Terbangun dari tidur panjang semalam dalam ke adaan rambut panjang hitam acak-acakan mirip rambut Tarjan, kelopak mata sulit terbuka, dan menguap beberapa kali. Matanya menyipit saat diliriknya jam di dinding, menunjukkan hampir jam tujuh lewat lima menit. Mengerjap-ngerjapkan mata berharap apa yang barusan ia lihat sebuah kesalahan, membulatkan mata, mulut terbuka lebar tak percaya, namun jam di dinding tidak berubah sama sekali.
"MATI DEH GUE!" teriak gadis itu, bangkit dari tempat tidur secepatnya lari kedalam kamar mandi.
Hari pertama Syihwa masuk ke sekolah SMAN 81 JAKARTA, kelas XI ia murid pindahan dari Cikarang nama lengkapnya Syihwa Prawijaya. Ibunya sedang merintis sebuah usaha di Jakarta selatan. Meski ia sendiri tidak menginginkan pindah secara terpaksa, hanya memiliki satu anggota keluarga yang saat ini bersamanya. Ibu yang sangat ia sayangi.
Keluar dari balik pintu kamar. Nampak rapih mengenakan seragam putih abu-abu. Menuju meja makan, menyambar roti lapis berisi selai kacang yang sudah disiapkan untuknya, mengunyah dan menelan secepat mungkin, melihat segelas susu putih, meneguk sampai habis tak tersisa. Ibunya berangkat kerja sebelum ia bangun dari tidurnya, inilah rutinitas sehari-hari menyiapkan segalanya sendirian.
Tulang punggung keluarga hanyalah ibunya, ia harus memahami situasi dan kondisi saat ini.
* * *
Lari menuju samping jalan raya, kebetulan angkot sedang berhenti mengangkut penumpang. Ia secepatnya masuk ke dalam angkot, beberapa menit kemudian sampai di depan gerbang sekolah turun dari angkot tak lupa juga membayar. Kaki Syihwa bergemetaran, melihat tidak ada siapa pun yang didekat gerbang. Satpam mulai menarik ujung pagar gerbang itu. Lari... lari, kedua tangannya menahan pagar. Tersenyum datar nampak terlihat raut wajah yang memelas. Terpaksa kali ini Satpam memperbolehkannya masuk, menuju ruang kelas XI IPA.
Mengintip dari jendela kelas, memutar bola matanya menengok ke kiri dan ke kanan ruang kelas.
Selamet! Guru belum masuk kelas. batinnya didalam hati.
Baru saja menghembuskan nafas lega seseorang menepuk pundaknya dari belakang, ia mematung detak jantung berdebar was-was. Menarik nafas perlahan-lahan dan menghembuskan dengan keras, memberanikan diri menengok kebelakang.
Tiga detik.
"Eh, ada bapak," memaksakan seculas senyuman ramah.
Mengulurkan telapak tangan kanan wajahnya kembali tersenyum datar, guru yang berdiri di depan pintu menyambut tangan gadis itu. Mencium punggung tangan gurunya.
"Anak baru?" tanyanya datar.
"I-iya pak." jawabnya manggut-manggut.
Tanpa basa-basi pak Selamet masuk kedalam kelas, diikuti langkah kakinya dari belakang.
Semua siswa yang di dalam kelas menatap ke satu arah, bukan gurunya yang mereka tatap. Tapi seorang gadis berkulit kuning langsat, mata hitam, hidung apa adanya, berambut hitam panjang lebat yang menggendong tas ransel biru cerah. Pak Selamet berkumis putih tebal, rambut pada bagian kepalanya sebagian besar telah menghilang alias botak, menjatuhkan bokongnya di bangku. Menatap tajam ke arah depan.
Satu kelas langsung menunduk patuh, sudah paham jika Pak Selamet menatap mereka seperti itu. Ia guru Mtk yang paling ditakuti semua siswa disekolah, termasuk ke dalam guru killer karena peraturannya yang begitu menyiksa, mencekam dan hukuman yang sangat berat bila melanggar.
"Perkenalkan dirimu." suruh Pak Selamet menatap siswa baru yang berada pada sampingnya.
"Perkenalkan nama saya... " terdiam cukup lama sambil menunduk nervous.
Tiba-tiba seseorang lari ke dalam kelas terhenti berdiri tepat di sampingnya.
"Misey Megantara." ucapnya.
Menghentikan rasa nervous gadis yang sedang kebingungan menatap lelaki itu. Ia memakai kacamata hitam, memakai masker hitam, sembari menggandeng tas ransel berwarna biru gelap sebelah kiri bahu.
Syihwa melanjutkan ucapannya yang terhenti tadi, "Syihwa Prawijaya." ia menatap lelaki yang berdiri di sampingnya dengan tatapan serius.
Pak Selamet berdiri, mereka mengarahkan pandangannya pada sang guru.
"Lepas kacamata dan masker sekarang juga!" bentaknya menatap tajam kearah lelaki itu.
Saat Misey melepas masker lalu kacamata tersenyum tipis. Semua wanita di dalam kelas itu terpaku menatapnya, bahkan salah satu gadis yang sedang mengantuk berat, kepalanya hampir tumbang jatuh kepentok meja. Tiba-tiba matanya melek hampir keluar dari tempatnya. Bagaimana tidak? badannya yang kekar, berbadan tinggi, berkulit putih, matanya hitam kecoklatan saat tersenyum membuat para kaum hawa meleleh.
Namun ada sesuatu yang mengganggu...
Syihwa mengerutkan kening. Kenapa? Siapa? Mengapa wajahnya tak terlihat asing. Tidak, Syihwa tidak yakin betul ia tak pernah bertemu lelaki itu sebelumnya. Tetapi, ada sesuatu yang enggan baginya. Bertanya-tanya di dalam hati.
Lelaki itu tidak memandang siapa gadis yang saat ini berdiri di sampingnya, hanya menatap ke depan lurus-lurus.
"Subhanallah, ganteng banget!" jerit salah satu siswa dari sudut kiri tengah.
Sampai seseorang yang akan pindah kelas, demi menghindar dari Pak Selamet.
"Astagfirullah Aladzim, gue gak jadi pindah kelas." kembali terdengar jeritan dari berbagai arah. Seketika kelas yang tadinya hening, kini menjadi sangat berisik.
Tidak menghiraukan bahwa pak Selamet sedang mendengarkan ucapan mereka.
"Cari tempat duduk yang kosong sana!" perkataan Pak Selamet membuat seisi kelas terdiam. Pada hal terdengar biasa saja, mungkin terbiasa dengan hawa mencengkram. Mereka segera sadar, sedari tadi membuat keributan.
"Jangan memakai kacamata, ditambah masker hitam lagi! Mau sekolah apa maling?"
Semua siswa cekikikan kecil. Tanpa menjawab perkataannya, Misey melangkahkan kaki panjangnya mencari tempat duduk yang kosong, melewati para kaum hawa santai. Membuat mereka saling memberi tatapan sebuah isyarat. Salah satu diantara mereka ingin Misey duduk di sebelahnya, mendorong teman sebangku sampai dia berdiri hampir jatuh, mengkedipkan mata genit. Teman yang di sampingnya pun tidak mau kalah, mendorong teman yang sedang sibuk cari perhatian, saling tak terima mereka langsung dorong-mendorong akhirnya terjatuh.
Seisi kelas tertawa sangat geli, lagi-lagi suasana kembali menjadi berisik. Pak Selamet kembali menggeram, menggebrak papan tulis menggunakan penggaris panjang dua meter berbahan kayu kecoklatan. Mereka kembali terdiam setelah mendapat kode keras dari gurunya yang super sadis itu.
Misey melengos tatapannya terlihat tajam duduk di bangku paling belakang dibaris kedua dari samping. Syihwa menengok ke berbagai arah bahkan sudut ruangan tidak ada satu bangku pun yang kosong di sana, kecuali... Meja lelaki tadi yang datang secara mendadak. Terpaksa memberanikan diri duduk bersebelahan dengannya.
Dari pada ambil resiko tidak mendapatkan tempat duduk? Syihwa menaruh tasnya pada bagian bawah samping kanan kaki.
Misey Megantara ia salah satu murid pindahan dari Negara Singapura, alasan pindah dari sana karena seorang gadis tak henti-hentinya terus mengganggunya. Si Toa Berjalan. Itulah nama panggilan terbaik pada musuh bebuyutannya, bertengkar dari usia sebelas tahun.
Aneh... Ia dengan gadis yang amat sangat dibenci, selalu satu sekolahan. Terlebih satu kelas lagi dan lagi, hingga sekarang. Mendengar jika gadis itu sengaja mengikuti Misey, dari pada ambil pusing lebih baik menghindar sampai rela pindah sekolah ke Indonesia.
Sebelum Misey tahu nama gadis itu, mereka sudah saling benci. Setiap ada guru yang mengabsen kehadiran siswa sebelum menyebutkan nama orang yang membuat hari-hari terasa di neraka, mengeluarkan headset, untuk menyumpal telinganya nampak jelas tidak ingin tahu siapa namanya. Toa adalah satu-satunya nama panggilan yang terbaik baginya untuk diucapkan.
Tak lupa juga membawa kapas, sebagai cadangan jika lupa membawa perihal yang pertama, atau lebih parahnya lagi ngumpet dipojokan sambil menutup rapat kedua telinga nampak orang yang mendengar nama Malaikat Maut, yang akan mencabut nyawanya. Sebelum masuk kedalam kelas ia menerobos masuk, sebelum Satpam menutup rapat pagar tadi sesudah Syihwa.
Alih-alih mencuri-curi pandang, Syihwa menatap wajah lelaki yang terlihat sibuk.
Mengeluarkan headset, kapas. Pikir Misey sudah terbebas dari Toa, tak memerlukannya lagi. Mengambil plastik kresek dikolong meja berinisiatif membuang sampah beserta masa lalunya, mengambil buku lalu tak sengaja pulpennya jatuh ke bawah kolong sebelah.
Misey akan membungkuk mengambil pulpennya, Syihwa membunguk terlebih dahulu. Membuat lelaki itu menatap wajah gadis yang tertutup rambut panjangnya yang hitam lebat, mengambil pulpen dengan tangan kanan. Mengangkat punggung, menyandarkan tubuh, duduk kembali. Menengok, menatap Misey yang berada di sebelahnya, memberikan pulpen yang ia ambil.
Bukannya Misey mengambil pulpen, kedua alisnya terangkat, wajahnya memerah, menatap gadis itu.
"Lo!" teriak Misey langsung terkejut, syok dan panik menahan amarah, membuat seisi kelas melihat ke arahnya.
"Ko ada disini?!"
Hay Hay😁 Semoga gak bikin bosen ya ceritanya, salam kenal, yuk next 🤗
Teman yang baru Syihwa kenal. Mengajaknya menuju ke kantin belakang sekolah. Diikuti Ino di kenal sebagai gadis yang paling pemalu dan pendiam, terkadang Tino suka menggodanya membuat Ino menahan nafas sedetik lalu pergi menghindar. Tidak lupa Tina mengajak lelaki yang paling keren di sekolah, Padil ketua kelas yang paling digemari banyak orang, suka menolong siapa pun yang mengalami kesulitan, seratus persen ikhlas, tanpa pamrih, dia juga kandidat ketua OSIS.
Mereka duduk saling berhadapan, di salah satu kantin langganan Tina tidak lain ibu Ino.
"Mau pesan apa? Di sini banyak sekali makanan yang enak-enak, bakso, nasi goreng, pangsit, jus, es mambo masih banyak lagi. Yang paling gue demen di sini, bakso super jumbo dan jus melon yang manis, semanis senyuman gue. Hehehe." tanya Tina pada Syihwa dan Padil nyerocos, tak henti-hentinya cekikikan.
Lima menit kemudian...
Sampai membuat kedua orang itu bertanya di dalam hati, kapan bisa pesan? Kalau tak ada kata berhenti saat berbicara.
"Gue bakso aja deh." jawab Syihwa secepat mungkin.
"Nasi goreng super pedes." sahut Padil.
"Oke! Pangeranku," menatap Padil malu-malu. "Pesanan kalian akan segera datang, tunggu aja. Tina yang berhati baik, seperti malaikat tak bersayap ini akan segera membawakan makanan yang kalian pesan." Tina akan pergi memesan.
Sosok lelaki yang berparas paling enek menurut Tina berlari ke arah mereka, duduk sambil mengambil tisu mengelap keringat didahinya memandang Tina.
"Gue gak ditanyain?" celetuk Tino dengan sebelah kaki yang dilipat keatas.
Tapi Tina tidak memperdulikan saudaranya.
Syihwa dan Padil tertawa kecil membekap mulutnya sendiri.
"Ngeselin banget tuh anak!" lanjutnya.
Beberapa saat Tina kembali membawa bakso dan nasi goreng dibantu Ino. Tino akan bangkit dari tempat duduk.
"Mau kemana?" tanya Tina. "Nih udah gue pesenin makanan kesukaan lo. Mangkannya jadi anak tuh yang baik dikit kenapa, jangan bikin onar mulu."
Menyodorkan semangkuk bakso super jumbo kehadapan Tino, menatap saudaranya segan. "Lo emang saudara gue yang paling pengertian," berdiri disamping Tina.
"Masalah itu biar waktu yang menjawab, udah lo makan aja." lanjutnya akan memeluk saudaranya namun Tina menghindar hanya manggut-manggut patuh, Tino tersenyum malu langsung duduk mengambil garpu dan sendok. "Selamat makan."
Meski mereka suka berantem gara-gara hal kecil tapi sebenarnya Tina dan Tino saling perduli. Mereka makan pesanan masing-masing, Tina melontarkan sebuah pertanyaan, "Syihwa, kenal ya sama Misey?"
"Hmm... Gak ko, baru kenal." ucap Syihwa sedikit hati-hati menjawab pertanyaannya, takut dia salah pengertian.
"Oh gitu, tapi ko dia kaya udah kenal lama sama lo, sampai teriak gitu." pertanyaan Tina kembali dilontarkan.
Syihwa merasa sedang dipojokkan, ia akan menjawab secara jujur dan benar, "Kalau itu, gue juga gak tahu."
"Ah Tina, gitu aja dibikin repot." Tino menepuk pundak Tina pelan. "Ya kali, Misey mirip sama gue. Canda dia, gitu aja gak tahu." melanjutkan makan.
"Oh gitu, lo duduk sama dia. Kenapa gak ajak Misey ikut gabung sama kita, gue yakin! Lo pasti dicuekin, yaiyalah orang kaya lo gak mungkin- "
"Udah Tina, kata nenek. Jangan makan sambil bicara, nanti keselek terus nyesel hahaha." tertawa puas.
"Udah! Jangan langsung keliatan sifat aneh kalian, malu sama anak baru. Butuh waktu biar paham kalian makhluk seperti apa? Iya kan, Syihwa?" Padil melirik kearahnya.
"I-iya." Syihwa tersenyum kecil.
"Gue mau ketoilet sebentar." izin Padil.
"Jangan lama-lama, aku rindu." ucap Tina.
Padil langsung buang muka, mengambil langkah seribu. Syihwa tertawa kecil, Tino menggeleng-gelengkan kepala.
Segerombolan lelaki datang dari sudut kanan. Kawal, Kiwil dan Kawul. Mereka terkenal pembawa masalah. Berbeda dengan Tino mereka suka menyanyi di mana pun alias tak lihat situasi dan kondisi, Kiwil duduk menggebrak-gebrak meja dan Kawul menabuh galon dengan tangan kananya mereka memainkan alat musik seadanya.
Para siswa yang berada disana tertawa datar secepatnya memakai headset, bahkan ada yang sampai memasukkan tisu makan ketelinganya jika lupa membawa headset. Yang menjadi vokalisnya tidak lain ketua mereka si Kawal, lantunan lagunya mulai terdengar. "Judi tet... Merusak keimanan. Judi tet... Judi tet... teeet "
Terus saja seperti itu sampai kiamat, hampir semuanya merasa terganggu termasuk Syihwa, baru pertama kalinya ia bertingkah seperti ini menutup kedua telinganya menahan kebisingan, menyerang telinganya secara bertubi-tubi. Saat itu pun ia bangkit dari tempat duduk tak tahan melangkah pergi, Misey menuju kantin dan melihat suatu kejadian.
Syihwa tak sengaja menabrak gadis yang membawa gelas berisi jus alpuket seketika menumpahi seragamnya. Sarah marah langsung mendorongnya sampai tersungkur dilantai.
Misey terus mengamati. Gue yakin, Toa pasti balas menonjok.
"Lo punya mata gak!" Teriak Sarah membuat semua orang yang berada di sana menatapnya.
Syihwa bangkit, Tina dan Ino membantunya berdiri. Sedangkan Tino melirik sebentar dengan tenang melanjutkan makannya, Padil sedang pergi ketoilet.
"Gue minta maaf, gue gak sengaja." kata Syihwa mengatakannya dengan tulus, sambil menyodorkan tangan kanannya.
Misey menggeleng-gelengkan kepalanya, tidak percaya apa yang ia dengar barusan seharusnya tidak pernah terdengar.
Aneh, kok mendadak Toa minta maaf? Kaya bukan Toa yang dia kenal, salah gak salah ya tetap cewek itu paling benar. Tapi kok... Batin Misey terus mengamatinya.
Cukup lama tangan Syihwa tak disambut baik, ia menurunkan tangannya dengan sedikit sedih. Saat Sarah akan melayangkan telapak tangan ke wajah gadis yang menumpahkan jus kesukaannya, Syihwa menutup mata, alis tertekuk takut, menunduk.
Seseorang berteriak, "GILA, TAMPAN BANGET."
Spontan Sarah menatap seseorang yang menjerit lalu mengalihkan pandangannya pada Misey. "Iiih tampan... "
Hampir saja sebuah tamparan melesat mengenai pipi Syihwa. Ia pergi dari sana melewati Misey begitu saja tanpa menatapnya, sedangkan lelaki itu menatapnya dengan serius.
Sarah melangkah mendekat dan memegang lengan Misey sampai senyum-senyum sendiri tak karuan mirip orang gila.
"Tampan siapa namanya? Rumahnya dimana? Kelas apa? Udah punya pacar belum? Kalau belum... Aku mau kok jadi pacar kamu."
Misey memegang tangannya menghempaskan ke udara. Ia melangkah pergi meninggalkan Sarah, bukannya marah! Sarah semakin penasaran dengan lelaki yang di anggapnya jual mahal. Baginya hal itu sebuah tantangan yang harus gadis itu taklukan, bagaimana pun caranya.
Flashback On
Duduk dengan santai saat Misey berada dikantin, tiba-tiba Toa berjalan tak sengaja menabrak gadis yang sedang membawa semangkuk spageti berlumuran saos tomat di atas nampan. Membuat seragamnya kotor terkena saos tomat, gadis yang menabraknya tidak meminta maaf sekali pun. Ia hanya melengos pergi.
Tak terima dia melempar spageti menimpuk kepala Toa, ia mendekat mengepalkan tangan kananya satu pukulan mengenai samping bibirnya.
Langsung mengeluarkan darah, gadis yang meringis kesakitan membalas tonjokkan Toa. Sehingga mereka berdua saling hantam-menghantam dengan tangan kanannya, Misey hanya serius memperhatikan musuh bebuyutannya itu.
Salah satu penjaga kantin menghentikkan mereka, tetap saja Si Toa masih mengambil kesempatan menonjoknya.
**Flashback Off
Beri penulis semangat! Like, Kritik, Hadiah dan Komentar. Agar cerita ini bisa terus berlanjut... Terima kasih.
See you, next part ➡**
Menaiki tangga lantai tiga menuju atap gedung, Misey sampai disana mendengar suara tangisan dari ujung samping sebelah kanan. Menjulurkan kepalanya, menengok dan memeriksa, dari kejauhan melihat sosok gadis berambut panjang hitam lebat meneteskan air mata. Matanya membulat, tatapan berubah menjadi terenyuh saat mengetahui siapa yang menangis hingga tersedu-sedu.
Gadis yang selama ini ia benci, dan terkenal tukang pembuat masalah bisa-bisanya menangis.
Terlintas dalam pikirannya, apakah tadi tanpa sengaja dia jadi penolong Toa? Tidak benar.
Berdecih malas ia turun dari sana dengan wajah kesal, satu-satunya tempat yang paling hening di sekolah kini tak ada bedanya. Duduk memikirkannya, baru pertama kali Misey melihat musuh bebuyutannya menangis, cukup menyenangkan ternyata Toa bisa nangis.
Kerasukan setan apa itu cewek? Jadi pemaaf begitu. ck, ck, ck. Menggeleng-gelengkan kepalanya keheranan.
Duduk dibawah tangga asyik memikirkan gadis itu menangis tanpa ia sadari Syihwa turun dari sana. Tidak lama kemudian gadis itu melangkah turun dari tangga.
Pandangan Syihwa tiba-tiba memudar, pandangannya seketika memutih lalu berubah menjadi abu-abu sampai akhirnya memejamkan mata. Ia tumbang menimpa punggung Misey yang duduk di bawah tangga, terkejut akan hal itu Misey yang mengira sedang di jaili secepatnya berdiri dari sana sembari memegang lengannya. Agar tidak kabur saat di introgasi nanti, Syihwa masih setengah sadar, wajahnya nampak memucat.
Mereka berdiri saling berhadapan, Melepaskan genggamannya dari lengan gadis itu, Misey syok mengetahui tangan siapa yang ia pegang. Syihwa menggigil, kakinya melemas tepat saat bola matanya bertatapan dengan Misey samar. Kakinya langsung lemas dan tubuhnya langsung ambruk jatuh kedepan menimpa dada Misey. kedua tangan Misey memeluknya refleks. Kedua bola matanya hampir keluar.
Tidak lama kemudian bel masuk berbunyi mengejutkan dirinya yang sedang menahan tubuh Syihwa dalam dekapannya.
Merasa kasihan ia mengangkat tubuh Syihwa dengan kedua tangannya, melangkah turun tiba-tiba terhenti.
Gawat!
Kalau sampai ada yang liat dia gendong Toa, bisa turun drastis harga dirinya, belum lagi para penggosip diluaran sana, yang kepo akan dirinya.
Rasa kasihannya hanya dapat bertahan kurang–lebih beberapa detik saja. Menurunkan Syihwa, mendudukannya di tangga, bersandar pada bahu tangga, kedua kakinya terlentang. Ia meninggalkannya disana, turun dari tangga seorang diri.
Toa pikir dia bego? Dengan cara pura-pura pingsan! Dia akan merasa simpatik, terus mulai jailin dia lagi pada akhirnya. Ck, jangan harap! Ungkap batinnya tanpa dosa.
* * *
Sudah setengah jam berlalu, batang hidung Syihwa tidak terlihat sama sekali. Tina bertanya pada teman sekelasnya tentang keberadaan Syihwa.
"Kalian ada yang liat Syihwa, gak?"
Mereka bertiga serempak menggeleng-gelengkan kepalanya tidak tahu.
Misey melirik jam di dinding sekolah. Toa ko gak balik-balik ya? Apa jangan-jangan beneran pingsan? Kenapa juga dia mikirin orang yang tak pernah penting dalam hidupnya... Hampir satu jam berlalu Misey meminta izin pergi ke kamar kecil pada Bu Riska.
Saat keluar dari toilet Misey akan kembali ke kelas kakinya terasa berat, ia sedikit penasaran tanpa sadar kedua kakinya melangkah menuju tangga lantai tiga. Sampai di atas tangga lantai dua, kakinya terasa kaku malas untuk mengecek keadaan disana. Membalikan badan.
Bolehkah bertanya, kenapa dia harus repot-repot datang kesini? Tapi... rasa penasarannya tak mampu dibiarkan begitu lama. Membalikan badannya kembali menatap tangga atas lantai tiga, lari menaiki tangga ternyata Syihwa masih dalam keadaan saat ia meninggalkannya disana, punggungnya bersandar dibahu tangga.
Misey membungkuk, kedua tangannya lurus akan menyentuh tubuh gadis yang tergeletak disana. Namun terhenti, saat menatapnya.
Apakah dia benar-benar pingsan?
Bimbang...
Misey berdiri memegang bahu tangga, ia tidak mungkin menolongnya. Buat apa? Lagian dia bukan siapa-siapa, ia melirik kembali. Terlihat Syihwa tidak dalam keadaan baik-baik saja, Misey mendengus kesal langsung mengangkatnya bergegas turun dari sana, masuk ke dalam ruangan UKS.
Merebahkannya diatas ranjang UKS, tidak ada yang melihat kejadian itu karena kelas sedang berlangsung alias sepi. Misey akan kembali ke kelas, kakinya terasa kaku berbalik menatap Syihwa. Apa yang sebenarnya dia lakukan, seharusnya membiarkan gadis itu disana akan jauh lebih baik bukan? Dan melihat keadaannya seperti menderita seharusnya membuat ia merasa senang, Apa perdulinya! Mungkin sedikit perduli saat melihat gadis yang Misey benci menangis, cuma bilang bisa jadi.
Jangan lupa Like, Kritik & Sarannya 🤗
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!