NovelToon NovelToon

Jerat Dendam Sang Mafia

Pembantaian

Selamat membaca ...

...****************...

Brakk!

Suara dobrakan pintu, membuat semua orang yang sedang bersantai di ruang tamu merasa terkejut.

“Siapa kalian!” geram tuan Darian, saat melihat kelompok berbaju hitam menyerang rumah mereka dengan membawa senjata api.

“Siapa kalian sebenarnya!” teriak Elina, istri Darian.

“Pah, siapa mereka?” tanya Derick, putra sulung tuan Darian.

“Entahlah, papah juga tidak tahu,” jawab tuan Darian yang memang tidak mengetahui kelompok berbaju hitam tersebut.

Dorr! Dorr! Dorr!

Tiga tembakan dari arah luar, melesat mengenai dada kiri sang putra, Derick. Elina dan Darian pun teriak histeris saat melihat putra mereka jatuh tak sadarkan diri lagi.

“Derick! Bangun Nak! Bangun sayang!” teriak Elina histeris.

“Derick sudah tiada mah. Bedebbbahh! Siapa kalian sebenarnya!” teriak tuan Darian dengan mata yang sudah memerah dipenuhi kabut amarah. Ia tak sanggup melihat putra semata wayangnya mati mengenaskan di depan matanya sendiri.

Hahaha!

Suara tawa menggelegar dari seorang pria yang baru saja masuk ke dalam rumah mewah tersebut.

“Apa kau puas melihat kejutan dariku?” tanya seorang pria dengan senyum devil nya.

“Siapa kau! Berani sekali kau membunuh putraku!” geram tuan Darian saat melihat seorang pria, yang ia yakini sebagai ketua kelompok baju hitam itu.

“Tanyakan pada putrimu. Kemana putri sialan mu itu!” gertak seorang pria tersebut dengan tatapan mautnya.

“Siapa kau? Kenapa kau mencari putriku. Ada urusan apa kau dengannya!” geram tuan Darian pada sosok pria yang tidak tahu asal muasalnya.

“Aku Deva, kakak seorang perempuan, yang sudah dibunuh oleh putrimu!” ucap Deva dengan penuh tekanan.

Mendengar hal itu, tuan Darian Dan Elina menggelengkan kepala, karena merasa hal itu tidak mungkin dilakukan oleh putrinya yang lemah lembut, bahkan pada lalat pun, wanita itu selalu merasa kasihan. Lalu, bagaimana bisa putri mereka membunuh seseorang.

“Kau berbohong! Putriku tidak mungkin membunuh adikmu!” ujar tuan Darian menggeleng tak percaya.

Bugg! Bugg! Bughh!

Tanpa berbasa-basi lagi, Deva memukul pria paruh baya tersebut, hingga tak berkutik dan megeluarkan banyak darah dari sudut bibirnya.

“Kalian habisi mereka sekarang juga, jangan sampai ada yang tersisa. Cari gadis itu secepatnya di seluruh penjuru rumah ini. Cepat!” titah Deva dengan tegas tanpa bantahan sedikitpun.

“Apa yang akan kalian lakukan! Lepaskan aku! Pah! Papah!” teriak Elina meminta pertolongan suaminya.

Aarrgghh! Elina menjerit.

Kedua tangan Elina dipotong hingga terputus.

Dorr! Dorr! Dorr!

Deva langsung menembak mati Elina.

“Ck! Berisik sekali,” Deva berdecak.

“Biad dab! Elina!” teriak tuan Darian histeris.

“Apa kau sedang memujiku. Terdengar sangat indah,” ucap Deva sambil tersenyum smirk ke arah tuan Darian.

“Aku bahkan tidak tahu apa kesalahan keluarga ku padamu, hingga kau tega membunuh kami tanpa alasan,” ucap tuan Darian terisak. Kini yang ada dalam pikirannya adalah keberadaan putrinya.

Ia berharap putrinya tidak akan pulang malam ini, berharap putri kecilnya tetap hidup dan bahagia seperti yang ia inginkan.

“Aku sudah memberitahu mu, aku hanya ingin, keluargamu membayar semua perbuatan yang telah dilakukan putrimu,” ucap Deva dengan santai dan menatap tuan Darian dengan sangat dingin.

“Tolong, jangan sakiti putriku, cukup kami saja yang mati, tapi tolong biarkan putriku hidup,” pinta tuan Darian memelas.

“Kau terlalu banyak bicara,” ucap Deva malas.

Dorr! Dorr! Dorr!

Kini seluruh keluarga Darian sudah bersimbah darah, mati mengenaskan di tangan pria yang tak punya hati. Deva yang melihat segala penjuru sudah kosong, akhirnya sadar, jika putri keluarga Emery yang tersisa, kini tidak ada.

“Galen, kemana perginya wanita itu?” tanya Deva sambil menatap tajam ke arah sang Asisten.

“Sepertinya masih di Rumah Sakit Bos,” jawab Galen sang asisten. Deva juga tahu, jika putri Darian itu adalah teman adiknya, Erika.

Deva yang tahu akan hal itu, akhirnya memilih menunggu di rumah yang sudah bersimbah darah tersebut. Ia hanya ingin melihat reaksi wanita yang sudah membunuh adiknya, saat melihat mayat keluarganya nyata di depan mata.

“Pah, mah! Aku pulang,” Deva mendengar suara seorang wanita, yang ia yakini putri Darian, pembunuh adiknya.

“Selamat datang, jal lang,” sapa Deva membuat wanita yang baru saja masuk terkejut melihat isi rumahnya.

“Papah! Mamah! Kak Derick!” teriak wanita tersebut langsung berlari menuju mayat keluarganya. Namun, wanita itu terhenti saat tangan kekar melingkar di lehernya.

“Apa kau bahagia, melihat keluargamu?” tanya Deva sambil menampilkan senyum devilnya.

“Gila! Kau seorang pembunuh! Kenapa kau membunuh keluargaku, kenapa!” teriaknya sambil terisak.

“Ini adalah balasan mu, karena sudah berani membunuh adikku,” bisik Deva dengan menekan setiap ucapannya, matanya memerah menahan amarah. Tak tahan dengan api amarahnya, Deva langsung mencekik leher wanita tersebut.

Akkhh! Ringis wanita yang dicekik oleh Deva.

“Davina Emery, aku akan membuatmu membayar semua penderitaan dan rasa sakit yang diterima oleh adikku,” desis Deva tanpa melepaskan cekikan yang ada di leher Davina.

“Apa salahku! Kenapa harus keluargaku, hah! Kenapa!” geram Davina berusaha berteriak dengan suara tercekat, tapi Deva yang mendengar hal itu malah tersenyum smirk, membuat Davina semakin takut dibuatnya.

“Kau masih berani mencoba berteriak padaku. Apa kau tidak tahu malu menanyakan apa kesalahan mu sendiri, hum,” desis Deva menatap tajam ke arah tawanannya.

“Aku tidak tahu! Bunuh saja aku! Cepat!” Davina memberontak, tapi Deva tak bergeming sedikitpun.

Krekk! Deva mengilirkan tangan Davina.

Arrghhh! Davina menjerit.

“Galen, kau urus semuanya tanpa ada yang tersisa sedikitpun. Kabari aku jika sudah selesai,” titah Deva pada sang asisten.

“Baik Bos,” ucap Galen tegas dan segera bergerak dengan anak buahnya yang lain, untuk mengurus kekacauan tersebut.

Setelah memberi perintah pada sang asisten, Galen. Deva segera menyeret Davina keluar secara paksa, ia tidak peduli pada wanita yang tengah menjerit sambil memberontak.

“Papah! Mamah! Kak Derick! Maafkan aku,” teriak Davina yang terus diseret secara paksa.

Brakk!

Deva mendorong tubuh mungil wanita itu ke dalam mobil miliknya.

“Aku pikir kau cukup untuk memuaskan aku beberapa hari ini,” ucap Deva sambil menampilkan senyum smirknya.

“Ap-apa yang akan kau lakukan! Cepat keluarkan aku dari sini!” bentak Davina berani dengan lelehan bening di pipi indahnya.

“Sebelum kau mati di tanganku. Akan lebih baik jika kau melayani aku. Anggap saja kau menebus semua rasa sakit yang diderita Erika,” ucap Deva menekan setiap ucapannya.

Degg!

“E-erika, kenapa dengan erika? Ada apa dengan dirinya?” tanya Davina yang tak tahu apa-apa. Davina dan Erika memang berteman. Mereka bekerja dalam satu Rumah Sakit swasta di kota tersebut.

“Kau tidak perlu berlaga polos di hadapanku, karena kau tak lebih hanya seorang wanita murahan di mataku,” ucap Deva sambil mendekati Davina, berusaha menjamah tubuh wanita yang ada di hadapannya tersebut.

...****************...

Terima kasih.

Penjelajah

Selamat membaca ...

...****************...

Deva yang melihat lelehan bening di pelupuk mata Davina, langsung tersenyum smirk, dan semakin mendekatkan dirinya, pada wanita yang meringsut ke pojok pintu mobil.

“Apa yang akan kau lakukan! Cepat lepaskan aku! Aku tidak tahu apapun!” bentak Davin yang berusaha untuk berontak dan mendorong tubuh kekar milik Deva.

Plakk!

Deva menampar pipi mulus milik Davina dengan sangat kasar, hingga wanita itu meringis sambil memegangi pipi dan mengusap sudut bibirnya yang mengeluarkan darah segar.

Ahss! Desis Davina sambil menatap tajam ke arah Deva.

“Kau tidak pantas menatapku seperti itu. Sebaiknya layani aku secepatnya,” geram Deva pada Davina, yang berani menatap tajam ke arah dirinya.

Srekk! Srekk!

Deva merobek pakaian atas milik Davina, membuat wanita ketakutan dan menyilangkan kedua tangannya, menutupi gunung himalaya yang hampir longsor di terjang topan.

“Hentikan! Aku mohon hentikan!” teriak Davina histeris, ia tidak ingin lebih hancur lagi saat pria yang ada di hadapannya menghancurkan hidupnya.

“Aku Deva, tidak akan pernah melepaskan mangsaku dengan mudah,” desis Deva sambil terus menjamah tubuh Davina.

Tanpa menunggu lama lagi, Deva akhirnya dapat menjelajahi gunung himalaya indah tersebut tanpa hambatan, meskipun terkadang banyak rintangan, tetapi Deva bisa menyingkirkannya dengan sangat mudah. Tak hanya gunung himalaya, tapi juga hutan belantara yang terdapat danau yang dalam, sedalam Palung Mariana.

Deva yang bergerak cepat, sudah bercucur keringat kepuasan. Dengan tersenyum penuh kemenangan ia layangkan pada seorang wanita yang berada dalam kungkunngannya.

Deva menatap Davina dengan tatapan mengejek. Wanita itu hanya meringis kesakitan. Tak ada nikmat yang Davina rasakan, karena Deva melakukannya dengan sangat kasar dan juga kekerasan. Davina tak lagi memikirkan hidupnya yang sudah hancur, oleh pria yang merupakan kakak dari temannya sendiri.

Davina hanya ingin hal ini cepat berlalu dan ingin segera menyelesaikannya. Davina sungguh muak melihat wajah Deva yang terlihat begitu menjijikan, bahkan pria itu sangat menikmati permainannya, sampai mengeluarkan suara yang membuat Davina benci pada tubuhnya sendiri.

“Kau sangat nikmat,” ucap Deva yang terus mengayunkan pinggulnya dengan cepat, sambil mengeluarkan suara yang terdengar sangat menjijikan di telinga Davina. Namun, mendengar hal itu, membuat Davina memalingkan wajahnya sambil menggigit bibir bawahnya.

Kini bukan hanya hati Davina yang hancur, tapi tubuhnya juga sudah ternodai oleh pria yang tak punya hati seperti Deva.

‘Aku bersumpah pada diriku sendiri, akan membalaskan rasa sakit ini padamu, Dev. Aku bersumpah tidak akan terjatuh lebih dalam pada pria iblis seperti dirimu, Deva,’ batin Davina sambil memejamkan matanya. Kini ia benar-benar merasa jijik dengan tubuhnya sendiri, cara Deva yang kasar, membuat Davina merasakan sakit di sekujur tubuhnya.

“Kau sangat sempit,” ucap Deva yang kini mulai mengayunkan pinggulnya secara perlahan. Dapat dilihat dari raut wajah Deva, yang sangat menikmati permainan itu.

"Sakit, tolong lepaskan aku. Aku mohon lepaskan,” ringis Davina sambil terisak saat Deva memulai dengan kasar kembali.

Plakk! Plakk!

Deva memukul balon raksasa yang di belakang hutang belantara itu dengan sangat keras, membuat Davina meringis sakit dan langsung diam karena ketakutan.

“Jika kau masih banyak bicara, aku tidak akan segan melakukannya dengan lebih kasar daripada ini,” ucap Deva memperingati tanpa menghentikan ayunannya.

Deva sudah sampai pada puncak titik kenikmatannya, dan mengeluarkan bisa ular cobra miliknya di dalam sana.

“Cih! ternyata kau masih gadis. Tapi bagus juga, karena aku tidak memakai bekas orang lain,” ucap Deva berdecih. Pria itu langsung memakai kembali pakaiannya, kecuali jaket hitam miliknya.

Davina bangkit duduk dan memakai kembali segitiga bermuda nya, tapi ia tidak bisa menutupi kacamata yang terpampang jelas di depan sana. Apalagi isi dari dalam kacamata itu hampir menyembul keluar karena besar dan sintal. Melihat hal itu saja, membuat Deva ingin kembali menyerang wanita itu.

Namun, Deva segera melemparkan jaket hitam yang ia pegang. Hari ini ia harus segera membereskan kekacauan yang telah ia lakukan, sebelum polisi mencium jejak dari perbuatannya pada keluarga Emery.

“Pakai jaket ini, karena aku tidak ingin melihat tubuhmu yang sangat menjijikan itu,” ucap Deva sambil melirik Davina dengan tatapan dinginnya. Tanpa menunggu lama lagi, akhirnya Davina segera memakai jaket milik Deva, untuk menutupi tubuhnya.

Tak berselang lama, Galen sang asisten datang dan memasuki mobil. Seolah pria itu tahu, bahwa permainan Deva sudah selesai.

“Apa kau sudah selesai dengan tugasmu?” tanya Deva dengan dingin. Rasanya suasana itu terasa mencekam.

“Sudah Bos, saya sudah membereskan semua mayat keluarga Emery dan para pembantunya,” jawab Galen tegas.

Mendengar hal itu, membuat Davina menggelengkan kepala seolah tak percaya, dengan apa yang ia dengan saat ini. Keluarga yang sangat ia sayangi telah tiada semuanya. Hingga lelehan bening mengalir deras tak bisa ia bendung. Menggeleng dan terisak, kini Davina mulai berontak sambil teriak histeris.

“Dev, apa yang kalian lakukan pada keluargaku! Apa! Cepat katakan padaku, di mana letak kesalahanku, hingga kau membunuh orang yang tak bersalah! Cepat katakan padaku!” teriak Davina histeris, sambil menggoyangkan tubuh Deva dengan kasar, bahkan wanita itu memukuli Deva secara membuta, meskipun hal itu tak berarti apa-apa bagi Deva.

Deva yang sudah tak tahan dengan sikap Davina, langsung mencekik wanita itu hinggan wajahnya memerah.

“Kau adalah wanita yang tidak tahu malu, bahkan kau mempertanyakan apa kesalahan mu. Baiklah, akan aku beritahu, apa kesalahan mu. Kau adalah penyebab kematian Erika, kau sudah mengambil kehidupanku. Sekarang, aku sudah membalaskan dendam ku, yaitu mengambil seluruh kehidupanmu,” ucap Deva menatap Davina dengan tatapan tajam, sambil menekan setiap kata yang ia ucapkan.

Davina yang mendengar hal itu sangat terkejut, sambil berusaha menggelengkan kepalanya tanda ia mengelak. Bahkan, ia juga merasa terkejut dengan kematian temannya, Erika. Apalagi wanita itu menyangkutkan dirinya sebagai penyebab rasa sakitnya.

Sungguh, Davina tidak tahu apapun tentang hal ini. Ingin ia mengelak semua ucapan Deva, tapi ia tidak bisa melakukannya. Tangan kekar milik Deva, yang melingkar di lehernya, semakin kencang dan membuat ia sulit untuk bernapas.

‘Erika, sekarang rasa sakit mu akan kakak bayarkan. Kakak akan melakukan apapun, untuk membalaskan semua derita yang selama ini kamu rasakan,’ batin Deva yang kembali merasakan sakit saat kehilangan keluarga satu-satunya yang ia miliki di dunia ini.

Ya, Deva dan Erika adalah anak yatim piatu. Mereka terlahir dari keluarga miskin, hingga sampai saat kedua orang tuanya sakit karena tidak bisa berobat, membuat Deva semakin bertekad untuk mendapatkan uang dengan cara apapun.

Deva, berjanji akan menjaga dan melakukan apapun untuk adiknya, Erika. Bahkan ia sampai rela memasuki dunia bawah dan membangun organisasi mafia terkuat sindikat obat terlarang dan juga senjata ilegal.

...****************...

Terima kasih.

Ledakan

Selamat membaca ...

...****************...

Hingga pada akhirnya, Erika tampak murung dalam waktu beberapa hari. Saat Deva hendak menemui wanita ceria itu, langkahnya terhenti seketika, tulang-tulang dalam tubuhnya seolah rontok entah kemana. Lututnya lemas, wajahnya memerah, matanya mulai panas, sampai lelehan bening meluncur bebas membanjiri pipinya.

Deva menemukan adiknya bunuh diri dengan menyayat nadi di pergelangan tangannya. Setelah membereskan pemakaman Erika, Deva melihat buku Diary milik adiknya tersebut. Di sana terdapat tulisan ‘Demi Davina Emery’.

Sejak saat itu, Deva mengira bahwa Davina lah yang menjadi penyebab utama atas kematian adiknya, Erika.

“Galen, cepat ledakan rumah itu,” ucap Deva bernada perintah, ia mengucapkan dengan dingin.

Sedangkan Davina yang mendengar hal itu, menggeleng dan teriak histeris, wanita itu sangat ingin mencegah pria yang menjadi asisten Deva, agar tidak menekan remot kontrol untuk meledakan bom, yang ada di dalam rumahnya.

“Jangan! Tidak! Aku mohon jangan lakukan itu!” teriak Davina yang ingin merampas remot tersebut, tapi sayangnya, Deva sudah lebih dulu menahan tubuhnya agar diam dan tetap menyaksikan kehancuran rumah beserta isinya.

Dduaaarrr! Dduaaarrr!

Dua bom meledak di dalam rumah mewah dan megah tersebut. Menghancurkan setiap bangunan yang besar dan kokoh. Deva yang melihat hal itu langsung tersenyum penuh kemenangan.

“Aarrrggh! Tidak! Kau iblis! Kau biad dab!” teriak Davina histeris saat melihat rumah yang ia tempati bersama orang-orang yang ia cintai, kini sudah hancur berkeping-keping, bahkan sudah menjadi debu.

Rumah tempat ia dibesarkan dengan penuh kasih dan sayang, dan dengan cinta di dalamnya. Kini sudah sirna ditelan api.

Hahaha!

Deva tertawa bagai iblis, ia sangat bahagia melihat wanita yang ia yakini sebagai penyebab adiknya bunuh diri, akhirnya ikut merasakan sakit yang ia dan Erika alami.

“Kerja bagus, Gal. Sekarang mari kita pulang,” ucap Deva tanpa merasa bersalah sedikitpun.

“Baik Bos,” ucap Galen menyetujui dan segera menancapkan gas mobilnya, membelah jalanan kota yang lumayan sepi saat di malam hari.

“Apa yang kau lakukan, cepat lepaskan aku! Aku mau dibawa kemana, cepat lepaskan aku!” bentak Davina yang tidak tahu mau dibawa kemana.

“Melepaskan mu. Apa kau mau aku lepaskan?” tanya Deva yang langsung dijawab sebuah anggukan memelas oleh Davina. Melihat hal itu, Deva kembali tertawa, seolah Davina adalah sebuah lelucon dalam permainan yang ia rencanakan sendiri.

“Cih! jangan mimpi. Terlalu mudah bagi hidupmu jika aku melepaskan mu begitu saja. Aku ingin kau menemani dan merasakan rasa sakit seperti yang aku rasakan, saat kehilangan orang yang sangat berharga dalam hidupmu. Aku ingin kau menderita hidup dengan diriku,” ucap Deva dingin dengan tatapan tajamnya ke arah Davina.

“Kalau begitu bunuh saja aku, aku mohon bunuh saja aku!” bentak Davina yang sudah tidak tahan dengan pria iblis di hadapannya.

“Baiklah, aku akan memenuhi keinginanmu. Aku akan membuatmu mati secara perlahan di tanganku. Aku sudah mengatakannya padamu, kau akan mati setelah aku puas,” ucap Deva dengan membisikkan hal itu tepat di telinga Davina.

“Kau memang iblis, Dev. Kau bukan manusia, kau iblis!” bentak Davina terisak. Ia sudah tidak tahu apa yang harus ia lakukan saat ini. Ia berpikir mati saat ini adalah jalan terbaik baginya, ia juga tidak akan sanggup jika terus hidup bersama pria iblis seperti Deva.

“Kau sedang memujiku,” ucap Deva sambil tersenyum smirk. Ia merasa sangat bahagia saat melihat air mata Davina, apalagi saat melihat wanita itu benar-benar terpuruk dan tersiksa.

“Galen, besok urus surat pernikahan kami, setelah selesai bawa ke Mansion ku,” ucap Deva memberi perintah pada sang asisten, Galen. Davina yang mendengar perintah Deva pada asistennya, langsung mendongak dan menatap Deva dengan rasa tak percaya. Ia tidak ingin terikat lebih dengan pria yang tak punya hati seperti Deva.

“Baik bos,” seperti biasa. Pria itu selalu patuh tanpa terkecuali.

“Apa maksudmu? Pernikahan siapa yang kau maksud?” tanya Davina yang berharap jika itu hanya prasangka buruknya saja.

“Tentu saja pernikahan kita. Bukankah ini jauh lebih baik, daripada kau tinggal di tempatku tanpa status?” tanya Deva dengan menampilkan senyum penuh kemenangan. Namun, Davina malah menggelengkan kepalanya tak percaya, dengan apa yang di ucapkan oleh pria yang ada di sampingnya tersebut.

“Tidak Dev, aku mohon. Tolong jangan nikahi aku, bukankah aku akan tetap mati di tanganmu. Apa kau mau menjadi duda saat aku mati. Aku mohon jangan nikahi aku,” pinta Davina terisak, bahkan suaranya sudah serak, matanya bengkak dan memerah, tubuhnya sudah dipenuhi memar dan tanda kepemilikan.

Davina sudah tidak tahu lagi, harus bagaimana saat memohon pada pria itu. Ia merasa lelah, tubuhnya juga sudah sangat lemas, apalagi dari tadi ia hanya menangis dan lelah setelah di paksa melayani Deva dengan sangat kasar.

“Apa kau merasa khawatir dengan statusku setelah kau mati? Heh! Kau terlalu naif,” ucap Deva dengan senyum mengejek.

Davina yang mendengar hal itu hanya bisa menangis tersedu-sedu. Berharap semua ini hanya sebuah mimpi buruk baginya, dan segera berlalu. Entah dengan cara apa lagi Davina bisa memohon, agar pria itu tidak menikahi dirinya.

Malam ini Deva merasa sedikit tenang, karena satu persatu targetnya sudah ia atasi. Setelah ini, ia berpikir hanya akan ada sedikit masalah, karena sudah menghabisi keluarga Emery.

Deva Ghazanvar, seorang pria dewasa berusia 30 tahun. Seorang Mafia berdarah dingin. Dengan parasnya yang tampan, mampu menipu siapa saja yang melihatnya. Pria berdarah dingin ini harus membalaskan dendam atas kematian sang adik, pada putri keluarga Emery. Ia bahkan membunuh seluruh keluarga wanita ceria itu hingga tanpa sisa, kecuali putri Emery, Davina Emery.

Davina Emery, seorang wanita cantik berusia 25 tahun. Parasnya yang cantik, dan wanita yang cerdas, merupakan seorang dokter spesialis ahli bedah.

......................

Tanpa terasa, kini mobil mewah milik Deva sudah sampai di sebuah bangunan megah dan mewah. Davina yang tersadar jika dirinya sudah sampai di suatu tempat, langsung melihat sekilas bangunan megah tersebut.

“Kita ada di mana?” tanya Davina penasaran, sambil melihat Deva dengan tatapan menuntut jawaban.

“Turun,” titah Deva dingin, tanpa melirik ke arah Davina sedikit pun. Davina yang mendengar jawaban Deva, langsung memegangi lengan Deva agar tidak di keluarkan dari dalam mobil tersebut.

“Jangan turunkan aku di sana, aku takut. Aku tidak tahu tempat apa itu. Apa kau mau menjual ku pada seorang mucikari?” tanya Davina tanpa henti sambil terisak. Wanita tampak ketakutan.

“Itu Mansion ku. Jika aku mau menjual mu, maka akulah mucikari itu. Sekarang cepat turun,” titah Deva datar. Pria itu seolah enggan melihat wanita yang duduk di sampingnya tersebut.

...****************...

Terima kasih

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!