NovelToon NovelToon

Iblis Penguasa Zero

1. Dibunuh

"Kau benar-benar tidak berguna, selama ini aku sudah begitu ingin melenyapkanmu pecundang," desis Abraham.

"Kasihan sekali kakakku menikah dengan laki-laki lemah sepertimu, bahkan kau juga ingin mengajarkan sifat pecundangmu itu kepada putramu?" ejek Heiki.

"Apa yang kalian inginkan, hah?" bentak Jino.

"Aku ingin kau segera mati, aku muak melihatmu masih berkeliaran di bumi ini. Kalau bukan karena anakku, kau sudah lama lenyap dari dunia ini," geram Abraham.

"Tidak usah banyak bicara Pa, langsung saja penggal kepalanya," sinis Heiki.

"Ada kata-kata terakhir?" ejek Abraham.

Jino menatap mantan ayah mertuanya itu dengan pandangan tajam. "Pada suatu hari, kau akan merasakan berada diposisiku Tuan Barka. Aku bersumpah, kau akan mengalaminya," desis Jino.

Abraham dan Heiki tertawa keras, isyarat akan mengejek perkataan Jino. "Sudah akan mati saja kau masih banyak omong," ucap Heiki.

"Bersiaplah." Abraham mengangkat samurai yang berada ditangannya. Jino menatap sendu ke arah sebuah tembok, di balik tembok itu ada seorang anak laki-laki berumur delapan tahun sedang menatap polos ke arahnya. Jino tersenyum hangat ke arah anak laki-laki itu sebelum kepala dan badannya berpisah karena samurai Abraham.

Pats …. Anak laki-laki yang sedari tadi diam menatap kejadian itu melotot dengan wajah terkejut. "Papa," gumamnya pelan.

Gieno De Larga, anak satu-satunya dari Jino De Larga dan mendiang Hana De Larga. Hana De Larga meninggal dunia tepat setelah melahirkan puteranya, Gieno De Larga. Anak berumur delapan tahun itu menyaksikan secara langsung aksi pembantaian sang ayah. Gieno dengan jelas melihat kepala ayahnya menggelinding terpisah dari tubuhnya.

.

.

.

Plak …. "Akhh … sakit Kek." Suara pekikan dan tangis seorang anak laki-laki menggema di dalam sebuah ruangan gelap.

"Jangan lemah, kau harus kuat sebagai laki-laki. Jangan mengikuti jejak papamu yang pecundang itu," bentak Abraham. Laki-laki yang sudah cukup berumur itu terus melayangkan cambukannya ke tubuh Gieno.

"Kau harus jadi kuat, kau adalah pewaris untuk Barka Group. Huh … jika bukan karena Nayry tidak bisa hamil lagi, aku tidak sudi menjadikanmu pewaris Barka." Abraham berbicara disela aksinya.

Cklek …. "Pa, ada tamu yang datang. Tinggal saja anak itu, biar aku yang melanjutkannya." Heiki mendekat ke arah Abraham dan Gieno yang sudah terkulai lemas.

"Siapa?" tanya Abraham.

"Tuan Riko," sahut Heiki.

"Baiklah, kau urus anak ini." Setelahnya Abraham pergi dari sana.

Heiki menatap datar anak laki-laki yang sudah tergeletak lemas di atas lantai. Dengan tidak berperasaan Heiki menendang kaki Gieno sehingga membuat anak laki-laki itu mengerang kesakitan. "Tidak usah lemah kau, aku sebenarnya muak melihat wajahmu ini." Heiki menatap datar Gieno.

"Sayangnya anakku perempuan, tapi tidak apa-apa. Kami bisa memanfaatkanmu nantinya," sambung Heiki.

Setiap hari, Gieno disiksa oleh Abraham dan Heiki. Tidak jarang Nayry, yang merupakan istri dari Heiki ikut menyiksa Gieno hanya untuk meluapkan kekesalan. Gieno tumbuh menjadi laki-laki kebal dengan segala siksaan sebab didikan dari Abraham dan Heiki. Laki-laki itu tumbuh dan berkembang menjadi seorang laki-laki dingin dan kejam. Lontaran kebencian selalu diterimanya, bahkan keluarga mendiang ibunya itu sering sekali memaki nama ayah Gieno yang sudah mereka bunuh.

Abraham dan Heiki berhasil membangunkan jiwa iblis di dalam diri Gieno. Tepat saat laki-laki itu berumur tiga belas tahun, Gieno melarikan diri dari kediaman Barka. Saat pembantaian ayahnya, Gieno memang masih berumur sangat kecil. Namun, dia sudah mengerti jika sang ayah ditindas oleh keluarga ibunya sendiri. Gieno bertekad untuk membalaskan dendam sang ayah, laki-laki remaja itu ingin membuktikan marga De Larga yang selama ini diejek dan dihina oleh mereka bisa berada di atas segala-galanya.

...*****...

Gieno terus melangkah tanpa tujuan, anak remaja berumur tiga belas tahun itu melakukan apa saja untuk bisa bertahan hidup di dunia luar. Saat sedang berjalan Gieno mendengar jeritan kesakitan dari seseorang. Gieno mencari dan terus mendekat ke arah sumber suara. Dari kejauhan Gieno dapat melihat seorang laki-laki sedang berusaha menghindar dari seekor anjing gila.

Gieno memicing, laki-laki itu melirik sekeliling dan tersenyum miring saat menemukan sesuatu. "Sepertinya seru kalau mempraktekkan di dunia bebas seperti ini," gumam Gieno senang.

Gieno mengambil sebuah besi runcing, kecil tetapi cukup mematikan jika bersarang ke dalam daging. Gieno memicing mencoba membidik anjing gila yang masih mencoba menangkap mangsanya. "Satu … dua … tiga."

Pats …. Tepat sasaran, besi runcing yang dilemparkan oleh Gieno tepat mengenai jantung binatang gila itu. Tepat saat itu juga binatang itu terjatuh tak bernyawa. Gieno tersenyum puas melihat hasilnya. "Tidak sia-sia kakek tua dan laki-laki bangsat itu mengajariku selama ini," ucap Gieno sinis.

Setelahnya Gieno mendekat ke arah laki-laki yang sepertinya seumuran dengannya. Gieno menatap datar laki-laki itu. "Ada yang luka?" tanya Gieno.

"Tidak ada, terima kasih," sahut laki-laki itu.

Gieno mengangguk singkat. "Kau punya rumah?" tanya Gieno to the point.

"Ada, rumah kardus," sahut laki-laki itu.

Gieno mengernyit bingung. "Rumah kardus?" tanya Gieno.

"Iya, rumahku terbuat dari kardus bekas yang sudah dibuang oleh orang," jelas laki-laki itu.

Gieno bingung, tetapi laki-laki itu tetap mengangguk singkat. "Kenapa memangnya?" tanya laki-laki itu.

"Tidak, aku hanya ingin menumpang," sahut Gieno santai.

"Wah, benarkah? Aku memang tinggal sendiri, ayo ikut aku kalau begitu. Aku senang kalau akan mendapatkan teman." Laki-laki itu berjalan mengajak Gieno menuju rumahnya.

"Oh iya, namaku Uding. Siapa namamu?" tanya laki-laki bernama Uding itu.

"Kenapa jelek sekali namamu?" tanya Gieno santai.

"Apa? Memangnya namamu siapa?" tanya Uding tidak merasa tersinggung.

"Gieno De Larga," sahut Gieno.

"Wah, memang bagus namamu ternyata," puji Uding.

"Jangan pakai nama jelek itu lagi, telingaku gatal jadinya," hina Gieno tanpa basa-basi.

"Terus aku harus pakai nama apa? Itu kan memang namaku," ucap Uding bingung.

Gieno terdiam dengan wajah terlihat sedikit berpikir. Beberapa menit terdiam Gieno kembali bersuara. "Yezo Aska," celetuk Gieno.

"Hah?" tanya Uding.

"Mulai sekarang namamu Yezo Aska, kupanggil kau Yezo," ujar Gieno.

Uding menatap wajah Gieno berbinar. "Yezo Aska? Aku dapat nama baru." Uding tersenyum senang.

Gieno dan Yezo terus bercerita disela langkah mereka menuju rumah kardus milik Yezo. Gieno laki-laki dingin nan ceplas-ceplos itu begitu sesuai dengan Yezo, laki-laki ceria yang begitu cerewet. Yezo tidak berhenti mengomel meski Gieno tidak merespon kalimatnya.

...*****...

Kediaman Barka ….

"Ke mana anak bangsat itu pergi!" murka Abraham.

"Dasar anak bodoh, diberi hidup enak di sini malah kabur. Dia memang sama bodohnya dengan mendiang ayahnya itu," hina Heiki.

"Aku sudah mendidiknya susah payah, anak brengsek itu," geram Abraham.

"Sudahlah Pa, ke mana dia akan pergi. Aku yakin dia akan kembali lagi ke sini, dikira gampang hidup dijalanan," ejek Heiki.

2. Usaha

"Kau pernah mendengar sebuah geng?" tanya Gieno.

"Geng? Pernah, kenapa?" ucap Yezo balik bertanya.

"Aku ingin membentuk sebuah geng besar," papar Gieno serius.

Yezo terdiam. "Ingin menbuat geng seperti apa?" tanya Yezo lagi.

Gieno menatap Yezo sejenak. "Sebuah geng besar yang kelak akan ditakuti oleh semua orang. Termasuk kakek tua dan laki-laki itu," tutur Gieno datar.

Yezo mengernyit bingung. "Aku tidak mengerti maksudmu," ujar Yezo.

"Kau berminat tidak?" tanya Gieno.

"Aku ikut kamu saja, sepertinya menarik," balas Yezo.

Gieno tersenyum miring. "Zero," ucap Gieno.

Yezo mengernyit tidak mengerti. "Apa?" tanya Yezo.

"Aku memberi nama geng dengan nama Zero. Zero artinya nol, dan semua ini kita mulai dari Zero. Nol itu bulat, seperti apa pun kau membuatnya dia tidak akan pernah terlihat terbalik. Dalam artian, seperti apa pun kita mengusiknya … Zero tidak akan pernah rusak," jelas Gieno.

Yezo mengangguk mengerti. "Benar juga, kau ternyata sangat pintar ya," puji Yezo.

"Sekarang ayo kita cari pekerjaan, kau tidak ingin mati kelaparan bukan?" papar Gieno.

"Buktinya aku masih hidup sampai sekarang," sahut Yezo.

"Apa yang kau makan?" tanya Gieno.

"Apa pun asal tidak racun," balas Yezo santai.

"Sudahlah, ayo pergi." Gieno berjalan mendahului Yezo.

"Kau ingin mencari kerja di mana? Anak-anak seperti kita ini tidak akan mendapat kepercayaan dari orang lain," tutur Yezo.

"Makanya jangan mencari pekerjaan yang perlu kepercayaan orang lain," sahut Gieno santai.

"Maksudnya?" tanya Yezo bingung. Gieno tidak menjawab pertanyaan dari Yezo. Laki-laki datar itu masih saja melangkahkan kakinya.

...*****...

"Kalau kalian memang berhasil membunuhnya, maka bawa kehadapan kami," tutur seorang laki-laki paruh baya kepada Gieno dan Yezo.

"Baiklah," sahut Gieno. Setelahnya laki-laki itu pergi diikuti oleh Yezo dari belakang.

"Kau yakin? Menangkap binatang liar apa lagi gila, tidaklah mudah," ucap Yezo.

"Apa kau lupa dengan kejadian kemarin?" tanya Gieno.

Yezo terdiam, dia mengingat kejadian mengerikan yang dialaminya kemarin. Kawasan tempat mereka tinggal memang sangat kumuh sehingga begitu banyak binatang liar yang berkeliaran di sana. Salah satunya anjing gila yang sempat mengejar Yezo kemarin.

"Iya, tapi … aku rasa akan sedikit mengerikan," tutur Yezo meringis.

"Kalau kau takut, silakan kau kembali saja ke rumah. Aku bisa melakukannya sendiri," ucap Gieno.

"Tidak, aku akan menemanimu," ujar Yezo cepat.

Gieno dan Yezo mendatangi tempat perlindungan lingkungan daerah itu. Gieno menawarkan jasanya untuk menangkap hewan liar atau pun hewan gila. Harga yang akan mereka dapatkan lumayan tinggi, Gieno akan mendapatkan uang dua ratus ribu jika berhasil menangkap satu binatang gila. Namun, jika binatang itu masih normal dan hanya liar saja, Gieno akan mendapatkan uang lima ratus ribu untuk satu binatang. Namun, dengan syarat jika hewan itu masih normal, maka harus menangkapnya dalam keadaan hidup. Jika pun terluka, hanya boleh sekedar luka tidak sampai meninggal.

...*****...

"Itu ada satu, sepertinya itu gila. Lihatlah gerak geriknya." Yezo menunjuk seekor anjing yang tidak terlalu jauh dari mereka.

"Benar, itu anjing gila," balas Gieno.

"Wah … kalau kita bisa mendapatkannya, kita bisa dapat uang dua ratus ribu," tutur Yezo semangat.

"Kau berdirilah ke sana," titah Gieno.

"Apa?" tanya Yezo tidak mengerti.

"Dia akan pergi, jadi kau berdiri ke sana sebagai umpannya," ucap Gieno santai.

Yezo melotot terkejut. "Kau menjadikan aku umpan?" tanya Yezo tidak percaya.

"Ck … cepatlah, kau ingin uang tidak? Anjing itu akan segera pergi," tutur Gieno kesal.

"Ta-tapi kau harus tepat waktu ya," ucap Yezo takut.

"Kau sudah melihat keahlianku kemarin," papar Gieno sombong.

"Aku harus bagaimana?" tanya Yezo gugup.

"Bangsat!" Yezo mengumpat saat tiba-tiba Gieno mendorong tubuhnya. Yezo menoleh saat mendengar suara lari menuju ke arahnya. Benar saja, anjing gila yang mereka lihat tadi sedang berlari menuju ke arahnya.

"Astaga, matilah aku." Yezo memejamkan matanya sambil menggerutu tidak jelas. Gieno menatap anjing itu dengan wajah datarnya, besi runcing yang kemarin sempat dibawanya bersiap terbang ke arah sang anjing gila. Bruk …. Kembali tepat sasaran, anjing gila itu tergeletak tak bernyawa tepat di dekat kaki Yezo yang sudah mematung.

.

.

.

"Ya ampun, aku tidak menyangka akan sebanyak ini." Yezo menatap berbinar ke arah uang yang sedang berada di tangannya.

"Kita simpan beberapa," ucap Gieno.

"Terserahmu, bagaimana pun juga ini adalah uangmu. Kau yang menangkap semua binatang itu, bahkan sekarang kau sudah menjadi pawang panggilan." Yezo tertawa, Gieno memang ditawarkan untuk ikut berkeliling bersama para karyawan perlindungan lingkungan.

"Pekerjaanku ini bukan hanya bermanfaat masalah keuangan, tetapi hasrat membunuhku juga menjadi terbayarkan," ucap Gieno.

Yezo menoleh. "Kalau bukan, apa kau ingin mencari korban manusia?" tanya Yezo.

"Ya," sahut Gieno singkat. Yezo melotot, dengan cepat laki-laki itu menjauh dari Gieno sambil menatap was-was ke arah Gieno.

Gieno menatap malas ke arah Yezo. "Kalau aku ingin membunuhmu, lebih baik dari kemarin. Aku biarkan saja kau mati digigit anjing gila itu," tutur Gieno santai.

Yezo terdiam. "Benar juga," gumam Yezo, "kau tidak berniat membunuhku bukan?" tanya Yezo hati-hati.

"Untuk saat ini aku sedang tidak berminat membunuh manusia, tetapi tidak tahu nanti," balas Gieno santai.

Yezo melotot. "Aku masih ingin hidup, setidaknya kalau kau ingin membunuhku beri tahu dulu," ujar Yezo. Mendengar itu Gieno hanya memutar bola matanya malas.

...*****...

Satu tahun Gieno menjalani profesinya sebagai seorang pawang panggilan dari pekerja perlindungan lingkungan. Uang yang didapat laki-laki itu tidak main-main. Gieno dan Yezo juga sudah berpindah rumah, mereka tidak lagi tinggal di rumah kardus milik Yezo. Satu bulan setelah mereka bekerja sebagai pawang panggilan, mereka mengontrak sebuah rumah yang lebih layak. Sekarang Gieno memulai bisnisnya dengan modal yang lumayan daro hasil kerjanya selama satu tahun ini.

Gieno mencari seorang pandai besi dan menyuruhnya untuk membuatkan senjata tajam, sesuai dengan design yang dibuat sendiri oleh Gieno. "Kau benar-benar ahli dalam hal ini," puji Yezo saat melihat hasil karya tangan Gieno.

"Sekarang total anggota Zero sudah mencapai dua puluh orang, aku yakin akan ada banyak geng lain yang ingin bersaing dengan kita. Namun, kita harus memanfaatkan itu untuk memulai bisnis. Kita harus mencari relasi yang berasal dari orang-orang penting," papar Gieno.

"Geng Selatan kemarin melihat pisau karakter buatanmu dan mereka menanyakannya kepada Yanto. Kata Yanto, ketuanya ingin bertemu denganmu. Sepertinya mereka tertarik, bagus kalau mereka memesan dengan jumlah banyak," ucap Yezo.

Gieno tersenyum puas. "Baguslah, Geng Selatan cukup ternama. Anggota mereka sekarang sudah mencapai ratusan, aku yakin kenalan mereka pasti juga banyak dan ternama. Kita akan mulai dari mereka." Gieno tersenyum miring.

3. Menebak

Sebuah siara di televisi menayangkan sebuah berita hangat. Hampir setiap hari berita dengan pokok yang sama keluar di layar televisi itu. Nama De Larga Company tahun ini sukses membawa nama negara Indonesia ke dalam kancah penjualan persenjataan dan IT internasional. Meski sebenarnya nama besar De Larga Company memang sudah menduduki puncak bisnis di Indonesia semenjak satu tahun yang lalu. Namun, ternyata tahun ini De Larga Company bisa membawa nama negara Indonesia menembus bisnis internasional.

"Masih dengan De Larga Company, perusahaan muda yang mampu membawa nama negara Indonesia ke kancah bisnis internasional. Ternyata sang pemilik atau CEO dari De Larga Company ini adalah pemimpin dari Gengster Zero. Salah satu gengster ternama yang sudah diberi izin legal dari pemerintahan …."

Berita itu mampu membuat tiga menusia penghuni kediaman Barka bertanya-tanya dan menebak. "Sudah satu bulan ini televisi menyiarkan berita tentang De Larga Company dan Zero. Meski sebenarnya nama De Larga Company ini sudah membuat aku penasaran sedari tahun lalu. Siapa kira-kira orang itu?" ucap Abraham.

"Iya Pa, aku juga penasaran. Kancah dunia tidak main-main, apa lagi dia pemimpin gengster kejam," papar Heiki.

"Apa mungkin dia?" tanya Nayry.

"Maksud kamu anak si pecundang itu? Tidak mungkin Nayry, aku bahkan tidak yakin dia masih hidup sekarang," tutur Heiki remeh.

"Benar, mungkin saja ada orang lain yang memiliki marga yang sama," ucap Abraham.

...*****...

Seorang laki-laki tampan menatap berita di televisi dengan senyum miring. "Aku penasaran dengan respon mereka," ucap laki-laki itu.

"Kau ingin segera memperlihatkan diri?" tanya Yezo.

"Belum, aku tunggu beberapa hari lagi," balas laki-laki itu.

Laki-laki yang memiliki tato berukiran De Larga di leher kanannya. Dia adalah Gieno De Larga, laki-laki dingin nan kejam itu sudah tumbuh menjadi laki-laki perkasa. Umur Gieno saat ini sudah dua puluh lima tahun, kurang lebih sepuluh tahun Gieno memulai dan mengembangkan usahanya dibidang bisnis persenjataan dan IT. Begitu pula dengan geng yang dulunya kecil, sekarang sudah begitu besar. Nama Zero sudah menyelinap masuk bahkan ke pelosok dunia. Sesuai dengan keinginan Gieno, nama Zero mampu membuat orang yang mendengarnya mundur secara teratur.

"Sakarang aku ingin ke klub, aku sudah tidak tahan." Gieno berdiri dari duduknya.

"Tidak bisakah kau mulai menghentikan aksimu itu?" tanya Rangga.

"Tidak bisa, itu adalah kebutuhanku," sahut Gieno santai.

"Kau sudah cukup bermain-main No, sudah enam tahun kau seperti ini. Aku tahu masalah kesehatanmu akan baik-baik saja karena kau memiliki dokter khusus. Tapi …."

"Sudahlah, aku tidak ada waktu mendengar ocehan kalian sekarang. Aku pergi, aku menunggu kabar." Gieno pergi setelah memotong perkataan Petrik.

Lima orang laki-laki tampan yang masih berada di dalam ruangan itu menghela napas panjang. Gieno memang sangat susah untuk diberi tahu, kebiasaannya dalam bermain wanita sudah mendarah daging. Bahkan sampai Gieno mengatakan kalau itu sudah menjadi kebutuhannya. "Dia benar-benar susah diberi tahu," tutur Rangga.

"Aku salut kepadamu Zo, yang begitu sabar menghadapi sifat keras kepalanya itu," papar Petrik kepada Yezo.

Yezo hanya terkekeh kecil, mereka sudah lama bersama. Bahkan mereka berkembang menjadi laki-laki dewasa bersama. Gieno banyak mengajarkan hal baru yang begitu penting dan berguna baginya. Yang paling utama sekali, jika bukan karena Gieno yang mengganti namanya. Mungkin Yezo sudah malu dengan namanya yang dulu. "Kalian jelas tahu dia, biarkan saja. Yang jelas kita ingatkan terus saja," tutur Yezo.

...*****...

Gieno berjalan gagah dengan tampang datarnya ke area klub. Laki-laki itu terus berjalan ke sebuah ruangan biasa dirinya berlabuh kenikmatan bersama para wanita. "Maaf Tuan De Larga," ucap seseorang.

"Ada apa?" tanya Gieno datar. Seorang bartender itu memberikan sebuah kertas kepada Gieno.

Gieno mengernyit, tetapi laki-laki itu tetap meraih kertas itu. Pandangan mata Gieno menajam, laki-laki itu tersenyum miring. "Sepertinya bagus untuk bermain-main," gumam Gieno. Setelahnya laki-laki itu pergi begitu saja dari sana.

Gieno masuk ke dalam mobil, tetapi saat laki-laki itu sedang melajukan mobil. Tiba-tiba saja beberapa mobil memepet mobilnya, Gieno tersenyum senang. Bukannya takut, laki-laki itu malah menikmati itu semua. Aksi kejar-kejaran beberapa mobil itu membuat kekacauan di area perjalanan kota di malam itu. Gieno sukses mempermainkan para penggunan mobil yang berniat jahat kepadanya. Mungkin mereka lupa kalau Gieno bukan manusia sembarangan, julukannya adalah Iblis Gila. Dalam hal apa pun itu, Gieno selalu bertindak gila tanpa basa-basi.

"Ck … lemah." Gieno menutup kasar pintu mobilnya dan berjalan santai ke area hotel. Setiap orang yang melihat keberadaannya memilih menunduk sebab begitu takut.

Wajah Gieno memang tidak disiarkan di televisi, itu semua keinginan Gieno. Sebab laki-laki itu ingin memberi kejutan kepada keluarga Barka. Namun, meski begitu dengan sekali lihat pun siapa saja akan tahu siapa Gieno dari tato berukiran De Larga di leher sang ketua gengster itu. Selain itu, tatapan elang milik Gieno saja sudah mampu membuat orang bertekuk lutut. Gieno membuka pintu kamar bernomor 445.

Dor …. Tepat saat pintu itu terbuka Gieno langsung mendapat serangan dari beberapa orang. Gieno yang memang begitu lihai dengan mudahnya menghindar dari peluru musuh. Gieno berlari sambil tersenyum miring. "Jebakan yang lumayan mengasikkan."

Gieno bergumam di sela larinya. Laki-laki itu terus memacu langkah dan menghindar dari tembakan peluru musuh. Lorong hotel yang tadinya begitu sunyi, sekarang sudah penuh dengan sahutan tembakan yang begitu mengerikan.

Dor … dor … dor …

Dari sekian banyaknya tembakan yang diarahkan kepada Gieno, tidak satu pun peluru mereka berhasil menembus daging Gieno. Bahkan hanya untuk sekedar menggores kulit putih laki-laki itu. Gieno masuk ke dalam sebuah kamar berniat bersembunyi di sana. Ternyata di dalam kamar itu sedang ada seorang gadis yang sepertinya sedang melakukan sebuah penilaian kamar. Terbukti dari kertas jurnal yang ada di tangannya.

Tanpa basa-basi Gieno menggendong gadis itu dan membawanya ke atas kasur. Sang gadis sudah berteriak karena terkejut, teriakannya berlanjut saat Gieno menutup seluruh tubuh mereka dengan selimut hotel itu. Gieno mengungkung tubuh sang gadis yang hendak protes. "Diam dan ikuti perkataanku kalau kau masih ingin hidup," ucap Gieno datar.

Sang gadis yang awalnya ingin protes terurungkan saat mendengar sahutan langkah kaki yang begitu memekakkan telinga. "Ke mana dia?" suara seorang laki-laki terdengar oleh mereka.

"Mendesahlah," ucap Gieno.

"A-apa?" tanya gadis itu bingung.

"Kau masih ingin hidup bukan?" tanya Gieno.

"Ta-tapi … hmmpp." Kalimat gadis itu terhenti saat dengan tiba-tiba Gieno membungkam mulutnya dangan bibir laki-laki itu. Sang gadis melotot terkejut. Setelahnya Gieno bergerak naik turun sehingga mereka terlihat sedang melakukan hubungan panas di balik selimut.

Brak …. Suara pintu dibuka kasar mengejutkan sang gadis. "Ck … brengsek, malah melihat yang seperti ini," umpat seorang laki-laki. Setelahnya beberapa laki-laki itu pergi dari sana sambil tertawa meninggalkan sepasang manusia yang berada di balik selimut.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!