NovelToon NovelToon

Dikira Janda

BAB 1 IJAB QOBUL

Di Sebuah ballroom, di hotel salah satu gedung termewah yang ada di kota Malang sudah nampak begitu indah.

Dekorasi yang menghiasi pelaminan sudah nampak sangat mewah. Lampu-lampu yang menghiasi ruangan disana terus saja berkerlap kerlip berganti-ganti warna.

Para tamu dari mempelai pria juga sudah nampak mengisi ruangan yang tadi nampak lenggang. Kini tinggal menunggu mempelai perempuannya datang.

Untuk melangsungkan acara ijab qabul, untuk mengikat dua insan dalam hubungan yang sah. Mengikat dua keluarga untuk menambah tali persaudaraan.

Semua orang langsung menatap ke seorang perempuan yang sudah nampak cantik dengan baju kebayanya.

Make up yang di kenakan mempelai perempuan sukses membuat semua orang terpukau sekaligus pangling. Seperti bukan Reina Dzuhairi Sucipto yang mereka kenal selalu tampil sederhana namun tetap terlihat jelas kesan mewahnya.

Ijab qabul akan segera dilaksanakan setelah Reina duduk di samping lelaki yang kini akan menjabat tangan ayahnya. Lelaki yang semakin bertambah umur karena Reina pun kini sudah berusia 27 tahun.

Meski tidak ada yang bisa mendengar detak jantung mempelai pengantin. Tapi sangat terlihat jelas kedua anak manusia yang akan halal dalam sebuah ikatan pernikahan itu begitu nampak jelas wajah tegangnya.

Semua orang nampak hikmat. Sedangkan mempelai pengantin sama-sama mengeluarkan keringat dingin karena terlalu nervous. Apalagi kini tangan lelaki yang akan mengucap ikrar telah menjabat tangan ayah Reina.

"Saya nikahkan dan kawinkan engkau dengan putri saya, Reina Dzuhairi Sucipto binti Yusuf Dzuhairi Sucipto dengan mas kawin seperangkat alat solat dibayar tunai." Ucap Yusuf menggenggam erat jabatan tangannya pada lelaki yang meminang anak perempuan satu-satunya.

"Saya terima nikah dan kawinnya Reina Dzuhairi Sucipto binti Yusuf Dzuhairi Sucipto dengan mas kawin tersebut tunai." Ucap lelaki tampan di samping Reina dengan satu kali tarikan nafasnya.

"Bagaimana para saksi sah?"

SAH

Seluruh orang yang ada didalam ruangan itu serentak mengucapkan kata SAH memenuhi setiap sudut ruangan disana.

Reina sudah tidak bisa menahan tangis harusnya. Karena pada akhirnya dia telah menjadi seorang istri. Dipersunting lelaki yang begitu sangat mencintainya.

Reina langsung mencium punggung tangan lelaki yang kini telah sah menjadi suaminya. Dan tanpa rasa malu pada semua orang yang ada disana, mempelai pengantin sama-sama mendekatkan wajah mereka hendak melakukan kecupan sekilas.

Plak...

Jika kebanyakan manusia yang bermimpi indah. Dan akan melakukan ciuman namun gagala karena ia terjatuh dari atas ranjang. Atau ia akan mencium bantal guling dalam dekapannya. Itu tidak berlaku bagi Reina karena kini ia mendapatkan tabokan pada bibir seksinya saat monyong-monyong akan berciuman didalam mimpi indahnya tadi.

"Zeeennn..." Teriak Reina saat mimpi indahnya ambyar gara-gara mendapatkan tabokan dari adik satu-satunya.

"Iyaaa..." Teriak Zen tak kalah hebohnya menyahuti teriakan kakak satu-satunya.

Reina langsung bangun untuk mengejar adiknya yang sudah lari kencang keluar dari kamarnya. Reina dan Zen terus berputar-putar mengelilingi sofa yang ada disana.

"Wlek... wlek... nggak kena, nggak kena." Ejek Zen sambil menjulurkan lidahnya. Membuat Reina semakin kesal saja.

"Ini kenapa kok kejar-kejaran?" Tanya Nissa yang baru sampai di lantai atas. Penasaran juga Nissa dengan keributan yang setiap hari selalu meramaikan rumah ini. Padahal yang ribut hanya dua orang tapi ramainya sudah kaya ngalahin pasar.

"Adek tuh nda, main tabok-tabok bibir aku." Adu Reina. Ia langsung mendekati Nissa dan bergelayutan manja.

"Zen nggak boleh seperti itu sama kak Re nak."

"Kak Re manja sukanya ngadu sama nda." Ejek Zen dengan wajah usilnya yang tanpa dosa.

"Biarin. Wlek..." Sekarang Reina yang menjulurkan lidah mengejek Zen.

"Cepet mandi kak Re. Sudah jam tujuh nih. Kan semalem kak Re sudah janji sama Zen mau antar sekolah."

Plak...

Reina menepuk jidatnya sendiri. "Kenapa baru ngomong sekarang sih dek. Kan Kakak ada meeting pagi ini." Bukanya cepat beranjak, Reina malah memarahi adiknya.

"Lagian tidur nggak ingat dunia. Makannya kak kalau habis subuh jangan tidur lagi, tuh Rezekinya di patok ayam." Bocah kecil umur lima tahun itu kini mulai berceramah.

"Namanya juga masih ngantuk dek." Ucap Reina sambil membayangkan lagi mimpinya tadi. "Padahal tadi bagian penting mimpi kakak, gara-gara adek nih mimpi kakak ambyar."

"Re. katanya ada meeting." Nissa mulai mengingatkan.

"Oh iya." Spontan Reina lari kocar-kacer memasuki kamarnya.

.

.

.

"Loh ayah kok pakai baju santai. Bukannya kita hari ini ada meeting?" Tanya Reina. Ia langsung menarik kursi untuk mendaratkan tubuhnya. Segera ia mengambil makanan untuk ia santap.

"Cancel Re." Jawab Yusuf santai.

"Alhamdulillah." Ucap Reina lega.

"Ayah yang cancel diri ayah sendiri. karena Hendri yang menggantikan ayah." Yusuf langsung menyuap roti bakarnya.

Seenak jidatnya sendiri memang. Mentang-mentang perusahaan dipimpin dibawah kendali Yusuf sendiri. Sungguh tidak patut di contoh.

"Jadi Rere pergi sama mas Hendri yah?"

"Betul." Ucap Yusuf singkat sambil mengacungkan jempolnya.

Hendri yang baru saja datang, langsung menuju ruang makan dimana semua keluarga Yusuf sedang berkumpul.

Tidak ada yang menatapnya aneh ataupun heran karena memang begitulah kebiasaannya selama empat tahun terakhir. Tepatnya saat setelah ulang tahun Zen yang pertama kali.

Pada akhirnya, Yusuf memboyong Nissa dan Zen ke Jakarta. Bagaimana pun keinginan Yusuf untuk tetap di Malang. Pada akhirnya ia tetap harus memimpin DS Group secara langsung. Membiarkan adam sendiri yang mengelola perusahaan yang ada di Malang.

Sedangkan Reina, baru enam bulan lamanya ia datang ke Jakarta untuk berkecimpung langsung membantu ayahnya. Karena setelah Reina menyelesaikan S2 nya diluar negeri, Yusuf langsung meminta Reina untuk menyusul ke Jakarta.

"Selamat pagi om." Sapa Zen.

"Pagi Zen." Hendri tersenyum menatap bocah tampan yang duduk di samping Nissa. Anak lelaki yang tengah menikmati semangkuk bubur ketan hitam.

Hendri langsung duduk berjarak satu kursi dengan Reina. Ia melirik kearah Reina sejenak, kemudian melihat Zen lagi. bocah ganteng yang selalu menghipnotis mata. Benar-benar Yusuf junior plek ketiplek. Pasti nanti besarnya Zen akan menjadi bujang good looking. Dan menjadi incaran banyak perempuan. Ah jadi penasaran perempuan mana yang beruntung yang akan menjadi pendamping hidup Zen kelak.

"Makan mas Hen." Tawar Nissa.

Kini Yusuf sudah tidak mempermasalahkan jika istrinya memanggil Hendri dengan awalan kata 'mas'. Karena bagaimana pun istrinya pernah bertetangga dengan keluarga Hendri. Jauh sebelum ia mengenal perempuan yang membuatnya merasakan jatuh cinta lagi.

"Saya sudah makan bu." Sopan sekali Hendri berbicara dengan Nissa saat ada Yusuf seperti ini. Bosnya yang super bucin itu memang mengerikan kalau lagi salah paham dengan Nissa jika dekat dengan lelaki lain.

"Makan Buah atau gorengan Hen. Kasian kalau kamu anggurin itu makanan." Ucap Yusuf.

Ucapan Yusuf adalah perintah bagi Hendri. Akhirnya Hendri menikmati buah anggur yang ada di depannya. Sambil menunggu Reina selesai menyantap sarapannya.

"Om sebelum pergi sama kak Re, antar Zen sekolah dulu."

"Siap bos." Ucap Hendri sambil memberi hormat.

Diusia Hendri yang sudah lebih dari empat puluh tahun, entah kenapa ia masih betah menyendiri. Menyandang status duda dengan sangat santai. Padahal Yusuf yang baik hati sampai memberinya waktu untuk kencan buta agar sekretarisnya itu segera naik pelaminan.

Bersambung...

Update satu kali sehari dulu ya 🙏

Jangan lupa untuk tinggalkan jejak ya sayang kesayangan 🥰 kasih like dan komennya 💋 tab favorit juga ya ❤️

BAB 2 PENGIN ADIK

Hendri mengemudikan mobil dengan kecepatan sedang. Pemandangan macet setiap pagi begini adalah hal biasa yang terjadi di ibu kota. Sudah menjadi menu utama yang tidak bisa dihindari lagi.

Hendri melihat sejenak Reina dari balik kaca mobilnya. Perempuan yang sudah nampak semakin dewasa, yang kini duduk di kursi belakang. Tengah fokus menatap tablet yang ada di pegangan tangannya.

Sedangkan disampingnya ada Zen. Anak bosnya ini sejak tadi juga tengah asik dengan ponsel Reina. Sudah dapat ditebak apa yang dilakukan bocah itu. Benar, Zen tengah bermain Game sambil menunggu mobil sampai didepan sekolahnya.

Mereka semua langsung keluar dari dalam mobil, setelah mobil berhenti didepan gerbang sekolahan Zen.

Zen menghela nafas. Melihat sebelah kiri dan kanannya ada Hendri dan Reina.

"Zen sebenarnya bingung." Ucap Zen mulai drama. Bocah kecil satu ini memang terkadang sok dewasa dengan gayanya sendiri.

"Bingung kenapa dek?" Tanya Reina menatap adiknya yang masih pendek.

"Sebenarnya orang tua Zen itu siapa?"

Hendri mulai tersenyum mendengar pertanyaan Zen yang pasti ada saja drama setiap harinya.

"Ya ayah sama Nda lah dek. Siapa lagi coba?" Reina masih menjawab santai.

"Apa mungkin Zen anak pungut ya kak Re. Kenapa Zen selalu saja sekolah di antar kak Re akhir-akhir ini." Keluh Zen kemudian bernafas sok frustasi.

Reina yang gemes sama adiknya yang suka ngedrama ini langsung menggosek kepala Zen. Rasanya ingin ia uyel-uyel rambut Zen, kalau saja bukan waktunya sekolah.

"Sakit kak Re." Ucap Zen sambil mengusap rambutnya. "Rusak loh nanti rambut Zen yang sudah rapih ini."

"Nggak usah drama ya dek. Semalam kan kamu sendiri yang ingin kakak antar sekolah. Sudah sana cepat masuk." Perintah Reina.

Semenjak Reina tinggal di Jakarta. Zen memang lebih manja padanya. Untung adik satu-satunya, jadi walau terkadang suka ngeselin. Tentu Reina sangat menyayangi Zen.

Zen langsung mencium punggung tangan Reina dan Hendri bergantian. Bocah tampan itu langsung lari setelah mengucap salam. Reina tersenyum melihat adiknya yang lari dengan langkah kecilnya. Adik satu-satunya yang sangat ia banggakan. Bangga dong, orang adiknya good looking free pintar kebangetan.

Reina langsung berbalik untuk segera memasuki mobil. Diikuti Hendri yang langsung duduk di kursi kemudi.

Meski sudah beberapa kali pergi bersama Reina untuk menemui klien, tapi tetap saja duda satu ini merasa canggung saat Reina duduk di samping kursi kemudinya.

"Ayo mas jalan." Ucap Reina.

"Baik bu."

"Ck. Memangnya aku sudah ibu-ibu apa ya?" Tanya Reina kesal sambil menatap Hendri sejenak.

Padahal mereka sudah menyepakati saat berada dirumah atau sedang berdua karena tidak ada karyawan, Hendri cukup memanggil namanya saja jangan menggunakan embel-embel ibu. Nikah saja belum masak di panggil Ibu.

"Lagian kan memang sudah pantas jadi ibu." Celetuk Hendri. Begitu saja mulutnya mengeluarkan kata-kata yang kini membuat Reina menatapnya tajam.

"Mas ada kaca nggak?" Tanya Reina.

"Itu." Tunjuk Hendri santai.

"Mas cepat ngaca sana biar tahu kalau mas Hendri lebih pantas menjadi bapak."

"Sesama belum nikah jangan saling ejek Re."

"Lah yang mengejek duluan kan mas Hendri."

"Lah iya ya."

Hendri melangkah bersama Reina memasuki gedung utama DS Group. Semua karyawan memberikan hormat pada petinggi terpenting di perusahaan ini.

Reina yang sudah jelas putri dari pimpinan mereka. Sedangkan Hendri adalah sekertaris serta tangan kanan Yusuf Dzuhairi Sucipto.

Mereka berdua langsung menuju ruang meeting karena memang para klien sudah menunggu kedatangan mereka.

Inilah akibatnya jika terlalu hanyut dalam mimpi. Bangun jadi kesiangan sehingga membuat para kliean menunggu kedatangan mereka.

.

.

.

Setelah makan malam, Reina, Zen dan kedua orang tua mereka berkumpul diruanng keluarga. Menghabiskan buah stroberi sambil menonton televisi.

"Sweet banget ya dek nda sama ayah." Ucap Reina saat melihat Nissa tidur dipangkuan Yusuf.

Zen mengangguk setuju. "Sini kak Re, tidur dipangkuan Zen biar sama kaya nda." Ucap Zen sambil menepuk paha kecilnya. Membuat Yusuf dan Nissa tersenyum melihat bujang kecil mereka yang sweet banget.

"Ya ampun kamu sweet banget sih dek." Puji Reina sambil menarik kedua sisi pipi Zen yang gembul menggemaskan. "Sudah ganteng pengertian lagi." Puji Reina yang langsung tidur dipangkuan Zen.

"Zen begini juga karena kasian kak Re jomblo terus."

Mak jleb

Baru juga dipuji, Zen sudah membuat Reina gemes sama bibir lemes adiknya ini. "Dek kalau ngomong jangan jujur-jujur kenapa."

Zen mengusap pucuk kepala Reina. "Mending jujur kak Re, dari pada Zen bohong nanti malah semakin nyakitin kakak.”

Sudahlah kalau ngomong sama Zen pasti nggak ada habisnya. Ucapan anak kecil yang kelewat jujur memang susah untuk dibantahkan.

"Sepi nggak sih dek?" Tanya Reina sambil mengamati ayah dan nda mereka.

"Kakak nggak denger. Itu televisi rame banget kak." Tunjuk Zen pada televisi yang menyala. Menonton sekumpulan empat manusia.

"Pengen punya adek nggak Zen?" Tanya Reina tiba-tiba. Ia langsung bangun dari pangkuan adiknya.

"Pengen banget kak. Teman Zen kemarin cerita kalau dia punya adik cantik. Zen juga mau." Tutur Zen bercerita.

Sudah hampi satu tahun terakhir ini Zen memang sering meminta adik pada Nissa. Perkara teman-temannya pamer punya adik baru. Zen jadi tidak ingin kalah juga.

"Ayo kita minta sama ayah dan nda Zen."

Seketika Nissa bangun karena mendengar ucapan Reina barusan. "Kak Re, jangan jadi kompor gas Bledug ya."

"Nda, satu lagi nda. Cewek gitu biar Rere nggak di tengilin sama ini bocah." Ucap Reina sambil menarik pipi Zen.

"Aduh kak Re, sakit." Pekik Zen yang langsung berdiri diatas sofa.

"Aw... Zen stop dek." Pekik Reina saat Zen terus mengacak-acak rambut Reina dengan semangat penuh pembalasan.

Nissa dan Yusuf memang sudah tidak heran lagi dengan kelakuan kedua anak mereka yang selalu membuat keributan.

Dan kini akhirnya adegan Zen dan Reina yang saling acak-acakan rambut, kemudian saling kejar-kejaran lebih menarik perhatian Yusuf dan Nissa. Bahkan layar televisi pun hanya menjadi saksi bagaimana bahagianya keluarga ini.

"Zen ayo sudah waktunya tidur nak." Ucap Nissa.

"Zen nggak mau tidur sama nda. Ayo kak, Zen temani kakak tidur."

"Heh anak siapa kamu, kok seneng banget tidurnya sama kakak. Tidur sendri sana." Ucap Reina.

"Zen kan sayang sama kak Re. makanya Zen temani kak Re tidur. Biar kakak nggak sendirian."

"Ya ampun dek kamu sweet banget lo dek." Puji Reina.

"Lagian ya kak, kalau Zen tidur sama nda juga buat apa. Kan nda sudah sama ayah. Nah kalau kak Rere?"

Kini Reina sudah menyiapkan hati dan perasaan, karena sebentar lagi Zen pasti meruntuhkan pujian yang ia berikan tadi.

"Kan kasian kak Re sendirian nggak kaya nda yang selalu tidur sama ayah, makanya Zen temani kakak."

Apa yang diharapkan dari adik satunya ini. Setelah membuatnya melambung tinggi, bocah usia lima tahun ini pun tak tanggung-tanggung menjatuhkannya lagi.

"Wes lah Zen. Sak karep mu." Ucap Reina yang langsung menuju kamarnya.

"Loh kak. Tungguin Zen." Teriaknya sambil lari cepat.

Yusuf dan Nissa langsung menuju lantai dasar. Karna kamar mereka memang ada dibawah. Keduanya langsung membersihkan diri dan langsung naik keatas ranjang.

Saling berpelukan, itulah yang dilakukan pasangan suami istri setiap saat jika diatas ranjang.

"Ayy..."

"Hem..."

"Ayy beneran nggak ingin kita punya anak lagi?" Tanya Nissa hati-hati.

Yusuf yang sudah memejamkan mata langsung membuka kedua kelopaknya. "Aku belum siap sayang. Aku takut apa yang pernah terjadi saat itu bakal terulang lagi." Sepertinya Yusuf benar-benar trauma saat Nissa koma selama dua minggu.

"Ayy mau ngapain?" Tanya Nissa sambil menangkap wajah Yusuf yang mendekati wajahnya.

"Buatlah, apa lagi."

"Buat adik?" Tanya Nissa memperjelas.

"Buat aja, adiknya mah jangan." Yusuf mengecup bibir Nissa sesaat. "Tiga ronde ya." Bisik Yusuf.

"Kemaruk ayy..." Pekik Nissa.

Padahal tadi pagi mereka sudah melakukan banyak hal dan sekarang Yusuf sudah menyerangnya lagi. Dasar lelaki mantan duda. Untung Nissa ya oke oke saja. Cocok memang.

Reina langsung mencium pucuk kepala Zen. Adik satu-satunya itu sudah nampak tenang dengan mimpinya sendiri. Reina langsung menaikkan selimut sampai pada dada Zen.

Perempuan yang kini sudah berusia 27 tahun itu terus berkedi menatap langit-langit kamarnya. Entah apa yang ia terawang saat ini. Kemudian ia menghela nafasnya, membiarkan semuanya berjalan begitu saja. Karena kini ia harus ikut lelap mengejar mimpi Zen yang entah sudah sampai mana.

Bersambung...

Jangan lupa untuk tinggalkan jejak ya sayang kesayangan 🥰 kasih like dan komennya 💋 tab favorit juga ya ❤️

BAB 3 DUDA KARATAN

Karena malam ini malam minggu. Yusuf dan nissa sengaja mengajak Reina dan Zen pergi ke mall. Lebih tepatnya menuruti maunya Zen yang menagih Janji. Minggu lalu Zen sudah di beri janji Yusuf akan membawanya ke sebuah mall. Namun Yusuf tidak bisa menepati janji karena mendadak harus ke luar kota.

Sejak tadi Yusuf dan Nissa saling bergandeng mesra mengawal kedua anaknya. Karena Zen sejak tadi terus menggandeng tangan Reina.

"Kita kok jadi kaya bodyguard ya ayy." Ucap Nissa.

"Tahu begini kita suruh bodyguard saja buat mengawal mereka." Ucap Yusuf yang semakin mesra menggandeng Nissa. Istrinya yang cantik ini sejak tadi sudah dilirik laki-laki lain membuatnya ingin mencongkel mata orang yang terus menatap kearah mereka.

"Nggak usah tebar pesona ya ayy." Todong Nissa.

Nah kan siapa sebenarnya sejak tadi yang terus di pandang, kenapa sekarang Yusuf yang di tuduh.

"Siapa yang tebar pesona." Bela diri Yusuf. "Ayo cepat sayang jalannya, itu dua anak lebih baik cepat banget jalannya." Ucap Yusuf.

Setelah Zen puas bermain-main. Kini Yusuf dan Nissa mengikuti Reina yang ingin membeli sesuatu.

"Pantes nggak dek?" Tanya Reina pada Zen. Ia menempelkan baju atasan keluaran terbaru dari salah satu brand ternama.

Zen mengusap dagu dengan menggunakan jarinya. Ia sedang nampak menilai kakaknya. "Zen nggak suka."

"Kenapa? Ini bagus loh dek. Model terbaru."

"Bajunya terlalu pendek. Zen nggak suka."

"Inilah akibatnya kalau jomblo. Beli baju minta pendapat sama bocah tengil, sungguh tidak ada romantisnya sama sekali." Gumam Reina menatap Zen penuh selidik.

"Zen tahu kalau adik kakak Rere satu-satunya ini tuh gantengnya paripurna kak. Nggak usah repot-repot lihat Zen begitu. Zen nggak tertarik." Ucap Zen.

Reina mengacak-acak Rambut Zen. "Nemu dimana ya Allah adek model begini." Keluh Reina.

"Coba tanya sama ayah sama nda kak. Nemu Zen dimana."

"Mboh wes lah dek." Reina kembali memilih baju lagi.

Sungguh tidak bisa di percaya oleh Reina, bocah cilik usia 5 tahun jalan pikirannya sudah seperti orang dewasa.

Setelah selesai memilih beberapa pakaian yang sesuai dengan seleranya. Dan yang pasti lebih terttutup karena memang Zen terus saja mengikuti langkah Reina.

"Nda beli apa?" Tanya Reina setelah menghampiri Nissa yang tengah melihat-lihat.

"Nda nggak beli apa-apa. Itu ayah mu yang beli, entah apa." Ucap Nissa sambil menunjuk Yusuf yang tengah berada di kasir.

Tanpa permisi Reina langsung lari menghampiri Yusuf yang akan mengeluarkan kartu ajaib penyelesai masalah. Dan tentunya benda pipih harapan semua wanita dimuka bumi ini.

"Totalnya jadi..."

"Sekalian ini mbak." Reina langsung memotong ucapan mbak kasir. "I love you ayah." Ucap Reina yang langsung meninggalkan kecupan di pipi Yusuf tanpa rasa malu sedikit pun. Ia langsung lari meninggalkan Yusuf yang berdiri cengok menatap punggung Reina yang mendekati Nissa.

"Astagfirullah. Anak ku setelah aku gaji masih saja morotin ayahnya sendiri." Gumam Yusuf. "Sekalian mbak."

Meski belum jam 9 malam tepat. Tapi Yusuf sudah mengajak istri dan anak-anaknya untuk segera pulang.

"Itu bukanya mas Hendri Ayy." Ucap Nissa pada lelaki yang semakin melangkah dekat kearah mereka. Lebih tepatnya kearah escalator turun.

"Selamat malam pak, bu." Sapa Hendri sedikit membungkuk.

Mereka langsung sama-sama menaiki escalator turun. Dan langsung menuju basemen dimana mobil mereka berada.

"Kamu kesini kencan atau ngapain Hen?" Tanya Yusuf penasaran.

"Belanja pak." Jawab Hendiri sambil menunjukkan bag dengan merk ternama.

"Ck. Aku kira tadi kencan. Padahal kalau kamu kencan aku mau naikkan gaji kamu tiga kali lipat dalam satu tahun ke depan." Ucap Yusuf kesal.

Jelas saja Yusuf kesal, karena selama menjadi sekretarisnya, Hendri tidak pernah meminta izin atau cuti untuk sekedar berlibur dengan pujaan hati.

"Saya akan tagih janji bapak kalau sudah menemukan seseorang yang tepat." Ucap Hendri.

Matanya melirik sejenak gadis yang masih asik bercanda dengan adik dan ibu sambungnya.

"Secepatnya. Keburu beruban rambut mu nanti nggak ada yang mau." Peringatan Yusuf sungguh pedas.

"Baik pak. Kalau begitu saya permisi."

"Eh tunggu Hen."

"Ada apa pak?"

"Kamu sudah mau pulang kan?" Tanya Yusuf.

Hendri sudah paham denngan gelagat raut wajah Yusuf saat ini.

"Saya yang akan mengantar Reina dan Zen pulang pak." Ucap Hendri telak.

"Ck. Kamu ini sok tahu. Memangnya aku tadi mau mengatakan itu. Ya sudah sana, antar kedua anakku pulang dengan selamat."

"Baik pak."

"Ayo sayang." Ajak Yusuf pada Nissa. "Kalian berdua pulang sama duda karatan."

Mentang-mentang sudah punya pawang, sekarang seenggaknya saja Yusuf mengatai Hendri duda karatan.

Nissa langsung menghampiri Yusuf. "Kenapa mereka di antar mas Hendri ayy?" Tanya Nissa heran. Kemudian Yusuf membisikkan sesuatu membuat Nissa memberikan pukulan pada lengan Yusuf sangking gemasnya dengan modus sang suami.

Hendri langsung mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang. Harus ekstra hati-hati karena kini ia membawa emas permata bosnya. Bisa-bisa ia di depak dari DS Group kalau sampai terjadi apa-apa.

Reina sejak tadi merasa heran dengan adiknya yang hanya diam saja. Tidak seperti biasanya yang banyak berbicara dan banyak bertanya.

"Kenapa diam dek?" Tanya Reina sambil mengusap pucuk kepala Zen. Ia duduk di kursi samping kemudi sesuai kemauan Zen yang ingin di pangkuannya.

"Om, memangnya duda karatan itu apa?" Tanya Zen dengan ekspresi polos dan rasa penasarannya.

Zen sudah tahu Arti duda itu apa. Dan karatan itu seperti apa. Tapi ucapan ayahnya yang menyebut Hendri dengan duda karatan membuat Zen berfikir keras.

Seketika mobil yang mereka tumpangi itu mengema suara tawa Reina dan Hendri secara bersamaan. Membuat Zen semakin bingung melihat kedua orang dewasa itu.

"Kok malah ketawa sih, Zen kan tanya. Kak Re juga kenapa ikut tertawa? Apa kak Re tahu Artinya duda karatan?" tanya ulang Zen yang semakin penasaran.

"Coba deh tanya sama kak Re Zen." Ucap Hendri. Membuat ia dan Reina saling tatapan sejenak.

"Kakak mana tahu. Yang duda disinikan om Hendri, bukan kakak. Sudah pasti om hendri yang tahu apa artinya duda karatan. Jadi Zen tanya sama Om bukan sama kakak." Tutur Reina.

"Om apa om?"

"Ehm... Gimana ya jelasinnya. Zen kan sudah tahu Arti duda." Zen mengangguk. "Nah Jadi duda karatan itu Artinya duda jomblo. Tidak punya pasangan. Seperti pasangan ayah dan nda nya Zen." Jelas Hendri sesederhana mungkin. Agar Zen paham dengan mudah.

"Berarti kak Re juga sama karatannya seperti om hendri dong?"

Seketika Hendri tertawa lagi mendengarkan ucapan Zen.

"Kok jadi kakak juga yang dibilang karatan?"

"Kan kata om tadi Duda karatana artinya duda jomblo. Nah kalau kak Re kan kata ayah gadis jomblo, Artinya kak Re gadis karatan."

"Zeeennn..." Pekik Reina sambil menguyel-uyel adiknya, sangking gemesnya dengan mulut adiknya yang selalu tepat mengucapkan sesuatu.

Sedangkan Hendri masih tergelak tawa sambil sesekali melirik ke dua orang yang ada disampingnya. Benarkah dua orang yang dilirik hendri. Entahlah.

"Om beli bakso om." Pinta Zen tiba-tiba.

Bersambung...

Jangan lupa untuk tinggalkan jejak ya sayang kesayangan 🥰 kasih like dan komennya 💋 tab favorit juga ya ❤️

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!