakku. Hasil dari pesonaku yang terlalu memikat. Aku Haneul Jung dan bayiku, Yoona Jung. Inilah kisah kami.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Hujan rintik-rintik disinari cahaya purnama terlihat seperti kumpulan berlian yang jatuh dari langit. Sebagian anak-anak masih melakukan pekerjaannya. Ada yang bekerja di warnet, di minimarket dan ada pula yang bekerja di pom bensin. Sebagian lagi bekerja dari rumah mengandalkan internet. Nantinya 20% dari penghasilan mereka harus disetorkan pada pengurus setiap bulan. Itu digunakan untuk bayar listrik, air, dan WiFi.

Sedangkan biaya perawatan gedung, kesehatan, dan makan sehari-hari diambil dari penghasilan pengurus. Yaitu, aku dan keempat sahabatku. Lee Yong Hwa, Dae Shik, Tae Seung dan Kang Min Ho.

Lee Yong Hwa berkarakter lembut dan bijaksana. Dia memiliki keahlian memasak. Cita-citanya menjadi seorang Chef terkenal. Saat ini dia bekerja di rumah makan kecil di seberang jalan milik bibi Areum. Perut kami bergantung pada kemampuannya.

Dae Shik satu-satunya pelajar selain aku. Tapi kami beda sekolah. Dia yang bertanggung jawab untuk perawatan gedung. Keahliannya di bidang dekorasi mengubah hotel berhantu ini menjadi LostMen yang indah. Dia juga penggila kebersihan. Awas saja jika ada baju berserakan, akan langsung dia bakar.

Tae Seung, bertanggungjawab mengatur keuangan. Setiap uang masuk dan keluar harus sepengetahuannya. Dia seorang hacker jenius. Kemampuannya di bidang IT dimanfaatkan dengan sangat baik. Sejauh ini dia tidak pernah ketahuan membobol rekening. Tentu yang tahu soal ini hanya pengurus saja.

Soal keamanan menjadi tanggung jawabku dan Kang Min Ho. Bukan karena hanya kami yang bisa bertarung. Tapi cuma itu keahlian kami. Oh, tentu saja sebagai Big Papa, aku punya tanggung jawab lebih. Aku harus punya solusi untuk setiap masalah yang timbul.

LostMen menjadi tempat bernaung bagi kami. Ada dua puluh orang penghuni termasuk kami para pengurus. Dan semua orang memiliki perannya masing-masing. Perasaan senasib dan saling membutuhkan membentuk ikatan yang kuat diantara kami. Inilah yang dinamakan keluarga.

Meski tidak sedarah bahkan bukan semarga, hubungan yang terjalin lebih kental daripada keluarga sedarah. Walaupun kebanyakan dari kami seumuran, nyatanya kami bisa lebih dewasa dalam menyelesaikan masalah.

Peraturan yang kubuat telah disepakati dan dijalankan dengan baik. Salah satunya tidak ada anggota berjenis kelamin perempuan. Sebenarnya itu idenya Min Ho. Katanya perempuan hanya membawa masalah. Selain itu untuk menghindari hal-hal yang 'diinginkan'.

Yang lain setuju. Kalau aku pribadi sih, tidak masalah lelaki atau perempuan selama menaati aturan.

"Justru kau yang dikhawatirkan akan melanggar aturan," kata Min Ho waktu itu.

Apa sih, kan bukan salahku kalau aku tampan? Namun, yang terjadi saat ini memaksa kami untuk melanggar aturan itu.

Tepat dini hari selagi bulan dan matahari akan bertukar shift, terdengar suara tangis bayi. Menggantikan tugas ayam dan alarm, membangunkan semua penghuni LostMen. Aku yang lebih dulu tiba di tempat asal suara.

Ooeee... Ooeee...

Beneran bayi. Imut dan menggemaskan. Entah siapa yang tega membuang bayi se-imut ini. Dan lagi kenapa harus di sini?

"Bayi siapa?" Yong Hwa yang bertanya.

"Mana kutahu," jawabku gusar. Aku masih mengantuk, mulutku menguap lebar.

"Wah, imutnya. Laki-laki atau perempuan?" Tidak tau siapa yang bertanya.

Aku berinisiatif menggendong bayi itu, memeriksanya.

"Perempuan," kataku.

Tae Seung memeriksa keranjang bayi. Dia mengambil sebuah tongkat sihir mainan dan sehelai kelopak bunga lotus. Ada tulisan di bagian dalam. Tae Seung lantas membacanya dengan suara lantang. Meski tidak ada yang menyuruhnya.

'Haneul, ini anakmu. Rawat dan besarkan dia dengan baik. Jangan lupa berikan nama yang bagus.' Youra.

Singkat, padat dan KONYOL. Apa-apaan ini. Siapa yang berani membuat lelucon bodoh begini? Kurebut kelopak bunga itu dari tangan Tae Seung. Memang itu yang tertulis, Tae Seung tidak mengarang. Dan kini semua mata tertuju padaku. Aku tau apa yang mereka pikirkan.

"Hei, jangan bilang kalian percaya tulisan itu."

"Haneul kau ini menabung di mana?"

"Hidungnya mirip kau."

"Benar, dagunya juga."

"Waah, matanya indah sekali."

Ooeee... Ooeee...

"Berisik! Bayinya jadi nangis lagi kan?!"

"Cup... cup... sayang. Bayi imut jangan menangis ya," bujukku menenangkan si bayi.

Aneh sekali bayi itu langsung diam. Kelihatan sekali dia merasa nyaman di tanganku. Sebentar saja dia langsung tertidur.

"Mau diapakan bayi ini?" tanya Dae Shik.

"Kau juga dengar kan, tulisan yang tadi dibaca Tae Seung?!" sahut Yong Hwa.

"Tapi kan dia perempuan," sergah Min Ho.

"Bayi perempuan. Dia bayi perempuan, Min Ho." Dasar Min Ho gila. Masa aturan itu dia berlakukan juga pada bayi?!.

"Lalu siapa yang akan mengurusnya?" tanya Dae Shik lagi.

"Aku," jawabku tegas. Memangnya siapa lagi, kan aku Big Papa di sini.

"Jadi, dia benar anakmu?"

"Aku akan tes DNA," jawabku singkat. Perdebatan selesai, semua bubar.

"Kok nulisnya di kelopak bunga, ya?"

"Mungkin dia kehabisan kertas."

Masih terdengar ocehan dari anak-anak lain ketika aku membawa bayi ini ke kamarku. Aku segera bersiap-siap untuk pergi berbelanja ke Minimarket 24 H. Sebelumnya aku meminta Tae Seung untuk membuat daftar kebutuhan bayi. Kami tidak punya apa-apa untuk bayi ini. Dan lagi si Youra itu tidak menitipkan apa pun untuk bayi ini selain tongkat sihir mainan itu. Hmm, Youra. Nama itu rasanya tidak asing bagiku.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Setahun yang lalu pada pagi yang cerah di awal Juli. Di depan gerbang sudah berdiri siswa-siswi kelas 1 jurusan fashion menunggu bus yang akan mengantar kami untuk karya wisata. Para siswi tampak antusias karena tujuan karya wisata kali ini ke Taman Seodong di Buyeo.

Tentu saja para siswi begitu semangat karena akan ada festival bunga teratai di waktu malam. Kami para pria juga tak kalah bersemangat, karena di malam hari dibolehkan memakai pakaian bebas. Lagipula ada banyak kegiatan seru yang bisa dilakukan nantinya.

Bus tiba tepat pukul sembilan. Butuh dua jam untuk sampai di sana. Selama di perjalanan kami mengusir rasa bosan dengan bernyanyi. Ibu guru Minjae selaku pengawas juga ikut bernyanyi bersama kami.

Segera setelah bus parkir, kami bergegas turun. Padahal baru awal bulan tapi pengunjungnya sudah ramai begitu. Dan lagi hari masih siang, bisa dibayangkan bagaimana keadaannya kalau malam.

Pihak sekolah sudah membooking 5 kamar. Satu untuk guru sisanya para murid. Kamar untuk siswa masing-masing terdiri dari 5 orang. Sedangkan untuk siswi masing-masing 6 orang.

Kami diberi waktu 1 jam untuk istirahat baru kemudian melakukan perjalan. Tempat pertama yang kami tuju yaitu, Museum sejarah Baekje. Lalu ke Baekje Wangneungwon dan lanjut ke Nakhwaam. Baru pada pukul lima sore kami mengikuti program festival.

Ada banyak banyak acara yang berkaitan dengan bunga teratai, seperti membuat bunga teratai kertas dan membuat sabun bunga teratai, yang merupakan dua program yang sangat populer di antara pengunjung.

Kami juga mengikuti kegiatan lain seperti, menyaksikan pembuatan seni kayu Kolam Gungnamji, membuat kalung dengan biji teratai, membuat kandil berbentuk daun teratai, membuat boneka keramik, membuat ocarina kayu, kerajinan kulit, membuat kalung cloisonné, kaligrafi, menggambar teratai kolam Gungnamji, menulis permohonan cinta, dan asyiknya disini juga menyediakan layanan pencetakan foto. Jadi, kami bisa mengabadikan setiap momen yang disukai.

Malam hari adalah puncak acara, inilah yang ditunggu-tunggu. Di mulai dari pertunjukan pembuka, lalu pertunjukan perayaan. Sebagian murid menonton pertunjukan kelahiran Raja Mu sambil makan camilan. Dilanjutkan dengan acara Seodong Seonhwa Impact Show dan konser.

Para siswi duduk terpisah dari para siswa. Benar dugaan kami, mereka habis-habisan berdandan untuk acara ini. Dan itulah yang menjadi tujuan utama dari para siswa yang sebenarnya.

"Hei lihat, itu Yang Minji. Gila dia **** sekali!" seru seorang temanku.

"Kau benar, tapi dia masih kalah dari Cho Ara."

"Mereka sepertinya lebih cantik daripada bunga teratai disini, kan?!" Kami serempak mengangguk.

"Pokoknya aku harus berhasil mencium salah satu dari mereka saat momen kembang api nanti." Hahaha. Ada-ada saja. Kami semua tertawa.

Saat Parade malam dimulai, aku tak sengaja melihatnya. Berdiri agak jauh dari kerumunan, seorang gadis dengan pakaian paling aneh namun terlihat sangat indah. Dia menyadari tatapanku dan berjalan menjauh. Aku mengikutinya secepat yang aku bisa. Agak tertinggal tapi aku berhasil menyusulnya.

Dia, gadis itu, berdiri di bagian tepi kolam yang sepi dari pengunjung. Terlihat sangat cantik di bawah percikan kembang api berwarna-warni yang menghias langit. Perlahan dia membungkuk, tangannya berusaha menggapai bunga teratai yang paling dekat.

Dan kemudian dia malah tercebur masuk ke kolam. Aku terkejut lantas mendekat seketika, bermaksud untuk menolongnya. Tapi aku justru ikut jatuh tercebur di tempat yang sama. Lalu sesuatu yang ajaib terjadi.

Bukan air yang menyambutku, tapi sinar warna-warni yang menyilaukan. Sewaktu tersadar aku sudah berada di tempat lain. Bukan lagi di tempat festival dan lagi malam telah berlalu. Sial, sepertinya aku melewatkan upacara penutupan.

"Ini dimana?" tanyaku bingung.

Kolamnya terlihat berbeda dari sebelumnya. Dan gadis itu masih memakai gaun yang sama seperti di malam festival. Kering dan bersih. Sama seperti pakaianku. Tidak ada bekas sama sekali kalau kami pernah tercebur di kolam.

"Ohh, kenapa kau ikut masuk kesini?" Gadis itu tampak sangat terkejut dan panik.

Sumpah demi apapun, baru kali ini aku mendengar suara seburuk itu. Suaranya mencicit seperti tikus sangat tidak cocok dengan penampilannya.

"Memangnya kenapa, ini dimana? Daripada itu, apa kau baik-baik saja?" tanyaku beruntun.

"Ehm.. Sebaiknya kau ikut aku dulu." Suaranya berubah, terdengar biasa.

Gadis itu lalu menarik ujung lengan bajuku dan membawaku ke tempat yang lain lagi.

Tempatnya benar-benar aneh. Seperti bunga teratai yang sedang kuncup. Tergesa dia menarik surai yang menjuntai di dindingnya.

Tiba-tiba satu dindingnya turun, benar, seperti kelopak bunga. Dan aku baru sadar kalau dari tadi kami berjalan di atas air.

"Masuklah, ini rumahku!" ajaknya bergegas. Aku mengikutinya.

Sebelum menutup pintu, dia melihat sekeliling. Seperti sedang memastikan bahwa tidak ada yang mengikuti kami.

"Aku tau ada banyak yang ingin kau tanyakan. Tapi sebelumnya akan kuberi tahu kau satu hal," dia memulai perbincangan.

"Tempat ini tidak sama seperti duniamu. Ini adalah dunia peri." Begitu katanya.

Jujur aku ingin tertawa mendengarnya. Tapi aku harus bersikap sopan, bukan?! Apalagi di depan gadis secantik ini.

"Maaf sebelumnya, tapi kita belum kenalan. Namaku Haneul Jung, kau...?"

"Aku Youra, peri teratai."

Tadinya aku hampir tidak mampu menahan tawaku. Kupikir sebenarnya aku ini sedang sial atau beruntung. Bertemu gadis yang sangat cantik tapi gila. Sampai dia menunjukkan sesuatu yang membuatku ternganga.

"Kau mungkin tidak percaya padaku, tapi apa kau pernah melihat ini?" tanyanya sambil menunjukkan punggungnya.

Perlahan sesuatu tumbuh dari punggung gadis bernama Youra itu. Sepasang sayap. Tipis hampir transparan berwarna pink keemasan. Cantik sekali. Aku mencubit tanganku sekedar memastikan kalau semua yang kulihat adalah bagian dari mimpi. Tapi aku salah, sakit yang kurasakan menyadarkanku bahwa semuanya nyata.

Youra, si gadis peri, mengepakkan sayapnya seraya tersenyum. Dia terbang.

Bab. 2 : Kesalahan yang Indah

"Kau mungkin tidak percaya padaku, tapi apa kau pernah melihat ini?" tanyanya sambil menunjukkan punggungnya.

Perlahan sesuatu tumbuh dari punggung gadis bernama Youra itu. Sepasang sayap. Tipis hampir transparan berwarna pink keemasan. Cantik sekali. Aku mencubit tanganku sekedar memastikan kalau semua yang kulihat adalah bagian dari mimpi. Tapi aku salah, sakit yang kurasakan menyadarkanku bahwa semuanya nyata.

Youra, si gadis peri, mengepakkan sayapnya seraya tersenyum. Dia terbang.

"Kk... kau...!" Aku tau sangat tidak sopan berbicara pada seorang gadis dengan menunjuk-nunjuk wajahnya. Tapi apa boleh buat, aku terlalu kaget.

"Sekarang kau percaya?" tanyanya tersenyum menang.

"Karena kau sudah terlanjur kesini, sekalian kujamu saja sebagai tamu, ya?!" katanya lalu terbang agak tinggi. Ada semacam rak di atas sana.

Sementara dia mengambil sesuatu di atas, aku terperangah melihat sekelilingku. Aku beneran di dalam bunga. Bagaimana bisa? Bunga kan lebih kecil daripada orang. Aku menepuk-nepuk pipiku dengan kedua tangan, memastikan aku tidak gila.

"Kau tidak gila kok, tenang saja. Sudah kubilang kan, keadaan disini berbeda." Haah, dia tau yang sedang kupikirkan?! Dia benar, aku tidak gila. Situasinya yang gila. Youra menyajikan minuman dan (sepertinya) kue di atas meja.

"Minumlah, itu teh herbal!" suguhnya selaku tuan rumah yang baik.

"Tolong jelaskan, kenapa aku bisa ada disini?" Aku mencoba bicara normal.

"Itu yang ingin kutahu. Aku sengaja pulang karena tidak bisa terlalu lama di dunia manusia. Tapi, kenapa kau malah ikut?"

"Aku pikir kau jatuh ke kolam, jadi aku ingin menolongmu."

"Ohh, jadi begitu. Kau baik sekali," pujinya seraya tersenyum. Manis sekali. Mengalahkan manisnya teh herbal yang sedang kuminum.

Selanjutnya kami mengobrol tanpa ada rasa canggung lagi. Dia menceritakan sedikit tentang kehidupannya. Bukan, sebenarnya akulah yang terlalu sedikit mendengar. Karena aku hanya fokus pada kecantikannya saja.

Ada beberapa yang kutangkap dari ceritanya. Yang pertama, waktu berjalan lebih lambat di dunia manusia daripada disini, di dunia peri. Itulah kenapa di sini sudah siang , padahal sebelum jatuh ke kolam, malam festival saja belum berakhir.

Itu juga yang menjadi penyebab Peri tidak bisa berlama-lama di dunia manusia. Karena energi mereka akan segera habis.

Yang kedua, sebetulnya dunia peri dan dunia manusia terhubung. Tapi karena alasan yang pertama tadi, jarang ada peri yang mau menyeberang ke dunia manusia. Dan manusia juga bisa masuk ke dunia peri melalui... sampai disini aku tidak ingat apa yang dia katakan.

Dan yang ketiga, kalau tidak salah tentang ramalan atau kutukan ya?! Pokoknya akan ada peri yang membuat masalah dan nantinya berimbas pada kehidupan seluruh peri. Selanjutnya aku tidak begitu ingat apa yang dia bicarakan. Entah karena teh atau kue itu, atau mungkin suasana di sini yang membuatku mabuk. Perlahan tapi pasti aku semakin mendekat pada Youra. Membelainya, mencumbunya, mengatakan hal-hal romantis, dan semua itu terjadi begitu saja tanpa ada penolakan darinya. Secara natural mengikuti alur nafsu yang membawa kami melampaui batas norma yang harusnya dijaga.

Waktu berlalu dengan cepat, sudah saatnya aku pulang ke dunia manusia. Youra mengantarku ke tempat pertama kali kami muncul di dunia peri ini. Dengan sihirnya dia membuka portal untuk kulewati. Sebuah kecupan singkat mengakhiri kebersamaan kami. Dan semua yang kualami tadi akan menjadi kenangan indah yang tidak akan pernah kulupakan.

Tadinya kupikir begitu. Nyatanya, saat aku membuka mata aku tidak ingat apapun. Yang pertama kali kulihat adalah wajah-wajah panik mengerumuni tubuhku yang basah dan kotor karena lumut. Kata mereka aku tenggelam di kolam teratai.

Ada seorang saksi mata yang melihatku saat tercebur ke kolam. Lalu dia segera memanggil bantuan karena tubuhku tenggelam semakin dalam. Festival jadi kacau karena isu yang langsung tersebar diantara pengunjung. Bahwa ada seorang pelajar yang mencoba bunuh diri di kolam teratai. Duuuh... malunya.

Dasar para penggosip tak bertanggung jawab. Harga diriku terluka karena berita itu. Gara-gara itu aku jadi bahan olok-olok di sekolah. Bahkan ceritanya jadi berkembang, Haneul siswa kelas 1 jurusan fashion yang terkenal badboy melakukan percobaan bunuh diri di kolam teratai saat festival. Katanya dia putus asa karena tidak ada seorang gadis pun yang mau berciuman dengannya saat acara kembang api.

Hahaha... Brengsek! Untungnya gosip itu hanya bertahan sebulan. Karena tidak lama setelah kejadian itu aku berhasil menggandeng siswi tercantik di sekolah. Eun Hye, siswi kelas 3 jurusan fashion.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Risih. Kenapa semua orang menatapku begitu? Seakan-akan aku sudah membuat kesalahan besar. Ini kan rumah sakit bukan kantor polisi. Memang apa yang aneh dari seorang pria tampan yang menggendong bayi imut. Aku kan cuma mau tes DNA.

Apa karena seragam sekolahku? Yah, aku tadi memang terburu-buru meninggalkan sekolah setelah jam pertama selesai. Karena untuk menjalani tes itu kan harus pagi-pagi. Mana sempat ganti baju.

"Haneul Jeung, silahkan masuk!" seru perawat. Baguslah sudah giliranku rupanya. Aku tidak perlu lagi mendengar bisik-bisik pasien lain.

"Silahkan duduk, Tuan... Oh, anda masih pelajar?!" seru dokternya agak terkejut.

"Iya, dokter."

"Sebelum melakukan tes, boleh saya tahu alasan anda ingin melakukan ini?"

"Tentu saja untuk memastikan kalau bayi ini bukan anakku."

"Apa anda bermaksud untuk lepas dari tanggung jawab?" Hei, bukankah dokter ini sudah keterlaluan ya?!

"Apa itu menjadi urusan anda, dokter?" Sengaja kutekankan nadaku pada kata 'dokter' biar dia sadar posisinya.

"Ah, maaf. Saya tidak bermaksud untuk mencampuri urusan anda. Baiklah kalau begitu, saya akan mengambil sampel darah anda dan bayi itu."

Nah, begitu kan bagus. Aku harus segera kembali ke sekolah setelah urusan ini selesai. Meski terkenal badung di sekolah, setidaknya aku tidak pernah membolos. Selain itu predikat sebagai siswa berprestasi harus aku pertahankan.

Seorang perawat membantu dokter tadi mengambil darahku dan si bayi. Aku sih tidak masalah, tapi bayi ini langsung menangis kencang saat jarum menembus kulit mulusnya.

"Cup... cup... sayang. Anak manis jangan menangis ya," bujuk si perawat sambil menimang si bayi.

Tidak mempan tangisnya malah semakin kencang. Dokter itu juga tidak berhasil menenangkan si bayi. Jadi aku mengambil alih. Tanpa perlu banyak kata, bayinya langsung tenang.

"Ssshh... tenanglah! Tidak apa-apa, sudah selesai."

"Waah, papanya hebat ya. Bayinya langsung diam loh," puji perawat itu spontan.

Dokter berdehem memberi kode pada si perawat. Perawat sepertinya mengerti dan menyengir pamit. Aku cuma tersenyum simpul menanggapinya. Papa, katanya?!

"Anda bisa kembali 2 hari lagi untuk mengambil hasilnya," kata si dokter.

"Apa tidak bisa sekarang saja, dok?" tanyaku coba menawar.

"Tidak semudah itu untuk mengetahui hasilnya. Anda juga harus kembali ke sekolah kan?!"

"Baiklah, dok. Terimakasih."

Dua hari lagi? Uugh, ternyata menyelesaikan urusan ini tidak semudah yang aku kira. Masa harus menunggu selama itu hanya untuk mengetahui bayi ini anakku atau bukan?! Apa kubawa saja ke kantor polisi? Tidak. Masalahnya malah akan semakin besar nanti. Ya sudahlah, pulang dulu saja.

Di rumah, Kang Min Ho dan Tae Seung sudah menanti dengan tidak sabar. Aku yang baru pulang langsung diberondong dengan begitu banyak pertanyaan.

"Bagaimana hasilnya?"

"Benar dia bayimu?"

"Kau sudah tau siapa ibunya?"

"Jadi, kita akan memelihara bayi ini?"

"Hei, Min Ho. Apa kau akan terus memanggilnya 'bayi'?

"Memangnya bayi ini punya nama?"

"Kau benar. Haneul, kau beri nama apa bayi ini?" Ah, gila. Mereka ini mau alih profesi jadi wartawan, apa?!.

"Nanti saja kujawab semua pertanyaan kalian. Sekarang gantikan aku menjaga bayi ini, aku harus balik ke sekolah!" Aku harus segera pergi dari sini sebelum mereka mulai protes.

Sampai di sekolah aku sudah melewatkan dua mata pelajaran. Ini tidak bagus, bisa-bisa beasiswaku dicabut. Duuuh... jangan sampai deh!

Tinggal satu pelajaran lagi yang harus kuikuti hari ini, yaitu Sosial dan Budaya. Pelajaran yang lumayan kusukai. Meski agak membosankan, setidaknya aku bisa bersantai sedikit tanpa harus berpikir terlalu berat.

45 menit berlalu sangat lambat. Sepanjang jam pelajaran tidak sedikitpun dari penjelasan guru berlabuh di otakku. Pikiranku terus tertuju pada si bayi yang bahkan belum kuberi nama. Bagusnya, guru tidak menyertakan PR sebagai oleh-oleh untuk kami bawa pulang.

Bel pun berbunyi. Akhirnya aku bisa bertemu lagi dengan si bayi. Jangan tanya kenapa aku bisa begitu merindukannya. Aku juga tidak mengerti. Padahal sepanjang pagi tadi dia terus bersamaku. Kurasa aku mulai menyukai bayi itu. Kalau begitu...

"...Neul...!"

"Hei, Haneul... Haneul Jung!"

Plakkk!! Aduh. Siapa yang...

"Sayang, kau melamun? Dari tadi aku memanggilmu tapi kau bahkan tidak menoleh," tegur pacar baruku, Cho Hana. Dia yang tadi memukul pundakku.

"Hana...! Ah, maaf. Aku tadi..."

"Ya sudah, tidak apa-apa. Tapi kau harus temani aku ke mall hari ini ya?!"

"Maaf Hana, hari ini aku tidak bisa."

"Kenapa tidak bisa?! Ahh, aku tidak peduli. Kau harus temani aku, soalnya dari kemarin kau tidak bisa kuhubungi."

"Tapi... aku benar-benar tidak bisa."

"Please, sayang...! Nanti malam aku mau siaran di AiTube dengan tema peri. Tapi aku belum punya gaun yang cocok."

Deg.

Jantungku berdegup keras ketika Hana menyebut kata 'peri'. Sampai terasa sakit. Aku tidak tahu kenapa, seperti ada yang harus kuingat tapi tidak bisa. Semakin aku berusaha untuk mengingat dadaku terasa makin sesak. Bahkan kepalaku ikut berdenyut sekarang. Aku harus cepat menemui si bayi. Karena kurasa hanya dia yang bisa membuatku tenang.

"Sayang, kau melamun lagi?!"

"Maaf, Hana. Aku benar-benar tidak bisa menemanimu sekarang. Kau pergi dengan temanmu saja ya!"

"Tapi kenapa? Tidak biasanya kau seperti ini."

"Maaf, tapi aku buru-buru."

Untunglah bus telah datang. Aku segera naik, melepaskan tangan Cho Hana yang dari tadi menggelayut di lenganku. Sempat kudengar dia memaki.

"Ahh, gila. Dasar cowok brengsek! Percuma aku dat..." Aku tidak bisa mendengar lagi kelanjutannya karena bus telah menjauh dari halte.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Semua penghuni LostMen telah berkumpul memenuhi aula, tempat kami biasa berdiskusi atau mengumumkan sesuatu yang penting. Aku berdiri di depan mereka untuk menyampaikan keputusanku tentang bayi ini.

Tadinya aku ingin menunggu sampai hasil tes DNAnya keluar. Tapi kurasa itu tidak perlu karena aku sudah membuat keputusan.

"Kurasa kalian semua sudah tau tujuanku mengadakan pertemuan ini."

"...."

"Benar. Ini tentang bayi yang kita temukan di depan LostMen kemarin malam."

"...."

"Aku sudah melakukan tes DNA dan hasilnya akan keluar 2 hari lagi,"

"Jadi, dalam 2 hari ke depan pengasuhan bayi itu menjadi tanggung jawab kita bersama. Tae Seung, kau yang akan buat jadwal mengasuh si bayi!" Itu keputusanku yang pertama.

"Lalu bagaimana jika hasil tesnya sudah ada, bagaimana jika hasilnya positif (dia anakmu)?" tanya Dae Shik.

"Hah... memang siapa yang hamil?" Yeong Jae, salah satu anak yang tinggal disini memang sedikit lambat dalam berpikir. Makanya sering kurang nyambung kalau bicara.

"Bukan 'positif' yang itu, dasar Yeong Jae mesum."

"Haah dasar, Yeong Jae bodoh! Orang lagi serius juga." Anak-anak lain jadi mengomel gara-gara Yeong Jae.

"Sudah, diam! Biarkan Haneul bicara." Suara lantang Kang Min Ho membuat aula tenang seketika.

"Aku sudah putuskan apapun hasil dari tes itu aku akan tetap menerima bayi itu disini sebagai anakku. Sama seperti kalian semua," ucapku yakin. Ini adalah keputusan final dan tidak bisa diganggu gugat.

"Kau gila ya Haneul?! Kalau cuma 2 hari aku tidak keberatan, tapi untuk selamanya? Kau pikir siapa diantara kita yang pernah mengurus bayi?" Ya ampun, Lee Yong Hwa. Sekalinya bersuara dia malah berseberangan denganku. Kupikir dia akan mendukung keputusanku.

"Yong Hwa benar Haneul, kau tidak bisa menyamakan bayi dengan anak-anak disini." Bahkan Dae Shik juga menentangku.

"Lagipula dia itu bayi perempuan." Kang Min Ho, dia masih saja... uugh!

"Papa aku tahu kau ini sangat penyayang. Tapi, soal bayi itu... kenapa kita tidak serahkan ke polisi saja?" Sudah kuduga pertanyaan seperti ini akan muncul.

"Iya benar, Pa. Polisi bisa mencari siapa orang yang membuang bayi itu disini."

"Hei, kau ini bodoh ya? Kau mau LostMen ini dibubarkan dan kalian semua kembali ke rumah masing-masing?!" Aku sudah mengira Tae Seung akan mewakiliku untuk menjawab mereka. Soalnya dia anti sekali dengan polisi.

"...."

"...."

"Aku tahu kalian tidak akan setuju dengan keputusanku. Tapi keputusanku sudah mutlak. Karena itu, setelah dua hari semua urusan mengenai bayi itu akan sepenuhnya menjadi tanggung jawabku."

Ooeee... Ooeee...

Tangisan si bayi mengakhiri perdebatan tadi. Aku segera menuju ke kamar untuk melihat keadaan si bayi. Ternyata dia terbangun karena bunyi getaran dari ponselku. Hana yang menelpon. Kuabaikan saja, bayiku lebih penting. Tuh kan, dia langsung diam dan tertidur lagi begitu kugendong.

Aku kembali ke aula. Ternyata mereka masih menungguku. Cck...! Sepertinya mereka memang tidak akan semudah itu menyetujui keputusanku tadi.

"Hei Haneul, jujurlah! Apa kau pernah melakukan hubungan 'seperti itu' dengan pacarmu?" Ah, sial Dae Shik. Haruskah dia menanyakan itu di depan semua orang?

"Tidak. Seingatku aku tidak pernah melakukannya." Memang tidak pernah, kok?!

"Jangan bohong, kami semua tau kau ini playboy!" seru Kang Min Ho.

"Justru itu, seorang playboy akan berhati-hati dalam berhubungan dengan seorang gadis. Jomblo tidak akan mengerti," sanggahku tepat sasaran. Beberapa dari mereka memasang tampang iri, terutama Kang Min Ho. Hahaha... rasakan!

"Kalaupun aku pernah berbuat kesalahan, aku tidak akan menyesalinya. Toh, yang aku lakukan menjadi kesalahan yang indah kan?!" lanjutku menatap wajah imut yang sedang terlelap di tanganku.

Bab. 3 : Yoona Jung

"Hei Haneul, jujurlah! Apa kau pernah melakukan hubungan 'seperti itu' dengan pacarmu?" Ah, sial Dae Shik. Haruskah dia menanyakan itu di depan semua orang?

"Tidak. Seingatku aku tidak pernah melakukannya." Memang tidak pernah, kok?!

"Jangan bohong, kami semua tau kau ini playboy!" seru Kang Min Ho.

"Justru itu, seorang playboy akan berhati-hati dalam berhubungan dengan seorang gadis. Jomblo tidak akan mengerti," sanggahku tepat sasaran. Beberapa dari mereka memasang tampang iri, terutama Kang Min Ho. Hahaha... rasakan!

"Kalaupun aku pernah berbuat kesalahan, aku tidak akan menyesalinya. Toh, yang aku lakukan menjadi kesalahan yang indah kan?!" lanjutku menatap wajah imut yang sedang terlelap di tanganku.

"Jadi, kita panggil apa bayi ini?" tanya Tae Seung sambil membelai lembut si bayi.

"Entahlah, ada saran?!" balasku.

"Hyeri, artinya ksatria. Biar dia menjadi gadis yang tangguh seperti Papa." Saran yang bagus dari Suk Chul.

"Min Wook," saran Kang Min Ho. Sepertinya dia masih menyimpan dendam padaku.

"Kau bercanda kan, Min Ho?!" balasku dengan senyum mengancam.

"Kalau Nari, bagaimana?"

"Nari, kan artinya bunga lili. Papa sukanya bunga teratai."

"Oh, begitu ya. Makanya nama ibunya Youra."

"Waah... dari mana kau tau nama ibunya? Kau kenal?"

"Di surat yang dibaca Paman Tae Seung kemarin jelas tertulis nama itu kan?!"

"Surat apanya, kau bodoh ya? Itu kan cuma tulisan di kelopak bunga. Lagipula bisa saja nama neneknya atau..."

Pusing. Kepalaku mendadak pusing. Semuanya terasa berputar. Di depanku seperti ada seorang gadis berpakaian aneh namun terlihat samar. Wajahnya tidak jelas.

"Aku Youra, peri teratai."

"Kau mungkin tidak percaya, tapi apa kau pernah melihat ini?"

Apa itu? Di punggungnya tumbuh sayap?! Siapa dia sebenarnya, Argh.... kepalaku!!

"Hei, Haneul. Kau kenapa?"

"Awas. Tangkap bayinya...!"

"Waaa Papa pingsan..."

"Bawa dia ke kamarnya!"

"Sepertinya dia kelelahan."

Semua ocehan mereka tidak terdengar lagi seiring penglihatanku yang semakin buram hingga akhirnya gelap sama sekali.

Aku terjaga di sebuah tempat yang tidak kukenali. Berapa kali pun aku mengusap mataku, nyatanya tidak ada yang berubah. Apa yang kulihat adalah seorang pemuda yang mirip sekali denganku. Dia memakai pakaian yang juga mirip punyaku. Pernah kupakai waktu menyaksikan festival bunga teratai tahun lalu, setelah acara itu selesai langsung kubuang. Apa dia mengambilnya ya?

Pemuda itu duduk berhadapan dengan seorang gadis cantik bersayap. Tadinya kupikir itu kostum, tapi tidak. Kelihatan jelas sekali sayap itu melekat dan terhubung pada kulit punggung si gadis.

Mereka seperti sedang berbincang. Tapi aku tidak bisa mendengar suara mereka. Aneh sekali, padahal aku berada sangat dekat dengan mereka. Tapi kakiku tidak menginjak tanah. Tubuhku melayang, bukan. Lebih tepatnya terbang. Ada sepasang sayap di punggungku. Entah sejak kapan.

Di saat aku kebingungan begitu, si gadis menatapku tepat di manik mata. Dia membuka mulutnya seperti menyampaikan sesuatu. Tapi yang kudengar justru suara tangis bayi.

Ooeee... Ooeee...

Aku tersentak. Bayiku. Oh, Syukurlah. Dia ada di ranjang tepat di sebelahku. Menangis. Kurengkuh dia dalam pelukanku. Seperti biasa dia langsung diam menatapku dengan mata indahnya.

Mata yang sama seperti milik gadis yang ada di mimpiku tadi. Youra. Ya, aku ingat sekarang. Dia gadis yang aku temui di malam festival bunga teratai saat karya wisata tahun lalu. Waktu itu aku masih kelas 1. Dan seingatku kami cuma saling tatap di tepi kolam teratai, tidak sempat mengobrol. Apalagi di tempat aneh seperti dalam mimpiku tadi. Ah, sudahlah namanya juga mimpi mana ada yang normal.

"Oh, kau sudah bangun rupanya. Pantas suara tangisnya berhenti." Lee Yong Hwa datang membawakan sebotol susu.

"Berapa lama aku pingsan?"

Kuterima susu dari Lee Yong Hwa lantas menyodorkannya pada si bayi. Oh, ternyata dia lapar. Pantas saja tadi menangis. Dalam sekejap susunya tinggal setengah botol.

"Dua hari. Dae Shik berinisiatif mengambilkan hasil tes DNA mu."

Kaget aku. Demi apa aku bisa pingsan selama itu?! Tapi aku lebih penasaran pada hasil tesnya.

"Apa hasilnya?" tanyaku antusias.

"Dae Shik...! Haneul sudah bangun, bawakan itu!" seru Lee Yong Hwa malah memanggil Dae Shik.

"Waah... putri tidur, akhirnya kau bangun juga. Kalau kau tidak bangun sampai siang nanti, kami berencana membawamu ke rumah sakit." Rumah sakit, uang dari mana?

"Kau tahu, Tae Seung sedang bersiap 'membongkar tabungan'. Nah, ini dia orangnya. Panjang umur kau," oceh Dae Shik, pas sekali Tae Seung tiba bersama Kang Min Ho juga.

Membongkar tabungan adalah istilah yang kami pakai untuk kegiatan ilegal Tae Seung. Membobol rekening. Namun, hal itu hanya dilakukan jika keadaan sedang terdesak saja.

"Dae Shik, kau sudah beri tahu dia?" tanya Kang Min Ho. Tampangnya dingin tidak seperti biasanya.

Ah, aku baru sadar. Selain Dae Shik, mereka semua memasang tampang dingin. Seperti ingin menyudutkanku atau menyalahkan aku atas sesuatu. Aku jadi makin penasaran.

Dae Shik menjawab pertanyaan Kang Min Ho dengan gelengan kepala. Lalu memberiku amplop berlogo rumah sakit tempat aku melakukan tes itu.

Si bayi kuletakkan kembali di pembaringan. Bergegas kubuka amplop itu dan mengeluarkan isinya. Kubaca dengan seksama apa yang tertera disana. Hasilnya The Probability of Paternity is 99,9998%. Bayi ini POSITIF darah dagingku. Bagaimana mungkin?!

Kupandangi wajah imut yang terbaring di sampingku. Kubelai pipinya yang tembam kemerahan. Tanpa sadar air mataku menetes. Bayiku, dia benar bayiku. Kuhapus air mataku lalu pandanganku beralih ke para sahabatku.

Kutatap mereka satu persatu. Jelas sekali dari raut mereka menginginkan penjelasan dariku. Penjelasan apa yang bisa kuberikan? Bahkan aku tidak ingat kapan aku melakukannya dengan Youra. Bukannya waktu itu dia tercebur ke kolam, tapi kenapa malah aku yang...? Ah, kepalaku sakit lagi. Kenapa sih, setiap kali aku berusaha mengingat tentangnya kepalaku jadi sakit?!

"Aku tidak ingat. Kalau kalian bertanya tentang Youra, aku sama sekali tidak bisa mengingatnya. Satu hal yang kutahu dia gadis yang kutemui waktu karya wisata tahun lalu," jelasku menjawab rasa penasaran mereka.

"Dimana dia sekarang?" tanya Lee Yong Hwa.

"Entahlah. Aku cuma bertemu dia sekali," jawabku jujur.

"Baru bertemu sekali dan langsung melakukan 'itu'. Dasar kau Playboy brengsek!" maki Kang Min Ho sambil menjitak kepalaku.

"Hei, kepalaku masih sakit..!" sungutku mengusap bagian kepala yang dijitak Min Ho.

"Seingatku dia menghilang bahkan sebelum aku sempat menyapanya. Jadi, bagaimana ini bisa terjadi?" Dipikir berapa kali pun hal ini mustahil bisa terjadi, kan?!

"Kau serius bertanya pada kami?" Kali ini Tae Seung yang bicara.

"Yah, sudahlah. Nasi sudah jadi bubur. Tidak perlu dibahas lagi," sela Dae Shik menengahi.

"Sekarang yang penting adalah memberi nama si bayi," lanjutnya lagi.

"Yoona. Yoona Jung!" sahutku refleks.

Nama yang cantik bukan?! Dan lagi sepertinya nama itu akan mempermudah aku untuk menggali lagi ingatanku tentang Youra.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

"Yoona...! Om tampan bawakan susu buatmu nih."

Tumben. Kang Min Ho biasanya tidak pernah seramah ini pada Yoona. Dia kan benci wanita. Apa sekarang dia sudah bisa bedakan antara bayi perempuan dengan wanita, ya?!

"Yoona cantik, makan yuuuk! Om sudah siapkan makanan spesial untuk Yoona loh," ajak Lee Yong Hwa, membawa beragam jenis makanan dengan meja dorong.

Dia serius menyajikan semua ini untuk Yoona? Bahkan bayi ini belum punya gigi. Jangan-jangan otaknya dijadikan isian kimbap makanya dia tidak bisa berpikir logis.

" Oh, Yoona sayang. Di sini kau rupanya. Main sama kakak ganteng, yuk! Kakak punya game seru loh," rayu Dae Shik yang baru tiba entah darimana.

Seenaknya saja dia mengambil Yoona dari tanganku. Menggendong bayi itu sambil memamerkan game yang baru dia download di ponselnya.

"Jangan gila kau, Dae Shik! Berikan Yoona padaku, bukan begitu caranya menggendong bayi."

Waah, Tae Seung yang biasanya betah berdiam di kamar pun rela keluar untuk menyambangi putriku. Luar biasa! Ada apa ini sebenarnya?

"Hei, Tunggu... tunggu sebentar! Ada apa dengan kalian semua?" tanyaku menginterupsi kehebohan mereka.

"Jelaskan padaku. Bagaimana bisa kalian sok akrab begini pada anakku...?!"

"Padahal baru kemarin kalian mati-matian menolak keberadaan Yoona di sini. Terutama kau, Min Ho dan Yong Hwa!" seruku panjang lebar meminta penjelasan.

"Tidak begitu, kok. Aku kan tidak pernah melarang Yoona untuk tinggal disini," sangkal Kang Min Ho.

"Sudahlah Haneul. Seperti kata Dae Shik kemarin, tidak perlu dibahas lagi!" sahut Lee Yong Hwa.

"Tidak usah sok bijak. Kau juga bodoh, ya?! Bayi sekecil ini mana bisa makan yang begitu," tukasku menunjuk makanan yang dibawa Yong Hwa.

"Haneul benar. Bayi baru boleh makan setelah usianya 6 bulan, itupun cuma bubur." Tae Seung memperjelas maksudku.

"Oh, begitu ya. Maaf deh, kalau begitu aku bawa keluar." Lee Yong Hwa tampak kecewa.

Tapi sebelum makanannya dibawa keluar, segera kutahan. "Kau pikir ayahnya tidak butuh makan?!"

"Ngomong-ngomong, usia Yoona berapa deh?" celetuk Dae Shik membuat semua orang menoleh padanya.

Benar, sampai saat ini tidak ada yang tahu berapa usia Yoona yang sebenarnya. Di kelopak bunga waktu itu juga tidak ada penjelasan apapun tentang Yoona, sama sekali. Waktu mengisi form untuk melakukan tes DNA pun, aku cuma mengarang bebas.

Knock-knock, who's here at the door right now?

They like, "If you don't open that ho, we gon' kick it down"

I had to grab my fire, I told them step inside

When I came around that corner, that boy almost cried.

Suara bel pintu buah karya keisengan Dae Shik mengalihkan perhatian kami. Tae Seung akan pergi membuka pintu tapi ternyata keduluan Park Jung-su. Salah satu anak LostMen.

"Paket untuk Paman Tae...!" serunya.

"Berikan padaku!" sahut Tae Seung sumringah.

Yang lain penasaran dengan paket yang dipesan Tae Seung. Mereka memaksanya untuk segera membuka paket tersebut. Aku mengijinkan Dae Shik membawa Yoona bersamanya setelah kuajarkan cara menggendong yang benar. Aku sendiri fokus memperbaiki gizi dengan melahap makanan yang tadi dibawa Lee Yong Hwa. Selama 2 hari pingsan tentu tidak ada asupan apapun yang masuk ke perutku. Kemarin juga rasanya aku belum makan dengan benar.

"Uwaaah... cantiknya Yoona!"

"Pas sekali bajunya, kau hebat Tae Seung!"

"Benar, pilihan Paman Tae memang yang terbaik!"

"Paman Tae, beli dimana bajunya, ada ukuran dewasa tidak?!"

"Ukuran dewasa, memangnya kau mau belikan untuk siapa?"

"Untuk pacarku laah."

"Pacarmu tante-tante?!"

"Hahahaha...! Yeong Jae, masa sih kau jadi simpanan tante-tante?!"

"Waaah, hahaha... hebat kau Yeong Jae! Aku tidak menyangka."

"Aah, gila. Memang siapa yang pacaran dengan tante-tante. Pacarku anak sekolahan, tau?!"

Mereka berisik sekali. Minggu pagi begini anak-anak memang biasanya berkumpul di rumah. Kesempatan untuk saling bercengkrama karena di hari lain mereka jarang bertemu kecuali saat makan malam.

Hmm, jadi Tae Seung membelikan baju untuk putriku. Aku jadi penasaran, memang sebagus apa sih bajunya?! Sampai mereka berisik begitu.

"Tapi... kalau kuperhatikan, Paman Tae selalu tahu tentang kebutuhan Yoona ya?!"

"Iya, pilihannya juga selalu tepat."

"Kalau begitu kenapa bukan paman Tae saja yang jadi papanya Yoona?"

"Benar. Lebih cocok Paman Tae yang jadi papanya Yoona."

What?! Apa-apaan mereka. Tae Seung, papanya Yoona. Tidak bisa. Dia putriku, darah dagingku. Tes DNA sudah membuktikannya. Kusudahi sarapanku lalu bergegas keluar kamar.

"Siapa yang bilang Tae Seung lebih cocok jadi Papa untuk putriku?" tanyaku dengan tatapan mengancam. Untuk sesaat semua terdiam.

"Eh, Papa ... anu, bukan begitu maksudku."

"Tunggu, jadi benar Yoona putri kandung Papa?"

"Kalau begitu namanya jadi Yoona Jung, ya?!"

Uups!

Sepertinya tadi aku keceplosan deh. Ya, sudahlah. Toh, cepat atau lambat mereka juga akan tahu kebenarannya. Jadi untuk apa disembunyikan.

"Iya benar. Yoona Jung memang putriku, putri kandungku!" tegasku.

"Jadi, jangan asal bicara mengenai putriku lagi. Mengerti, Park Jung-su?" ancamku seraya menepuk bahu anak itu.

Park Jung-su seketika tampak pucat. "Ma ... Maaf Pa!"

Yoona kuambil dari tangan Tae Seung. Kubawa dia ke lantai dasar. Disana, di ruang keluarga, ada berbagai macam mainan yang disiapkan Tae Seung untuk Yoona. Jujur, yang dikatakan anak-anak itu memang benar. Tae Seung memang selalu tahu apa yang dibutuhkan Yoona. Lebih tau dari aku yang notabene papa kandungnya.

Kuletakkan Yoona di atas kasur lipatnya. Kuperhatikan dia dengan seksama sambil mengajaknya bercanda. Dia tersenyum, manis sekali. Yoona memang belum bisa tertawa, dia hanya bisa membuka mulutnya tanpa suara. Seperti tersenyum lebar. Dan kadangkala dia mengeluarkan suara oo... uu... begitu, sambil menggerakkan tangan dan kakinya.

"Jangan terlalu kau pikirkan perkataan anak-anak. Mereka cuma mengatakan pendapatnya." Lee Yong Hwa ternyata mengikutiku.

"Aku tidak bermaksud menyinggungmu, tapi akhir-akhir ini kau agak sensitif, ya. Seperti bukan Haneul Jung saja," oceh Tae Seung yang juga datang menghampiri.

"Apa kau bilang?" balasku sedikit emosi.

"Dengar Haneul, yang dikatakan Tae benar. Aku tidak terlalu mengerti masalahmu. Tapi kita ini keluarga, kan?! Kau bisa cerita apa saja pada kami," tegur Lee Yong Hwa menyadarkanku.

"...."

"Ooo...oo...." Bahkan Yoona ikut menimpali.

Membuatku tersenyum. Yoona, bayi mungil ini tidak akan seperti ini terus kan?! Dia akan tumbuh besar lalu menjadi gadis dewasa. Apa aku sanggup merawat dan mengasuhnya di lingkungan seperti ini?! Di sini hanya ada laki-laki, itupun dengan latarbelakang yang tidak bagus.

"Menurut kalian, umur Yoona berapa?"

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!