NovelToon NovelToon

You Are My Star

Intro

 

Han Se Na

 

     Namaku adalah Se Na. Han Se Na. Aku gadis biasa dengan hidup yang biasa. Akunjuga berasal dari keluarga yang biasa. Tidak kaya tapi juga tidak miskin. Penampilanku juga tidak terlalu mencolok. Aku punya rambut panjang ikal warna hitam. Ya, tidak terlalu hitam sih. Aku berkulit putih dan sedikit agak pendek. Aku sepeti kebanyakan gadis korea lainnya. Oke, beberapa menyebutku imut dan menarik. Tapi, aku tidak merasa spesial. Aku sungguh gadis yang biasa.

            Dulu aku pernah mendengar sebuah ucapan mengatakan, cinta itu kadang datang tanpa kita ketahui. Cinta bisa hadir tanpa permisi tapi kita akan tenggelam dalam perasaan itu tanpa kita sadari.

      Cinta.

      Ah, terlalu berlebihan mengatakan perasaan ini dengan sebutan itu. Saat dada kita berdebar, saat napas kita meningkat dengan tubuh merasakan gigil sekaligus gerah pada saat bersamaan. Semua perasaan yang hanya ada saat bersamanya. Sebuah perasaan semu yang mendadak muncul tanpa terkendali. Kita mungkin tidak memahami atau menyadari kapan rasa itu datang. Terkadang pula, kita mencoba memungkirinya. Tapi, semakin kau memungkirinya, rasa itu semakin membuatmu gigil hingga sulit bernapas. Kita sungguh tidak bisa menghindarinya atau menyadarinya. Bahkan, meski ia ada di hadapan kita.

            Kapankah aku merasakan semua perasaan itu? Entahlah.

   Aku hanya ingin hidup sesederhana mungkin dan ingin jatuh cinta se-simple mungkin. Jatuh cinta dengan sederhana namun berkesan bagiku. Hmm, misalnya tidak sengaja bertemu di perpustakaan karena berebut buku yang sama, atau berebut belanjaan yang sama di supermarket, bisa juga bertemu secara tidak sengaja di halte kala menunggu bus di bawah guyuran hujan atau bisa saja saat terpeleset di jalanan salju kala menyeberang jalan. Kupikir, semua cinta berawal dari kejadian sederhana itu. Dari sederhana perlahan berkembang menjadi perasaan yang berkembang di hati dengan cara yang hangat. Yah, Setidaknya, itu yang ingin aku rasakan. Dalam garis bawah, cinta sederhana.

            Tapi, mendadak semua hal sederhana itu berubah. Aku mengalami sebuah awal dari hal yang tak terduga. Bermula dari satu masa yang tidak percaya kulalui. Sebuah pelarian.

    Ya, aku menyebutnya pelarian. Dari situ, semua berawal. Tapi, aku tidak tahu kapan dan bagaimana awal itu membawa kami jadi semakin dekat dan saling menghangatkan. Membawaku dan dia, Jason.

     Jason.

     Ah, dia sosok yang sama sekali tidak kuduga, bisa membuatku sebegini gilanya. Sosok yang jauh dari ekspetasiku. Aku tidak tahu, kenapa takdir membawaku, memghanyutkanku dalam hidupnya. Mungkin, takdir tidak mengijinkanku hidup secara sederhana. Takdir ingin aku hidup dengan cara luar biasa. Aku si Han Se Na, gadis biasa, jatuh cinta pada superstar dengan cara yang tidak biasa.

      Menyesal?

      Hmmm, sedikit. Aku lebih kesal karena sikapnya yang cukup kekanak-kanakan dan membuatku kesal terus. Dia jauh dari bayangan seorang superstar. Dia benar-benar berbuka dua. Aku tidak menyukainya di awal. Tapi, aku menikmati prosesnya. Awalnya, kupikir aku sedang sial. Ternyata, kisah kami... lebih punya kejutan. Kisah kami bukan kisah sederhana tapi ini kisah yang istimewa bagi kami. Dan, aku bersyukur melalui kesialan itu hingga berujung padanya.

      Sekali lagi, sosok itu adalah... Jason. Superstar yang merubah hidup gadis sederhana. Aku.

 

Kang Jae Jin (Jason)

 

     Kang Jae Jin. Tapi, orang lebih mengenalku dengan nama Jason. Itu nama yang menggema dahsyat. Saat namaku di sebut, semua akan fokus padaku. Satu kata pasti dalam diriku... tampan.

            Ya, Aku adalah seorang superstar ternama, seorang penyanyi dan aktor yang hebat. Aku punya banyak prestasi di bidang musik maupun akting. Aku punya berderet piala dari penghargaan bergengsi. Julukanku adalah, Young brother national-nya Korea. Wajah tampan dengan tubuh tegap yang proporsional. Aku punya jutaan fans. Aku seorang bintang yang begitu terang. Karirku gemilang.

      Tapi, seseorang berkata kalau aku terlalu kanak-kanakkan dan hanya tahu mengacaukan para gadis. Dia bilang, aku tipikal lelaki yang hanya mempermainkan gadis dengan ketampananku. Hei, aku ini tampan, dan mempesona. Bukan salahku jika banyak yang tergila-gila padaku, khan? Dia saja yang terlalu kolot dan terlalu buta. Dia sering memanggilku... hmmm... sedikit menyebalkan sih saat dia melabeliku seperti itu. Yah...

     Playboy, you name it.

            Dia hanya tahu dan mau tahu sesuai pemikirannya sendiri. Tapi, sebuah awal baru yang tidak kukira, hadir. Awal yang terpaksa dan tidak kusengaja. Sungguh. Tapi, aku tersihir oleh senyum lesung pipi tiga yang ia miliki. Yah, tiga. Satu lesung pipi di sebelah kanan dan dua lesung pipi berdempetan di sebelah kiri. Sebuah senyum langka yang imut. Dia berbeda dan... menggoda. Sungguh, aku tidak menyadari betapa menariknya dia di awal pertemuan kami. Tapi, semakin lama, aku menyadarinya. Ya, aku menyadari betapa dia berbeda dari pandangan pertamanya padanya.

            Hmmm, aku tidak tahu kapan Ini semua bermula dan bagaimana ini akan berakhir. Bahkan, aku tidak menyadari kapan perasaan ini sungguh dimulai. Pelarian yang sembarangan, membawaku pada takdir yang sembarangan tapi bukan pada cinta yang sembarangan.

      Cinta? Dia gadis yang kucintai?

       Sungguh, kupikir ini agak berlebihan hingga mengatakan jika perasaan ini adalah cinta. Sebenarnya, aku tidak terlalu percaya dengan cinta. Perasaan itu, bagiku cukup semu. Tapi nyatanya, aku tenggelam dalam kisahku bersamanya.  Aku terlalu meremehkan perasaan yang asing ini. Aku terlalu jauh dan terlalu tidak memahami perasaan ini hingga aku benar hanyut dan tenggelam dalam perasaan ini tanpa kusadari. Dan, gadis itu yang mengenalkan kehangatan perasaan itu.

        Han Se Na.

       Mungkin, terlalu klise dan agak berlebihan jika aku jatuh cinta padanya. Tapi, memang kenyataannya, dia bisa membuatku jatuh cinta! Dia yang bisa menguasai perasaanku.

        Dia jauh dari tipikal idealku soal gadis idaman. Dia bukan seorang selebriti. Dia hanya gadis biasa. Bukan sosok yang memukau. Tapi, aku terperangkap dalam pesonanya.

       Gadis itu... Han Se Na.

 

Han Se Na dan Jason

 

       Kami memulai pelarian yang sama, berbagi kisah yang tidak mudah. Memulai hubungan kami dengan takdir yang tidak cukup baik. Tapi, kami berakhir pada perasaan yang sama.

        Kami tidak pernah menyadari jika kejadian yang mendadak itu, membawa kami dalam arus yang tidak kami sadari. Arus dari perasaan yang lebih jauh. Perasaan yang lebih dalam. Kami tenggelam hingga melupakan logika awal kami tentang cinta. Mengalahkan ego dan prinsip.

        Dan, inilah kisah kami.

        Kisah yang tidak biasa. Kisah yang mungkin bisa membuatmu berpikir ulang tentang makna perasaan yang terpendam dalam hati kalian.

        Semoga kalian bisa memahami hubungan kami. Kisah kami. Kisah sang superstar yang harus berurusan dengan gadis biasa yang merepotkan.

        Han Se Na dan Jason.

 

-To Be Continued-

Halo semuanya. Ini karya baru yang udah lamaaaaaa banget aku simpen di draft laptop. Sekarang aku mau tulis di sini. Cerita karangan ini berawal sejak aku jatuh cinta dengan Milky Couple dalam serial drama korea 'Dream High'. Jadi, visual mereka pun sosok yang sama. Semoga kalian mau terus membaca kisah mereka , ya....

Jangan lupa like, komentar, rating dan favorit ya...

Kalau berkenan, boleh kok kasih Vote Atau Hadiah... ^^

Regards Me

Far Choinice ^^

Trouble Day part 1

Han Se Na

 

            Hyundai Department Store nampak ramai seperti biasa. Pusat perbelanjaan yang cukup riuh. Bahkan, membludak di hari libur seperti saat ini. Pengunjung makin gila-gilaan dan dari berbagai kalangan. Termasuk, aku.

      Aku harus berkelung dengan ratusan pengunjung lain. Mall yang terletak di jantung kota Seoul ini memang semakin menawan saja. Beberapa jajaran toko fashion dari berbagai branded-pun berderet dengan anggunnya. Sebagai salah satu mahasiswa desaigner, melihat jajaran model fashion di pertokoan, bukan lagi sekedar ingin membeli tapi juga menelisik seperti apa bahan yang digunakan dan model pakaian apa yang sedang trend. Seperti sekarang, entah kenapa aku tertarik dengan setelan dress yang terpajang di depan toko fashion pakaian. Sebuah manekin nampak duduk anggun mengenakan Blue Zip Dress yang dipadukan dengan Accented Heels serta menenteng sebuah Blue Envelope Clutch. Sebuah mode pakaian untuk pesta yang sederhana tapi nampak manis dan anggun. Bahan yang digunakan juga bukan kain sembarangan. Aku tahu, kain itu sudah pasti importir dari Italia. Setelan pakaian ini cukup bagus, terlebih ini adalah merk dari dalam negeri. Ah, rasanya akan menyenangkan jika aku bisa menjadi desaigner ternama kelak. Memiliki merk tersendiri.

            Aku suka model pakaian yang sederhana seperti ini. Simple but so chic. Seandainya aku tidak terpengaruh dengan White Structural Dress yang kutenteng saat ini, aku sudah akan membeli pakaian di depanku ini dan memakainya di Anniversary Party kampus nanti. Tapi, gaun yang kutenteng juga tidak buruk. Daripada menyesal, lebih baik aku menikmati sore ini dengan teh susu saja.

          Aku masih berkutat dengan pikiranku saat sebuah getaran di ponsel, membuatku tersadar dari kekagumanku akan pakaian di hadapanku. Aku merogoh brown purse dan mengeluarkan ponselku. Nama Song Se Kyung muncul di layar lebar ponselku. Aku tersenyum tipis membaca nama itu.

            “Yeobseo (Halo)” sapaku sambil menempelkan ponselku ke telinga kanan.

            “Neo eodiga(Kamu dimana)?” tanya Se Kyung dengan suara khas seraknya.

            “Ada apa?” tanyaku tanpa menjawab pertanyaan Se Kyung.

            “Kau bilang mau mampir,” sahut Se Kyung di seberang saluran.

            “Oh,” sahutku sambil mulai melangkah meninggalkan si Blue Zip Dress yang menawan tadi, “Aku dalam perjalanan ke Mangosix.”

            “Oke. Aku tunggu.”

            “Oke. Sampai ketemu nanti.”

            Aku menyurukkan kembali ponsel ke dalam tas dan bergegas pergi. Mangosix adalah kafe tempat Se Kyung, teman sekelasku bekerja part time. Gadis itu adalah simbol pekerja keras. Dia punya bakat hebat dalam desaign. Aku tidak percaya, dia sanggup memunculkan ide setelan dress cantik untuk musim gugur yang berhasil mendapat nilai jackpot di ujian akhir tahun lalu. Dia benar-benar tipikal mahasiswa yang mengagumkan. Aku sungguh kalah jauh dibandingkan dengannya.

            Hampir saja aku melangkah menuruni eskalator saat dari jauh, aku mendengar suara riuh. Suara teriakan yang cukup menggema, menarik perhatian hampir setengah populasi pengunjung. Teriakan itu menarik atensiku, membuatku menoleh dan melihat sebuah kerumunan gadis berteriak heboh sambil mengejar seorang pemuda bertopi dengan jaket tebal hitam. Aviator hitam menutupi bagian matanya, ditambah dengan masker hitam yang semakin membuat wajahnya tertutup sempurna. Dan, pemuda itu berlari menuju eskalator dimana aku baru saja melangkah menaikinya. O-ouw.

            “Opppaa!!!”

            Pemuda itu nampak kebingungan lalu kerepotan menuruni eskalator, menabraki beberapa orang. Dia tampak berlari dengan cepat, menghindari kemarin gadis-gadis. Dia semakin cepat menuruni eskalator, membuatku segera melipir ke pinggiran, menempel pada pegangan eskalator, memberi jalan pengejaran pemuda yang kuduga adalah seorang aktor, entah siapa. Hanya saja, pemuda itu justru berlari ke arah tempatku melipir dan membuat kami bertabrakan.

            Tubuh tegap tingginya langsung menghantam bahuku, membuatku kesulitan menjaga keseimbangan hingga nyaris terjatuh. Aku merasakan tubuhku nyaris terhempas di eskalator yang kian dekat dengan lantai satu tempat yang ketujuh saat sebuah hentakan tangan, menghentikan terjun tubuhku. Aku terkesiap sejenak mendapati pemuda itu menahan tubuhku dan menarikku hingga setengah memeluk dan otomatos membuatku mencengkeram bahunya.

            “Ah, Joesonghamnida(Maafkan aku, secara formal).. ,” lirihnya.

            “Ahhh... hampir saja,” lirihku dengan wajah takut.

            “Oppaaa!!!” pemuda itu kembali menoleh ke arah para gadis yang mulai ikut menaiki eskalator kami. Mereka tampak berhamburan mendekati kami dengan teriakan histeris.

            Pemuda itu terdengar mendesis lelah lalu menatapku dari balik aviator-nya. Ia nampak menelisikku sejenak, seperti memeriksa keadaanku sebelum kemudian berderap turun. Tapi, entah kenapa tubuhku mengikuti pergerakannya. Aku terseret olehnya.

            “Akk!”

            Pemuda itu terhenti, menatapku. Aku terdiam lalu mengangkat tanganku yang ternyata bertautan dengan tangannya. Tidak, bukan begitu. Ujung lengan jaketnya menyangkut di gelangku. Kami berpandangan sejenak sebelum kemudian, ia mencoba melepaskan tautan jaketnya dengan tergesa-gesa. Aku ikut panik tapi barang belanjaanku cukup merepotkan gerakanku.

            “Oppaaa!!!” kami menoleh pada para gadis yang semakin mendekat. Hanya tersisa beberapa anak tangga eskalator sebelum tiba ke tempat kami.

            Seperti sebuah pergerakan slow motion dalam film, mereka mendekat ke arahku dan pemuda tadi. Aku menoleh pada pemuda tadi yang nampak semakin cemas. Dan, saat itulah aku merasa seperti ditarik. Pemuda itu menggenggam tanganku lalu menyeretku melewati beberapa orang di eskalator lalu berlarian menyisir lantai satu. Aku hanya bisa memekik kecil dan pasrah ditariknya. Tubuh mungilku seperti ditarik seekor banteng saat ia membawaku ke segala arah, mencoba membelah lautan pengunjung. Sesekali ia menoleh padaku yang masih cukup terkejut. Tapi, teriakan gadis-gadis yang mengejar kami membuatnya semakin erat mencengkeram tanganku, menarikku untuk berlari cukup kencang. Kaki mungilku seperti dipaksa lari lebih dari kemampuannya, mengikuti si pemuda banteng ini.

            Aku meringis kecil dan mencoba melepaskan tanganku dari cengkeraman bantengnya. Tapi, dia semakin mengeratkan genggamannya. Terlebih, tubuhku terasa terserang badai saat ia menarikku kuat. Belok kanan-belok kiri, berputar, bahkan sesekali nyaris menabrak dinding. Aku hanya bisa pasrah sambil bergumam mengucapkan maaf pada pengunjung lain.

            “Yyyaa!” pekikku. Tapi, suaraku tenggelam oleh teriakan para gadis bodoh di belakangku yang terus mengejar kami dan membuat pemuda ini semakin beringas menarikku kesana kemari. Sial.

            Tak lama, pemuda itu menarikku menuju lorong kecil antar pertokoan, bersembunyi di balik sebuah pilar. Ia mendorongku hingga terhimpit ke dinding. Dia memojokkanku pada dinding pilar, menghimpitku cukup dekat. Pemuda itu mengintip sesaat sementara aku hanya bisa terpaku dengan napas terengah. Aku bahkan tidak menyadari kalau tangan kami masih saling menggenggam dan jarak kami begitu dekat hingga aku snaggup mendengar desah napasnya. Aku juga bisa mencium aroma bargamot yang menguar dari tubuhnya. Napas kami beradu. Dada kami kembang kempis setelah berlarian seperti orang gila. Pemuda ini tidak terlalu tinggi tapi cukup tegap, tunggu sebatas lehernya. Ah, aku bisa melihat jakunnya yang naik turun seiring napas terengahnya. Mendadak, aku merasa salah tingkah terlebih, aku melihat tangan kekar yang panasnya menggenggan tanganku erat. Sangat.

            “Awww,” rintihku mencoba melepas genggaman tangannya dengan tanganku yang bebas.

            “Ah... mereka sudah pergi,” ujarnya sambil menoleh padaku. “Yyyaaa, Neo(Kau)!” bentaknya dengan nada yang begitu kasar padaku. Membuatku cukup tersentak.

            “Mwo(Apa)?” Aku melotot tak percaya, dia baru saja membentakku. “Yyyaa! kenapa kau membawaku lari seenaknya. Aku sungguh lelah. Kakiku terlalu mungil untuk diseret banteng sepertimu,” ucapku sambil terengah-engah di antara rasa terkejutku. “Dan kau membentakku begitu saja? Astaga... kau ini sungguh kasar. Apa kau bersikap seperti ini pada seorang gadisyang baru kau kenal, huh?”

            Pemuda itu berusaha melepas tautan jaketnya dari gelangku dengan cukup kasar, “Yyyaa! Ini gara-gara gelang bodohmu,” selorohnya. “Jika saja bukan karena gelangmu, aku tidak harus menyeret-nyeretmu. Menambah kerjaan. Merepotkan!”

            “Yyaa! Kau menyalahkan gelangku? Yyaa! Kau yang lari-lari tidak jelas! Kau berpenampilan aneh, gerak-gerikmu juga mencurigakan. Kau bahkan dikejar-kejar para gadis. Pasti kau melakukan hal aneh, khan? Apakah... kau mencuri?” tanyaku sambil memegangi gelangku yang akhirnya terlepas dari jaketnya.

            Pemuda itu menatapku lekat, melepas aviator-nya dan terkekeh geli, “Apa wajahku ini seperti pencuri?” tanyanya menunjuk wajahnya dengan sakartis, “Lagipula, aku ini artis. Mereka adalah para fans,” ucapnya. “Mereka mengajarkan karena mereka adalah fans-ku.”

            Aku menelisik pemuda itu dan mengakui bahwa wajahnya familiar. Aku seperti pernah melihatnya di suatu tempat. Aku mengernyit, menatapnya cukup gusar dengan masih terengah. Ah, benar. Jason. Dia artis muda itu. Tidak mau ketangkap basah mengenalinya, aku berpura-pura jutek dengan menatapnya sejenak sambil berdeham kesal, “Terus kenapa? Bukankah harusnya kau ramah pada mereka? Kenapa harus berlarian dan menyeretku terus-terusan!”

            “Ini karena gelangmu!”

            “Kau menyalahkan gelangku lagi? Ah, sulit dipercaya. Sudahlah, hentikan omong kosong ini. Dasar gila!” omelku sambil mendorongnya kecil dan melenggang meninggalkannya. Aku terhenti sejenak lalu menoleh padanya yang nampak kesal padaku, “Dan, beraninya kau berbicara informal padaku! Aku lebih tua darimu!” umpatku sebelum benar-benar pergi meninggalkannya.

            Aku merapikan pakaian dan rambutku sejenak sebelum buru-buru melangkah meninggalkan tempat pemuda bodoh itu terbengong dari para fans. Aku menggenggam pergelangan tanganku yang dingin. Aku ingat betapa kencnagnya ia menggenggam tangan mungilku ini. Kini pergelangan tanganku cukup merah dan perih.

            “Ah, kenapa hari ini aku mengalami kejadian aneh begini. Tsk.” Aku terus mengomel sepanjang perjalanan pulang. “Dia artis? Dia terkenal? Tidak mungkin. Dia pasti pria mesum. Benar. Pasti... .” ucapku yang mencoba mengabaikan fakta kalau memang dia artis. Rasa kesalku cukup membuatku tidak perduli siapa dia. Sial. Tanganku perih sekali.

 

-TBC-

Regards Me

Far Choinice

Trouble Day part 2

 

            Se Kyung menyodorkan segelas strawberry punch padaku yang sudah memasang wajah masam. Ini semua karena pemuda artis itu. Jason. Beberapa titik embun menetes dari sisi gelas minuman yang menyegarkan itu. Aku batal memesan teh susu. Aku butuh yang lebih menyegarkan.

            “Aku tunggu di meja biasa,” ujarku pada Se Kyung yang menjawabku dengan acungan jempol dan melenggang pergi setelah Se Kyung mengangguk dengan sedikit penasaran karena wajah jutekku.

            Aku melangkah menuju sebuah meja terdekat dengan jendela. Bisa kulihat, tumpukan salju di jalanan. Beberapa meja Mangosix yang tertata di bawah payung merah di luar sana, nampak kosong dan dingin bersama butiran salju. Hanya orang bodoh yang mau duduk di luar sana dengan suhu semacam ini. Aku menyesap sedikit minumanku, membiarkan dingin dan manisnya strawbery melewati tenggorokanku. Sekaligus, meredakan emosi dan rasa lelahku. Jujur saja, ini pertama kalinya aku berlari begitu kencnag dan ditarik seenaknya oleh seorang pemuda. Pergelangan tanganku sudah tidak memerah tapi masih menyisakan rasa perih. Benar-benae, deh... artis bodoh itu sungguh tidak punya otak dan tidak punya etika!

            “Kau kenapa?” tanya Se Kyung yang duduk di hadapanku. Dia bisa sedikit bersantai karena pengunjung tidak terlalu banyak.

            “Aku bertemu pemuda bodoh. Dia menyeretku seenaknya. Membuatku lari ke sana kemari. Lihat. Tanganku bahkan sampai seperti ini!” ujarku sambil menunjukkan tanganku disertai nada yang meninggi.

            “Mwo? Pemuda bodoh? Siapa?”

            Aku hanya mendesah pendek dan kembali menikmati minumanku. Se Kyung terlihat tidak puas. Dia memang selalu ingin tahu. Jadi, dia pasti akan mengejarku dengan berbagai pertanyaan hanya untuk memuaskan rasa ingin tahunya. Tapi, jika aku mengatakannya tentang kejadian di mall. Aku yakin, dia akan semakin membombardirku dengan ratusan pertanyaan. Lagipula, aku sedang tidak ingin membicarakan soal si Jason.

            “Aku akan menceritakannya lain kali. Jadi, berhenti menatapku seperti singa ingin menerkam kelinci imut,” ucapku yang membuat Se Kyung terkekeh geli.

            “Kelinci imut, pantatku,” seloroh Se Kyung yang membuatku tertawa.

            Kembali, kenikmatan minumanku sambil menghela napas panjang. Aku berusaha untuk setenang mungkin dan meredakan emosiku sebelum aku memeriksa beberapa tas belanjaanku lalu menyodorkan satu tas belanja pada Se Kyung. Se Kyung nampak bingung lalu memeriksa isinya. Aku menekuk tas itu sebagai isyarat agar Se Kyung menerima tas itu. Detik berikutnya, dia nampak terkejut dan menatapku bingung.

            “Ige mwoya(Apa ini)?” tanyanya.

            “Hadiah kecil untukmu. Aku khan belum memberimu hadiah ulang tahun,” sahutku.

            “Yyaa! Itu sudah dua bulan yang lalu. Dan, kau bilang ini kecil? Ini mahal!” omelnya sambil mengeluarkan sedikit isi tas belanja itu. Membuat ujung kain muncul dari dalam tas. Ujung kain dari sebuah dress.

            Benar. Aku memberikannya sebuah gaun. Aku jujur ingin memberikannya sebagai hadiah ulang tahun. Aku lupa memberinya hadiah itu saat itu, jadi memang aku menggantinya saat ini. Aku tidak bermaksud apapun. Lagipula, dia juga sering memberiku hadiah.

            “Tapi, aku sungguh belum memberimu apapun waktu itu. Aku merasa bersalah,” kilahku. Bukan, aku jujur.

            Se Kyung nampak menghela napas dengan wajah tidak suka dan menyurukkan tas tadi kembali ke arahku. Aku hanya menyodorkan kembali benda itu pada Se Kyung dan memasang mimik setengah memohon. Aku terus melempar tatapan sememohon mungkin ke arah Se Kyung yang masih ragu. Se Kyung perlahan menerima tas belanja itu dan membuatku bertepuk tangan riang.

            “Gitu, dong... .”

            “Tapi, kau harus menceritakan padaku, apa yang membuatmu masam saat baru datang tadi,” ucap Se Kyung.

            “Arrgghh,” aku mengerang kecil sembari menyandarkan punggung secara dramatis ke sandaran kursi, “Ini membuatku kesal,” omelku. Dia kembali menyeret pikiranku pada Jason.

         “Wae(Kenapa)? Wae? Wae?” tanya Se Kyung yang nampak antusias dan penasaran.

            Aku berpikir sejenak lalu mendekatkan kepalaku pada Se Kyung dan bersiap membisikkan sesuatu padanya, “Mungkin... kau tahu artis bernama Jason?”

            “Jason?” Se Kyung terdiam sejenak lalu ternganga sambil mendelik terkejut, “Hmm... Young brother national?”

            Aku mengangguk mantap, “Ah, Majayoe(Benar).” Aku cukup terkejut karena Se Kyung tahu soal Jason. Kupikir dia mahasiswa kolot yang tidak tahu soal entertainment. “Si artis itu.” Ujarku sedikit bersungut

            Se Kyung mengangguk-angguk kecil tapi detik berikutnya dia kembali mengernyit padaku dengan wajah bingung. “Apa hubungannya denganmu yang bermula masam ini?”

            “Dia berengsek. Ah, mengingatnya saja membuatku kesal,” ujarku sambil mengipas-ngipaskan telapak tanganku ke depan wajah yang masih memanas. Auw, pikiranku bercabang antara kesal sekaligus masih terhipnotis oleh jakun Jason yang menggoda. Apalagi, aroma bargamot yang masih tersisa di ujung hidungku. Tapi, perihnya tanganku membuatku sadar akan kemarahanku. Cih, aku tidak akan tergoda.

            Sungguh menyebalkan mengingat dia seenaknya menarik tanganku dan menyalahkan gelangku atas tragedi yang terjadi pada kami saat di mall tadi. Aku harus mendapat sorotan dari pengunjung lain yang kesal karena kami tabrak. Oh, aku juga ingat sakitnya punggungku saat ia menyurukku ke dinding. Benar-benar tidak beradab. Aku menarik gelas minumanku lalu menyeruputnya sedikit demi sedikit. Se Kyung nampak masih belum begitu puas dengan penjelasanku. Biarlah, aku masih merasa merinding membayangkan betapa gilanya tragedi di mall tadi. Jason. Cih, namanya sungguh kekanak-kanakkan.

             “Yyya! Ceritakan padaku! Jangan setengah-setengah!” umpat Se Kyung yang semakin tidak sabaran.

             Aku menyeruput minumanku kembali dan menatap Se Kyung. Dia tidak akan mudah menyerah. Jadi... baikla, “Dia yang membuatku menjalani hari gila. Dia membuatku berlari cukup cepat. Dia menyeretku dan memaki gelangku.” Ujarku yang kembali menunjukkan gelang di tanganku. "Ughh... mengingat caciannya membuatku semakin kesal. Apalagi, dia sungguh tidak punya sopan santun! Cih!"

             Se Kyung mengernyit kecil, “Hah? Dia melakukan apa padamu?"

            “Jason." ujarku tegas, "Dia... menarikku. Membuatku terombang-ambing bahkan sampai menabrak banyak orang, karena gelangku tersangkut di jaketnya. Bukannya minta maaf,  dia justru memakiku.”

            “Tunggu... maksudnya... kamu ketemu Jason di mall ini?”

            “Hmm,” sahutku sambil mengangguk. Aku memainkan sedotan, mengaduk-aduk minumanku yang tinggal sedikit. "Sialnya. Kenapa kami harus berpapasan di eskalator itu. Dan, kenapa jaketnya pakai acara nyangkut di gelangku? Ughh... ."

             Se Kyung menatapku lekat sebelum kemudian membekap mulutnya tak percaya, “Beruntungnya... ,” lirih Se Kyung. Sinting. Dia baru saja bilang kalau aku beruntung? Aku ini sedang sial, lho. Se Kyung masih tidak melepas ekspresi terkejutnya, “Ceritakan detail padaku.”

             Aku menatapnya datar. Lihat. Se Kyung sungguh tidak akan berhenti sebelum aku menceritakan semuanya secara lengkap padanya. Ah, suasana hatiku semakin buruk saja. Aku melirik isi gelasku lalu tersenyum pada Se Kyung

            “Setelah Strawberry punch. Mango Smoothie sepertinya cukup enak.” Ujarku setengah mengerling padanya

             “Sial.” Se Kyung mendengus, “Mau chocolate puding?”

            Mataku berbinar takjub, “Deal.”

 

-TBC-

Jangan lupa like dan komentarnya ^^

Regards Me

Far Choinice

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!