Dooorrr
Dorrrrr
Dorrrrr
Bocah berusia 8 tahun itu tersentak namun tetap menampilkan wajah tenangnya saat mendengar suara tembakan di luar kamarnya. Bibirnya terbungkam rapat dan matanya menatap nanar sang Ibu yang saat ini juga menatapnya dengan begitu sendu, Ibunya mendorong bahu bocah itu agar masuk kedalam lemari kemudian sang Ibu sedikit membungkuk sehingga kini wajahnya sejajar dengan wajah bocah itu.
"Sshht..." wanita paruh baya itu meletakkan jarinya di bibir, meminta putranya tak bersuara "Anggaplah ini hanya mimpi buruk, besok pagi kau akan bangun seperti biasa dan akan memulai hari yang baru nan indah," ucapnya dengan suara yang bergetar.
"Kami mencintai mu, Varian. Kamu adalah super hero kami, malaikat kecil kami. Jiwa kami, tetaplah hidup, putraku!" lirih wanita paruh baya itu kemudian ia mengecup kening Varian yang masih berusaha menampilkan wajah tenangnya meskipun dadanya bergemuruh, darahnya mendidih.
"Kami akan selalu mencintai mu, dan menatap mu dari surga sana." lanjutnya kemudian ia mengecup pipi Varian.
"Kami akan selalu ada di sisi mu, jika kau merindukan kami, tutuplah matamu dan kau akan melihat kami."
"Ibu..." akhirnya satu kata itu keluar dari mulut bocah yang bernama Varian Lewis, putra dari Adrian Castanov sang pencuri.
Yeah, Adrian Castanov adalah seorang pencuri. Biasanya ia mencuri untuk memenuhi hasratnya ataupun untuk memenuhi kehidupan keluarganya yang hidup dengan eknomi pas-pasan. Namun seminggu yang lalu, Adrian telah mencuri sebuah tas kecil yang ternyata berisi berlian milik Don Mafia yang bernama Dominic, dan inilah balasan yang harus Adrian dan keluarga kecilnya terima. Pembantain tanpa ampun.
"Varian putra ku, kami akan selamanya tinggal di dalam jiwa mu!" kata Ibunya yang bernama Merry Lewis sebelum akhirnya Merry menutup pintu lemari dan membiarkan Varian bersembunyi di sana. Varian membuka sedikit pintu lemari dan ia memperhatikan Ibunya yang kini duduk di tepi ranjang mungil nya, menunggu utusan Don Dominic datang dan benar saja, tak lama kemudian beberapa orang pria yang memakai setelan jas hitam masuk dan tanpa basa basi, mereka langsung memberondong Merry dengan peluru yang tentu saja membuat Merry langsung terkapar bermandikan darah di ranjang Varian.
Varian yang mengintip dari lemari hampir saja berteriak histeris namun dengan cepat ia membungkam mulutnya. Jantungnya seolah berhenti berdetak, darahnya seolah berhenti mengalir. Kedua mata besarnya membulat dan berkaca kaca melihat apa yang terjadi pada Ibu tercintanya.
"Ibu..." ia hanya bisa memanggil Ibunya dalam hati nya yang terasa begitu sakit. Seluruh tubuh Varian terasa begitu dingin seperti es.
"Halo..." Varian langsung menatap pria yang saat ini sedang menghubungi seseorang di telfon. Pria itu memiliki tato bunga teratai di lengan kanannya.
"Don, eksekusi sudah selesai. Adrian Castanov beserta istrinya telah di jemput maut dengan sangat indah," seru pria itu dengan suara bass nya yang membuat Varian langsung menggeram, ia mengepalkan tangannya kuat kuat, tatapan matanya kini penuh dengan api amarah dan dendam.
"Bukankah mereka punya seorang putra?" tanya pria dari seberang telfon sana.
"Iya, tapi putranya masih kecil dan mungkin sekarang sedang bermain dengan teman temannya di luar sana. Apa perlu aku mencarinya dan membunuhnya juga?"
"Tidak perlu, saat dia pulang dan melihat mayat kedua orang tuanya. Dia pasti akan hidup dalam ketakutan dan akan menjadi manusia yang lemah."
"Baiklah, Don. Misi selesai!"
"Kabarkan juga pada Massimo, Misi selesai. Dia akan senang."
"Baiklah, Don. Saya akan mengabarkan pada Don Massimo bahwa misi selesai dengan sangat baik."
Para pria itu pun meninggalkan kamar Varian dan dengan cepat Varian keluar dari dalam lemari, ia mendekat tubuh sang Ibu yang penuh darah.
"Mereka semua akan membayar setiap tetesan darah Ibu dan Ayah, aku janji!!!" geram Varian kemudian ia mengambil kain putih dan menutupi tubuh Ibunya.
"Kalian semua, ingatlah nama ini, Castanov. Aku, Varian Castanov akan menuntut balas!"
Tbc...
Beberapa hari telah berlalu dari sebuah insiden yang masih sangat Varian harapkan hanya sebuah mimpi buruk, namun setiap kali Varian terbangun dari tidurnya, ia harus menerima kenyataan bahwa semua itu bukan mimpi.
Varian kini hidup sebatang kara, tinggal dirumah kecil yang penuh dengan kenangan buruk, bahkan Varian seolah masih mencium bau amis darah kedua orang tuanya.
Varian baru berusia 8 tahun, dan kini ia sudah harus hidup mandiri, bahkan untuk makan pun kini ia harus mencuri.
"Aku tidak mau mati kelaparan, aku harus hidup untuk membalaskan dendam ayah dan Ibu," ucap Varian sembari melahap sepotong roti yang berhasil ia curi dari pedagang.
Hari sudah malam, Varian berjalan pulang sembari menikmati gigitan demi gigitan roti di tangannya.
Saat melewati jalan yang sepi dan gelap, Varian melihat seorang pria yang muncul entah dari mana, pria itu berlari sambil sesekali menoleh dan melepaskan tembakan. Varian tercengang di tempatnya, tubuhnya terasa kaku dan darahnya mendidih saat kembali mendengar suara tembakan yang mengingatkan Varian pada kematian kedua orangtuanya.
Di belakang pria itu, ada sekelompok pria yang berlari mengejar pria itu, Varian kembali teringat pada ayahnya, pasti seperti inilah ayahnya saat di kejar oleh orang-orang jahat itu.
Tanpa fikir panjang, Varian berlari maju kemudian mendekati pria itu yang juga sudah dekat dengan Varian,
"Ayo, Tuan ikut aku," kata Varian kemudian ia menarik lengan pria itu namun Varian mengernyit saat merasakan tangannya basah dan setelah ia lihat, lengan pria itu rupanya berdarah bahkan sampai menetes ke tanah.
"Pergilah, Nak. Ini berbahaya!" seru pria itu menarik tangannya dan ia meringis sakit.
"Mereka ada banyak, kau bisa di cincang," ujar Varian kemudian ia kembali menarik lengan pria itu dan membawanya lari.
"Aku hafal daerah ini, kau bisa percaya kepada ku, Tuan," kata Varian.
Doorrrrr
Kembali orang orang itu melepaskan tembakannya dan itu mengenai paha pria ini, pria itupun terjatuh namun Varian dengan cepat membantunya berdiri dan memapahnya.
Varian menduga para pria itu sepertinya menginginkan pria ini hidup hidup karena mereka hanya membidik kaki dan lengannya. Seolah hanya sekedar ingin melumpuhkan, Varian bisa sedikit bernafas lega karena itu artinya kesempatan hidup pria ini jauh lebih besar.
"Tidak, kau bisa mati, Anak muda. Pergilah! Mereka memang tidak akan membunuhku tapi mereka akan membunuh siapapun yang mencoba menghalangi tugas mereka," ucap pria itu yang kini terlihat semakin lemah.
"Jangan banyak bicara, Tuan!" seru Varian tiba tiba yang membuat pria itu terperangah, tak menyangka sama sekali dengan jawaban Varian "Simpan tenagamu untuk menyelamatkan diri,"
Dorrr
Doorrrrr
"Aaagghh!" Varian terjatuh saat punggung dan lengan kirinya terkena tembakan dari belakang. Namun Varian berusaha berdiri, ia mengambil pistol dari tangan pria itu kemudian melepaskan beberapa tembakan pada ke belakang.
Pria itupun sangat terkejut, ia panik melihat punggung dan lengan Varian yang berdarah. Namun Varian tetap tidak terlihat takut, setelah melepaskan beberapa tembakan, Varian berlari ke arah kiri dan memasuki semak semak. Beberapa kali ia dan pria itu jatuh namun keduanya terus bangkit tanpa lelah. Hingga keduanya sampai di tepi sungai.
"Apa kita akan melompat?" tanya pria itu.
"Tidak!" jawab Varian "Jika kita melompat, orang-orang itu akan mendengar suara air, kita turun pelan pelan, berenang ke arah sana dan itu tembus ke rumah pasar sana," tukas Varian panjang lebar.
Sementara para pria di belakang mereka kini mengikuti jejak darah Varian dan pria itu dan mereka pun sudah sampai di tepi sungai, namun mereka terlambat. Varian dan pria itu sudah tak ada lagi di sana, bahkan air sungai sangat tenang dan tidak ada tanda-tanda orang nyebur kedalam sungai.
"Sialan!"
Tbc...
Varian tahu, orang-orang itu akan mengikuti jejak darah mereka. Varian dan pria yang ditolongnya itupun berusaha mengikat luka mereka menggunakan baju bahkan celana mereka sebelum akhirnya mereka berjalan di tepi sungai, di antara belukar yang tumbuh di sekitar sungai.
Saat orang-orang itu sudah sampai di sungai, Varian dan pria itu bersembunyi dan tak bersuara sedikitpun. Beruntung, ini malam hari dan benar-benar gelap. Setelah memastikan orang-orang itu pergi, Varian melanjutkan perjalanannya dan barulah ia merasakan sakit karena dua tembakan yang mengenai tubuhnya. Varian bahkan jatuh pingsan, pria itu pun menggendong Varian dan berjalan mengikuti sungai dengan susah payah hingga akhirnya ia sampai di jalan raya. Pria itu segera memanggil bantuan dan ia pun jatuh pingsan di samping Varian.
..........
Varian membuka matanya yang terasa berat, seluruh tubuhnya terasa kaku dan ia merasakan sakit yang teramat di bagian punggung dan juga lengannya. Varian berusaha duduk, ia mengedarkan pandangannya, ia berada di sebuah kamar yang besar dan mewah.
"Halo, Nak. Akhirnya kau sadar juga," seru seorang wanita paruh baya dengan rambut yang sudah sedikit memutih, ia mendekati ranjang Varian.
"Tidak apa-apa, Sayang. Berbaringlah, kau butuh istirahat!" namun Varian tak mendengarkan ucapan wanita itu, ia tetap duduk tegak dan menatap ara wanita asing itu.
"Siapa kau?" tanya Varian kemudian.
"Aku Marimar, Ibu dari pria yang telah kau tolong dua hari yang lalu," ucap Nyonya Marimar dan kemudian pria yang telah di tolong Varian datang bersama seorang wanita.
"Bagaiamana keadaanmu, Nak? Dan siapa namamu?" tanya pria itu.
"Varian, Varian Castanov," jawab Varian tegas yang tanpa Varian sadari, ia telah membuat orang-orang di depannya terkesima dengan keberaniannya bahkan Varian tidak terlihat takut apalagi trauma setelah apa yang terjadi semalam.
"Berapa usiamu, Varian?" tanya wanita cantik yang berdiri di samping pria yang telah ditolong Varian.
"8 tahun," jawab Varian yang membuat orang-orang didepannya itu terkejut.
"Baiklah, Varian. Perkenalkan, namaku Vitho, orang-orang memanggilku Don Vitho," ucap Don Vitho yang membuat Varian terperangah.
"Don?" Varian berbisik, ia teringat dengan para mafia yang telah membunuh kedua orang tuanya.
"Dan ini Ibuku, kalian pasti sudah berkenalan. Ini istriku, Valery." lanjut Don Vitho.
"Dimana keduanya orang tuamu, Varian?" tanya Nyonya Valery.
"Mereka dibunuh beberapa hari yang lalu oleh sekelompok mafia." Varian menjawab dengan suara yang tercekat dan tentu Don Vitho, Nyonya Marimar dan Nyonya Valery sangat terkejut.
"Siapa yang melakukannya, Nak? Katakan pada kami, kami akan mencarinya!" seru Don Vitho.
"Aku tidak tahu, tapi mereka menyebutkan dua nama. Dominic dan Massimo!"
"Apa kau tahu siapa mereka, Sayang?" tanya Nyonya Valery pada Don Vitho.
"Dominic dan Massimo, semua orang pasti pernah mendengar nama mereka tapi tidak ada yang tahu dimana meraka dan seperti apa rupa mereka." ujar Don Vitho.
"Aku ingin membalas mereka!" seru Varian mengepalkan tangannya.
"Kami akan membantumu, Varian," ujar Don Vitho "Kau sudah menyelamatkan nyawaku, aku akan berhutang nyawa padamu." lanjutnya.
"Oh ya, apa kau punya kerabat, Nak?" tanya Nyonya Valery dan Varian menggeleng pelan.
Nyonya Valery dan Don Vitho pun saling memandang, seolah mereka ingin mengatakan sesuatu namun mereka tampak ragu.
"Antarkan aku pulang ke rumahku," ucap Varian.
"Nak, kau tinggal sendirian tanpa orang tua. Sementara kami tidak punya anak, apa kau mau tinggal bersama kami dan menjadi putra kami?" Varian langsung mengerutkan keningnya mendengar ucapan Nyonya Valery. Varian menatap wanita itu yang membuat ia teringat pada sang Ibu.
"Benar, Nak. Kami sangat mengagumi keberanian dan kebaikanmu, sudah lama sekali kami menanti kehadiran anak dirumah ini, " kata Nyonya Marimar.
"Jika kau mau, kita akan sama-sama mencari Dominic dan Massimo." sambung Don Vitho yang juga menginginkan Varian menjadi anak angkatnya.
Varian terdiam sejenak memikirkan tawaran yang bisa jadi kesempatan emas baginya. Dengan menjadi anggota keluarga mafia ini, Varian akan dengan mudah menjalankan misi balas dendamnya.
"Baiklah, tapi aku tetap ingin pada identitas asliku. Varian Castanov!"
Tbc...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!