NovelToon NovelToon

Autumn Girl

Prolog

Gadis berambut hitam itu menyeret kopernya keluar dari bandara Charles De Gaulle, Paris-Perancis, yang langsung disambut udara sejuk musim gugur. Sebuah ransel berwarna merah bertengger manis dipunggungnya, ia terlihat manis dengan mengenakan dress berwarna hitam selutut, sebuah coat putih dengan panjang yang sama dan sepatu kets putih. Untuk sesaat ia terlihat bingung pergi ke arah mana sampai akhirnya ia memutuskan untuk menaiki sebuah taxi dan memberikan alamatnya kepada sang supir.

Matanya menikmati pemandangan kota Paris yang romantis dan eksotik, sebuah senyum mulai menghiasi wajah ayunya sedikit menenangkan debaran jantung yang mengila dan mengurangi rasa takut yang mendera jiwanya.

“Semua akan baik-baik saja, Anna,” bisiknya pada diri sendiri. Beberapa kali ia mengambil napas panjang dan membuangnya hanya untuk menormalkan debaran di dadanya yang semakin lama semakin menjadi ketika ia semakin mendekati tujuannya.

“Apa kau dari Indonesia?”

Anna terkejut ketika mendengar supir taxi mengajaknya berbicara dengan bahasa Indonesia yang fasih.

“Iya... anda bisa bicara bahasa Indonesia?” tanyanya tak percaya dengan mata terbelalak terlihat bersemangat menatap pria akhir empat puluhan dengan rambut yang sudah mulai menipis bagian atasnya, mata abu-abunya menatap lembut yang membuat Anna merasa nyaman.

“Istriku, orang Indonesia, dia selalu mengajakku berbicara bahasa kalau dia sedang merindukan kampung halamannya.” Pria itu bercerita mengenai istrinya yang berasal dari pulau Jawa, dan Anna bisa melihat sorot kasih sayang penuh dengan cinta ketika pria itu membicarakannya, dan itu memberikan kehangatan di dadanya, dia berharap kekasihnya-pun akan memancarkan sorot mata itu ketika menceritakan tentangnya.

Ia masih ingat sorot mata Billy ketika menatapnya penuh cinta, itu yang membuatnya terlarut dan memercayainya dengan menyerahkan seluruh jiwa dan kehormatannya. Ya, ia telah melakukan sebuah dosa besar hingga akhirnya hasil dari dosa itu kini tengah bersemayam dalam tubuhnya.

Ketakutan kembali merambati tubuh dan jiwanya ketika mengingat kemurkaan ayahnya setelah mengetahui putri kebanggaanya tengah berbadan dua. Ia memohon sambil berlutut dan berurai armata minta ampun, tapi ayahnya sang pengusaha tekenal itu tak menggubrisnya sampai akhirnya ia memerintahkan Anna untuk pindah ke Australia dan menggugurkan kandungannya.

Tapi, tidak, ia telah melakukan sebuah dosa besar dan tak mau melakukan dosa besar lainnya dengan membunuh buah cintanya sendiri. Dan akhirnya ia memutuskan untuk menyusul Billy, kekasih dan ayah dari sang jabang bayi ke Perancis karena ia tahu kekasihnya itu akan menerima dirinya dan anak mereka walaupun konsekuensinya orangtuanya tak mau lagi mengakui Anna sebagai putri mereka, semua fasilitas termasuk ATM dan kartu kreditpun telah di tarik dan dibekukan, hanya dengan uang tabungannya sendiri yang tak seberapa ia nekad pergi menyusul kekasihnya.

Billy adalah seorang pria keturunan Perancis-Cina yang sempat ditugaskan di Jakarta selama setahun, sedangkan Anna adalah seorang mahasiswi kedokteran tingkat awal, mereka bertemu di salah satu pesta dan saling jatuh cinta pada pandangan pertama. Billy yang mapan dengan wajah rupawan telah membuat Anna, putri seorang pengusaha ternama di Indonesia bertekuk lutut. Jarak umur sembilan tahun tak menjadi masalah bagi keduanya.

“Kita telah sampai,” ucapan supir taxi membuyarkan lamunan Anna, untuk beberapa saat ia telihat menyiapkan mentalnya, beberapa kali ia menarik dan membuang napas panjang dan itu tak luput dari perhatian sang supir taxi yang tersenyum memberinya dukungan, hingga akhirnya ia merasa siap lalu membuka pintu kemudian keluar dengan mantap.

Beberapa saat ia hanya berdiri di depan pintu taxi tak bergerak, sedangkan sang supir tengah menurunkan kopernya dari bagasi. Mata Anna terbuka lebar dengan senyum mengembang di bibirnya ketika ia melihat sosok yang ia rindukan keluar dari sebuah rumah yang ada di seberangnya. Rumah bercat putih yang telihat asri dengan halaman yang ditumbuhi rumput hijau.

Mulutnya baru saja terbuka untuk memanggil kekasihnya, kakinya baru akan melangkah ketika seorang anak laki-laki berumur 4 tahunan berlari menyusulnya sambil memanggilnya, “Daddy!” Anna melihat Billy langsung membalikan badan dan mengangkat anak itu tinggi-tinggi hingga Anna bisa mendengar suara tawa bahagia anak itu. Tubuh Anna bergetar hebat, sensasi dingin mulai merambati tubuhnya dari kaki terus naik ke tulang belakang dan tengkuknya, anak laki-laki itu menatap ke arahnya yang membuatnya langsung berjongkok berusaha bersembunyi di balik taxi.

Ia menggelengkan kepala berharap kalau itu bukan kekasihnya, dengan tubuh masih berjongkok ia berusaha mengintip dari balik kaca mobil, dan seketika airmata mulai membasahi pipinya ketika seorang perempuan berambut sebahu kini ikut bergabung bersama Billy dan anak laki-laki itu, ia melihat Billy mencium perempuan itu mesra sebelum akhirnya mereka bertiga kembali masuk ke dalam rumah.

“Apa kau baik-baik saja?” tanya sang supir setelah melihat perempuan yang tadi menjadi penumpangnya kini tengah terduduk di trotoar dengan bururai air mata dan wajah pucat pasi.

Anna menatap pria itu dengan pandangan kosong lalu menggelengkan kepala, mulutnya seolah kelu tak dapat berucap, hanya airmata yang terus mengalir tanpa henti.

“Apa kau ingin aku membawamu ke Rumah Sakit?”

Anna kembali menggelengkan kepala, pria itu berjongkok di samping tubuhnya yang bergetar hebat, dengan lembut ia menepuk bahunya, “Apa kau ingin aku membawamu ke tempat lain?”

Anna hanya menatapnya kosong, tempat lain? Ia tak punya tujuan lain di negara asing ini, apa ia harus kembali ke Indonesia? Pikiran itu sempat terbesit dalam pikirannya tapi seketika ia meringis merasakan kram di perutnya. Pria itu terlihat panik melihat perempuan di sampingnya kesakitan, ia lalu membuka pintu mobilnya dan memapah Anna masuk dan mendudukkannya, lalu memasukan kembali koper yang telah ia keluarkan sebelum meninggalkan tempat itu.

“Apa kau punya saudara atau kenalan di sini?” Anna kembali menggeleng lemah, “Dan kau tak ingin kembali ke Indonesia?”

Anna terdiam beberapa saat, ia kembali merasakan kram di perutnya, tanpa dikomando tangannya langsung mengelusnya lembut sambil berkata dalam hati, “Tenang, Nak... kamu akan baik-baik saja.”

“Tidak.” Anna menjawab pertanyaan dengan suara lemah.

Pria paruh baya itu terdiam terlihat berpikir. Waktu berlalu dengan sangat lamban, Anna tak tahu dia dibawa kemana yang ia tahu kini mereka telah meninggalkan kota Paris karena pemandanganpun telah berganti dari hingar bingar modernisasi kota mode menjadi asri dengan pemandangan alam yang menakjubkan, Anna membuka jendelanya dan membiarkan udara segar mengisi paru-parunya.

“Kita akan kemana?” akhirnya Anna bertanya membuat pria itu tersenyum lembut.

“Paul.. kau boleh memanggilku Paul.. namamu?”

Anna terdiam beberapa saat dan bisa melihat pria itu tersenyum lembut membuat ia ikut tersenyum sebelum berkata, “Anna... namaku Anna.”

Paul mengangguk dengan senyum tak pernah lepas dari bibirnya, “Anna... nama yang cantik.” Anna tersenyum mendengar pujian itu, “Baiklah Anna, sekarang kita akan pulang ke rumah... istriku pasti akan menyukaimu.”

Anna terdiam lalu tersenyum, ia menumpukan dagunya di jendela taxi yang membawanya kedunia baru... dunia yang akan ia isi dengan canda tawa dan kasih sayang.

*****

*Haii... ketemu lagi dengen cerita baru.. mudah"an suka ya.

Tolong luangkan waktu untuk menekan like, sebagai dukungan bagi para penulis. 🙇‍♀️

Love

A.K*

Bab 1

Siang di kota Ribeauville, Perancis, terlihat tenang seperti biasanya, hanya terdapat beberapa turis yang sedang menikmati makan siang di restoran yang ada di kota kecil yang memiliki pemandangan alam menakjubkan itu. Begitu juga dengan perempuan berambut hitam legam yang terlihat menikmati makan siangnya walaupun hanya sepotong sandwich berisi tuna dengan seladah, potongan tomat, keju, mayones dan juga saus, yang ia bawa dari rumah.

Anna Wibisana, seorang putri dari pengusaha terkenal Indonesia yang hidupnya bak seorang putri kini harus hidup hanya sebagai penjaga toko serba ada di salah satu desa yang ada di Perancis, pakaian mahal hasil karya sang designer ternama kini telah berganti dengan pakaian yang ia beli di pasar. Tapi ia tak mengeluh karena ia tahu ini adalah resiko yang harus ia ambil karena kesalahan di masa lalu, kesalahan semalam yang telah memutar nasibnya 180 derajat.

Anna cepat-cepat menelan sandwichnya ketika lonceng pintu tokonya berbunyi pertanda kalau ada pengunjung yang datang.

“Bonjour,” sapanya ramah setelah melihat sepasang suami istri paruh baya yang memasuki toko tempatnya bekerja.

“Apa kau bisa berbahasa Inggris?” tanya perempuan yang rambutnya sudah memutih dengan tubuh gemuk tapi memancarkan keramahan yang membuat Anna tersenyum sambil menjawab pertanyaannya.

“Iya, apa ada yang bisa saya bantu?” Hidup selama enam tahun di kota kecil yang menjadi salah satu objek desa wisata di Perancis, membuat Anna menguasai beberapa bahasa asing walaupun tidak begitu fasih.

Pasangan tua itu ternyata bertanya jalan menuju kebun anggur yang menjadi salah satu daya tarik Ribeauville, maka dengan senang hati Anna menunjukkan arah jalan menuju tempat dimana Paul, pria yang ia anggap sebagai ayahnya kini bekerja sebagai mandor perkebunan dan itu membuat istrinya yang orang Indonesia bahagia karena ia tak perlu lagi ditinggal sendirian katika suaminya pergi untuk bekerja sebagai supir taxi di Paris.

Anna baru akan kembali memasuki tokonya ketika ia melihat sosok mungil yang sangat ia kenal tengah berjalan ke arahnya dengan sangat lesu, rambut hitam panjangnya terlihat berantakan, kaos pink bergambar putri tidurnya-pun terlihat kotor dengan lumpur yang sudah mengering, begitu juga dengan celana jeans pendek over all-nya yang terlihat kotor, lumpur juga telah mengotori kaki tangan dan menutupi kecantikan wajahnya yang bak bidadari mungil.

“Ya Tuhan, Alice, apa yang terjadi padamu?” seru Anna sambil berlari ke arah gadis mungil yang mata bulat coklatnya kini telah berkaca-kaca, bibirnya telah maju ke depan dan mulai berkedut-kedut menahan tangis.

“MAMAH...!!!” tangisnyapun pecah ketika melihat ibunya, ia berlari ke dalam pelukan Anna yang langsung memeluknya erat.

“Baby, apa kau terluka?”

Anna bisa merasakan kepala putrinya itu menggeleng dalam pelukannya, membuatnya bisa menghembuskan napas lega. Tak memedulikan pakaiannya yang menjadi kotor Anna menggendong putrinya itu lalu membawanya masuk ke dalam toko, kemudian mendudukannya di atas meja kasir, dengan lembut ia merapikan rambut hitamnya yang panjang, rambut yang sama seperti miliknya, dan dengan tisu basah ia mencoba membersihkan lumpur kering di wajahnya yang cantik, Alice memiliki kulit putih seperti porcelen, hidung yang macung dan mata coklat seperti milik ayahnya, tapi bentuk mata Alice lebih bulat seperti dirinya.

Anna mengambil sebuah es krim rasa strawberi yang langsung membuat tangis putri kecilnya berhenti, melihat itu Anna tesenyum lalu mengecup pipi tembemnya yang membuat semua orang gemas ingin mencium bahkan mencubitnya.

“Sekarang, kau bisa ceritakan apa yang membuatmu terlihat seperti monster lumpur?” tanya Anna sambil menggelitik perut gadis kecil itu hingga terkikik geli.

“Chris dan temannya nakal,” jawab Alice singkat sambil menjilati es krim favoritenya.

“Nakal?”

“Iya , dia bilang kalau Daddy seorang pemabuk dan pergi meninggalkan kita.”

Anna membuang napas berat sambil tersenyum getir, “Jadi kali ini apa yang kau lakukan kepada Chris dan temannya?” tanyanya sambil membersihkan kotoran yang ada di tangan dan kaki Alice dengan menggunakan tisu basah.

“Aku hanya mendorongnya sedikit dan dia jatuh ke atas lumpur, tapi kakiku licin jadi aku ikut terjatuh bersama yang lainnya.”

Anna mengangguk kini ia mengerti bagaimana putrinya itu bisa penuh dengan lumpur, “Apa dia menangis?”

Alice mengangguk semangat membuat mata bulatnya menjadi semakin bulat, “Dia menangis, sangaaaat kencang,” ucapnya terhenti sesaat untuk menggigit es krimnya, “Tapi aku tidak menangis,” lanjutnya sambil menggelengkan kepala menyakinkan ibunya dengan mulut masih penuh dengan es krim.

“Tapi tadi kau menangis,” goda Anna membuat putri kecilnya kembali terlihat sedih.

“Itu karena... Mama Chris memarahiku.”

Anna membelalakan mata tak percaya, “Deodoran itu memarahimu?”

Alice tertawa mendengar Anna memanggil ibunya Chris dengan nama yang salah, “Namanya Deobora, Mah.”

“Iya itu, maksud Mamah.. kau tak usah khawatir, Mamah akan memarahinya kalau bertemu dengannya,” ujar Anna dengan wajah meyakinkan membuat Alice tersenyum bahagia.

“Ya Tuhan, apa yang terjadi dengan malaikat kecil kita ini?” sebuah suara berat membuat keduanya mengalihkan perhatian ke arah pintu dimana seorang pria dengan badan tegap baru saja memasuki toko itu dan membuat Alice langsung melompat turun dari meja dan berlari kearahnya.

“Uncle Jared!” Serunya membuat pria itu langsung mengangkat tubuh kecilnya tinggi-tinggi dan mulai menciuminya menggunakan dagu yang ditumbuhi janggut baru tumbuh membuat Alice tertawa geli dan meminta ampun.

“Alice,” suara milik anak laki-laki kecil yang baru saja masuk membuat Alice meminta Jared untuk menurunkannya, “Kenapa baju dan rambutmu kotor, apa kau bertengkar lagi?” tanya Sean, putra sulung Jared yang berumur 8 tahun.

“Aku baru saja mengalahkan, Chris,” ujar Alice dengan bangga sambil menarik Sean keluar dari toko meninggalkan Anna dan Jared yang hanya bisa tersenyum menatap keduanya.

“Jadi dia bertengkar lagi dengan Chris Piere?” Tanya Jared sambil menatap Anna yang hanya bisa mengangguk sambil meringis membuat pria itu tertawa.

Ini bukan pertama kalinya Alice pulang dalam keadaan seperti itu dan semuanya disebabkan oleh pertengkarannya dengan putra bungsu dari pemilik penginapan terbesar di Ribeauville, biasanya pertengkaran itu dimulai oleh Chris yang selalu mengolok-olok Alice karena dia tak memiliki ayah seperti anak lain pada umumnya.

“Apa Sandra tidak ikut bersama kalian?” Anna bertanya sambil membuang tumpukan tisu basah bekas yang sudah kotor oleh lumpur dari tubuh putrinya.

“Tidak, kandungannya sudah semakin besar jadi sudah mulai susah bergerak.”

Anna mengangguk mengerti, Sandra, istri Jared tengah mengandung anak kedua mereka yang kini usia kehamilannya sudah memasuki usia 8 bulan dan itu membuatnya semakin susah untuk pergi jauh, walaupun jarak dari perkebunan anggur dimana rumah mereka berada dengan pusat kota Ribeauville hanya memerlukan waktu kurang lebih 30 menit dengan mengendari kendaraan.

Jared adalah pemilik perkebunan tempat Paul bekerja sedangkan Sri, istri Paul bekerja sebagai asisten rumah tangganya sudah lebih dari 10 tahun terakhir ini. Jared dan Sandra adalah teman pertama yang Anna miliki ketika Paul yang dulunya seorang supir taxi membawanya ke kota kecil itu. Mereka berdua adalah orang yang sangat baik, bahkan mereka tak pernah mengajukan pertanyaan apapun menyangkut keadaannya saat itu, walaupun akhirnya Anna dengan sukarela menceritakan kejadian yang sebenarnya kepada pasangan itu. Ketika Alice lahir ke dunia, kebahagian bukan cuma milik Anna seorang tapi milik mereka juga yang menyayangi Alice seperti putrinya sendiri bahkan Sean yang baru berumur tiga tahun saat itu sudah berperan sebagai seorang kakak yang baik.

Anna tak bisa hanya berdiam diri dan melihat Paul dan istrinya yang banting tulang mencari nafkah untuk kebutuhan mereka sehari-hari, jadi dengan uang tabungan yang Anna bawa dari Indonesia dia memberanikan diri untuk membuka toko serba ada atau lebih mirip mini market, sedangkan tempatnya adalah milik Jared, awalnya dia tak mau menerima uang sewa tapi Anna memaksanya sampai akhirnya dibuat perjanjian kalau mereka akan bagi hasil keuntungan, bahkan Jared-pun memberi tambahan modal hingga akhirnya Anna bisa membantu keuangan keluarga barunya.

“Anna, apa kau tidak ada acara hari ini?” Jared bertanya sambil berdiri tubuhnya bersandar pada meja kasir sambil menatap Anna yang terlihat sedang memasukan minuman kaleng ke dalam lemari pendingin.

“Tidak,” jawan Anna tanpa menghentikan aktifitasnya.

“Apa kau bisa membantu kami?”

Anna telah selesai mengerjakan pekerjaannya dan sekarang tengah berdiri di hadapan Jared sebelum berkata, “Apa yang bisa aku bantu?”

“Kau tahu rumah yang di ujung jalan itu?”

“Rumah bercat putih? Bukankah itu salah satu rumahmu?”

“Itu milik Sandra, bukan milikku,” jawab Jared sambil tersenyum membuat Anna ikut tersenyum.

“Kenapa dengan rumah itu?”

“Seorang penyewa akan datang besok siang untuk menempatinya, jadi... bisakah kau membantu kami membersihkannya? Aku tak tega kalau membiarkan Sandra atau Mama-mu yang membersihkannya. Kau tahu sendiri Sandra sedang hamil tua, sedangkan Mama-mu sudah sangat lelah dengan bekerja di rumah kami... tanang saja, aku akan membayarmu dengan upah yang sesuai,” jelas Jerad sambil menatap Anna dengan penuh harap.

Tanpa pikir panjang Anna langsung tersenyum sambil menatap Jared, pria yang gagah dengan kulit kecoklatan karena dia sering bekerja di bawah sinar matahati, matanya tajam membuat perempuan akan meleleh ketika menatapnya, dan yang pasti dia adalah pria yang setia kepada keluarganya dan juga baik hati, itulah yang membuat Sandra yang seorang sekertaris di salah satu kantor pengacara di kota Paris jatuh cinta pada pandangan pertama ketika dia sedang berlibur bersama teman-temannya ke perkebunan anggur milik Jared.

“Tidak masalah, aku akan membersihkannya nanti sore setelah aku menutup toko,” ucap Anna yang membuat senyum Jared semakin lebar.

“Bagus, ini kuncinya,” ujarnya sambil menyerahkan satu set kunci kepada Anna.

“Tapi bisakah kau membawa Alice pulang bersamamu sekarang... dia perlu mandi dan ganti baju, aku lupa membawa baju ganti tadi.”

“Tidak masalah, aku akan membawa mereka pulang sekarang.”

“Dan, Jared, tolong sampaikan kepada mama Sri, aku akan pulang telat untuk makan malam jadi mereka tak perlu menungguku,” ucap Anna yang ditanggapi Jared dengan anggukan sambil tersenyum sebelum akhirnya pamit pulang.

Hari itu toko lumayan sepi jadi Anna bisa menutupnya lebih awal dan sesuai janji dia-pun berjalan menuju rumuh di ujung jalan. Ribeauville adalah kota kecil yang sangat indah dengan rumah kayu warna-warni yang mengapit kiri kanan jalannya, letaknya yang berada di kaki pegunungan Vosges, membuat kota itu memiliki udara yang segar dan pemandangan alam yang indah, belum lagi pemandangan perkebunan anggur yang berada di bukit tinggi ujung jalan yang mengelilingi kota menjadikan kota itu memiliki magnet tersendiri bagi para pelancong.

Anna kini telah sampai di rumah kayu dua lantai bercat putih dengan pas bunga gantung menghiasi dindingnya, ia membuka pintu rumah itu lebar-lebar supaya udara segar masuk ke dalam, lalu kemudian membuka setiap jendela yang ada di rumah itu. Sebuah sapu, alat pel dan juga lap telah siap di dekatnya, ia berdiri memandang sekeliling sebelum akhirnya mulai membersihkan rumah itu.

Dulu ia tak pernah berpikir akan melakukan pekerjaan bersih-bersih seperti sekarang ini. Dulu ia terbiasa dengan para pelayan yang selalu siap sedia melayaninya membuat dirinya jangankan mencuci baju atau piring, bahkan dulu ia tak tahu bagaimana cara memegang sapu. Tapi itu dulu... dulu ketika dia masih putri sulung keluarga Wibisana salah satu pengusaha berpengaruh di Indonesia, dulu ketika dia hanyalah seorang gadis belasan tahun yang sangat manja, dulu ketika ia terbisa menghambur-hamburkan uang untuk mentraktir teman-temannya makan di restoran mahal, dulu ketika dia masih naif dengan percaya akan adanya cinta sejati, dulu ketika dia masih bisa dibodohi oleh makhluk yang bernama pria, iya itu dulu...

Tapi sekarang ia telah berubah, ia bukan lagi gadis manja yang tak bisa apa-apa selain merengek tapi ia kini bisa menghasilkan uang dengan usahanya sendiri, ia kini bukanlah mahasiswi kedokteran di salah satu universitas ternama tapi ia hanyalah seorang pelayan toko di sebuah kota kecil, ia kini bukanlah putri dari pengusaha ternama tapi ia adalah seorang ibu dari gadis kecil berumur 5 tahun. Iya, semua telah berubah dan ia akan memastikan ini akan menjadi perubahan yang lebih baik lagi.

***

Bab 2

Pagi hari bagi Anna selalu diisi dengan kesibukan menyiapkan putri kecilnya untuk sekolah, dia harus memandikannya lalu mendandaninya, tapi Alice seperti halnya anak berumur lima tahun lainnya, dia tak pernah mau diam membuat Anna harus mengeluarkan tenaga ekstra ketika memakaikan baju, belum lagi ia harus menjawab pertanyaan-pertanyaan Alice yang mulai penasaran tentang apapun, seperti saat ini ia tengah merengek untuk ikut dengan Paul ke kebun anggur.

“Ayolah, Mah, hanya hari ini... boleh aku ikut Kakek Paul? Aku janji tak akan makan anggur banyak-banyak.. boleh? Please...” tanya Alice dengan hanya menggunakan kaos dalam dan celana dalam saja membuatnya semakin menggemaskan dengan perut gendutnya.

“Kau harus pergi sekolah, Baby,” jawab Anna sambil berusaha memakaikannya kaos tangan panjang berwarna ungu muda dengan gambar elmo di bagian depan.

“Tapi hari ini aku demam,” ucap gadis mungil itu dengan wajah memelas dan berpura-pura batuk.

“Oh jadi kau demam?” tanya Anna yang langsung dapat anggukan semangat dari putrinya.

“Baiklah kalau begitu, Mamah akan meminta Nenek Sri untuk membuatkan ramuan ajaibnya untukmu.” Anna baru akan berpura-pura memanggil wanita yang Alice anggap nenek itu ketika sebuah tangan kecil menutup mulutnya.

“Aku sudah tidak demam,” ujar Alice sambil menatap Anna dengan serius, membuat perempuan cantik itu harus menahan tawanya.

“Jadi apa kau sekarang mau pergi sekolah?”

“Aku lebih baik sekolah daripada harus minum ramuan Nenek Sri,” ucap Alice sambil menggelengkan kepala, “Ramuanya sangat buruk,” lanjutnya sambil bergidik.

Anna hanya bisa tersenyum ketika melihat tingkah laku putri kesayangannya itu, ia kini tengah memakaikan celana pendek selutut berwarna putih kemudian menyisir rambut putrinya dan menguncirnya menjadi dua.

“Sekarang kau sudah cantik seperti biasanya... pakai sepatumu dan pergilah sarapan bersama Kakek dan Nenek, sekarang giliran Mamah untuk berganti pakaian,” ujar Anna yang langsung dituruti Alice tanpa banyak komentar.

Anna membuka lemari pakaiannya dan kemudian membuang napas berat ketika melihat koleksi pakaiannya yang tak seberapa, dan akhirnya Anna memutuskan untuk memakai dress selutut berwarna kuning dengan bunga-bunga kecil dipadu padankan dengan cardigan panjang berwarna putih, yang ia beli di festival tahun lalu. Anna jarang sekali membeli pakaian untuk dirinya sendiri ia lebih memilih untuk membeli pakaian Alice seandainya memiliki uang lebih, mungkin inilah salah satu sifat keibuan yang tanpa disadari ia miliki dengan sendirinya.

“Selamat pagi, sayang,” sapa Mamah Sri sambil tersenyum lembut menyambutnya di meja makan. Mereka terbiasa berbica menggunakan bahasa Indonesia ketika sedang berada di rumah hanya untuk mengurangi rasa rindu kepada tanah kelahiran mereka berdua.

Mamah Sri sudah lebih dari lima belas tahun pindah ke Ribeauville sejak ia menikah dengan Paul, tapi sayang mereka tak dikarunia seorang anak hingga akhirnya Anna datang melengkapi pernikahan mereka dan mereka bersikeras meminta Anna untuk memanggilnya dengan sebutan Mamah dan Papah, dan ia bersyukur karena dipertemukan dengan pasangan yang terlihat saling mencintai dan baik hati seperti mereka walaupun hidup dalam keadaan pas-pasan.

“Selamat pagi,” jawab Anna sambil mengecup pipi kedua orangtua angkatnya, “Kami harus pergi sekarang, Jared baru saja menghubungiku kalau barang-barang sang penyewa akan datang pagi ini, dia meminta bantuanku untuk mengawasinya sebelum orangnya datang.”

“Anna... kau harus sarapan dulu!” Seru Paul setelah meilhat Anna menggandeng Alice sambil berjalan dengan cepat keluar tanpa menyentuh sarapannya dan hanya meminum segelas susu.

“Aku akan sarapan di toko,” ujar Anna dengan sedikit berteriak karena saat ini ia sudah berada di luar dan mulai berjalan menuju halte bis untuk menuju kota.

Setengah jam kemudian mereka telah sampai di kota, Anna mengantarkan Alice ke sekolahnya terlebih dahulu sebelum akhirnya dia pergi ke rumah putih milik Jared. Ia tengah berjalan melintasi penginapan “Ribeauville Palace” ketika seseorang memanggil namanya, Anna membalikan badan untuk melihat siapa yang memanggilnya dan di sanalah perempuan dengan rambut pirang hasil karya satu-satunya salon yang ada di kota itu tengah berdiri menghadapnya dengan senyum angkuh menghiasi bibirnya.

“Apa kau memanggilku?” tanya Anna sambil menatap Deobora, yang hari ini mengenakan celana kulit hitam ketat dan blus putih berpotongan leher rendah, sebuah kalung emas berbentuk rantai yang sangat besar menghiasi lehernya dan mantel bulu macan yang sangat tebal melengkapi penampilannya hari ini. Dan mantelnya yang mencolok sukses membuat Anna berpikir macan jenis apa yang memiliki bulu selebat itu?

“Anna, sayang, apa kau tahu apa yang putri kecilmu lakukan kepada Chrisku yang manis?” tanyanya memulai sesi percakapan membuat Anna mengangguk dan diam-diam membuang napas berat.

“Iya, aku minta maaf soal itu,” ucap Anna dengan tulus sambil berusaha menahan emosinya, saat ini terlalu pagi untuk diisi dengan pertengkaran dan yang pasti dia sedang terburu-buru.

“Anna, apa kau tak pernah mengajarkan putrimu untuk tidak bersikap kasar?”

Ok, amarah Anna mulai tersulut tapi dia akan menghitung sampai tiga, kalau dia sampai menghinanya sebanyak tiga kali maka dia tak bisa menjamin apa yang akan dia lakukan.

“Oh, dear, aku tahu kalau kau pasti kesulitan membesarkan anak nakal itu seorang diri tanpa suami, tapi kau tetap harus mengajarinya sopan santun.”

Dua. Anna menghitung dalam hati, dia kini mulai menatap perempuan di hadarannya dengan sorot mata tajam.

“Chris, adalah putraku yang sangat berharga dan anak paling manis yang ada di sini, dia menangis seharian kemarin karena tubuhnya kotor oleh lumpur,” ucapnya sambil meringis jijik ketika mengucapkan kata lumpur, “Anna, sayang, putra kecilku tak melakukan kesalahan apa-apa dia hanya mengatakan kalau Alice tidak memiliki seorang ayah, tapi itu benarkan? Dia berkata jujur, tapi putrimu malah memukulnya sampai terjatuh ke dalam lumpur...”

“Tiga!” geram Anna sambil memejamkan matanya kuat-kuat sebelum menatap Deobora dengan mata nyalang membuat perempuan itu terbelalak kaget melihat perubahan sikap perempuan dihadapnnya.

“Dengar! Satu... yang harus diajarkan sopan santun itu anakmu, Chris karena hanya berani melawan anak perempuan yang baru berumur lima tahun,” geram Anna sambil berjalan perlahan mendekati lawannya yang belum sembuh dari keterkejutannya, “Dua... Alice mempunyai seorang ayah. Apa kau tidak pernah belajar Biologi? Apa menurutmu anak bisa lahir hanya dari seorang perempuan saja?” Deobora mengelengkan kepala dengan sorot mata takut, membuat Anna kembali melangkahkan kaki semakin mendekatinya, “Dan tiga... Alice sama berharganya untukku, seperti Chris bagimu, jadi jangan berani-berani menghinanya atau bukan cuma putramu yang akan mandi lumpur tapi kalian berdua akan mandi lumpur bersama. Apa – kau – pa – ham?” lanjut Anna dengan suara menggeram tepat di depan wajah Deobora yang sudah pucat pasi, perempuan itu hanya bisa mengangguk pelan sebagai jawaban, membuat Anna menatapnya puas.

“Bagus, sekarang bilang kepada putramu jangan pernah mengganggu putriku kalau tidak aku yang akan melemparkan kalian berdua ke dalam kubangan lumpur. Selamat tinggal!” ujar Anna sebelum pergi meninggalkan Deobora yang menganga tak percaya kalau dia dikalahkan oleh perempuan yang lebih muda daripada dirinya.

Dengan masih menahan emosi Anna pergi ke rumah bercat putih, sepanjang jalan ia terlihat mendumel tapi ia akan tersenyum ketika para tentangga menyapanya. kota kecil seperti Ribeauville membuat semua orang saling mengenal satu sama lain itulah sebabnya ia merasa nyaman berada di kota kecil itu, terlepas dari orang-orang seperti Deobora yang selalu iseng untuk ikut campur dengan kehidupan pribadi orang lain.

Anna semakin mempercepat jalannya ketika melihat sebuah mobil box berwarna biru telah terparkir di depan rumah bercat putih itu. Dan sepanjang pagi sampai dengan waktu makan siang hari itu Anna habiskan untuk merapikan barang-barang calon penghuni rumah yang ternyata seorang dokter, ia begitu antusias ketika melihat beberapa alat medis diturunkan dari dalam mobil box mengingatkannya kembali kepada cita-citanya dulu.

Ia tersenyum bahagia ketika mengetahui sang penghuni baru adalah seorang dokter, mengingat dokter di kota itu baru saja pindah sehingga membuat warga di sana harus pergi ke kota tetangga untuk berobat. Anna baru saja selesai menyusun dus-dus di pinggir ruangan agar terlihat rapi ketika ia mendengar suara Alice memanggilnya, Anna membalikkan badan sambil tersenyum lebar untuk menyambut malaikat kecilnya tapi seketika ia hanya berdiri mematung menatap pemandangan di hadapannya.

Di hadapannya tengah berdiri seorang pria dengan badan tinggi menjulang, kulitnya putih bersih, hidung mancungnya terlihat tajam, rambutnya tersisir rapi, dia terlihat sangat tampan dengan mengenakan celana jeans, kaos tutleneck berwarna putih dan sebuah coat hitam selutut. Tapi yang membuat Anna kaget adalah karena tangannya terlihat menggendong Alice dengan sangat lembut.

Anna melihat pria itu tersenyum sambil menatap putrinya yang membuat jantungnya berdetak kencang ketika melihat senyum itu, beberapa saat ia seperti tersihir oleh ketampanan pria di hadapannya sebelum akhirnya ia melihat pria itu menurunkan Alice yang langsung berlari ke arahnya.

“Mamah, lihat, aku membawa Daddy untuk kita,” ucapnya dengan penuh semangat membuat Anna menganga tak percaya, ia mantap pria itu dan Alice secara bergantian terlihat bingung.

“Dad-dy?" ujarnya tak percaya yang langsung mendapat anggukan semangat dari putrinya.

*****

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!