Mencium aroma busuk dan menyengat sudah menjadi makanan sehari-hari bagi Zero. Zero yang besar dilingkungan pemulung, sudah terbiasa dengan kehidupan kumuh, bergelut dengan sampah yang menurut sebagian besar orang pasti sangat menjijikkan.
Namun Zero bersyukur, berkat sampah dia dan ibunya bisa bertahan hidup, bisa sekolah hingga sekarang duduk di bangku SMA.
Kebutuhan biaya menjelang ujian akhir dan kelulusan cukup besar, sedangkan emaknya tidak bisa membantu dan saat ini sedang sakit bahkan membutuhkan biaya pengobatan yang lumayan banyak.
Hal ini tentu saja membuat Zero kualahan dalam mengumpulkan uang, walaupun teman-teman di lingkungannya sudah berusaha untuk membantu, tetap saja belum cukup.
Selama libur sekolah menjelang ujian akhir berlangsung, Zero memulung dari pagi hingga petang, tapi hasilnya tidak sepadan dengan waktu yang telah dia habiskan.
Namun Zero tidak mau menyerah, dia yakin usaha pasti tidak akan mengkhianati hasil, itulah prinsip hidup yang selalu Zero tanamkan di dalam hatinya.
Selain itu dia juga salah satu hamba yang yakin dengan Sang pencipta, walaupun dirinya setiap hari bergelut dengan kotoran tapi Zero tidak pernah lupa dengan kewajibannya untuk beribadah.
Zero selalu membawa bekal makanan dan pakaian ganti di dalam tasnya hingga saat tiba waktu sholat dia menyempatkan diri untuk singgah ke masjid, mandi lalu ikut dalam barisan sholat berjama'ah.
Didikan Mak Salmah yang keras, sejak Zero kecil berhasil membuatnya menjadi pemuda yang tegar dan mandiri, hingga dalam situasi tersulit pun Zero bisa tetap tenang.
Pagi ini setelah mencuci pakaian, membereskan rumah dan menyiapkan sarapan untuk emaknya, Zero pamit akan memulung di pusat pasar.
Biasanya dia hanya memulung di TPS (Tempat Pembuangan Sampah) yang tidak jauh dari rumahnya, tapi entah mengapa malam tadi dia seperti mendapatkan firasat, akan memperoleh rezeki lebih jika memulung ke arah kota, tepatnya dekat pasar.
Seperti biasa, Zero terlebih dahulu memasukkan bekal makanan, minuman dan pakaian ganti ke dalam tasnya, lalu dia menyalim tangan emak sambil meminta agar mendoakannya pulang nanti membawa rezeki yang banyak dan berkah.
Mak Salmah pun mengelus kepala putranya, sembari berkata, "Hati-hati ya Nak! Di sana bukan tempatmu biasanya mencari rezeki, jadi jangan sembarangan mengambil apa yang tidak mereka buang. Kita memang miskin, tapi kita bukanlah pencuri, Mak tidak ingin terjadi hal buruk terhadapmu."
"Iya Mak..., Insyaallah Zero akan selalu ingat pesan emak."
Pukul setengah enam pagi Zero pun berangkat dengan memakai pakaian yang biasa dia pakai saat memulung, memakai sendal jepit serta membawa karung. Tapi ketika berangkat, pakaian yang dia pakai selalu bersih karena setiap kali pulang, Zero selalu mencucinya, hanya warnanya saja yang terlihat kusam dan tampak dekil.
Zero menyetop angkot yang lewat, tujuan pasar lalu dia duduk di bangku bagian depan. Para penumpang memperhatikan dirinya, mungkin saja mereka merasa iba atau malah membatin tentang kondisi tubuhnya yang kerdil.
Namun Zero tidak peduli, matanya terus menatap kedepan sambil berdoa, agar hari ini Allah memudahkan langkahnya dalam mengais rezeki.
Sekitar perjalanan 30 menit, Zero pun sampai, dia turun dan membayar ongkos. Kemudian Zero berjalan di pinggiran ruko dan kios-kios kecil yang ada di sana, dia mulai mengais dari tempat sampah yang satu ke tempat sampah yang lain.
Zero termasuk pemulung yang baik, dia akan merapikan kembali tempat sampah yang sudah diacak-acak tadi, jadi tidak berserakan hingga tidak akan membuat pemiliknya marah.
Sampai sore, hasil yang Zero dapatkan masih sedikit, ternyata memulung di kota tidak semudah yang dia bayangkan.
Zero berjalan gontai sambil memikul karung, tubuhnya letih dan kakinya yang sakit, membuat Zero sejenak menghentikan langkah dan duduk di trotoar dekat pojokan halaman sebuah gedung bertingkat.
Sambil menghela napas, Zero pun berkata, "Maafkan aku ya Allah... aku kurang bersyukur hari ini, aku kebanyakan mengeluh, padahal masih banyak yang jauh lebih susah dariku."
Setelah selesai mengatakan hal itu, lewat di depannya seorang bocah laki-laki sekitar berumur 10 tahun, bocah itu tidak memiliki kedua tangan. Tapi dia masih mau berusaha mencari rezeki dengan berdagang kacang taujin kemasan kecil-kecil yang di gantung di lehernya.
Hati Zero miris melihatnya, ternyata dirinya lebih beruntung ketimbang sang bocah. Dengan mengucap istighfar, Zero segera memanggil bocah tersebut, lalu dia memberikan sisa uang yang tinggal satu lembar senilai sepuluh ribu, yang ada di dalam sakunya.
Zero tidak peduli, walau dirinya tidak memiliki ongkos lagi untuk pulang. Dia masih bisa jalan kaki atau mencari tumpangan hingga bisa sampai ke rumahnya.
Bocah itu awalnya menolak pemberian Zero, tapi Zero langsung memasukkan uang itu ke dalam kantong celana bocah tersebut sambil berkata, "Ambillah Dek, buat kamu jajan. Kakak masih ada uang kok, lagipula jika itu dijual, pasti Kakak akan dapat tambahan uang," ucap Zero sambil menunjuk karungnya yang tergeletak di pojokan.
Bocah itu terlihat senang, dengan tersenyum lalu dia berkata, "Terimakasih Kak, dengan uang dari kakak, aku bisa membelikan makanan untuk Ibu dan adikku yang sedang sakit."
Sejenak dia terdiam lalu melanjutkan ucapannya, "Sejak pagi aku keliling menjajakan kacang, hanya beberapa bungkus saja yang laku. Aku tadi sempat bingung, bagaimana jika pulang tidak membawa makanan, ternyata Allah sangat baik, telah mengirim kakak, sebagai penolong kami hari ini. Semoga kebaikan selalu menyertai Kakak dan kelak Kakak bisa hidup sukses."
Setelah mengatakan hal itu, bocah itupun setengah berlari, menyeberang jalan menuju ke sebuah kedai nasi kecil yang ada di sana.
Dada Zero seketika sesak, mendengar perkataan bocah tadi, lalu dengan lirih dia berkata, "Terimakasih ya Allah, terimakasih atas rezeki, kesehatan dan keutuhan anggota tubuh yang telah Engkau berikan kepadaku, ternyata aku lebih beruntung dari hamba-Mu yang lain."
Setelah itu Zero meneruskan langkahnya, dia memikul kembali karungnya, lalu menuju tempat sampah yang ada di pojokan gedung pencakar langit tersebut.
Matahari sudah hampir masuk ke peraduannya, saat Zero mengais tempat sampah, di sana, dia melihat sebuah benda pipih usang tergeletak di antara tumpukan sampah.
Zero mengambilnya, dia terkejut saat melihat benda itu bersinar dan berkedip, ternyata sebuah ponsel jadul.
Karena hari semakin gelap dan waktu maghrib hampir tiba, Zero hanya memasukkannya ke dalam saku, lalu dia kembali menyusuri trotoar untuk mencari masjid terdekat.
Setelah menemukan masjid, Zero meletakkan karungnya di dekat tembok kamar mandi, dia izin kepada marbot masjid untuk menumpang mandi karena ingin ikut sholat maghrib berjama'ah.
Marbot masjid pun mengizinkan, lalu Zero membawa tasnya yang berisi pakaian ganti ke dalam kamar mandi.
Zero pun segera mandi dan mengganti pakaiannya, serta memasukkan pakaian kotornya beserta ponsel jadul temuannya tadi ke dalam kantongan plastik, lalu memasukkan ke dalam tasnya.
Setelah berwudhu, dia pun langsung menuju masjid, ikut ke dalam barisan shaf untuk melaksanakan sholat maghrib berjama'ah.
🌻Selamat sore sahabat, kali ini aku hadir dengan karya baruku "SISTEM KEKAYAAN PEMULUNG"
semoga kalian suka ya..., dengan ceritanya. Namun jangan lupa, dukung terus ya, semua karyaku. Terimakasih 🙏
SEE YOU ♥️♥️♥️
Selesai melaksanakan sholat, Zero menyandang tas dan mengambil karungnya. Dia berjalan keluar dari area masjid, menyusuri trotoar, sementara hari sudah malam dan dia tidak mempunyai uang sepeser pun untuk sekedar ongkos pulang.
Sebenarnya Zero sanggup berjalan hingga sampai ke rumah tapi yang dia pikirkan adalah emaknya pasti sekarang sedang khawatir menunggu dirinya kembali.
Zero memandang karungnya, dia bisa menjual barang bekas hasil pencariannya hari ini, tapi dia tidak tahu di mana tempat penampungan yang terdekat dengan pasar yang masih buka pada malam hari.
Kemudian Zero teringat akan ponsel jadul yang dia temukan, siapa tahu berguna dan pak sopir mau di bayar dengan ponsel tersebut atau setidaknya itu bisa Zero gadaikan untuk sementara, hingga dia mendapatkan uang besok untuk menebusnya.
Zero membuka tasnya, mengeluarkan benda pipih itu dari dalam kantongan plastik tempat dia menyimpan pakaian kotor. Saat dia mengeluarkannya, Zero terkejut melihat benda pipih itu bersinar, berkedip kembali dan mengeluarkan suara yang aneh.
[Ting!]
(Apakah pemilik menerima sistem kekayaan : ya/tidak)
"Eh...apa ini? kenapa ponsel ini bisa bersuara sendiri?"
"Aneh!"
Zero terpaku menatap ponsel yang masih menyala, dia bingung dengan apa yang baru saja dia dengar. Tapi beberapa saat kemudian, ponsel tersebut kembali bersuara dengan pertanyaan yang sama.
"Ya," spontan Zero pun menjawab.
Di dalam hatinya, apa salahnya dia mencoba, siapa tahu ada keberuntungan tapi jika ini hanyalah penipuan, Zero berpikir, apa juga yang mau ditipu dari dirinya sementara dia sendiri tidak memiliki uang sepeser pun saat ini.
Setelah Zero mengatakan 'Ya' kembali ponsel itu bersuara,
(Sistem sedang dalam proses, harap pemilik bersabar)
10 %
25 %
50 %
100 %
(Sistem siap digunakan, berhubung pemilik seorang yang baik dan anak berbakti maka sistem akan membantu semua kesulitan pemilik dengan cara memberikan berbagai tugas. Apabila pemilik berhasil menyelesaikannya, sistem akan memberikan imbalan : ya/tidak)
Zero langsung menjawab, "ya!"
(Harap tunggu! data diri sedang diakses)
Lalu muncul di layar,
Nama : Zero Ramadhan
Usia : 17 tahun
LEVEL ANDA :
🌟 Kecerdasan : 1
🌟 Keterampilan : Merakit komponen alat elektronik
🌟 Kekuatan : 1
🌟 Kecekatan/kecepatan : 1
🌟 Penampilan : 0
🌟 Ketertarikan : 0
🌟 Perusahaan : Tidak dapat di akses
🌟 Saldo : 215.000
🌟 Dana : 0
🌟 Tugas : ??????
Ponsel kemudian kembali dalam mode gelap. Zero semakin bingung, kenapa ponsel tersebut bisa tahu nama, usia, serta sisa uang tabungannya yang ada di bank.
Dia membolak-balikkan ponsel tersebut, karena merasa penasaran, "Tapi tidak ada yang aneh? hanya ponsel biasa, jangan-jangan ini pekerjaan tukang retas rekening bank. Aduh...saldo tabunganku bakal habis, mana belum bisa nambah untuk biaya kelulusan." monolog Zero sambil menepuk dahinya sendiri.
Orang yang lalu lalang di sana juga heran melihat Zero, malah ada yang berkata kepada temannya, dan sempat terdengar di telinga Zero, "Belum pernah punya ponsel barangkali ya? pegang ponsel butut saja seperti itu reaksinya."
Zero tidak peduli dengan cibiran tersebut, mungkin mereka tidak mendengar saat ponsel mengeluarkan suara dan perintah, karena mereka lewat ketika ponsel tersebut sedang dalam mode gelap.
Benda pipih itu kembali bercahaya dan bersuara,
[Ting!]
(Sistem akan menambah saldo tabungan pemilik, lakukan tugas harian, ya/tidak)
Kepalang basah, Zero langsung mengatakan "ya",
(Tugas hari ini, singkirkan benda yang menghalangi pejalan kaki, jika pemilik berhasil menyelesaikan tugas, akan mendapatkan imbalan senilai Rp. 500.000,- dan kenaikan level. Apabila tidak menyelesaikan tugas saldo rekening pemilik akan berkurang senilai imbalan, silahkan cek saldo rekening Anda!)
Zero tambah bingung, benar atau tidak perintah tersebut, tapi dia kembali berpikir dan bergumam, "Bukankah yang diperintahkan ponsel itu suatu kebaikan, nggak ada salahnya jika aku lakukan, toh aku sudah biasa melakukannya walau tanpa dibayar. Jika itu benar, aku tidak mau saldoku minus, ditagih bank dan tentunya nggak bisa ikut ujian karena uangku habis."
Zero mengikuti kata hatinya bahwa ada pahala di setiap kebaikan yang kita lakukan. Hal ini di jelaskan dalam firman Allah :
مَنْ جَاءَ بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا
Artinya :
“Barangsiapa membawa amal yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya.” (QS. Al-An’am:160).
Kemudian Zero terus berjalan menyusuri trotoar, dia melihat sebongkah batu sebesar kepala, ada di depannya, lalu dia menyingkirkan batu itu ke sisi dekat parit hingga tidak menghalangi para pejalan kaki.
Tanpa mengingat perintah ponsel tadi, Zero terus melangkah sembari berjalan pulang, ternyata kaki Zero menginjak botol plastik minuman yang berserakan, lalu dia mengumpulkannya dan memasukkan ke dalam karung sambil berucap, "Alhamdulillah, Engkau tambah rezeki ku malam ini, ya Allah."
[Ting!]
Kembali Zero terkejut saat mendengar ponsel jadul temuannya berbunyi. Dia mengambilnya dari dalam tas dan apa yang tertulis di layar ponsel membuat matanya membulat dan mulutnya ternganga.
(Selamat!!! pemilik telah menyelesaikan tugas, hadiah telah masuk ke rekening pemilik senilai Rp.500.000,- Saldo anda sekarang berjumlah Rp.715.000,- dan mendapatkan bonus tambahan tunai karena pemilik telah melakukan double kebaikan. Silahkan periksa akun bank serta isi karung Anda)
(Level Pemilik : kecerdasan, kekuatan, kecekatan/kecepatan, masing-masing naik 1level)
Zero yang masih bengong menatap layar ponsel, tangannya pun ikut bergetar. Dia tersentak saat ponsel itu kembali berdering dan bersuara.
[Ting!]
(Silahkan periksa!!!!)
Ponsel pintar ini seperti tahu isi pikiran Zero yang merasa tidak percaya, makanya ia mengingatkan lagi.
Untuk memeriksa apakah benar saldo uangnya di rekening bank bertambah atau tidak, Zero harus menunggu besok saat jam kerja bank, karena Zero tidak memiliki ponsel yang bisa mengirim laporan SMS Banking dan juga tidak memiliki kartu ATM hingga bisa mengecek secara cepat malam ini juga.
Namun dia masih bisa membuktikan langsung bonus tambahannya, apakah benar ada sesuatu yang bertambah di dalam karung, sesuai yang diinfokan oleh ponsel pintar tersebut.
Zero segera menurunkan karung dari pundaknya, diapun memeriksa isi karungnya dan ternyata di sana terdapat satu lembar uang seratus ribu rupiah.
Dengan mengucap syukur, Zero mengambil uang tersebut, menjunjungnya di atas kepala sembari bergegas menyetop angkot tujuan rumahnya.
Kebaikannya hari ini telah dibalas berlipat hingga dia memiliki uang untuk biaya berobat emaknya besok, dan tinggal mencari tambahan untuk membayar biaya kelulusan.
Dan malam ini, saat dia nyaris pulang dengan berjalan kaki, kembali mendapatkan jalan keluar dengan uang seratus ribu yang ada di dalam karungnya.
Zero langsung naik ke dalam angkot yang berhenti di depannya, dua puluh lima menit kemudian diapun sampai di depan gang menuju ke perkampungan pemulung tempat dia dan emaknya tinggal.
Pak Sopir memberikan kembalian uang Zero sejumlah sembilan puluh dua ribu rupiah. Kemudian Zero menarik lembaran uang kembalian yang lima puluh ribu, lalu memberikannya kembali kepada Pak Sopir sembari berkata, "Ini untuk keluarga Bapak."
"Tapi Nak..." ucap Pak Sopir bingung, dia tidak menyangka seorang pemulung memberikan uang lebih untuknya.
"Berbagi rezeki Pak!" ucap Zero sembari tersenyum dan berjalan meninggalkan Pak Sopir yang masih berdiam di tempatnya.
Dengan sisa uang yang ada, Zero mampir ke sebuah warung, dia membeli sekilo beras, sebungkus kerupuk, kecap kemasan kecil, sekotak teh, seperempat gula dan sebungkus roti kering untuk ibunya.
Tidak henti-hentinya Zero mengucap syukur sambil tersenyum, berjalan masuk ke dalam gang menuju rumahnya. Hatinya gembira, kebutuhan mereka untuk besok pagi sudah terpenuhi.
🌻 Maaf kepada seluruh pembaca, jika isi tulisan saya kurang berkenan di hati kalian, karena ini baru pertama sekali author mencoba membuat karya yang berbau sistem. Jujur.... sedikit kuwalahan sih, tapi Insyaallah author akan berusaha melakukan yang terbaik sesuai kemampuan author🙏☺️
🌻 Terimakasih atas semua dukungannya, author tunggu ya dukungan selanjutnya 🙏🙏
SEE YOU ♥️♥️♥️
Emak Zero mondar mandir sedari tadi, setiap warga yang lewat, beliau panggil hanya sekedar bertanya apakah ada diantara mereka yang melihat putranya. Tapi jawaban mereka semua sama, tidak ada yang melihat Zero seharian tadi.
Kekhawatirannya bertambah saat melihat jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam tapi Zero belum juga pulang. Emak memakai hijabnya, mengunci pintu, beliau bermaksud mencari Zero ke pasar walaupun harus berjalan kaki.
Namun saat emak berbalik badan hendak pergi di kejauhan terlihat sosok yang beliau kenal. Zero ternyata sudah sampai sebelum emak pergi mencarinya.
Emak memeluk Zero sambil menangis, kekhawatiran beliau tumpahkan lewat air mata. Walaupun Zero bukan putra kandungnya tapi bagi emak, dia adalah permata hatinya, apalagi emak hanya seorang janda tanpa anak yang ditinggal meninggal suaminya jauh sebelum menemukan Zero.
Zero yang melihat emak menangis, merasa bersalah, "Mak! maafin Zero ya, Zero telat pulang, tapi Zero tidak akan melakukannya lagi. Zero janji Mak, besok Zero akan pulang lebih awal. Emak jangan menangis ya Mak? Zero jadi ikut nangis."
Keduanya sama menangis, emak serasa enggan melepaskan pelukannya, lalu Zero berkata lagi, "Kalau nangis terus, nanti Emak Zero tambah jelek! Bagaimana Zero bisa punya ayah lagi? sejak kecil hingga sekarang Zero terus membuat Emak menangis hingga tidak ada seorang pria pun yang mau lagi dengan Emak," ucap Zero yang ingin membuat emaknya tertawa.
"Dasar kamu! mulai lagi ya isengi Emak," ucap Mak Salmah sembari melepaskan pelukannya dan menjewer telinga Zero.
Walaupun Zero sudah remaja tapi Emak masih menganggap dia sebagai putra kecilnya yang selalu membuat khawatir.
"Ayo masuk! kamu pasti belum makan, letakkan dulu karungnya, Emak mau panaskan dulu makananmu."
Zero pun meletakkan karungnya di halaman belakang rumah, lalu dia membersihkan diri sebelum memulai makan.
Emak pun menunggui Zero hingga selesai, barulah beliau bertanya, "Memangnya kamu memulung di mana Nak? Emak sudah bertanya ke semua warga yang lewat tapi mereka tidak ada yang melihatmu, walaupun di pasar."
"Zero mulung di pasar kok Mak, tapi tadi Zero keasyikan jadi telat pulang. Maaf ya Mak, sudah buat Mak khawatir."
"Emak lihat lumayan rezeki hari ini, hingga kamu bisa langsung belanja buat keperluan besok? Apa tadi langsung kamu jual hasil mulungmu?"
"Iya Mak, alhamdulillah. Hari ini Allah kasi kita rezeki lebih. Do'ain Zero terus ya Mak?"
"Insya Allah, Emak selalu mendo'akan mu agar di beri kelancaran rezeki, bahagia dan sukses suatu hari nanti."
"Aamiin...Zero sayang Emak. Insyaallah Zero akan bahagiain Emak suatu hari nanti. Oh ya Mak, Zero mau sholat isya dulu ya, sudah telat banget, setelah itu Zero akan langsung tidur. Emak juga harus istirahat biar cepat sembuh, besok kita kontrol ke dokter ya Mak? setelah itu baru Zero pergi mulung."
"Emak sudah enakan kok, uangnya kamu tabung saja, pasti masih banyak kurangnya-kan untuk biaya ujian dan kelulusan. Emak nggak mau kamu nggak bisa ikut ujian dan nggak lulus cuma gara-gara ngurusin Emak."
"Zero punya uang kalau untuk berobat Emak, lagipula masih ada waktu dua minggu lagi untuk melunasi biaya kelulusan Zero, Insya Allah pada waktunya pasti terkumpul. Besok Zero akan mulung lagi ke pasar, mudah-mudahan dapat rezeki banyak lagi."
Emak pun mengaminkan harapan Zero, lalu mereka kembali ke kamarnya masing-masing. Setelah melaksanakan sholat, sejenak Zero membuka buku pelajarannya hanya untuk mengulang sebagai persiapan menjelang ujian.
Zero menggelar kasur busa yang sudah sangat tipis di lantai, memeluk guling yang isi dalamnya hanya kain perca di padatkan, lalu merebahkan diri sambil memandangi benda pipih temuannya tadi.
Sebelum tidur dia hanya berharap, apa yang dikatakan ponsel tersebut benar, bahwa saldo rekeningnya memang bertambah. Jika tidak, Zero tidak tahu lagi apa dia besok bisa membawa emaknya pergi berobat atau tidak.
Saat ini Zero belum berani jujur ke Emak tentang ponsel jadul dan pintar yang dia temukan, tapi nanti di saat yang tepat Zero pasti akan mengatakannya karena sejak kecil dia memang tidak bisa menyimpan rahasia apapun dari emaknya.
Tubuhnya yang lelah membuat Zero sebentar saja sudah terlelap dan masuk ke alam mimpi. Dalam mimpinya dia pergi ke tanah suci bersama Mak Salmah.
Namun suara petir yang menggelegar berhasil membuatnya terbangun, Zero pun tersenyum, ternyata semua itu hanya mimpi.
Masih membayangkan mimpinya tadi, Zero di kejutkan kembali oleh cahaya kilat yang masuk dari sela dinding tepas rumahnya, beserta suara petir yang kembali menggelegar dengan diiringi suara turunnya hujan yang sangat deras.
Zero buru-buru menggulung tilamnya, meletakkan di tempat yang aman dari tetesan air hujan. Diapun mengambil beberapa kaleng roti bekas yang sengaja di simpan dalam kamarnya untuk menampung air jika turun hujan.
Setelah itu Zero segera beranjak keluar dari kamar, hendak membangunkan Emak.Tapi ternyata Emak sudah bangun dan sedang berada di ruang tamu sambil membawa ember dan baskom untuk menampung air hujan yang bercucuran masuk dari atap yang bocor hingga membasahi sofa butut yang ada di sana.
Zero sangat prihatin melihat kondisi rumahnya, tapi saat ini dia belum bisa berbuat apa-apa. Dia hanya punya rencana jika benar besok saldo rekeningnya bertambah, Zero akan menggunakan sisa uang setelah membawa ibunya berobat untuk membeli seng bekas guna mengganti atap rumah mereka yang sudah pada bocor.
Dia akan mengesampingkan dulu biaya sekolahnya, demi kenyamanan Emak. Zero ingin Emak nyaman beristirahat tanpa harus terbangun untuk menampung air hujan, apalagi dalam kondisinya sekarang yang sedang sakit.
"Melihat Zero yang masih mengucek-ucek mata, emak pun berkata, "Kamu tidur saja Nak, di sudut sana ibu rasa tidak bocor. Kamu pasti lelah dan besok masih harus mulung lagi."
"Nggak apa-apa Mak, tadi Zero juga sudah tidur. Emak saja yang istirahat, biar besok tidak lelah menunggu antrian di klinik dokter. Zero akan bereskan dan membuang air-air ini, mudah-mudahan sebentar lagi hujannya juga reda."
Emak akhirnya menurut dengan omongan Zero, beliau juga tidak mau menyusahkan Zero jika besok bertambah sakit. Zero membuang air yang hampir penuh di ember dan di baskom, baik yang ada di kamar emak maupun yang ada di ruang tamu.
Sementara di dalam kamarnya, air yang ada di kaleng-kaleng tersebut juga sudah hampir penuh dan Zero langsung membuangnya.
Cobaan seperti ini sudah Zero alami sejak kecil, dia tidak pernah mengeluh. Hanya di setiap selesai sholatnya, Zero selalu sisipkan untaian do'a, bisa memberikan tempat tinggal yang layak dan membawa emaknya ke tanah suci Mekkah sebelum ajal menjemput.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!