NovelToon NovelToon

Legenda Pedang Naga Puspa

Pedang Naga Puspa

Seorang pria setengah baya tampak berdiri di atas gunung Lawu sambil memegang pedang berwarna merah darah berkepala Naga. Mengenakan pakaian serba hitam dan penutup wajah, dia berdiri dibawah sinar bulan purnama sambil mengatur nafasnya. Diantara tumpukan mayat para pendekar dunia persilatan dari berbagai aliran yang berhasil dibunuhnya, pria itu tersenyum kecil seolah mengejek diri sendiri.

Tetesan darah diujung mata pedangnya terlihat semakin memerah karena terkena sinar bulan purnama. Tak ada sedikitpun kebanggaan terpancar dari wajahnya walau dia telah berhasil membunuh puluhan pendekar dunia persilatan dari berbagai aliran.

Perguruan Naga Puspa dan Perguruan Iblis Hitam yang kali ini memimpin penyerangan di gunung paling ditakuti dunia persilatan bukanlah perguruan biasa. Mereka adalah dua dari kekuatan besar yang saat ini paling disegani, namun kehebatan mereka seolah menghilang dihadapan pria setengah baya itu.

Dia menatap ke atas sambil menarik nafas seolah menyalahkan langit atas apa yang terjadi di malam berdarah itu.

Satu-satunya pendekar yang masih hidup di malam itu atau lebih tepatnya dibiarkan hidup menatap kagum pria yang dijuluki oleh dunia persilatan sebagai iblis berdarah.

"Dengan ilmu kanuragan yang anda miliki, sepertinya hanya sang waktu yang dapat mengalahkan anda tuan Mahasyura," ucap pendekar muda itu hormat.

Pria setengah baya itu menoleh ke arah pendekar muda itu sambil tersenyum dingin.

"Apa ini yang kalian inginkan? Hidup tersiksa oleh kesunyian diantara kejaran para pendekar yang menginginkan kematianmu!" Jawab Mahasyura pelan.

Pendekar muda itu terdiam dia dapat merasakan apa yang dialami pria itu hidup sendirian tanpa teman bahkan hidupnya tidak pernah tentram karena akan selalu dikejar para pendekar yang menginginkan pedang pusaka miliknya. Kematian para pendekar bukan salah pria itu melainkan ambisi dan keserakahan lah yang menyebabkan mereka mati.

Mahasyura menarik aura membunuhnya, dia menyarungkan kembali pedang pusaka yang selama ini menjadi rebutan para pendekar dunia persilatan itu di punggungnya.

"Kau tahu hidup dengan rasa takut? Bukan para pendekar itu yang aku takutkan kan tapi sesuatu yang bersemayam didalam pusaka ini yang setiap detik menyiksaku."

"Pedang Naga Puspa ya? pedang itu benar-benar mengerikan seperti kabar kudengar, bahkan tanpa jurus pedang pun sepertinya bisa membunuh orang dengan mudah." ucap pendekar muda itu dalam hati takjub.

"Kau akan kubiarkan hidup agar menjadi saksi betapa mengerikannya Pedang Naga Puspa ini. Pedang ini harus terkubur bersamaku atau akan ada Mahasyura lainnya yang akan muncul," ucap pria setengah baya itu pelan.

Mahasyura mengingat kembali saat pertama menemukan Pedang Naga Puspa di sebuah hutan larangan saat ayahnya yang merupakan ketua Perguruan Naga Puspa memintanya untuk memperdalam Jurus Naga Puspa yang merupakan jurus andalan milik Perguruan Naga Puspa

Hanggareksa memang sudah memilih anaknya itu sebagai penerus yang akan menggantikan posisinya sebagai ketua perguruan kelak.

Hanggareksa menilai putranya memiliki bakat alami yang lahir setiap seribu tahun sekali.

Saat di hutan larangan itulah dia menemukan Pedang Naga Puspa didalam Gua Kabut yang telah menghilang hampir ratusan tahun dan selama ini hanya dianggap sebagai legenda oleh sebagian orang. Pertemuannya dengan Pedang Naga Puspa itulah yang merubah hidup Mahasyura.

"Ratu adil akan datang dengan kekuatannya sebagai pengadil yang akan menghentikan kekacauan oleh keangkuhan dan keserakahan angkara murka yang mulai menguasai Nuswantoro."

"Hujan darah di bawah sinar bulan purnama akan menjadi awal kehancuran dunia persilatan"

Merupakan Ramalan yang tertulis dinding gua Kabut.

Sejak membaca ramalan itulah Mahasyura bertekad untuk menjadi kuat agar menjadi ratu adil yang menghentikan kekacauan dunia persilatan.

Perlahan namun pasti, perangai Mahasyura mulai terobsesi dengan ilmu kanuragan karena ingin menjadi Ratu Adil yang akan menghentikan semua kekacauan.

Mahasyura mulai menjadi pengadil di dunia persilatan, semua yang dianggapnya sesat dan bisa menjadi bibit kekacauan akan dibunuh tanpa ampun atas nama kebenaran.

Ketika keadilan dipandang dari sudut pandangnya sendiri, Mahasyura tanpa sadar mulai terpengaruhi oleh sesuatu yang bersemayam didalam pedang naga puspa untuk membenarkan pembunuhan atas nama kebenaran.

Sejak saat itu, dia menjadi musuh bersama dunia persilatan, perlahan namun pasti aliran putih yang selama ini membelanya mulai menjauh. Sifat kejamnya membunuh tanpa ampun membuat semua orang enggan mendekatinya.

Mahasyura bergeming semua nasehat para tetua perguruan aliran putih, termasuk ayahnya ketua Perguruan Naga Puspa. Puncaknya saat dia membunuh ayahnya sendiri karena dianggap sesat. Dia sudah bertekad untuk menjadi Ratu Adil yang tertulis didinding gua Kabut walaupun tangannya harus berlumuran darah.

Hingga di malam ini ia tersadar tulisan lanjutan ramalan didinding gua Kabut yang berbunyi (Hujan darah di bawah sinar bulan purnama akan menjadi awal kehancuran dunia persilatan) Seolah menggambarkan dirinya sendiri yang membantai ratusan pendekar. Mahasyura tersadar dialah yang malam ini menjadi tanda awal kehancuran dunia persilatan itu.

"Jika benar aku adalah tanda kehancuran dunia persilatan, Menghilang adalah jalan terbaik. Semoga dengan menghilangnya aku bersama pusaka ini kehancuran dapat dihindari," ucap Mahasyura sambil menoleh ke arah pendekar muda itu.

"Kuburkan mereka semua dengan layak aku akan membuang jauh pusaka terkutuk ini," ucap Mahasyura sambil melangkah pergi.

Pendekar muda itu menatap punggung pendekar tanpa tanding yang telah menjadi legenda dunia persilatan itu hingga menghilang di telan ke gelapan malam bersama pusaka nya.

Suara ayam hutan menyambut pagi seolah menjadi tanda akhir dominasi pendekar paling di takuti dunia persilatan itu.

"Aku yakin anda adalah orang baik, sorot mata itu menunjukkan kesedihan dan penyesalan akibat salah memilih jalan. Selama ini mungkin anda telah membunuh ratusan orang namun mereka yang saling bunuh karena kekuasaan dan

ambisi pribadi sebenarnya jauh lebih kejam dari anda," ucap pendekar muda itu menundukkan kepalanya memberi hormat.

Penghormatan tulus dari lawan yang kagum.

Tak berselang lama setelah kepergian Mahasyura, puluhan pendekar dari berbagai aliran muncul. Pendekar muda itu menggeleng pelan saat melihat mereka sibuk mencari Pedang Naga Puspa tanpa memperdulikan tumpukan mayat dihadapan mereka.

"Apa kau menemukan iblis itu?" teriak salah satu dari mereka.

"Cari sampai dapat! aku yakin dengan lawan sebanyak ini dia pasti terluka," balas yang lainnya sambil menyingkirkan tumpukan mayat itu berharap menemukan pusaka itu berada di sana.

"Iblis? orang yang kalian sebut iblis itu yang memintaku menguburkan mereka dengan layak, dia juga tidak pernah menginjak mayat seperti kalian lakukan. Kalianlah sebenarnya iblis itu," ucap pendekar muda itu sinis sebelum kesadarannya menghilang.

Kisah Cinta Berujung Maut

Dua puluh tahun kemudian

Di desa Kumintir dihebohkan dengan kedatangan beberapa pendekar dari dunia persilatan.

Tampak terlihat disalah satu rumah ditengah desa sudah dikepung oleh para pendekar dengan senjata siap.

Suliwa mengepalkan tangannya wajahnya merah padam dia menoleh putranya yang berumur lima tahun sedang menangis gemetar ketakutan di pelukan ibunya.

Di luar terdengar teriakan-teriakan para pendekar yang memintanya keluar.

Kisahnya berawal lima tahun lalu ketika dia memiliki jalinan kisah cinta dengan Nari Ratih seorang putri dari ketua Perguruan Iblis Hitam yang menjadi istrinya sekarang.

Sedangkan dia sendiri merupakan anak dari ketua Perguruan Naga Puspa.

Kedua perguruan tersebut sering terlibat konflik dan berselisih disebabkan oleh aliran yang mereka pilih.

Untuk membuktikan seberapa besar cintanya kepada kekasihnya itu, dia nekad melanggar aturan perguruan yang sudah bertahan selama puluhan tahun yaitu kedua perguruan mengharamkan setiap muridnya berhubungan satu sama lain.

Karena besarnya cinta mereka, keduanya nekad melarikan diri dan menikah dalam pelarian.

Kejadian itu membuat kedua perguruan bersitegang dan saling menggunjing. Dan pada puncaknya pertempuran dari kedua kubu tersebut tidak bisa dihindari.

Dari pertempuran itu tidak ada yang dikatakan menang atau kalah sampai akhirnya mereka menghentikan pertempuran dan mulai mencari Suliwa dan Nari Ratih untuk diadili karena melanggar aturan perguruan.

Suliwa masuk melangkah pergi ke kamar tidak berselang lama dia datang dengan sebilah pedang ditangannya.

"Kakang," ucap Nari Ratih pelan.

Suliwa menatap istri yang dicintainya itu tampak terlihat pipinya sudah basah akibat air matanya yang sudah mengalir menetes ke anaknya yang berada di pelukannya.

"Semua ini salahku aku yang membuat dirimu berada dalam situasi sulit ini!" ucap Suliwa pelan mengandung penyesalan mendalam.

Nari Ratih menundukkan kepalanya, "Kita telah berjanji untuk hidup bersama menghadapi segala kesulitan yang akan datang semua sudah guratan takdir walaupun hari ini kita akan mati bersama aku tidak pernah menyesal," ucap Nari Ratih tulus.

Ketulusan rasa sayang seorang isteri kepada suami yang dicintainya itu.

"Salah satu dari kita harus hidup karena anak kita tidak boleh terlantar!" ucapnya sambil memandangi putranya iba.

"Tidak Kakang! Aku akan ikut bersamamu menghadapi mereka!" tegas Nari Ratih memiliki pemikiran sendiri.

Suliwa menggelengkan kepalanya pelan lalu menarik nafas dia sudah memperkirakan sifat keras kepala istrinya belum berubah sedikitpun. Bahkan sampai saat ini pun dia sendiri belum bisa menolak atau melarang apa yang menjadi pilihan istrinya itu.

"Meski aku selamat aku akan terus dikejar oleh mereka dan ini sangat bahaya untuk keselamatan putra kita nanti," ucap Nari Ratih mencoba menjelaskan yang ada dalam benaknya.

Meski masuk akal tapi jelas ini soal kehidupan putra mereka nanti akan terlunta-lunta tanpa kasih sayang kedua orang tua disampingnya kalau memutuskan keduanya mati bersama. Begitulah perbedaan pendapat keduanya. Suliwa tidak bisa mencegah apa yang diputuskan istrinya.

Suliwa menatap putra satu-satunya itu kemudian berkata, "Jagalah baik-baik dirimu nak, suatu saat nanti kamu akan mengerti," ucapnya sambil menempelkan telapak tangannya ke dada putranya.

Arya Geni yang tidak mengerti menata ibunya yang sedang memejamkan mata.

"Ayah, Ibu .." ucap anak malang itu sebelum kehilangan kesadaran.

Suliwa dan Nari Ratih menjadi bukti bahwa cinta sejati itu memang ada. Cinta bukan hanya sekedar janji tapi harus ada bukti itulah yang digambarkan kisah cinta mereka.

Arya Geni 1

Seorang pemuda berada dalam balutan kobaran api yang terus menyala membesar menyelimuti seluruh tubuhnya. Meski tidak membakar dan panas namun kobaran api tersebut membuat ruang geraknya sulit.

Sehingga dia hanya menatap tajam sosok mahluk yang diselimuti api dengan mata merah menyala.

"Kau tidak bisa melawan apa yang sudah digariskan!" ucap mahluk itu tersenyum penuh kemenangan.

"Aku tidak peduli!" Jawab pemuda tersebut memalingkan wajahnya.

"Hahahaha cepat atau lambat aku akan segera menguasai dirimu seutuhnya!" ucap mahluk api itu sebelum menghilang.

Kobaran api yang menyelimuti pemuda itu juga ikut menghilang.

*****

Bersama dengan hilangnya sang malam kemudian mentari pagi muncul dari sebelah timur keluar dari balik perbukitan menumpahkan cahayanya membangunkan segala kehidupan yang ada di alam semesta seolah mengingatkan setiap mahluk untuk kembali beraktivitas seperti sediakala.

Seorang suami untuk mencari nafkah dan sang istri memberikan makan untuk anak-anaknya.

Sepertinya hal nya manusia begitupun dengan para binatang mereka juga berpencar untuk mencari makan untuk mengisi perutnya.

"Hari berganti dan pagi telah datang. Sambut pagi dengan semangat baru dan jangan terpaku dengan masa lalu. Langkahkan kaki ke depan untuk menatap masa depan yang lebih baik"

Beringin dengan suara burung berkicau riang saling bersahutan berterbangan menari berloncatan di atas ranting pohon riang gembira. Nampak terlihat dua pemuda sedang berjalan memikul dua wadah air yang terbuat dari kayu.

Arya Geni salah satu nama dari kedua sosok pemuda tersebut yang memiliki wajah tampan layaknya seorang putra bangsawan dengan rambutnya sebahu memakai pengikat kepala berumur sekitar lima belas tahunan.

Sahabatnya bernama Wira memiliki tubuh gemuk kepala plontos umurnya kira-kira empat belas tahunan.

"Kakang, kenapa kita tidak berlatih ilmu beladiri saja aku sudah bosan dengan kegiatan kita sehari-hari ini" ujar pemuda berkepala plontos.

Pemuda yang dipanggilnya itu berhenti lalu menoleh dan berkata, "Setidaknya aku tidak memiliki pemikiran sama dengan kau, Wira!" ucapnya sambil melanjutkan langkah kakinya dan tidak menoleh lagi.

"Hahahaha, apa kamu marah kepada ku" balas Wira menggoda.

Namun Arya Geni tidak menjawabnya melainkan terus melanjutkan langkahnya.

Setelah beberapa saat akhirnya keduanya sampai ke lokasi yang mereka tuju yaitu sudut belakang Perguruan Alas Purwo.

"Sebenarnya aku tidak mengerti dengan jalan pikiran mu Kakang!" ucap Wira masih penasaran.

"Setiap mahluk sudah ditakdirkan untuk memilih jalan kehidupan masing-masing, dan inilah jalan hidupku yang aku pilih" balas Arya Geni yang sedang menuangkan air yang dibawanya ke dalam tong besar.

"Aneh!" gumam Wira namun sangat jelas terdengar ditelinga Arya Geni.

"Apanya yang aneh?" balas Arya Geni menyandarkan tubuhnya.

"Aku melihat kau itu berbakat untuk menjadi seorang pendekar, dan aku yakin jika kau menjadi pendekar bukan tidak mungkin ketua besar akan memilihmu untuk menggantikan posisinya kelak" ujar bocah plontos itu penuh keyakinan dan semangat.

"Ngawur kamu," balas Arya Geni pelan tidak terlalu menanggapinya.

"Aku hanya tidak ingin kalau posisi ketua jatuh kepada orang yang salah, apalagi kepada bocah sombong aku benar-benar tidak bisa membayangkannya" ucap

"Sudahlah itu bukan urusan kita untuk memikirkannya, Eyang guru lebih tahu dari kita" ucap Arya Geni.

"Sepertinya mendengar ada yang membicarakan aku!"

Sontak keduanya menoleh ke arah suara tersebut, dan menemukan lima pemuda yang salah satu nya adalah putra dari tetua perguruan yang bernama Dewangga usianya kira-kira dua tahun lebih tua dari Arya Geni.

Saat ini dia bisa dibilang sebagai murid berbakat diantara murid lainnya. Namun sayang bakatnya tidak dibarengi dengan sifat dan tingkah lakunya yang terbilang saling berjauhan. Wataknya yang sombong dan suka memamerkan kepandaian membuat murid lainnya merasa risih namun mereka tidak bisa berbuat apa-apa karena kedudukan ayahnya sebagai wakil ketua perguruan. Dia orang yang paling tidak senang dengan kehadiran Arya Geni karena ketua perguruan lebih menyayanginya daripada dirinya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!