Tina adalah anak dari Pak Budi dan bu Lasma. Dia memiliki kakak bernama Vivi dan juga memiliki dua adik-adiknya yang masih kecil. Tina dan keluarga tinggal disebuah desa yg sangat pelosok masih jauh sekali dari Kota, tidak bisa dilalui oleh kendaraan roda dua maupun roda empat menuju rumahnya.
Didesanya hanya ada sekolah SD, itupun harus menempuh jalan kaki sekitar 20 menit dari rumah. Sementara untuk sekolah SMP dan SMA tidak bisa ditempuh dengan jalan kaki, dikarena menghabiskan waktu kurang lebih tiga jam.
Untuk itulah, jika anak-anak desa itu sudah lulus dari sekolah dasar mau melanjut SMP atau SMA harus ngekost dikecamatan desa mereka. Di desa terpencil itu, keluarga Tina jg sangat jauh dari kata mewah malah selalu kekurangan dalam bidang ekonomi.
Karena itu, mereka tinggal dipersawahan disebuah gubuk yg sangat sederhana yg jauh dari kata layak. walaupun Tina dan Vivi anak desa, tetapi mereka memiliki paras wajah yg ayu dan manis.Tina juga memiliki mimpi yg tinggi menjadi wanita sukses dan bergelar Sarjana. Wanita itupun ingin sekali membahagiakan kedua orang tuanya, terlebih ingin mengangkat derajat keluarganya yang sering dihina dari berbagai kalangan.
Tina baru saja lulus dari sekolah menengah pertama, dengan hati gembira Tinapun pulang dari kost ke desanya. Karena jauhnya perjalanan mereka tempuh, Tina dan teman-teman sampe ke rumahnya masing-masing setelah sore hari. Tina dan keluarga pun berkumpul dirumah dengan bahagia.
"Tina berhubung kamu libur dan kakakmu Vivi juga ada disini, besok pagi kita cepat kesawah untuk manen padi yang sudah menguning", ucap bu Lasma sembari menyajikan makan malam.
"Baikla bu", Tina menjawab dengan singkat sembari memainkan selulernya.
Dipagi harinya ibu Lasma, Tina dan kakaknya Viivi bangun lebih awal untuk beres-beres dan mempersiapkan sarapan pagi. Merekapun makan ala kadarnya, nasi merah dengan lauk tempe campur ikan teri dan sayur daun singkong. Selesai makan, Pak Budi ayahnya Tina memanggil Tina.
"Tina anak gadis ayah, kamu kan sudah lulus SMP, ayah sangat bangga padamu nak. Nilai rapotmu semua bagus dan Kamu jg selama 3 tahun ngekost sudah bisa mandir!" ujar pak Budi sembari mengelus-elus kepala Tina penuh kasih sayang.
Ya ayah, Tina tau diri kok siapa Tina ini, ayah.
"Ya Tina, itu yg membuat ayah bahagia dan bangga pada anak-anak ayah, mau menerima ajaran orang tua dan didikan orang tuanya!" ujar pak Budi .
Huuufff
pak Budipun sesekali menarik nafas nya perlahan sembari menatap ke langit langit atap rumah nya. Berat rasanya menyampaikan ke Tina, dirinya harus berhenti sekolah ke jenjang berikutnya.
"Saya yakin, Tina pasti sangat kecewa dan sedih. Tetapi apalah dayaku, selain hanya bisa terbaring lemah di tempat tidur ini. Jika saya tidak penyakitan begini, mungkin anak-anak akan bisa saya tanggung jawabi, hingga bisa menempuh sekolah kependidikan kejenjang lebih tinggi", gumam pak Budi dengan mata berkaca-kaca.
Tina, ayah ingin mengutarakan sesuatu padamu. Ayah tau ini pasti membuatmu terluka, akan tetapi mau tidak mau, ini harus tetap ayah utarakan padamu nak!
Baiklah ayah, katakan apa yang ingin ayah katakan? tanya Tina sembari mengerutkan dahinya dengan rasa cemas.
Begini nak, sebelum ayah mengakatakanya kepadamu,
terlebih dahulu ayah memohon maaf sedalam-dalamnya. Berjanjilah pada ayah, kamu bisa ikhlas dan menerima semuanya, apapun itu.
Ya ayah, Tina berjanji. Apapun masalahnya, bahkan ayah dan ibu ada berbuat salah sekalipun, Tina selalu akan memaafkan ayah dan ibu kok. Tina sangat menyayangi ayah dan ibu sampai akhir hayat Tina, seperti ayah dan ibu menyayangiku.
Ooohhhh
benarkah begitu putri kesayanganku? tanya bu Lasma sembari meluk erat tubuh Tina.
Benarlah bu, bagi saya kebahagiaan orang tua yang paling utama. Baiklah katakan ayah ada hal apa yang ingin dibicarakan terhadapku?
Begini Tina, kamu kan tahu sendiri ayahmu selalu sakit-sakitan, tidak bisa kerja keras banting tulang. Terkadang ayah kasihan sekali melihat ibumu, kelelahan setiap harinya. Berjuang sendiri untuk memenuhi kebutuhan kita semua, belum lagi adikmu masih kecil. Maksud ayah disitu, belajarlah nak dari pengalaman Vivi, kakakmu itu terpaksa putus sekolah karena keadaan ekonomi kita tidak mampu. Semua sia-sia begitu saja, padahal kakakmu Vivi sudah kelas dua SMA pada saat itu.
"Terus maksudnya, apa ayah?
apakah Tina juga mengalami hal yang sama, harus berhenti sekolah juga?"
tanya Tina dengan seketika wajahnya memerah sembari mengerutkan dahinya.
Dirinya berharap tidak ada lagi yg namanya putus sekolah, juga hanya memiliki pendidikan rendah. Dirinya berharap kelak harus memiliki pendidikan tinggi hingga ke sarjana. Kemudian Tina kembali memastikan tujuan perkataan ayahnya.
Ayah, apa itu artinya Tina harus berhenti sekolah juga? itu artinya Tina hanya memiliki pendidikan di SMP saja donk.
"Tina, anak ayah! kaamuu haaaruus berrhentii melangkahh sampaiii di-i-isi-ni dulu, pergilah nak melangkah kerantau orang untuk mengubah nasibmu!" Bekerjalah tanpa gengsi selagi halal, agar bisa terbantu sedikit perekonomi kita", Ucap pak Budi dengan nada suara gemetar dan terbata-bata sembari meneteskan air matanya.
Ayah, katakanlah sekali lagi!
apa memang Tina benar-benar berhenti disini saja? saya ingin masih mau melanjut kesekolah menengah, ayah!
Ya, be-eenaarr Tina. Maaf kan lah ayahmu yang tidak berguna ini, semua ini salah ayah hanya bisa sakit dan terbaring lemah. Tidak terpikirkan lagi seperti apa ibumu mencari uang masuk sekolah, uang kos mu, beserta uang belanjamu, sementara dirumah ini saja kita terancam makan.
"Ayah tau, kamu pasti sedih dan kecewa. Ayah, benar-benar sudah mengubur mimpimu nak, ayah juga sudah membuat kalian susah. Hati ayah seperti tersayat sembelih pisau, melihat airmatamu tumpah karena kecewa", imbuh pak Budi menangis sembari menggemgam erat tangan Tina.
"Tidak, tidak ayah, jangan berkata begitu. Tina tidak apa-apa kok, ayah. Ayah itu sangat berharga bagi kami, dan kami tidak pernah merasa disusahkan oleh ayah. Baiklah ayah Tina berusaha ikhlas, tetapi ayah juga harus pulih ya, tidak boleh nangis lagi!" ujar Tina menangis sembari mencium tangan ayahnya.
"Terimakasih Tina, kamu sudah mengerti maksud dan tujuan ayah, sekalipun itu melukai perasaanmu", ucap pak Budi sembari menggemgam erat tangan Tina.
Ketika ibu dan Vivi fokus sibuk memanen padi disawah di dekat gubuk mereka, Tinapun fokus untuk merawat ayahnya dengan teliti. Setelah tidak terlihat oleh ayahnya , Tinapun berlari menuju perladangan kosong yang dikelilingi gunung indah. Tina menangis histeris dan menjerit di tepi gunung itu, berlutut sembari membungkukkan tubuhnya .
Aaaaaaah ! tidaaaak,
saya benar-benar tidak rela harus berhenti dititik ini.
Kenapa saya? kenapa harus saya berada dititik terendah ini? saya memiliki mimpi yang harus kuwujudkan.Tuhan! lihatlah diriku sungguh sakit rasanya, mimpiku harus terkubur. Saya benar-benar tidak sanggup menerima semua ini, sungguh tidak sanggup.
Tuhan tau! Tina memiliki cita-cita yang tinggi, ingin menjadi wanita desa berpendidikan dan sukses.
Apakah saya tidak layak bermimpi?
"Hey!" dengar siapapun ada disana, bahkan pengisi gunung sekalipun, bisakah kalian mendengar seruanku ini? keluarlah berikan saya solusi. Saya tidak terima keluargaku terkucilkan dan bahan hinaan berbagai kalangan, untuk itu saya ingin sekali mengangkat derajat keluargaku.
"Mengapa seolah takdir baik menolakku? Tidak bisakah saya merasakan sedikit saja keadilan ? dan tidak bisakah saya merasakan sedikit kebahagiaan ?
Dunia ternyata kejam, dunia terasa tidak adil!" seru Tina menangis hingga sesunggukan.
Sungguh miris melihat wanita desa itu, ibarat kehilangan akal sehatnya, sehingga berseru dan menjerit ditepi gunung memuaskan kekecewaan dan kesedihanya. Dirinya merasa tidak berarti lagi untuk hidup, jelas tergambar dibenaknya frustasi yang sangat berat.
Tiba-tiba Tina dikagetkan dengan sentuhan tangan dipundaknya, dirinya langsung menoleh ke belakang . Alangkah begitu kagetnya Tina, melihat dua wanita berdiri memandanginya dengan wajah sedih.
Ibu, kak Vivi, kok ada disini ? bukankah dari tadi kalian sibuk disawah,
untuk manen padi?
"Benar, sedangkan Kamu sendiri ngapain
ada disini ? bukankah kamu tadi sedang menemani ayahmu dirumah?
Saaayaaa, didisini untuk bermain !" sahut Tina dengan suara gemetaran dan terbata-bata.
Bermain dengan siapa? kamu bermain-main dengan Tuhan dan pengisi gunung ini? Tina kamu boleh manggil Tuhan, tetapi jangan mengujinya, itu dosa nak! Kamu juga tidak boleh memanggil pengisi gunung ini, apa kamu tidak takut itu sangatlah membahayakanmu?
Ibu melihatmu menangis sambil berlari disaat ibu mengantar padi ke gubuk. Kami sepakat mengikuti langkahmu dari belakang. Sungguh ibu tidak menyangka ternyata kamu seluka ini Tina!
ibu benar-benar tidak kuasa mendengar tangisan dan seruanmu.
Ibu bisa apa Tina ? sudah kuperjuangkan semua tanpa kenal lelah. Ibu benar-benar terluka dan tertekan, saat anak-anak ibu tidak bisa melanjutkan pendidikanya. Saat ini saya sadar, bahwasanya saya benar-benar gagal sebagai orang tua.
Jadi, jangan pernah kamu mengutuk dirimu Tina! Tetapi kutuk sajalah ibu ini, yang tak mampu menggapai mimpimu. Kamu benar Tina, dunia sungguh tidak adil dan berpihak terhadap kita, sehingga kamu tidak pernah merasakan sedikitpun rasa kebahagiaan.
" Biarlahpengisi gunung yang barusan kamu sebut, hadir mengutuk ibumu yang tidak mampu dan tidak berguna ini!" ujar bu Lasma menangis dengan tersungkur di tanah.
Tidak, tidak ibu, Tina tidak bermaksud begitu, Tina hanya merasa frustasi saja dengan keadaan. Tina melihat perjuangan hebat ibu dan merasakan begitu besar kasih sayang ibu dan ayah.
"Jadi, saya bermohon ibu jangan berkata begitu! saya hanya meratapi nasib kita saja ibu", ujar Tina menyahut ibunya sembari memeluk tubuh ibunya yang terlihat lemas.
Ibu! apa yang Tina katakan ada benarnya juga. Bukanya kita sebagai anak kurang bersyukur, tetapi kita ingin maju dari keadaan, saya mengerti maksud Tina.
" Dirinya sangatlah terobsesi menjadi wanita desa sukses, itu sudah dicita-citakanya disaat usianya masih 9 tahun. wajarlah bu Tina merasa hancur dan kecewa karena mimpinya terkubur. Begini saja, biarkan Tina tetap sekolah dan saya akan berangkat ke Jakarta menemui temanku Angel. Saya akan dibantu disana mencari kerja, untuk bisa menghasilkan uang demi membantu ayah dan ibu!" ujar Vivi sembari menghampiri ibu dan adiknya.
Tetapi Vivi, kamu sendiri terhenti dari sekolahmu, bagaimana bisa ibu menerima dirimu berjuang untuk adik-adikmu? sungguh ibu ini tidak tega nak.
Tidak apa-apa kok bu, Vivi ikhlas melakukanya, demi kebahagiaan keluarga kita dan demi meneruskan impian adikku, Tina.
Benar tidak apa-apa Vi? ibu tidak tega melihatmu banting tulang demi membantu perekonomian kita.
"Ibu, tidak usah mengawatirkan perasaanku, saya paham betul keadaan kita. Dengan ikhlas saya akan berjuang menanggung jawabi sekolah dan pendidikan adik-adikku!" imbuh Vivi
dengan mata berkaca-kaca sembari memeluk erat ibu dan Tina.
Tetapi Vi, ibu tidak ada menyimpan uang untuk pemula mendaftarkan Tina dan membeli perlengkapan sekolahnya . Belum lagi nanti pusing mikirkan uang kost dan uang belanjanya.
Gini aja bu, kita pulang saja dulu kerumah, masalah biaya pemula untuk Tina, biar kita diskusikan pada ayah! barang kali ayah ada ide dan memberi
saran terbaik untuk kita.
Bersambung......
"Ayah ayah, ayah ada dimana ?"
seru bu Lasma sembari berkeliling mencari pak Budi, setelah sampai kerumah mereka.
Apa sih bu? ayah ada disini dibelakan rumah. Dirumah gerah, sedangkan dibawahpohon ini sejuk bertedu sembari menidurkan sikecil dalam ayunan.
"Ayah kok berada disitu? emangnya, tidak sesak dan lemas lagi ya?" tanya bu Lasma sembari menghampiri ke bawah pohon di belakang rumah mereka.
Hari ini sepertinya mendingan bu, tidak ada terasa sesak, hanya saja agak lemas. Bosan terbaring terus dirumah di dalam tempat tidur, terik matahari sungguh nenyengat hari ini karena panasnya. Maka itu, ayah memutuskan disini menikmati hembusan angin sepoi-sepoi yang menyejukkan.
Tetapi, kenapa si kecil juga dibawa kesini ayah? bagaimana ayah bisa masang ayunanya dan menggendongnya kemari ? sedangkan ayah kan masih lemas, tidak usah dulu ngangkat-ngangkat atau mengerjain apapun.
Tidak apa-apa bu, harus belajar bergerak juga.
Biiar tubuh ini bisa kokoh kembali, apa lagi tadi si kecil rewel. Untuk itu saya niat manggil kalian, tetapi tidak ada satu orangpun terlihatku.
Sebenarnya kalian dari mana aja sih bu?
"Itu dia ayah, sebenarnya ada yang mau ibu bicarakan sama ayah. Tetapi nunggu anak-anak kesini semua, biar kita saling tukar pikiran ayah", ujar bu Lasma sembari menggendong sikecil dari ayunan karena merengek.
Baiklah, ayah akan sabar menunggu anak-anak datang, masalahnya ayah penasaran sekali.
Ada hal apa yang ingin dibicarakan terhadap ayah? sepertinya serius sekali. Menunggu anak-anak datang, alangkah baiknya ibu buatin minuman dingin dulu, kering rasanya tenggorokan ini.
Ayah tidak bisa minum yang dingin-dingin dulu!
jangan karena lumayan sedikit ingin cari penyakit lagi. Dijaga dulu pola makanya, biar ayah bisa sehat. Lihat anak-anak kita masih kecil-kecil dan kita sudah memiliki dua anak gadis, seharusnya ayah lebih semangat demi anak-anak.
Ya sudah kalo begitu, panggil saja anak-anak
kemari, biar dirundingkan apa yang ingin kalian bicarakan pada ayah!
"Nah, itu mereka datang yah.
Bawa apa sih nak ?" tanya bu Lasma penasaran.
" Ini kami bawa minuman dingin untuk pemuas dahaga, panas soalnya cuaca ini, ibu!" ujar Vivi sembari menuangkan minuman di gelas.
"Syukur sekalilah, ibunya melarang minum dingin, ternyata membatin ke anak. Tahu saja ayahnya pengen sekali minum yang segar-segar", gumam pak Lasma sembari tersenyum tipis.
Ayah, ini minum untuk ayah. Tina menyodorkan cangkir tertutup yang biasa digunakan ayahnya sebagai cangkir minumnya untuk air hangat.
"Ternyata, anak dan ibu sama saja!" gumam pak
Budi sembari menggarut-garut kepalanya.
Baiklah, kalian ingin membicarakan apa terhadap ayah? sepertinya penting sekali, ayah sungguh
tidak sabar ingin mendengarnya.
Begini ayah, saya dan ibu melihat Vivi menangis histeris dan menjerit ditepi gunung area ladang. Dirinya sangat terpukul ayah, dengan keputusan
tadi pagi. Ayah tahu, disana Tina seperti kehilangan akal sehatnya, memanggil seluruh isi gunung hanya untuk menyaksikan luka batinya. Bagaimana jika Tina sekolah saja ayah? biar saya saja yang akan berangkat kerja ke Jakarta bekerja, membantu biaya dan keperluan Tina saat sekolah.
Hati pak Budi pun terasa tercabik cabik, dirinya merasa sepertinya banyak duri-duri yang tertancap didalam hatinya saat ini.
"Ayah bisa apa? jika itu suatu kesepakatan kalian. Ayah ikut saja, jalan satu-satunya padi itu saja dijual mentah biar cepat urusanya. Takutnya pendaftaran masuk sekolah tertutup", papar pak Budi lemas.
Saya kerumah abangmu bersama Tina. menurutku, sementara meminjam uang mereka saja nunggu
padi kering biar bisa digiling. Karena jual padi mentah akan anjlok harganya kita bisa rugi banyak.
Tetapi bu, saya sudah tahu abang dan kakak ipar saya seperti apa. Mereka seolah tidak mengenal
kita karena keadaan kita yang susah. Saya saja adiknya sendiri sakit parah berulang kali, satu kalipun tidak pernah datang memijak rumah ini untuk berkunjung.
Ya sudahlah ayah kita lupakan saja itu, biar Tina saja yang bicara pada pak tuanya. Kita bisa saja tidak dianggap oleh mereka. Tetapi tidak dengan anak-anak, mereka tidak bisa dihapus dari garis keturunan keluarga. Saya yang akan mendampingi Tina kerumah pak tuanya. Apa lagi masalah biaya sekolah, tidak mungkin mereka mau anak- anak semua putus sekolah", Imbuh bu Lasma menyahut sembari pergi dengan Tina menemui abang dan kakak iparnya itu.
Tok..tok..tok
suara gedoran pintu itu terdengar berulang kali,
di sebuah pintu rumah mewah itu.
Siapa?
Saya kak, Lasma.
"Ada apa kemari?" tanya kakak iparnya sembari
membukakan pintu.
Boleh kah kami masuk dulu, kak ?
Tina ingin bertemu dengan abang ipar.
Boleh, tetapi ada urusan apa?
Nanti kami cerita didalam rumah saja kak.
"Pak, ini Lasma dan Tini datang ingin ketemu dengan ayah!" seru kakak ipar bu Lasma dari
lantai dasar.
"Ya sebentar", sahut abang iparnya singkat.
Bu Lasma dan Tinapun duduk dilantai di samping
sofa mewah, diruangan bagus dan bergeramik itu.
Dan si kakak ipar duduk di kursi sofa sembari
memainkan androidnya. Tiba- tiba abang ipar
bu Lasmapun turun dari tangga mewah lantai dua dan langsung duduk di sofa sembari melirik tajam
kearah dua wanita yang melas itu.
Ada apa mencari pak tua, Tina?
"Tua, Tina lusa mau mendaftar masuk sekolah menengah, tetapi ayah dan ibu tidak ada uang. Sementara Tina ingin sekali sekolah sampai tinggi, mohon bantu Tina tua untuk kali ini saja. Nanti diganti menunggu padi kami kering", sahut Tina sembari memandang wajah pak tuanya yang selalu datar itu.
"Eeeehh, stop bermohon-mohon ke suami saya. Kami ini juga punya tanggungan banyak. Kakak
dan abangmu lagi kuliah S1 dan abangmu satu lagi melanjut ke S 2 , kami benar-benar banyak pengeluaran saat ini Tina! Saya harap sekarang
kalian keluar dari rumah ini, bisanya datang kesini cuma mau minta-minta", Seru kakak ipar bu Lasma dengan wajah memerah sembari bertolak pinggang.
Duduk, ibu duduk! jangan seperti preman saja.
Dirumah ini semua bapak yang menentukan.
Itu di karenakan semua ini berkat kerja keras saya, banting tulang tanpa lelah. Bukan saya menyalahkan ibu, tetapi ibu sudah mendahului bapak. Tina itu bicara ke saya bukan ke ibu",
ujar pak tua sembari menatap tajam kearah istrinya.
Seketika kakak ipar bu Lasmapun duduk dan menuruti apa kata suaminya. Terlihat jelas dipanjaran wajahnya yang tidak menyukai kedua
wanita miskin itu, menginjak rumah mewah mereka. Apa lagi sampai suaminya menolong kedua wanita itu, sangat menggeramkan bagi kakak iparnya.
Tin, dulu kakakmu Vivi juga kemari minta tolong,
saya sudah dua kali menolongnya, tetapi kandas juga ditengah jalan. Sekarang giliranmu Tina,
yang Tua pertanyakan, jika tua membantumu, apakah bantuan itu akan sia-sia juga? saya kecewa sekali jika harus nasibmu sama dengan kakakmu Vivi.
Lantas, tua harus bagaimana lagi sama kalian? kurang apa bantuan dan pengorbanan tua terhadap kalian?
Tua benar-benar kecewa saat Vivi putus sekolah.
Saya tidak mengerti cara berfikir orang tuamu seperti apa. Mudah sekali menyerah, lemah dan
putus asa. Mereka tidak memikirkan masa depan anak-anaknya sama sekali. Sedangkan pak Tua ini, bekerja dan bekerja setiap harinya. Lahan-lahan yang kosong semua tua tanami sawit, awal nya bermula modal pembagian warisan dari orang tua kami. Ayahmu juga mendapat bagian yang sama, tetapi bisa-bisanya kalian tidak memiliki apapun' malah kalian tinggal dirumah atau gubuk kecil
yang reot itu, didipinggir sawah lagi.
Jadi, ayahmu itu kerjanya ngapain saja?
Abang bilang, suami saya ngapain saja? adikmu itu sudah sakit bertahun-tahun. Bagaimana bisa dia
bekerja keras mengikuti jejak abangnya? sementara badanya saja digerogoti penyakit. Masalah warisan yang abang teringati itu, semua sudah kandas untuk biaya pengobatan suamiku.
Saya malu, sungguh malu memiliki saudara seperti
kalian. Saya tinggal dirumah mewah dan anak-anak saya sarjana semua, sedangkan adik saya sendiri menjadi terkucil di desa ini. Itu semua dikarenakan kalian tidak berdaya dan tidak mampunyai apa-apa, bisanya cuma tinggal digubuk reot itu.
Apa orang-orang katakan tentang keluarga kita? kalian benar-benar mencoreng muka saya.
Itu salah satu alasanya, saya tidak pernah mau dan
tidak mau tahu terhadap kalian! Sekarang bilang sama si Budi itu, bangun dan harus bangkit.
Belajar tahu diri, jangan mau sakit terus, seharusnya belajar kokoh biar bisa berjuang menghidupi anak-anaknya. Jangan taunya ngemis
dan bermohon kerumah ini.
Cukup bang, tahu apa abang tentang penyakit
suami saya? karena separah-parahnya si Budi sakit, satu kali pun kamu tidak pernah melihat,
dan tidak pernah tahu seperti apa keadaan adikmu sendiri. Dia berjuang melawan penyakitnya, dan kamu masih bisa melecehkan dia? Dimana hati nuranimu? didalam tubuhmu itu ada aliran darah si Budi yang kamu sebut tadi. Kamu benar-benar dibutakan keadaan dan melupakan hubungan darahmu sendiri.
"Hey! kamu siapa? berani sekali kamu memarahi
dan membentak-bentak suami saya. Seharusnya
kamu itu berkaca, kamu itu berhadapan dengan siapa? apa yang kamu banggakan Lasma? sampai berani bicara nada tinggi dan menunjuk-nunjuk kearah suami saya. Memang kita kakak beradik dari suami kita, tetapi kamu itu harus ada batasanya, mengingat kita inimemiliki perbedaan kasta yang jauh berbeda.
Lihat dirimu, lihat anak-anakmu, lihat suamimu,
seharusnya kamu berfikir keras masuk kerumah ini,
apa lagi untuk mencari ribut.
Saya kesini bukan mencari ribut, saya kesini minta
tolong. Karena kita saudara, tetapi dari perkataan kalian dari tadi, bisanya menyalahkan dan menghina suami saya dan keluarga kecil saya.
"Cuihhh, suara air ludah bang iparnya meludah dihadapan kedua wanita itu. Keluar dari sini, cepat keluar, sebelum saya sendiri yang menyeret kalian untuk keluar dari sini!" seru bang ipar bu Lasma dengan emosi sambil menunjuk nunjuk kearah Tina dan bu Lasma.
"Baiklah kami akan keluar. Tetapi satu hal yang kalian perlu ketahui, saya akan menulis hinan ini di memori ingatan saya seumur hidupku. Hari ini saya sadar, bahwasanya kami tidak memiliki keluarga seperti kalian, selain keluarga kecil kami!" seru
Tina dengan nada tinggi sembari mereka keluar
dari rumah mewah itu.
Bersambung
Apa kata abg itu bu? diberikah kita minta tolong?
trus kenapa dengan klian kelihatanya habis nangis.
Apa jangan-jangan klian dapat perlakuan kurang menyenangkan ya dari mereka.
Tidak sama sekali ayah, ibu sama Tina memang usai menangis. Bukan berarti kami mendapatkan perlakuan tidak baik dari kakak ipar maupun abg ipar.
Lantas, mengapa kelihatanya kalian seperti sedih sekali, katakan dengan jujur?
Benar kami memang baru menangis, gimana gak sedih yah, lusa Tina harus mendaftar masuk sekolah, sementara uang orang kakak itupun kebetulan tidak ada, mereka juga akhir-akhir ini banyak pengeluaran tak terduga.
Benarkah begitu adanya bu? Tetapi kenapa mata kalian sampai sembab begini? jujur saja bu, karena ayah sudah tau gimana watak dan sifat mereka.
"Ayah tidak boleh selalu berprasangka buruk sama orang lain, sebelum ayah lihat kenyataanya
seperti apa", sahut bu Lasma sembari mengelus elus perlahan dadanya.
Oklak kalo begitu adanya ibu.
Ya ayah, sudahlah ibu nurut saja sama apa kata ayah, biarlah padi itu saja dijual ibu sudah ikhlas terpenting Tina bisa sekolah.
Lusa haripun Tina dengan bu Lasma pergi ke kecamatan untuk mendaftarkan Tina masuk sekolah. Sesampainya disekolah terlihat dua wanita itu sedikit agak linglung dengan komplek
sekolah yang begitu banyak ruangan dan belokan
masuk jalur ruangan.
Darimana masuknya Tin? ini jalur masuk kedalam sekolah, trus mendaftarnya dimana ya?
Tina jg kurang ngerti bu, kita keliling-keliling kompleks saja dulu, ntar kita tanya sama
orang-orang yang berada disini.
Nah coba lihat bu! ada orang pake dinas didepan ruangan atas dengan seragam, kali saja bapak itu bisa membantu kita.
Mana? ibu tidak melihatnya Tina.
Itu tuh bu, mari kita naik tangga saja.
Oh ya ibu melihatnya, mari kita naek keatas saja!
Pantasan sepi di bawah nak, rupanya masih ada
ruangan di atas.
Ya bu, tetapi capek juga menaiki anak tangganya ini bu!
Permisi bu, ada yg bisa kami bantu?
"Ya Tuhan kaget saya pak, imbuh bu Lasma
tersipu malu".
Habis ibu tadinya gak memerhatikan saya, asyik lihat sana lihat sini, syukur ibu tidak nabrak saya.
Ya pakk, saya minta maafff ya!
Ok, tidak apa-apa ibu, ada yg bisa saya bantu bu?
Bapak ngajar disini ya?
Bukan bu, saya securiti disini penjaga keamanan
disekolah ini, kan jelas tertulis di dinasnya bu.
Oh iya benar pak, tidak saya perhatikan maklum pak datang dari desa.
Tidak apa-apa bu, biasanya itu, hidup ini saling memaklumi saja.
Oh ya pak, saya mau mendaftar masuk sekolah disini. Kalo boleh tahu ruangan untuk mendaftar dimana ya pak?
Mari ikut saja saya bu, biar saya antar kalian ke keruang pendaftaran.
Trima kasih y pak.
"Sama-sama ibu", sahut securiti dengan singkat.
Saya benar-benar tidak sabar bu sekolah disini, selain kompleknya bersih dan indah, suasanya jg rame dekat kota lagi.
Ibu jugag senang nak, akhirnya kamu bisa lanjut sekolah juga.
Tok-tok-tok
Permisi bu!
Silahkan masuk, ada apa ibu?
Saya ingin mendaftarkan anak saya untuk masuk
sekolah disini bu.
Silahkan duduk bu, sudah dilengkapi semua
berkas-berkasnya, kan?
Sudah ibu, ini semuanya.
Ok bu, apakah sudah dibacakah pengumuman didepan?
"Belum lho bu", sahut bu Lasma polos.
Ok, saya akan jelaskan sedikit ya bu tentang
peraturan disekolah ini :
1.Dinas putih abu-abu wajib dijahit dari sekolah ini,
percis disamping sekolah dan bisa langsung
mendaftar ukuran seragamanya setelah dari sini.
2.Baju olah raga juga disediakan dari sekolah ini
3.Baju pramuka boleh bebas beli sendiri di pajak,
kalo bisa diusahan warna coklat muda
Sepatu diwajibkan warna hitam polos
5.Tidak diperbolehkan menggunakan asesoris
dan rambut pirang.
Peraturan itu ditentukan oleh kepala sekolah disini untuk bertujuan agar semua siswa tidak ada yang terlihat menonjol dan semua sama rata.
"Baiklah bu, kami izin pamit pulang", sahut bu Lasma sembari melangkah denfan Tina keluar
dari ruangan.
"Sekarang kita fokus mencari kosanmu nak, biar
nanti masuk sekolah sudah ada tempat tinggalmu". Ujar bu Lasma sambil mereka berjalan kaki.
Kedua wanita tersebutpun terlihat mengelilingi
pusat kota kecamatanya dengan berjalan kaki. Semua itu dilakukan untuk mencari kos cocok untuk Tina.Tetapi sudah beberapa rumah yang ditanya belum ada cocok, dengan harga terjangkau sesuai kemampuan. Mereka berusaha mencari kosan yang lumayan murah yang terpenting bisa untuk berteduh. Jam pun cepat berputar mereka harus mengingat waktu untuk pulang.
Dikarenakan bus hsnya ada satu setiap harinya menuju arah desa mereka,itupun jam berangkatnya sudah diatur. Lebih menyedihkan lagi, mereka harus berjalan kaki setengah jam dari simpang ke rumah yang mereka tempati.
Tin tinnn tin..., suara klakson motor yang hampir saja menabrak mereka.
"Hey! jalan itu hati-hati, lihat-lihat kiri kanan bu sebelum mau nyebrang. Misalkan tadi terjadi apa-apa gimana?" seru penggunakan
roda empat yang hampir saja menabrak bu Lasma.
"Ya bang maaf ya, maklumlah kami dari desa, kurang paham untuk nyebrang jalan", sahut bu Lasma sembari menggemgam tangan Tina erat.
Ibu tidak apa-apa kan? saya sempat kemas bu,
takut terjadi hal buruk terhadap ibu.
Tidak apa-apa nak, disini kendaraan sudah rame dan banyak, Tina. Ini pelajaran untukmu, biar lebih berhati-hati berjalan kaki di jalan besar begini.
Apa lagi nanti kamu tiap hari melewati jalan besar ini, jangan sembrono dan ingat teguran bapak tadi terhadap ibu!
Tiba-tiba pria yang menegur bu Lasma dan Tina
berputar balik menghampiri mereka. Pria itu
merasa bersalah dengan perkataanya dengan nada tinggi terhadap kedua wanita itu. Pria itu ingin sekali meminta maaf dan membantu mengantar mereka ketempat tujuanya.
Permisi bu! Sebenarnya dari mana, dan mau kemana? kejadian tadi saya benar-benar minta maaf buat ibu dan adik. Tidak seharusnya saya membentak kalian berkata dengan nada keras, itu semua spontan saja dikarenakan saya benar-benar shock dan kaget.
Tidak apa-apa pak, saya juga mengerti dan akan menjadikanya pembelajaran kedepanya bahwa menyebrang itu harus lebih berhati-hati.
Kalo begitu silahkan masuk kedalam mobil,
biar saya bantu mengantar ketempat tujuan kalian.
Dari pada capek jalan kaki mutar-mutar, belum lagi
panas matahari sangat menyengat.
Tidak usah pak, terima kasih! masalahnya kami belum menemukan tujuan tepat untuk anak saya.
Kami juga memang harus berjalan kaki,
keliling mencari kos yang cocok untuk anak saya.
Oh, itu artinya si adek ini baru mendaftar sekolah disini? ingin mencari kos untuk siadek ini?
Ya sudah, mari naik saja ke dalam mobil saya. Kebetulan saya dan istri saya mencari anak kos,
mana tahu cocok kalian rasa tinggal dirumah
kami.
Tetapi, masalahnya kami menyarikan harga kos yang murah pak, dikarenakan kami tidak mampu harus membayar kos yang mahal.
Sudahlah bu, masalah harga tidak perlu ragu. Terpenting kita kerumah dulu untuk membicarakanya dengan istriku. Kira-kira cocok masuk, kalo misalkan kurang cocok juga tidak apa-apa, saya akan membantu mencari yang cocok
menurut ibu.
Terima kasih pak, sungguh baik hatimu.
Tidak usah panggil saya dengan sebutan pak,
saya masih muda bu, lebih cocok ibu manggil saya sebutan anak. Nah, kita udah sampai dan ini dirumah saya, mari silahkan masuk!
Siapa pa?
Ini ma, siswa baru mau sekolah disini sedang mencari kosan. Kami ketemu dijalan dan saya bawa kemari biar siadek ini tinggal bersama kita saja dirumah ini.
Ya bu, yang dikatakan suamiku itu benar. Kebetulan sekali kami juga lagi mencari anak kost, biar siadek ini tinggal disini saja, dekat kok sekolah dari sini, cuma menghabiskan waktu 5 menit saja.
Berapa uang kos yang harus kami bayar per bulanya bu? uang belanjanya bagaimana? harus masak sendiri atau bayar uang belanja pada ibu?
Udah bu, kalo siadek ini mau tinggal disini tidak
usah bayar kos dan uang makan. Apa yang ada
dirumah ini itu juga dimakanya terpenting siadek
ini mau bantu-bantu saya dirumah dan di warung.
Bu Lasma dan Tinapun tersenyum bahagia saling
memandang. Bu Lasma da Tina merasa sedikit
longgar dari beban biaya selama ini dipikirkan.
Hanya saja, tinggal memikirkan uang sekolah dan keperluan sekolah Tina.Tinapun merasa bahagia setidaknya bisa membantu mengurangi sedikit beban tuanya, mengingat betapa sulitnya kehidupan mereka.
Beberapa hari kemudian, tampak Tina diberangkatkan orang tua dan kakaknya ke simpang, untuk pergi kekosnya memulai hidup
baru demi melanjutkan pendidikanya. Pak Budi dan bu Lasma serta Vivi memeluk Tina erat
dan hangat. Sedih rasanya saat harus berpisah dengan keluarga diusia masih dini demi menempuh pendidikanya.
Tinapun berangkat sendiri ke kosnya, hanya diantar sampai ke bus saja. setelah bus itupun terlihat berangkat, Tina memandang dari kaca belakang sembari meneteskan air mata, terlihat juga begitu jelas terlihat Tina bu Lasma juga sesekali mengusap air matanya.
Beberapa jam kemudian, Tina telah sampai ke tepat di pusat kota kecamatan, hati Tina berkecambuk antara senang atau sedih. Dirinya bahagia karena awal dari perjuanganya menjadi sosok wanita desa yang mulai menempuh pendidikan menengah. Tetapi disisi lain, Tina merindukan suasana rumah dan desanya serta ingin selalu menikmati kebersamaan dengan keluarganya digubuk area persawahan itu.
Ibu kost pun membawa Tina naek ke lantai dua,
menunjukkan kamar Tina. Kamar itu tidak terlalu
besar nampak minimalis tetapi bersih dan rapi.
Disudut kamar ada sebuah lemari dan meja belajar bisa disebut nyaman tempat untuk rebahan. Tinapun mulai menyusun pakaianya dilemari, setelah itu dirinya menghempaskan tubuhnya dikasur empuk itu untuk menghilangkan sedikit lelahnya diperjalan tadi.
" Tina kemarilah untuk mandi, turunlah kebawah
biar kita makan malam!" seru ibu kost memanggil dirinya.
Tinapun masih ngantuk terpaksa turun dan menuruti perkataan ibu kos dengan pasrah.
Tanpa sadar, Tina kesandung disudut meja ruang bawah, seketika semua dikagetkan dengan suara:
Prakkk.....!
Dengan sekejap, puluhan gelas di meja warung milik ibu kost itu hancur dengan berkeping-keping.
Sontak seisi rumah terkejut, wajah wanita desa itu
pucat dan dialiri keringat dingin karena ketakutan.
Tiba - tiba ibu kost menghampiri Tina dan menjerit.
Tina...!
Seru ibu kostnya dengan wajah memerah
Bersambung......
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!