WARNING!
Please baca sinopsis nya dulu sebelum memutuskan untuk lanjut membaca novel ini.
NO Baper, & tidak ada korelasinya dengan budaya atau agama manapun! Semua karakter maupun tempat di novel ini murni buatan Author.
Selamat membaca.
Boris, si tukang cilok keliling berparas tampan, memiliki hidung mancung, bibir sedikit tebal dan alis tebal, serta bola mata hitam dengan tubuh yang lumayan berotot di usianya yang 21 tahun. Otot di tubuhnya terbentuk karena rutinitasnya membuat adonan serta berjualan cilok keliling dengan memikul barang dagangannya semenjak ia berusia 15 tahun.
Jangan salah, setiap hari cilok buatan mak Oneng sang nenek habis terjual! Bukan hanya karena rasanya yang memang sangat otentik nan lezat tiada tara, tetapi karena faktor ketampanan cucu si emak yang mirip dengan artis sinetron ini.
Boris tidak pernah malu berjualan cilok keliling, karena menurut para ulama yang disampaikan oleh ustadz Jainudin sang guru ngaji, juga kata mak Oneng, sembilan dari sepuluh pintu rejeki ada pada perdagangan. Untuk itulah ketika mak Oneng sudah tidak bisa lagi berjualan sayur karena usianya yang mulai renta, Boris memutuskan untuk membantu perekonomian keluarga dengan berjualan cilok keliling.
Banyak dari pedagang lain yang merasa iri dengan kepiawaian si Boris dalam melariskan barang dagangannya. Bayangkan saja mereka sudah mulai berjualan sejak pagi di sekitar alun-alun kota itupun hanya satu atau dua orang saja yang membeli barang jualannya. Sementara si Boris, meski baru siang hari tiba di sana sudah langsung di kerubungi para pembeli yang sebagian besarnya adalah mahluk paling benar di alam semesta ini! Siapa lagi kalau kaum hawa yang menunggu dengan setia kedatangan Boris di tempat itu.
Bukan tanpa alasan Boris berjualan pada siang hari, karena pada pagi harinya pemuda tampan itu harus menunaikan kewajibannya sebagai seorang mahasiswa di salah satu universitas negeri di kota nya. Boris memang anak yang pintar, sejak sekolah dasar dia selalu mendapatkan nilai terbaik. Untuk itu penjual cilok paling fenomenal di kotanya tersebut selalu mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi.
Lalu kenapa Boris masih setia berjualan cilok buatan mak Oneng sang nenek yang paling cantik seantero jagad??? Jawabannya adalah karena…
“Keuntungannya bikin ngiler cuy!” Ujar Boris, di tengah kesibukannya meladeni para pembeli.
“Lo bayangin aja, si emak cuma ngabisin duit 100 rebu buat beli bahan…Nah gue setor bisa 250 rebu!” lanjutnya lagi kepada si Udin, tukang es doger monyet yang tidak pernah iri dengan nya. Udin hanya manggut-manggut sambil mengelus dagunya yang klimis, entah apa yang ada di pikirannya saat ini.
“Jadi 10 rebu neng…Terimakasih” Ucap Boris kepada salah seorang langganan setianya.
Boris hanya membutuhkan waktu tak kurang dari tiga jam untuk menjual habis cilok mak Oneng yang paling hits abad ini, setelah itu dia akan kembali ke rumah untuk mengerjakan tugas-tugas kuliahnya atau sekedar mengulang mata pelajaran di kampusnya. Hanya pada hari sabtu dan minggu saja Boris akan bolak balik mengisi ulang panci cilok nya, itu dikarenakan jumlah pembeli yang tiba-tiba membludak!
Ini sempat membuat mak Oneng melantunkan lagi rock and roll saking kesalnya karena cucu satu-satu yang paling dicintainya itu kembali dan kembali lagi dengan panci cilok yang sudah kosong dan memintanya untuk mengisinya kembali.
“Booriiiiisss!!!!! Ieu dampal leungeun ema geus asa jadi papan istrikaan!” ( Boris! Telapak tangan emak udah kayak papan setrikaan! ) Teriak mak Oneng, ketika sang cucu untuk ketiga kalinya kembali meminta panci cilok nya untuk di isi kembali.
“Ma! Suer ini mah buat yang terakhir kalinya..” Boris mengacungkan kedua jarinya di hadapan mak oneng, lalu mencium pipi satu-satunya mahluk paling berharga dalam hidupnya itu agar si emak bersedia mengisi kembali pancinya.
Meski mulutnya tetap melantunkan lagu-lagu rock juga rap yang sangat merdu di telinga Boris, apalagi dengan iringan musik yang berasal dari tutup panci dan perabotan yang ada di dapur, pemuda tampan itu tetap tersenyum dan membantu mak oneng untuk membuat cilok sementara wanita itu kembali membuat bumbu kacang yang rasanya tidak bisa di kalahkan oleh seorang Chef bintang lima sekalipun!
“Awas..! Tong minta lagi di bikinin cilok Boris! Isukan deui!” Pinta mak Oneng sambil mengelus lengannya sendiri yang terasa pegal sejak tadi, jika di hitung lagi hari ini total sudah 15 kilo tepung yang dia buat menjadi cilok! Diam-diam wanita tua yang masih terlihat bugar itu menggerakkan jari-jari tangannya, menghitung total keuntungan yang akan dia terima hari ini.
Seketika senyuman lebar pun tergambar dari wajahnya yang sudah mulai keriput itu.
“Minggu depan nyetok cilok ahh…”
.
.
Dari kejauhan seorang gadis menatap kerumunan orang dari balik jendela kaca mobilnya, sebenarnya dirinya ingin sekali menghampiri tukang cilok yang sangat fenomenal di sekolahnya itu, tetapi urung dia lakukan melihat antrian panjang disana. Andai saja Rumi sang sahabat tidak pernah memaksanya memakan cilok itu, mungkin saat ini dia sedang antri di salah satu kedai fast food di mall favoritnya.
“Bagaimana non? Masih mau beli ciloknya? Biar mang Asep aja yang beli atuh” Ucap sang sopir, pria bertubuh kekar itu hanya berani menatap sekilas anak majikannya itu melalui kaca spion di depannya.
Airin menghela nafasnya kasar, selain ingin menyantap kembali cilok yang sangat lezat itu dirinya pun ingin membuktikan langsung ucapan Rumi yang mengatakan betapa tampannya sang penjual cilok itu. Sialnya gadis itu tidak mengijinkannya untuk melihat foto dari sang penjual cilok yang sudah berhasil dia ambil dengan kamera ponselnya.
“Tunggu antriannya habis aja mang” Ucapnya pasrah.
“Keburu abis non, mending mang Asep beliin aja yah” Asep membuka pintu mobilnya, lalu menyebrangi jalan dan membelah kerumunan para gadis disana. Untungnya tampang serta body sopir pribadi nona Airin ini bisa membuat para gadis disana dengan sukarela membuka jalan untuknya.
“50 ribu..” Asep mengeluarkan selembar uang berwarna biru tersebut dari dompet yang dia mabil dari balik saku jas hitamnya, lalu memberikannya kepada Boris tampa melepaskan kacamata hitamnya.
Boris yang melihat uang dengan angka lima dan empat angka nol yang berjejer dibelakangnya itu tanpa pikir panjang langsung mengambilnya, tanpa memperdulikan aksi demo para gadis yang memprotes pria tersebut di sekelilingnya.
“Semuanya kang?” Tanya Boris, sambil menatap pria tinggi besar tersebut dengan plastik yang sudah siap untuk di isi dengan cilok panas di depannya. dan dibalas dengan anggukan kepala olehnya.
“Rejeki nomplok” Batinnya riang gembira, setelah mendapatkan anggukan kepala dari pria yang dianggapnya bos besar itu.
“Terimakasih kang..Sering-sering borong cilok nya” Boris menyerahkan lima bungkus cilok kepada pria berpakaian serba hitam tersebut, dengan senyuman manis di wajahnya. Lalu melanjutkan kembali aktivitasnya yang tertunda, yakni melayani para gadis yang sudah memperlihatkan tampang seramnya sejak tadi.
“Pesanan saya gak lupa kan mang Asep?” Airin menerima bungkusan berisi lima kotak kecil cilok bumbu kacang dari tangan sang sopir, lalu tersenyum bangga setelah sopir setia nya itu menyerahkan ponselnya kembali.
“Tampan….”
.
.
.
Selamat menghalu ria manteman...
Siang ini Airin bertekad untuk menunggu si mamang cilok tampan yang berhasil di abadikan oleh kamera ponselnya oleh mang Asep sopir sekaligus pengawal setianya, gadis itu sengaja meminta pria bertubuh kekar itu untuk menghubungi walikelasnya agar memintakan ijin kepada wanita baik dan ramah itu supaya dirinya bisa pulang lebih awal dengan alasan ada keperluan keluarga.
“Beneran gak sih mang info nya? Kok jam segini belum dateng juga orangnya?” Untuk ke sekian kalinya Airin bertanya kepada Mang Asep perihal ke apsahan informasi yang dia berikan kepadanya. Airin menatap dengan penuh harap ke arah dimana mang Boris si tikang cilok fenomenal yang tampan biasa mangkal dari kejauhan.
“Beneran kok non, biasanya dia datang jam 11 siang dan selesai jualan pas jam 1 atau jam 2 siang” Jawab mang Asep, lalu melirik kembali jam tangan mewah pemberian sang big bos yang melingkar di pergelangan tangannya.
Hampir satu jam sudah mereka menunggu si penjual cilok tampan tersebut disana, tetapi sang empunya belum juga memperlihatkan batang hidungnya. Perut Airin sudah meronta-ronta sejak tadi, rupanya gadis ini sengaja tidak memakan apapun agar bisa lebih banyak lagi menyantap makanan yang kini menjadi favoritnya itu.
Tanpa sengaja Airin melihat seorang pemuda tampan tengah berlari melewatinya, dari topi yang di kenakan pemuda itu Airin bisa langsung mengenalinya dan meminta kepada mang Asep untuk mengikutinya.
Mereka memang sengaja menunggu Boris didalam mobil yang mang Asep parkirkan di seberang alun-alun tempat pria tampan itu mangkal, dengan demikian proses pengejaran tersangka lebih mudah dilakukan.
Mang Asep mengikuti kemana Boris berlari dengan laju mobil yang segaja dia buat pelan, hingga pada akhirnya mereka tiba di depan sebuah gang sempit.
“Ayo kita ikuti dia mang!” Tanpa menunggu jawaban dari pengawalnya itu, Airin membuka pintu mobilnya dan secepat mungkin mengikuti Boris diikuti mang Asep yang terlebih dulu menutup dan mengunci mobilnya dengan sekali tekan.
“Bapak sama anak sama-sama keukeuh kalo lagi ada maunya” Keluh mang Asep di dalam hatinya. Pria yang selalu berpenampilan rapi lengkap dengan kaca mata hitam yang setia bertengger di hidung mancungnya itu segera berlari untuk menyusul nona kecilnya.
.
.
“Assalamualaikum! Maa…” Seru Boris, secepat mungikin pemuda tampan itu membuka pintu depan rumahnya. Kabar mengenai sakitnya sang emak telah membuat Boris panik, hingga membuatnya terpaksa meninggalkan kampus meski saat itu dirinya masih berada di tengah-tengah proses belajar. Untungnya dosen yang terkenal killer itu mengijinkan Boris untuk pulang lebih cepat.
“Astagfirullah…maa!” Boris terkejut saat mendapati mak Oneng yang tengah terbaring lemah diatas ranjangnya, pemuda tersebut bergegas mendekatinya lalu memeriksa suhu tubuhnya dengan punggung tangannya.
Tak lama kemudian seorang gadis cantik berambut panjang hitam menghampiri boris dengan segelas teh hangat dan menaruhnya di atas nakas disamping ranjang mak Oneng.
“Makasih yah Cha, udah jagain emak” Ucap Boris dengan tulus kepada Icha, gadis tetangga yang selama ini selalu menemani emaknya ketika dirinya sedang pergi ke kampus.
Gadis berparas ayu nan sendu yang sudah dianggap keluarga oleh Boris anak dari pak RT di kampungnya itu pun seringkali membantu mak Oneng membuat cilok, dan menyiapkan dagangan untuk Boris. Selain cantik Icha merupakan seorang gadis yang baik, lugu serta ramah. Dan hari ini Icha lah yang telah memberitahu dirinya tentang sakitnya mak Oneng yang tiba-tiba.
“I…iya kak..” Jawab Icha malu-malu. Lalu memutuskan untuk keluar dari kamar mak Oneng, karena baginya tidak baik berlama-lama berada disana bersama dengan seseorang yang bukan muhrimnya.
Icha terkejut ketika melihat dua orang asing tengah berdiri di depan pintu rumah mak Oneng, apalagi saat gadis yang berdiri di depan pria bertubuh tinggi besar itu tengah menatapnya dengan tatapan tajam. Seolah tak rela jika dirinya berada disana saat ini.
“Sialan si Jupri! Kenapa dia gak ngasih tau kalo ada gadis ini?” Batin Asep, saat ini dia berharap nona kecilnya Airin tidak kecewa ataupun marah dengan keberadaan gadis asing tersebut disana.
“Mau bertemu siapa kak?” Icha menatap Airin dari ujung rambut hingga ujung kakinya, tidak mungkin gadis berkemeja putih dengan rok kotak-kotak ini teman kuliah Boris pikirnya.
Belum sempat Airin menjawab pertanyaannya, Boris keluar dari kamarnya sambil menggendong mak Oneng dengan air mata yang sudah membasahi pipinya.
“Ma…sadar ma…” Isak Boris
Melihat keadaan tersebut, Airin langsung memerintahkan kepada mang Asep untuk segera membantu Boris membawa wanita tua itu ke mobilnya.
“Ke rumah sakit Kasih Bunda mang” Pinta Airin, tanpa meminta persetujuan dari Boris.
Boris sudah tidak bisa berpikir apapun saat ini, dia bahkan langsung menuruti permintaan mang Asep untuk menaiki mobilnya. Melihat mak Oneng yang tak sadarkan diri membuat Boris semakin dilanda kepanikan! Pemuda tampan itu tidak bisa membayangkan jika dirinya harus kehilangan satu-satunya orang yang sangat berarti baginya.
Sejak kecil Boris sudah ditinggal pergi oleh kedua orang tuanya, hanya mak Oneng lah satu-satunya sosok ibu, sekaligus nenek bahkan menggantikan peran seorang ayah dalam hidupnya.
Wanita itu telah mengorbankan hidupnya demi Boris! Dia membanting tulang mencari nafkah untuk membesarkan serta menyekolahkan Boris hingga saat ini.
“Ma…Sadar ma…Boris bawa emak ke rumah sakit yah…” Boris mencium kening sang nenek, lalu mendekatkan kedua keningnya di kening sang nenek. Dalam hatinya dia berdoa untuk kesembuhan nenek tercintanya itu dengan penuh harap.
Airin menghela nafasnya berat, diam-diam gadis itu memperhatikan keduanya dari pantulan kaca spion disampingnya. Ada rasa senang sekaligus sedih di hatinya saat ini, senang karena pada akhirnya dia mengetahui nama pemuda tampan tersebut dan tengah berada dekat dengannya saat ini, sedih kerena kondisi yang sedang di hadapinya.
Tiba di rumah sakit, tim medis dengan sigap menyambut kedatangan mereka dan dengan cepat mengambil alih mak Oneng serta membawanya ke ruang gawat darurat untuk segera memberikan penanganan medis kepadanya.
“Anda tunggu di luar” Salah sorang suster wanita menahan langkah Boris ketika dirinya hendak mengikuti kemana sang nenek akan dibawa.
Dengan tatapan kosong Boris melangkahkan kakinya menuju kursi kosong dan menjatuhkan dirinya disana, tak lama kemudian seorang gadis cantik menyodorkan sebotol air mineral dingin kepadanya.
Boris menatapnya nanar, dalam kesedihannya dia mencoba untuk mengingat siapa gadis yang sedang berdiri disampingnya saat ini meski tangannya tanpa kompromi menerima pemberian gadis tersebut. Sekuat tenaga dia mencoba untuk mengingat kembali gadis-gadis yang telah di temuinya selama ini, termasuk para langganannya. Tetapi tetap tidak juga menemukan jawabannya.
“Ekhem..”
Lalu Boris melemparkan pandangannya ke arah pria di sampingnya, setelah pria tinggi besar tersebut membuyarkan lamunannya dengan suara dehamannya.
“Bapak yang suka borong cilok saya itu yah??”
.
.
.
Happy halu manteman....!
Singkat cerita Mak Oneng kini sudah kembali ke rumah setelah tiga hari menginap di rumah sakit, si emak masih saja mengomel karena sang cucu telah menolak permintaan neng Airin yang cantik agar dirinya menempati ruangan VIP disana.
"Nolak rejeki itu dosa tau..." Lagi Mak Oneng mengingatkan Boris akan kesalahan yang telah dia buat, hingga membuat dirinya kegerahan selama menginap disana.
"Iya mak...Boris tau, tapi kan gak enak sama Airin...Udah dibayarin, diurusin juga...Kita belum kenal siapa mereka Mak..." Kilah Boris.
Sejujurnya dirinya sudah berusaha untuk menolak maksud baik Airin membiayai sang nenek ketika itu, Boris merasa masih mampu menanggung biaya perawatan sang nenek dengan uang tabungannya. Tetapi karena pihak rumah sakit mengatakan jika semua biaya pengobatan mak Oneng sudah di bayar lunas, mau tidak mau Boris pun menerimanya.
Boris bahkan berusaha untuk menunggu kedatangan Airin kemarin untuk mengucapkan terimakasih sekaligus mengembalikan uang pembayaran biaya rumah sakit Mak Oneng, tetapi hingga waktunya mereka harus meninggalkan rumah sakit gadis itu tak kunjung datang. Hanya seorang sopir taksi online yang datang untuk menjemputnya, dengan dalih telah di pesan dan di bayar lunas oleh nona Airin.
"Assalamualaikum..." Suara seorang gadis yang tak asing lagi di telinga Boris terdengar,bersamaan dengan suara langkah kaki yang mendekati ambang pintu kamar Mak Oneng.
"Waalaikumsallam..." jawab Boris, lalu beranjak dari duduknya dan menghampiri Icha yang sudah berdiri disana sambil memegangi nampan berisi bolu kukus hangat yang sudah Boris duga adalah untuk nenek tercintanya.
"Masuk Cha..." Lanjutnya, lalu meninggalkan keduanya dan memutuskan untuk duduk di ruang tamu yang merangkap sebagai ruang keluarga itu. Boris paham jika Icha tidak akan berani memasuki kamar mak Oneng jika dirinya masih berada didalam sana.
Pemuda itu menjatuhkan dirinya di atas sofa usang yang sempat memiliki warna merah itu, lalu mengeluarkan sebuah buku catatan yang dia taruh di bawah meja. Boris harus menghitung berapa banyak uang yang tidak bisa dia dapatkan selama nenek nya itu berada di rumah sakit, dan menuliskan total biaya yang telah di keluarkan oleh Airin untuk mereka.
Boris tetap akan mengembalikan uang tersebut kepada gadis itu, bagaimanapun 6 juta bukankah jumlah yang sedikit untuk ukuran gadis seusianya. Bagaimana jika uangnya habis dan kelak kedua orangtuanya menanyakan perihal kemana larinya uang itu pikirnya.
Pucuk dicinta ulam pun tiba, gadis yan sedang memenuhi pikirannya itu saat ini ternyata sudah berdiri di depan pintu sederhana Boris, dengan satu parcel besar berisi buah-buahan segar dan satu kantung kertas berlogo kan merk donat terkenal di kota itu. Dan tentunya mang Asep sang sopir merangkap bodyguard yang selalu setia menemaninya.
"Assalamualaikum..." Ucap Airin, suara dinginnya membuat Boris merasakan sensasi aneh di tubuhnya.
"Waalaikumsallam...Masuk nona Airin, mang Asep... Silahkan duduk " Boris beranjak dari duduknya dan mempersilahkan kedua tamunya untuk duduk, sementara dirinya menarik kursi plastik yang biasa dia gunakan untuk duduk di meja makan lalu duduk disana.
"Terimakasih kak..." Balas Airin. Gadis itu tidak langsung duduk di sofa dengan mang Asep, tetapi mengayunkan kakinya menuju kamar mak Oneng.
"Assalamualaikum Mak..." Ucapnya kepada wanita paruh baya yang sudah mulai dekat dengannya selama beberapa hari ini. Airin menghampiri mak Oneng dan mencium punggung tangan wanita itu setelah dia menaruh barang bawaannya di atas meja kecil yang ada disana.
Sementara Icha yang sudah terlebih dulu berada disana memutuskan untuk keluar dari kamar yang ukurannya memang tidak terlalu besar tersebut, guna memberikan ruang kepada gadis cantik itu agar mereka bisa lebih leluasa berada di dalam sana. Apalagi sorot mata gadis itu begitu mengintimidasi dirinya.
"Mak, Icha duluan yah....Jangan lupa di makan obatnya" Icha mengangguk ke arah mak Oneng lalu meninggalkan ruagan sempit tersebut.
"Iya neng, makasih kueh bolu nya...Salam buat bapak sama ibumu.." Ucap mak Oneng, lalu beralih pada Airin yang sudah duduk di tepian ranjangnya.
"Emak apa kabarnya? Udah sehat kan sekarang?" Airin menatap kedua bola mata tua wanita itu, dan melihat ada banyak kesedihan serta kelelahan disana. Gadis itu membuka parcel buahnya lalu mengambil satu buah jeruk manis dan mengupasnya untuk dia berikan kepada nenek dari pemuda tampan incarannya.
"Alhamdulillah neng, emak udah sehat sekarang mah..." Jawab mak Oneng dengan senyuman yang mengembang diwajahnya, ketika menerima buah jeruk yang telah di kupas oleh Airin lantas memakannya.
Rasa segar dari buah jeruk yang manis dengan sedikit sensasi asam itu sedikit mengembalikan kesegaran di tubuh tua mak Oneng, terlebih saat ini seorang gadis cantik yang tengah menyuapinya.
Mak Oneng senang dengan kebaikan serta ketulusan gadis yang baru dikenalnya ini, tutur katanya yang sopan dan perilakunya yang santun membuat mak Oneng pernah berangan-angan agar kelak gadis cantik tersebut bisa menjadi menantunya. Tetapi angan-angan itu langsung ditepisnya, menyadari siapa dirinya saat ini.
"Emak istirahat yang cukup yah, biar cepet pulih...Airin kangen cilok buatan emak" Ujar Airin sambil menarik selimut mak Oneng agar menutupi dadanya.
Airin pun meninggalkan mak Oneng yang sudah bersiap untuk tidur, setelah dirinya membantu wanita itu untuk meminum obatnya tadi. Ingin rasanya dia mencium kening wanita tua tersebut, seperti hal nya yang dilakukan oleh Boris kepadanya. Tetapi urung dia lakukan karena suasana canggung yang masih dirasakan oleh Airin.
"Kak, aku pulang dulu yah...Udah sore" Airin menolak permintaan Boris untuk duduk di sofa untuk menemani mang Asep, dia sudah paham kemana arah pembicaraan pemuda tampan tersebut ketika meminta dirinya untuk duduk disana.
Airin menatap sekilas ke arah mang Asep, cukup untuk membuat pria tinggi besar itu beranjak dari duduknya dan keluar dari ruangan itu lalu mengikuti dirinya.
"Rin, aku ingin bicara denganmu...Ini tentang..." Boris beranjak dari duduknya, berusaha mengejar Airin.
"Sudah kak, aku iklhas melakukan semua itu untuk emak..." Potong Airin, menoleh sekilas ke arah Boris lalu melanjutkan langkahnya menuju mobil yang terparkir di ujung gang di samping jalan.
Boris menghela nafasnya kasar serta mengacak rambutnya sendiri, kenapa sulit sekali untuk berbicara dengan gadis itu? Airin selalu saja menghindar jika dirinya ingin membahas tentang uang yang akan dia kembalikan kepadanya, bahkan sejak mereka berada di rumah sakit saat gadis itu menjenguk neneknya.
Mang Asep pun sama, selalu mengalihkan pembicaraan tentang uang tersebut jika perbincangan mulai mengarah kepada hal tersebut.
Boris mempunyai prinsip yang tentunya telah ditanamkan sejak dini oleh mak Oneng, wanita itu selalu berpesan kepadanya untuk menghindari hutang meski jumlahnya sedikit sekalipun apalagi banyak.
"Kalau kamu menginginkan sesuatu, usaha...cari uang yang halal buat dapetinnya...Jangan ngutang, inget itu" Lagi pesan mak Oneng kembali terngiang-ngiang di telinganya.
Meski mereka hidup pas-pasan selama ini, tetapi keberadaan mak Oneng dalam hidup Boris sudah lebih dari cukup untuknya.
"Gimana caranya balikin duitnya yah..."
.
.
.
Happy Halu manteman!
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!