Semua cerita yang ada disini hanyalah karangan author, jadi tak sepenuhnya berasal dari kejadian nyata. Bahkan mungkin dikehidupan nyata pun tidak ada.
Episode 1 - Dafa si Pecundang
...****************...
Surabaya, 12 - Mei - 2022.
Hujan yang sangat deras membasahi jalanan hingga membuat jalanan menjadi becek. Seorang anak laki-laki sedang berlari menuju ke sekolah dengan baju yang telah membasahi tubuhnya.
Nampak memar di wajahnya dan badan kurus kering kerontang itu dipenuhi oleh luka lebam. Ia berlari dengan membawa sebungkus rokok dengan nafas yang terengah-engah.
Ia menuju ke belakang sekolah untuk melewati pagar sekolah dengan melompat. Karena jika ia melewati pintu gerbang, pastinya ia bakalan diperiksa dan tak diperbolehkan masuk dengan satpam.
Lima siswa laki-laki dengan dandanan layaknya seorang preman sedang menunggu Dafa yang membeli rokok. Mereka menunggu di belakang toilet agar tak diketahui dengan guru. Bahkan tempat itu menjadi tempat favorit siswa laki-laki yang nakal.
Tak lama kemudian, laki-laki bertubuh kurus yang bernama Dafa datang ke mereka dengan membawa sebungkus rokok yang telah basah.
"Sial ... kau meremehkan aku, ya!" bentak seorang laki-laki yang bernama Galang, dia adalah pemimpin nomor satu di sekolah ini.
"Ti—tidak ... maafkan saya," ucap Dafa lalu menundukkan kepalanya.
Galang lalu merampas sebungkus rokok yang berada di genggaman Dafa. Karena merasa kesal, ia memukuli Dafa berkali-kali. Tak seorangpun dari mereka yang sudi membela Dafa. Bahkan mereka malah menertawakannya.
Kenapa ... kenapa harus aku yang menjadi korban pembullyan!
Dafa hanya pasrah dan tak ada perlawanan sedikitpun darinya. Ia menerima pukulan dari Galang berkali-kali. Meski rasa sakit yang terus ia alami, ia tak pernah melawan mereka. Bahkan ia tak punya ambisi untuk membalaskan dendam kepada mereka.
Dafa satu-satunya siswa rendahan di sekolah ini, SMP Mawar Melati. Ia telah mengalami hal ini selama lebih kurang hampir tiga tahun. Sekarang ia duduk di kelas tiga SMP. Tak ada satupun siswa yang ingin berteman dengannya.
Galang menyudahi pukulannya. Ia kembali ke tempat duduknya lalu menyalakan rokok yang sedikit basah.
"Hei ... jadi asbak," desak Galang.
Dafa menadahkan tangannya di hadapan Galang. Tangan Dafa menjadi sebuah asbak rokok untuk mereka semua. Bahkan ada yang meludah di tangan Dafa.
Selang beberapa menit, Galang beranjak dari duduknya lalu menatap wajah Dafa.
"Karena kau membawakan rokok yang basah. Sepulang sekolah, kau harus merangkak hingga gerbang sekolah." Galang lalu berdiri dan meninggalkan lainnya.
Setelah Galang pergi menjauhi mereka, salah satu dari mereka mengambil air memakai gayung lalu membasuh tangan Dafa.
"Sudah ku ingatkan berkali-kali, kenapa masih saja mau disuruh dengan orang itu?"
Laki-laki itu bernama Juan, sejak Dafa menjadi bahan bullyan oleh anak-anak. Dia merasa kasihan dan tak tahan melihat Dafa yang diperlakukan layaknya seorang budak dengan Galang.
Begitu juga dengan ketiga orang yang lainnya. Mereka hanya berpura-pura tertawa ketika Galang menghajar Dafa. Mereka melakukan hal tersebut agar Galang tak memukuli mereka juga.
Mereka bernama Randi, Tio dan Ramdani. Mereka juga tak suka melihat Galang menghajar Dafa. Padahal Dafa juga satu angkatan dengan mereka. Tapi ia malah dipermalukan di depan adik kelas.
Dafa hanya tersenyum lalu berdiri dan meninggalkan mereka semua. Tak ada satu kata yang keluar dari mulut Dafa, sepertinya ia kelelahan dan ingin segera pulang ke rumah.
...~...
Bel pulang sekolah baru saja berbunyi. Ia merasa malas untuk menggerakkan tubuhnya. Namun pandangan Galang menuju ke arahnya. Mau tak mau Dafa melakukan hal itu, merangkak pulang dari depan kelas hingga ke pintu gerbang sekolah.
Sebelum itu, Galang memakaikan Dafa sebuah kalung anjing di lehernya. Seutas tali dipasangkan pada kalung tersebut. Dafa disuruh segera merangkak dan Galang menuntun jalannya.
Pandangan seluruh siswa dan siswi menuju ke arah Dafa. Bahkan siswi perempuan yang melihatnya hanya bisa menutup mata lalu memalingkan pandangan. Namun siswa yang laki-laki malah menertawakan Dafa.
Seorang guru perempuan yang melihat tersebut menegur Galang. "Apa yang kamu lakukan dengan anak ini?" Ia lalu melepaskan kalung yang terpasang di leher Dafa.
Galang menepis tangan guru yang hendak melepaskan kalung di leher Dafa.
"Jangan macam-macam dengan peliharaan ku! Kalau masih ingin jadi guru disini, dengarkan apa kataku!" seru Galang, ia menarik tali yang dipegangnya hingga membuat Dafa tercekik.
"Erghhh ... uhuk." Dafa tak bisa bernafas dan merasakan rasa sakit pada lehernya.
Karena ia ingin segera pulang. Mau tak mau ia berdiri dari rangkaknya dan langsung melayangkan pukulan tepat di perut Galang.
Galang merasakan pukulan tersebut, namun ia tak merasakan kesakitan dan malah tertawa karena geli.
"Kekeke … pukulanmu itu tak ada artinya bagi seorang karate seperti ku. Jangankan aku, anak itu...," Galang menunjuk ke arah anak kelas satu SMP, "mereka juga takkan merasakan kesakitan," lanjut Galang.
Galang kembali menatap wajah Dafa dengan sorot mata bak kerbau yang akan menyeruduk mangsa.
" Kamehameha..., " ujar Galang, ia lalu memukul perut Dafa hingga mengenai ulu hati.
Dafa terpelanting di lantai koridor sekolah. Rasa sakit yang diberikan Galang masih terasa. Guru perempuan yang sejak bersama mereka sedari tadi langsung menghentikan perkelahian mereka. Guru itu bernama Dewi Saputri.
"Hentikan, kenapa sih kalian nggak bisa dibilangin," ucap guru itu lalu menolong Dafa yang tak sanggup menahan diri dari rasa sakit.
Apakah ini yang rasanya kematian? Padahal aku hanya ingin hidup tenang. Jika aku mati disini, bagaimana nasib ibuku yang berada di rumah sakit. Aku hanya ingin pulang dan segera bekerja untuk mengumpulkan uang sebagai biaya pengobatan ibuku selama di rumah sakit.
Penglihatan Dafa perlahan-lahan mulai memburam hingga akhirnya Dafa menghembuskan nafas terakhir. Juan yang melihat perkelahian mereka dari kejauhan segera mendatangi Dafa. Ketika sampai disana, ia melihat Dafa sudah terbaring membujur kaku.
Semua pandangan mereka tertuju ke arah Galang. Juan segera memeriksa keadaan Dafa dan ternyata sudah tak ada lagi tanda-tanda kehidupan di tubuhnya. Detak jantung dan denyut nadi tak lagi dirasakan.
Galang terpaku menatap tajam ke arah Dafa. Seperti tak percaya jika ia membunuhnya. Padahal ia belum mengeluarkan pukulan sempurna saat memukul Dafa barusan.
Tak lama kemudian, datanglah ambulan dan beberapa polisi untuk melakukan interogasi kepada pihak sekolah. Namun Galang tak dinyatakan bersalah akibat ia masih berada dibawah umur. Ia hanya diberikan nasihat dengan seorang polisi dan sedikit hukuman ringan. Padahal jelas-jelas ia telah membunuh Dafa dengan tangannya sendiri.
Meski hanya beberapa saksi mata yang melihat Galang membunuh Dafa dengan sangat jelas. Tetap saja pihak kepolisian tidak dapat menangkapnya, karena anak-anak dibawah 17 tahun masih dalam perlindungan anak.
...~...
Apa yang terjadi padaku? Apakah ini yang namanya alam setelah kematian?
DING!!!
Sebuah suara notifikasi terdengar di kedua gendang telinga Dafa. Padahal seluruh pandangannya telah gelap tapi ada satu cahaya yang berwarna biru semakin mendekat ke arahnya.
Tatapannya terpaku ketika melihat layar tampilan yang mengambang layaknya hologram. Dafa tak tahu itu layar apa dan tak tahu juga dari mana ia berasal. Namun yang jelas ada tulisan di layar tampilan tersebut.
...[ Apakah anda bersedia menjadi yang terkuat? ]...
...[ Ya/Tidak ]...
Apakah ini hanya halusinasi saat berada di alam kematian?
Dafa tak banyak berpikir dan menekan tombol 'Ya' pada layar tampilan tersebut. Namun tiba-tiba, seluruh pandangannya ditutupi dengan kode-kode binary. Dafa tak tahu dia harus berbuat apa karena ia seperti mengambang di permukaan.
...[ Host telah terpilih! ]...
...[ Menghubungkan Ulang! ]...
...[ 0%» 50%» 100% ]...
...[ Selamat! Host telah mendapatkan Martial System ]...
...[ Selamat! Host mendapatkan 200.000 coin sistem ]...
...[ Selamat! Host mendapatkan beladiri pertama yaitu Taekwondo ]...
DING!!!
...[ Host akan dibangkitkan ulang pada saat 1 jam terakhir sebelum kematian. ]...
...[ Ya/Tidak ]...
"Apa itu Martial System? Apakah ini hanyalah fase ketika ingin menuju ke Surga?" gumam Dafa, ia lalu menekan tombol 'Ya'.
Seketika sebuah cahaya silau melahap dirinya dan tiba-tiba ia berada di ruangan kelas. Ia sedang duduk dengan posisi tegap sambil mengerjakan tugas milik Galang.
Bukankah kejadian ini telah ku alami tadi. Kenapa aku kembali kesini? Atau ini hanyalah kilas balik ingatanku.
Dafa lalu melemparkan buku tugas yang dikerjakannya ke arah Galang.
"Kalau ini hanyalah kilas balik, kenapa juga harus melakukan sesuatu yang menderita." Dafa lalu berdiri di atas meja dan melompat dari meja satu ke meja lainnya hingga keluar.
Seluruh siswa-siswi yang berada di dalam kelas merasa heran dengan kelakuan Dafa. Bahkan Galang yang melihatnya melemparkan buku tugas miliknya langsung marah.
Galang mengejar Dafa lalu menarik kembali masuk ke dalam kelas. Ia segera membanting Dafa ke lantai. Namun dengan cepat, Dafa memeluk badan Galang sehingga ia tak merasakan kesakitan saat dibanting.
"Jago juga ternyata," ucap Galang ke Dafa.
Dafa segera melepaskan pelukannya dan segera menjauh dari Galang.
"Mau berantem?" tanya Dafa ke Galang dengan wajah yang penuh percaya diri.
"Mumpung sekarang belum ada panggilan untuk ke Surga, sekalian aja supaya nggak bosan menunggu mending berkelahi dengan anak itu," gumam Dafa yang agak kedengaran.
Tiba-tiba layar tampilan transparan berwarna biru menutupi pandangan Dafa. Karena hal tersebut, Dafa terkena pukulan Galang. Dafa terpental ke dinding dan hampir memecahkan kaca jendela.
"Wah ... wah ... kayaknya seru, nih." Dafa segera berdiri lalu menekan tombol [ Taekwondo ] di layar tampilan yang muncul di hadapan Dafa.
Seketika kepala Dafa merasakan kesakitan yang sangat dahsyat. Sampai-sampai ia membenturkan kepala di atas meja berkali-kali. Setelah beberapa menit, sakitnya perlahan-lahan mereda dan ia seperti merasakan sesuatu yang berubah pada dirinya.
" Ayo, lanjutkan. " Dafa menantang Galang kembali lalu mereka berdua saling bertarung hingga menentukan siapa yang paling lama bertahan.
...### Solo Fighter ###...
Episode 2 - Pecundang Tetaplah Pecundang
Sorot mata tajam dengan keinginan untuk membunuh telah menghantui pikiran Dafa yang kesusahan menghadapi Galang. Sedari awal ia selalu terpojok dan tak sanggup melawan Galang.
Meski ada panel tampilan mengambang yang memberikan cara untuk menggunakan bela diri. Dafa justru kebingungan dan hanya menatap kosong ke langit-langit ruangan.
Kekuatan fisik mereka jauh berbeda, ditambah lagi Dafa memiliki tubuh yang ringan sedangkan Galang memiliki tubuh yang berat. Perbedaan mereka ada pada kelas berat badan, tak hanya itu saja. Jangkauan pukulan dan tendangan Dafa tak mampu mengenai tubuh Galang.
Justru dialah yang terlebih dahulu terkena pukulan yang dilayangkan oleh Galang.
Wajah yang telah memar dengan tubuh yang babak belur menjadi tidak karuan. Darah mulai mengalir melewati hidung, badan yang terasa panas, pandangan mulai rabun. Dafa tak sanggup untuk melanjutkan pertarungan lalu terbaring dengan kaku.
Apakah ini benar-benar kilas balik atau justru kembali ke masa lalu? Kalau ini kilas balik, kenapa tubuhku bisa sesakit ini? Padahal aku sudah mengalami fase kematian. Ah … sudahlah.
Dafa terbangun disaat semua murid sekolah telah pulang. Ia masih terbaring kaku menghadap langit-langit kelas sembari meratapi kehidupannya yang sangat amat menyedihkan.
Dafa mengepalkan kedua tangannya lalu memukul keramik berkali-kali.
"Kenapa, kenapa semua ini terjadi padaku? Di kehidupan nyata saja sudah menderita, sekarang di alam kematian juga diberi penderitaan. Apa aku dilahirkan hanya untuk merasakan penderitaan?" Isak tangis menggema di satu ruangan. Air mata berderai membasahi wajahnya sendiri.
Dafa masih tak menerima kenyataan yang diberikan kepada dirinya. Tiba-tiba lamunannya pecah akibat suara yang pernah ia dengar sebelumnya.
DING!!!
Suara itu memecahkan lamunan Dafa, beberapa kali suara itu terdengar di kedua gendang telinganya. Dafa hanya memandangi layar tampilan yang mengambang layaknya hologram. Ia malah tertawa kecil seperti tak percaya lagi dengan apa yang dilihatnya kali ini.
"Udah berapa lama menunggu disini, ya. Kok nggak dipanggil-panggil juga."
Dafa masih tetap berpikir jika ia masih dalam fase kematian yang terus berkhayal dan akan dipanggil untuk menuju fase penimbangan kebaikan dan keburukan.
Dafa lalu berusaha untuk berdiri namun seluruh badannya tak kuasa menahan rasa sakit. Tiba-tiba layar tampilan muncul kembali dihadapan Dafa.
...[ Apakah anda ingin meregenerasi tubuh anda? ]...
...[ Ya/Tidak ]...
Dafa menekan tombol 'Ya' dengan hati yang gelisah. Seketika tubuhnya yang mengalami sakit tiba-tiba langsung bugar. Wajahnya yang lebam dan tubuh yang memar juga kembali seperti semula.
Dafa beranjak dari tidurnya lalu melompat berkali-kali untuk memastikan kondisi tubuh.
"Mau bilang ajaib, tapi bukan di dunia nyata. Ah sudah lah, gak usah dipikirin."
Dafa mulai berjalan hingga ke pintu kelas. Namun ia tersadar bahwa ia masih hidup dan masih berada di dunia nyata. Ia tersadar ketika melihat ponsel yang ada di sakunya berdering.
Pihak rumah sakit menelpon Dafa karena keadaan ibunya mulai parah. Ia segera berlari menuju rumah sakit tanpa menoleh sedikitpun.
"Kalau ini bukan dunia nyata, kenapa semua yang terjadi disini seperti dunia nyata," gumam Dafa, ia menambah kecepatan larinya.
Di sisi lain, ada seorang perempuan yang mengamati Dafa dari tadi. Perempuan itu bernama Melisa, dia adalah perempuan tercantik di sekolah ini. Namun tak ada satupun pria yang mudah untuk mendekatinya.
Ia juga tak tertarik pada pria di sekolah ini, namun ketika mengetahui Dafa adalah murid yang selalu dirundung. Melisa tampak kasihan dan selalu mengamati Dafa dari kejauhan.
Kali ini ia tampak takjub, ketika Dafa berani melawan Galang meskipun ia tetap kalah. Ketika Dafa pingsan, ia secara diam-diam membersihkan luka Dafa dan memasukkan semua barang-barang milik Dafa ke tasnya.
Semua siswa dan siswi yang melihatnya merasa heran dengan kelakuan Melisa. Bahkan Galang tak dapat berkutik ketika wanita cantik itu turun tangan.
Mereka semua terdiam hingga jam sekolah selesai. Ketika semuanya telah pulang. Melisa menyempatkan dirinya untuk melihat Dafa dari kejauhan.
Ketika Dafa siuman dari pingsannya, tiba-tiba tubuh Dafa yang memar tiba-tiba menghilang. Ia penasaran dengan Dafa dan ingin mendekatinya.
Namun Dafa berdiri dari rebahan nya lalu langsung berlari entah kemana.
...~...
Nafas Dafa terengah-engah karena terus berlari tanpa henti. Untung saja setiap ia kelelahan, sistem melakukan restorasi stamina dengan otomatis. Setiap kelelahan pasti muncul layar tampilan yang memberi pilihan.
...[ Anda ingin mengembalikan stamina? ]...
...[ Ya/Tidak ]...
Karena merasa terganggu dengan munculnya layar tersebut. Dafa berkata, "Kalau bisa otomatis lakukan saja," pinta Dafa. Sistem menerima permintaan tersebut. Ia tak memunculkan layar lagi dan melakukan restorasi secara otomatis.
Sesampainya ia di depan rumah sakit, Dafa segera masuk ke dalam dan langsung menemui dokter yang tadi menghubunginya.
Ia masuk ke dalam ruang inap ibunya dan disana ada dokter yang sedang menunggu Dafa.
"Apa yang terjadi dengan ibu saya dok?" tanya Dafa penuh kekhawatiran.
"Ibumu semakin lama penglihatannya semakin menghilang. Beberapa upaya sudah kami tangani namun semua itu sia-sia," jawab Sang dokter dengan rasa penyesalan.
"Terus, terus bagaimana cara menyembuhkannya?" tanya Dafa yang terus khawatir.
"Ada satu cara yang mungkin bisa mengembalikan penglihatan ibumu," ucap Dokter.
"Apa itu Dok?" tanya Dafa.
"Mengganti kornea mata beliau, tapi tentunya ini sangat mahal. Sebenarnya saya ingin membantu nak Dafa, tapi kondisi ekonomi saya juga sedang tidak baik. Mohon maaf, ya nak Dafa." Dokter itu berdiri untuk mengelus rambut Dafa.
"Baju kamu kok penuh darah? " tanya Dokter.
"Nggak apa-apa kok …," jawab Dafa, "emm kira-kira biaya pengobatannya berapa dok?" tanya Dafa.
"Untuk penggantian kornea mata saja sangat mahal, berkisar 400 juta," ucap Dokter.
"Tapi jika untuk operasi pengangkatan katarak saja biayanya sekitar 6 juta ke atas," lanjut Dokter.
"Begitu, ya dok. Kalau begitu tolong rawat ibu saya terlebih dahulu. Saya ingin mencari uang buat beliau." Dafa memasang wajah sedih. Ia keluar dari kamar inap ibunya dengan perasaan yang tak bisa dirasakan lagi. Ingin menangis juga tak bisa, ingin marah dengan dirinya juga tak bisa.
Ia pulang ke rumah dengan hati yang bergejolak. Ia tak ingin menerima kenyataan hidupnya. Ingin sekali ia bunuh diri, tapi ia masih belum percaya jika sekarang dirinya masih hidup.
Meski begitu, ia terus berpikiran nasib ibunya. Belum lagi adiknya yang masih butuh biaya sekolah. Dafa memiliki satu adik, dia duduk di bangku kelas satu SMP.
Dia satu sekolah dengan Dafa, namun mereka berpura-pura untuk tidak saling mengenal saat di sekolah. Karena tak ingin membuat adiknya sakit hati, Dafa menerima permintaan adiknya untuk tidak saling mengenal antara satu dan yang lain.
Dafa menghentikan langkahnya dengan menghela nafas berat. Ia melihat rumah tua dengan cat yang sudah mengelupas, dinding yang retak dan pintu yang sudah rapuh.
Dafa hanya tersenyum melihat tersebut dan masih berpikir jika dia berada di alam kematian.
Dafa membuka lebar pintu yang sudah reyot itu dan melihat wanita imut yang berdandan cantik ingin keluar. Dia adalah Angelina Putri, adik Dafa yang cantik dan memiliki banyak teman.
Beda dengan Dafa, pria yang kurus dengan wajah yang kusam dan tak memiliki banyak teman. Sungguh jauh perbedaan dia dengan adiknya. Itulah mengapa sang adik ingin berpura-pura tidak mengenal dengan Dafa. Karena perbedaan mereka sangatlah jauh. Angelina adalah siswi yang menjadi pusat perhatian, sedangkan Dafa adalah siswa yang menjadi pusat perundungan.
"Mau kemana?" tanya Dafa ke adiknya.
"…" Angelina tak menjawab apa-apa.
"Jangan lama-lama kalau main. Nanti kalau ada apa-apa, aku lagi yang disalahin." Dafa membuka sepatunya lalu meletakkan di rak sepatu.
Angelina menarik tangan Dafa yang ingin masuk ke dalam rumah. Dafa menoleh ke adiknya dengan dahi yang mengerut.
"Ada apa?" tanya Dafa.
"Kak, kamu mending pindah sekolah daripada dirundung dengan anak-anak nakal itu," ucap Angelina yang khawatir.
"Ahaha … kamu khawatir, ya." Dafa tersenyum sambil memejamkan matanya. "Lagian sebentar lagi juga lulus, kok," lanjut Dafa.
Angelina melepaskan tangannya lalu membalikkan badan.
"Yaudah, aku pergi dulu. Nasi dan lauk udah ada di meja." Angelina pergi meninggalkan Dafa.
Dafa hanya tersenyum lalu menutup pintu rumahnya.
"Kalau misalnya di kamarku ada susunan kartu. Berarti ini benar-benar kehidupan nyata," batin Dafa.
Dafa membuka pintu kamarnya dan alangkah terkejutnya ketika melihat susunan kartu masih ada di mejanya. Ia membuka lemari pakaian untuk melihat susunan baju yang ia tata kemarin dan ternyata susunan masih tetap sama masih ada pakaian yang belum ia kenakan.
Dafa melihat kolong ranjangnya dan juga dibuat terkejut ketika melihat masih ada coretan gambar di bawah ranjangnya. Dafa memegangi kepalanya lalu menjambak rambutnya berkali-kali.
"Aku masih hidup?"
Entah ingin merasa senang atau sedih, ia terus memikirkan
kondisi ibunya. Ia merebahkan tubuhnya di ranjang sembari menatap langit-langit rumah.
Tiba-tiba sebuah layar berwarna biru transparan lagi-lagi muncul di hadapannya. Karena tak tahu apa yang ia harus lakukan, Dafa menekan tombol [ Status ] lalu terbuka sejumlah deretan kata.
...[ STATUS ]...
...Name : Dafa Setyawan...
...Level : 0...
...Age : 15...
...Gender : Male...
...Strength : 6...
...Intelligence : 9...
...Speed : 6...
...Endurance : 19...
...Potential : 100...
...Point Stats: 0...
...[ Max : 200 ]...
...\=\=\=\=\=\=\=\=\=...
Meski agak sedikit bingung, ia sedikit memahami. Dafa membuka ponselnya lalu mencari sesuatu yang berhubungan dengan dirinya.
'Manusia yang hidup kembali dan melihat layar tampilan.'
Itulah yang sedang ia cari.
Dafa melihat beberapa situs yang menunjukkan hasil pencariannya. Tapi rata-rata itu hanyalah komik dan novel. Salah satu yang sedang ia baca adalah komik 'So*o Leveli**'.
Ceritanya hampir sama dengan kisah Dafa saat ini, namun bedanya tak ada gate yang menjadi konflik di kehidupan Dafa.
Tiba-tiba muncul layar tampilan dengan sendirinya. Ia memberikan Dafa sebuah misi. Karena Dafa baru saja membaca komik tersebut, ia mencoba menolak misi tersebut.
...[ Misi ]...
...Push Up : 0/100...
...Sit Up : 0/100...
...Back Up : 0/100...
...Squat : 0/100...
...Lari : 0/10km...
...[ Terima/Tolak ]...
...\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=...
Dafa menekan 'Tolak' dan tiba-tiba sebuah cahaya melahap dirinya. Dafa dipindahkan ke sebuah ke suatu tempat di dimensi lain yang tak pernah ia lihat sebelumnya.
Disana hanya ada toko-toko yang kosong tak berpenghuni. Lalu muncul layar tampilan berupa waktu di pojok kanan atas.
...[ Silahkan bertarung atau melarikan dirinya. Sisa waktu 60:00 ]...
...[ Dimulai dari sekarang. 59:59 ]...
Tiba-tiba muncul beberapa orang yang memakai masker. Secara mendadak mereka menyerang Dafa. Karena mengingat ia tak bisa bertarung. Ia berusaha berlari untuk menghindar.
Ternyata tak hanya lima orang yang mengejar Dafa, melainkan setiap detik yang berkurang terus saja bertambah orang yang mengejarnya. Setiap detik ada lima orang yang bertambah, jika 60 menit bisa dipastikan ada 18000 orang yang akan mengejar Dafa.
Tentu saja ia tak sanggup menghadapi orang yang begitu banyak. Apalagi ia juga belum mengetahui kemampuan dari mereka. Untung saja setiap Dafa merasa kelelahan, sistem merestorasi staminanya kembali.
Singkat cerita, Dafa telah bertahan hingga 58 menit dan tersisa 2 menit untuk ia mengakhiri hukuman ini.
[ Hukuman selesai. ]
[ Anda dikembalikan ke tempat semula. ]
Cahaya yang melahapnya tadi datang kembali dan melahap Dafa. Ia kembali ke kamarnya dengan tubuh yang dipenuhi keringat. Tiba-tiba layar tampilan muncul lagi di hadapan Dafa.
...[ Selamat! Anda mendapatkan penambahan 10 point stat ]...
...[ Level Up! ]...
...[ STATUS ]...
...Name : Dafa Setyawan...
...Level : 1↑...
...Age : 15...
...Gender : Male...
...Strength : 6...
...Intelligence : 9...
...Speed : 6...
...Endurance : 19...
...Potential : 100...
...Point Stats : 10...
...[ Max : 200 ]...
...\=\=\=\=\=\=\=\=\=...
Karena masih bingung, ia tak menghiraukan layar tampilan tersebut lalu mengganti pakaiannya.
DING!!!
...[ Misi ]...
...Push up : 0/100...
...Squat : 0/100...
...Back up : 0/100...
...Sit up : 0/100...
...Lari : 0/10km...
...[ Terima/Tolak ]...
...\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=...
"Ah, baru saja dihukum. Yaudah, aku kerjakan." Dafa menekan 'Terima'.
Kemudian ia kembali mengganti pakaian olahraga lalu mengerjakan misi sesuai pada layar tampilan yang selalu mengambang di hadapannya.
...### Solo Fighter ###...
Episode 3 - Dafa, pahlawan kesiangan
Di sore hari, Dafa berlari larian kecil di sekitaran komplek rumahnya. Cukup mengelilingi komplek rumah, ia sudah berlari mencapai 5km perjam. Karena merasa lelah meski staminanya kembali lagi. Dafa beristirahat sejenak, namun tetap melakukan peregangan badan.
Melakukan push up 100x, sit up 100x, back up 100x dan squat 100x. Dafa belum terbiasa dengan olahraga semacam ini, apalagi hari-hari biasanya ia pakai untuk bekerja sambilan.
...[ Misi ]...
...Push up : 20/100...
...Squat : 30/100...
...Back up : 75/100...
...Sit up : 50/100...
...Lari : 5km/10km...
...\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=...
Merasa lelah dengan yang ia dapatkan hari ini. Dafa kembali pulang agar dapat menyiapkan diri sebelum berangkat kerja.
Di perjalanan, Dafa berjalan melewati gang kecil atau jalan alternatif untuk bisa lebih cepat sampai ke rumahnya. Dafa tiba-tiba menghentikan langkahnya ketika melihat ada dua pria yang memangkal di gang kecil itu. Kedua pria itu adalah Galang dan seorang temannya yang mirip dengan preman.
Mereka sedang merokok sambil jongkok dengan badan yang menyender ke dinding. Temannya kali ini bukan teman yang ada di sekolah. Melainkan dari sekolah lain dan tampangnya seperti preman. Entah benar-benar preman atau tidak, di dadanya terukir tato bergambar merak, memakai anting di telinga kanannya dan juga memakai kalung.
Mau tidak mau, Dafa harus memutar arah melewati jalan yang lain agar tak berurusan dengan mereka, yang paling utama adalah Galang.
Dafa memiliki rasa trauma disaat menatap Galang. Ketika menatapnya, Dafa langsung teringat disaat ia sedang dirundung oleh teman-temannya. Itulah mengapa Dafa tak bisa menatap wajah Galang terlalu lama. Dan juga, ketika Dafa menatap wajahnya, Dafa seperti melihat hewan buas yang akan menyergapnya.
Dafa segera memutar arah sebelum mereka mengetahui dirinya terlebih dahulu. Ketika telah keluar dari gang kecil itu, nasib malang tak bisa dihindari oleh Dafa. Ia melihat Angelina dan seorang temannya melewati gang kecil itu. Karena merasa khawatir dengan nasib adik dan temannya, Dafa membuntuti mereka dari jarak agak jauh.
Namanya juga preman, ketika melihat gadis cantik pasti ada aja niat untuk menjahili nya. Seorang teman Galang yang bernama Danil menghalangi mereka dengan menggunakan kaki kanan.
"Cewe, mau kemana?" tanya Danil dengan tatapan mesum.
"Mau pulang," tutur Angelina, "bisa singkirin kakinya nggak kak?" pinta Angelina yang risih.
Danil merasa bodo amat dengan permintaan Angelina untuk tetap mendekati kedua gadis imut itu. "Mau aku anterin nggak?" tanya Danil, ia lalu memegang lengan Angelina.
Angelina melepas paksa tangan Danil, lalu membalikkan badan untuk memutar arah. "Jangan sok, deh." Wajah Angelina tampak jijik.
Angelina dan temannya segera pergi meninggalkan mereka, namun Danil tetap bersikeras untuk mengikuti mereka.
"Mau kemana, sih? Kok buru-buru amat," ucap Danil yang mengikuti mereka berdua.
Plak!!!
Seorang wanita seumuran dengan Angelina menampar pipi Danil dengan sangat keras. Dia adalah Aulia Saskia, teman dekat Angelina. Seketika wajahnya memucat ketika melihat tatapan Danil yang berubah 180 derajat. Yang awalnya senyum dan suka menjahil, sekarang malah memasang wajah yang menakutkan, seperti ingin marah namun ditahan.
Tidak ada angin tidak ada hujan, tiba-tiba Galang mendekati mereka lalu memeluk Angelina.
"Nggak usah pura-pura nggak kenal, kakakmu itu Dafa, kan?" tanya Galang dengan senyum yang lebar.
"Kalau nggak mau melihat kakakmu menderita, mending kita main bersama. Kalo bisa sih, main yang kuda-kudaan," lanjut Galang dengan lidah yang membasahi bibirnya.
"Apaan sih, nggak usah sok ngancem deh. Lagian kenapa juga khawatir dengan kakakku," ujar Angelina yang memutar bola matanya.
"Ooo … gitu, ya. Jangan salahin aku kalau Dafa kakinya bakal patah." Galang mengancam Angelina, ia masih memeluk Angelina dari belakang.
Tiba-tiba, pahlawan kesiangan datang menghampiri mereka. Pria bertubuh kurus, rambut yang berantakan dan tubuh yang dibasahi keringat berlari kearah mereka lalu melayangkan satu tendangan ke dada Galang. Itu adalah Dafa yang berlari kencang ke arah mereka lalu melakukan tendangan Dollyo Chagi mengarah ke dada Galang dan tepat mengenai ulu hatinya.
Dollyo Chagi adalah sebuah tendangan dengan arah gerak menyerong ke samping. Tendangan ini memakai punggung kaki dalam bela diri Taekwondo. Sasarannya adalah ulu hati, rusuk atau tulang iga.
Meski tak sepenuhnya berhasil dalam gerakan tendangan, ternyata Dafa bisa membuat Galang kesakitan dengan tendangannya.
"Taekwondo, " batin Galang sambil menahan rasa sakit.
Meski rasa sakit yang diberikan tak terlalu memberikan efek jera. Namun tendangan yang secara tiba-tiba membuat jantung Galang berdetak kencang, hal ini disebabkan karena Galang kaget ketika menerima tendangan Dafa secara mendadak.
Galang kembali berdiri ke posisi awal. Dafa dan Galang saling bertatapan. Karena tubuh Dafa yang pendek, ia harus mendongak ke atas untuk menatap wajah Galang dari dekat.
"Tcih … mau sok jadi pahlawan?" tanya Galang ke Dafa.
Dafa sedikit tersenyum mendengarnya. "Setidaknya dilihat sedikit berani di depan adik sendiri," ucap Dafa sedikit percaya diri.
Galang membuang mukanya ke Angelina. "Hari ini ku maafkan, tapi biarkan aku bisa bermain-main dengan adikmu." Galang memancing amarah Dafa dengan wajah mesum sambil memandangi lekukan tubuh Angelina.
Tiba-tiba, Danil menarik kerah Dafa dan menghempaskan nya ke tanah.
Angelina yang melihatnya reflek untuk mendekati Dafa, namun tangannya ditarik kembali oleh Aulia. Untung saja Dafa menahan dirinya yang hendak terjatuh ke tanah dengan tangan kanan sebagai penopang dan kaki kiri yang mengalung ke leher Danil.
Hal itu malah membuat Danil semakin marah. Dafa segera melepaskan dirinya lalu menjaga jarak dengan Danil berjarak sekitar tiga meter. Dafa memberi isyarat kepada Angelina untuk tidak mendekatinya.
Lalu Galang dan Danil berjalan mendekati Dafa sembari membunyikan jari jemari mereka.
Dafa melakukan moa seogi atau kuda kuda tertutup. Sesuai dengan arahan sistem pada layar tampilan Dafa yang ia lihat sekarang. Ada beberapa sikap kuda kuda yang ia lihat di layar sistem. Salah satunya adalah yang Dafa gunakan sekarang, moa seogi, sikap kuda kuda tertutup.
"Aku tau ini takkan mudah, namun aku harus mencoba," batin Dafa dengan keringat yang bercucuran di keningnya.
Galang rasanya seperti tertekan ketika melihat kuda kuda yang dilakukan Dafa sangat sempurna, mentalnya goyah saat melihat persiapan Dafa yang ingin bertarung. "Sialan, akan ku beri waktu seminggu. Kita akan bertarung waktu itu juga, tempatnya di belakang sekolah," ucap Galang yang beralasan lalu menahan Danil yang hendak menyerang Dafa.
"Eh …." Dafa bingung dengan ucapan Galang. "Kenapa harus seminggu?" tanya Dafa yang penasaran.
"Seminggu itu waktu yang cukup untuk berlatih. Jika sekarang, bisa saja kau akan kalah," ucap Galang, ia lalu membalikkan tubuhnya untuk meninggalkan mereka.
"Bisa mati kalo aku lanjutin tadi, mana kuda kudanya benar," gumam Galang yang agak ketakutan ketika melihat kesungguhan pada diri Dafa.
Sebenarnya Galang sering membaca cerita tentang anak yang dirundung ternyata seorang ahli petarung. Itulah mengapa Galang lebih memilih mundur untuk melatih dirinya lagi selama seminggu agar dapat melawan Dafa yang belum diketahui kemampuannya.
Galang dan Danil pergi meninggalkan mereka bertiga. Dafa lalu menoleh ke Angelina untuk senyum kepadanya. Namun sayangnya, Angelina secara diam-diam meninggalkan Dafa sendirian.
"Lah, kok ilang." Dafa kebingungan mencari Angelina yang sudah tak ada disana. "Ya sudah, yang penting mereka selamat." Dafa senang terhadap dirinya sendiri yang mampu menghadapi rasa takut kepada trauma yang diderita selama ini.
Dafa berjalan menyusuri gang kecil yang tadinya ingin ia lewati. Karena sudah tak ada Galang dan temannya, ia bisa leluasa melewati gang itu tanpa hambatan sedikitpun.
Terpikir di benaknya ketika Galang memberikan waktu seminggu untuk dia dan Galang bertarung. Terbesit dipikirannya tentang sistem yang dimilikinya yaitu 'Martial System'. Jika diartikan bahwa Dafa bisa menjadi master bela diri hanya dengan sistem yang ia miliki.
Namun ia tak tahu cara menggunakan sistemnya dan tetap mengikuti misi yang ada pada sistemnya.
...[ Misi ]...
...[ Berlatih bela diri 'Taekwondo' ]...
...[ Hadiah ]...
...[ Peningkatan level dan beberapa hadiah lainnya ]...
"Bukannya aku punya kemampuan taekwondo pada sistem." gumam Dafa sambil berjalan dan melihat layar sistem.
DING!!!
Layar tampilan tiba-tiba mengeluarkan teks yang menjawab gumaman Dafa.
[ Meski host memiliki kemampuan bela diri pada sistem, host tetap diharuskan untuk mempelajari bela diri pada seorang ahli bela diri. ]
Dafa mengerutkan dahinya. "Ah … ternyata bisa menjawab juga. Tapi kira-kira harus belajar dimana, ya?"
Terlihat ada seorang anak laki-laki sepantaran dengannya, namun memiliki tubuh yang sangat tinggi dari Dafa. Ia memberikan selembaran kertas pada setiap orang yang di jalan. Tibalah saatnya ia memberikan selembaran kertas itu kepada Dafa.
"Datanglah ke Dojo kami jika ingin berlatih bela diri," ucap anak laki-laki tersebut. Ia meninggalkan Dafa dengan tersenyum lalu membagikan selembaran kertas kepada pejalan kaki yang lain.
Ketika membaca kertas yang dibagikan anak tadi. Dafa malah tersenyum lebar ketika membacanya. Ia segera pulang ke rumah untuk bersiap berangkat ke tempat kerja dan menyambut keesokan harinya untuk pergi ke tempat sesuai dengan alamat pada kertas yang diberikan anak tadi.
...### Solo Fighter ###...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!