NovelToon NovelToon

Zafrina Mendadak Nikah

Bab 1. Kamu Anggap Aku Apa?

********

Zafrina tiba di sebuah cafe. Dia duduk berseberangan dengan seorang pemuda yang tampan paripurna, dengan tubuhnya yang tegap atletis siapapun yang melihat pasti akan terpesona padanya. Termasuk Zafrina, dengan susah payah gadis itu menyembunyikan perasaannya karena mereka bersahabat.

"Kenapa kamu menghubungiku?" Zafrina meraih gelas cola yang ada di meja dan meminumnya meskipun gadis itu tahu bahwa sedotannya bekas dari bibir Zico sahabatnya.

"Ck... kebiasaan buruk." Zico melambaikan tangannya pada pelayan dan memesan avocado float kesukaan Zafrina. Zafrina tersenyum senang mendapat perhatian dari Zico.

"Aku baru putus dari Anastasya."

"Lalu, apa hubungannya denganku?" ketus Zafrina. Tidak tahu kenapa hatinya seperti dire*mas setiap mendengar Zico menceritakan deretan mantan pacarnya.

"Temani aku nanti malam."

"Kemana?"

"Party, Dominic mengajakku merayakan hari jadinya."

Zafrina mendengus kesal. Selalu saja Zico bersikap semaunya seperti itu. Zico dan Zafrina bersahabat sejak Zafrina memasuki bangku kuliah.

Tak lama ponsel Zafrina berbunyi. Dia tersenyum lalu mengangkat teleponnya.

"Hai, Fred. Ada apa kamu menghubungiku?" suara Zafrina terdengar lebih lembut saat berbicara dengan Freddy. Hal itu membuat Zico memicing tak senang.

"Oh, nanti malam. Hmm, sebenarnya aku...." Belum sempat Zafrina meneruskan ucapannya, Zico merebut ponsel Zafrina dan meneriaki Freddy.

"DIA TIDAK BISA PERGI DENGANMU. DIA AKAN PERGI DENGANKU!!" seru Zico. Sontak Zafrina mendelik kesal pada sabahat sekaligus pria idamannya itu.

"Zico, ada apa denganmu? kenapa kamu meneriaki Fred?"

"Apa kamu lebih membelanya dari pada aku?" Zico menatap Zafrina tajam. Dia tidak senang jika Zafrina lebih membela orang lain dari pada dirinya. Zafrina terlihat menarik nafasnya dalam dan memejamkan matanya. Rasanya dia tidak bisa membendung lagi air matanya. Sudut matanya telah basah, namun Zico sama sekali tidak menyadarinya karena dia membuang mukanya ke samping.

"Sebenarnya kamu anggap apa aku ini? kenapa setiap waktu kamu terus menerus mencampuri urusan pribadiku?" tanya Zafrina dengan suara bergetar. Seketika Zico menoleh dan terkejut mendapati Zafrina sudah berurai air mata.

Tangan Zico terkepal. Dia berpikir Zafrina menangisi Fred, Dia pun mendengus kesal. Tatapan mata Zico begitu menghunus, sementara Zafrina sesekali mengusap air matanya yang terus turun.

"Kita ini sahabat 'kan? aku tidak pernah sekalipun melarangmu menyukai bahkan memacari wanita manapun. Aku selalu mendukungmu, aku ada di .saat kamu butuh teman berkeluh kesah. Apa aku pernah menuntut kamu untuk membalasnya?" Zafrina menatap Zico dalam, tatapan yang sebenarnya penuh dengan cinta. Tapi sayangnya Zico terlalu buta untuk melihatnya.

"Apa kamu sekarang sedang memperhitungkan semuanya?"

Zafrina menghembuskan nafasnya kasar lalu berdiri, "Sebaiknya kita introspeksi diri masing-masing. Mungkin aku dan kamu butuh waktu untuk menyadari arti pertemanan kita selama ini."

Zafrina pergi meninggalkan Zico tanpa menyentuh minuman kesukaannya. Zico menatap kepergian Zafrina nanar. Sudut hatinya berdenyut nyeri melihat air mata gadis itu. Tapi Zico berusaha menampik perasaannya yang sebenarnya pada Zafrina.

Zafrina mencegat taksi dan meminta supir taksi itu mengantar dirinya ke sebuah apartemen. Setibanya di apartemen, Zafrina segera turun setelah membayar argo. Dia masuk ke lingkungan apartemen dan naik ke lift. Zafrina langsung menekan tombol ke atas. Tak lama dia pun tiba di depan pintu apartemen dan segera menekan tombolnya. Zafrina masuk begitu saja dan membuka salah satu kamar.

"Kakak.... " Gadis itu menangis memeluk Zafa. Zafa menghembuskan nafas pendek.

"Ada apa lagi?"

"Kenapa semua pria itu menyebalkan?"

"Hei, aku, papa dan uncle Rian tidak termasuk hitungan," ujar Zafa dengan nada tidak terima.

"Baiklah, kecuali kalian bertiga." Zafrina kembali mengoreksi kata-katanya sambil mengusap air matanya. Zafa tersenyum dan mengacak rambut Zafrina.

"Apa kamu bertengkar lagi dengan Zico." Zafrina mengangguk angguk. Ia lantas merebahkan tubuhnya di samping kakaknya. Sepertinya aku dan dia memang tidak ditakdirkan untuk akur."

"Jangan pesimis, mana Zafrina yang ku kenal?"

"Aku menyerah, aku lelah dengan hubungan kita ini."

"Kakak sudah pernah ingatkan kamu, tidak ada yang namanya pertemanan antara laki-laki dan perempuan yang 100% berteman. Pasti salah satu dari kalian akan terperosok dalam lingkaran cinta dalam zona pertemanan. Dan kamu tahu betul efeknya.

"Nyatanya Zain dan Judy bisa menjadi suami istri padahal mereka juga friendzone?"

"Khusus mereka, berbeda, Inna. Mereka saling mengagumi, saling suka sejak balita."

"Ah... terserah, aku pusing." Zafrina memejamkan matanya, Zafa hanya tersenyum seraya mengusap kepala adiknya. Meskipun mereka tidak terlahir dari rahim yang sama tapi mereka satu susuan. Zafa sangat menyayangi Zafrina begitu pun sebaliknya. Jika kebetulan mereka berangkat kuliah bersama mereka akan mengira Zafa dan Zafrina kembar keduanya juga mendapat julukan sibling goals.

Ponsel Zafa berdering. Dia melihat nama ibunya tertera di sana. Senyum Zafa mengembang, ia lantas berjalan keluar menuju balkon apartemennya.

"Halo mah?"

"Halo sayang, kamu apa kabarnya?"

"Zafa baik-baik saja mah. Bagaimana kondisi kesehatan mama dan papa?"

"Kami dan adik-adikmu sehat sayang, bagaimana keadaan Zafrina di sana? tadi malam mama bermimpi buruk tentang adikmu itu."

"Mama tenang saja, aku akan menjaganya dengan baik."

"Kamu jaga kesehatan juga sayang, maaf mama belum bisa mengunjungi kalian. Mama akan mengajak papa nanti untuk ke sana saat Zafia libur sekolah."

Setelah berbicara panjang lebar dengan Dian, Zafa menutup sambungan teleponnya. Matanya terlihat menerawang. Mengingat bagaimana perlakuan buruknya dulu pada mamanya sampai sekarang rasa sesal itu masih membekas di hatinya.

Sebuah tepukan lembut mendarat di bahunya. Tangan Zafrina melingkar di perut Zafa. Kepalanya ia biarkan bersandar di punggung kokoh sang kakak.

"Ada apa lagi hmm...??"

"Apa baru saja mama menelepon kakak?"

"Ya, mama sangat mengkhawatirkanmu."

"Aku merasa selalu menjadi beban untuk siapapun," lirih Zafrina. Zafa nyentuh tangan sang adik dan berbalik. Ditatapnya wajah adiknya itu dan dengan lembut Zafa mengusap pipi adiknya.

"Jangan pernah berpikiran seperti itu. Kita sangat menyayangimu." Zafa mengecup kening Zafrina lembut. Dia tahu adiknya itu sedang galau. Tapi jika boleh jujur Zafa tidak suka melihat adiknya bertingkah seperti ini.

"Nanti aku akan pergi dengan Fred."

"Hati-hati dan jangan dekati alkohol dan frees*x. Kita di besarkan dari budaya timur. Jangan sampai kamu terseret dengan budaya barat yang nantinya akan membuat malu keluarga."

Zafrina mengangguk, setidaknya jika dia jalan dengan Fred dia akan melupakan masalahnya. Zafrina lalu pergi ke kamar mandi meninggalkan Zafa sendirian. Pemuda itu membuka ponselnya dan menghubungi seseorang.

"Bersiaplah di bawah, nona muda akan pergi bersama temannya. Awasi seperti biasa dan jangan biarkan satu orang pun memanfaatkannya atau menyakitinha." Tanpa menunggu jawaban dari sang penerima Zafa menutup poponselnya

🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹

Jangan lupa like komen dan Vote kasih gift juga boleh ratenya ⭐⭐⭐⭐⭐ ya.

Bab 2. Party Yang Kacau

*******

Tinggal di negara adidaya membuat kehidupan Zafrina tampak berbeda dari sebelumnya. Dulunya Zafrina sering berpenampilan tomboi. Namun lama kelamaan gadis itu mulai tampil fashionable. Zico yang mulanya dulu nyaman-nyaman saja. Pada akhirnya menjadi tak tenang dengan perubahan penampilan Zafrina. Apalagi dengan pengaruh teman-teman wanitanya. Zico semakin posesif terhadap sahabatnya itu.

Zafa menatap adiknya yang sudah siap dengan baju yang sedikit terbuka di bagian bahu dan rok yang hanya menutup bagian paha saja. Dia menggeleng sambil menghembuskan nafas kasar.

"Aku tidak suka kamu berpakaian seperti itu, Inna."

"Why...?" Zafrina menunduk memperhatikan penampilannya sendiri.

"Itu terlalu terbuka, Inna."

"Oh ayolah kak, kami akan pergi ke klub. Ini tidaklah berlebihan." Ujar Zafrina dan di saat bersamaan terdengar bunyi bel pintu.

"Dia sudah datang. Aku pergi dulu, Kak." Zafrina mencium pipi Zafa lalu pergi begitu saja. Zafa membuang nafas kasar melihat tingkah sang adik.

Setibanya di klub Zafrina mengedarkan pandangannya, Ternyata Zico benar ada di acara itu. Zico juga sejak tadi sesekali melihat ke arah pintu masuk. Di saat yang bersamaan tatapan keduanya bertemu Zafrina langsung membuang pandangan. Meskipun dalam keremangan cahaya Zico dapat melihat berapa seksinya Zafrina saat ini. Pemuda itu memindai pakaian yang dikenakan oleh Zafrina.

"Bukankah itu Zafrina?" Dominic sahabat baik Zico juga Zafrina menunjuk ke arah Zafrina dan Fred dengan dagunya.

"Ya, dia lebih memilih menemani pecundang itu dari pada aku."

Dominic pun seketika tertawa terbahak sampai-sampai kekasihnya memukul lengan Dominic. Ucapan Zico seperti orang yang sedang putus asa dengan hubungannya. Sepertinya Zico benar-benar sudah jatuh cinta pada Zafrina.

"Jika kau benar-benar mencintainya, sebaiknya katakan saja. Kau tahu, jika kau tidak mengatakannya. Aku takut kau akan menyesal nantinya jika ada pria lain yang membuatnya nyaman dan mau mengakui perasaannya pada Zafrina lebih dulu," ujar Dominic seraya menyesap wine-nya, kekasih Dominic tersenyum mendengar petuah dari kekasihnya itu.

Zico terdiam, matanya tidak pernah lepas dari sosok Zafrina. Gadis itu bergabung dengan teman-teman Fred. Tapi entah mengapa gelagat Zafrina terbaca oleh Zico. Gadis itu tidak nyaman berada di tengah-tengah sekumpulan sahabat Fred.

"Fred, sebaiknya aku pulang saja," kata Zafrina, raut wajahnya tergambar jelas jika ia sedikit merasa terganggu karena sikap Fred. Sejak datang tadi Fred seolah mencari kesempatan dengan menyentuh bahunya. Zafrina jadi menyesal tidak menuruti ucapan Zafa.

"Kenapa? santai saja, mereka semua ini temanku." Fred tersenyum tipis lalu mengalungkan tangannya di bahu Zafrina yang terbuka.

"Fred, jaga sikapmu," desis Zafrina kesal, saat lagi-lagi Fred bersikap lancang menyentuhnya.

"Ayolah baby, kita nikmati party ini." Wajah Zafrina benar-benar terlihat kesal. Pergi dengan Fred ternyata justru malah membuat moodnya semakin buruk.

Zafrina menyingkirkan tangan Fred dengan kasar. Tapi Pemuda itu kembali meletakkan tangannya di tempat semula. Di tempatnya duduk, tatapan mata Zico mulai menggelap. Dia langsung berdiri dari posisinya. Dominic ikut menatap arah pandangan Zico. Bibirnya menyunggingkan senyum tipis.

Zafrina meraih salah satu minuman yang ada di meja tanpa mengetahui apa itu. Dia terlalu ceroboh malam ini karena suasana hatinya yang sedang tidak baik-baik saja. Dia menenggak minuman itu begitu saja. Matanya sedikit terpejam merasakan cairan itu melewati tenggorokannya, rasanya pahit, sedikit asam namun saat lewat di kerongkongan ia merasa sensasi terbakar.

"Aku mau pergi dari sini Fred. Jika kamu ingin melanjutkan pestanya silahkan saja." Zafrina hendak berdiri. Namun tangan Fred menahannya. Zafrina memejamkan matanya dan menghirup nafas panjang. Sepertinya pria kurang ajar di sebelahnya ini perlu diberi pelajaran, tapi belum sempat Zafrina bertindak, tubuhnya tiba-tiba di tarik keras oleh Zico. Kini Zafrina berada di dekapan sahabat baiknya.

"Sekali lagi berani kau sentuh dia, aku akan membunuhmu," ujar Zico dengan keras hingga memancing tatapan semua tamu pesta Dominic dan kekasihnya. Zico berbalik dan akan membawa Zafrina. Namun Fred menghalanginya. Zico yang sejak tadi sudah sangat kesel akhirnya melepaskan Zafrina lalu berbalik dan memukul Fred dengan sangat keras.

BUGH!!

Fred terhuyung dan terjerembab di kursinya. Teman-teman Fred langsung membantu Fred untuk berdiri. sementara yang lain berniat menyerang Zico. Kini Zico dan Zafrina dikepung oleh Fred dan kawan-kawannya. Beberapa tamu tampak menjauh dari meja Fred, karena tidak mau terlibat dengan perkelahian di sana. Di saat teman Fred hendak maju menyerang Zico, muncullah dua yang tiba-tiba menghajar Fred dan kawan-kawannya. Tidak butuh waktu lama Fred dan temannya yang berjumlah 8 orang berhasil di lumpuhkan boleh dua pria tadi.

"Apa anda baik-baik saja, Nona?" tanya salah seorang bodyguard kepercayaan Zafa. Zafrina mengangguk, Zico menatap gadis itu tajam Dia lantas menarik tangan Zafrina dan membawanya pergi dari sana. Kedua bodyguard Zafrina tidan ada yang berani menahan. Siapa yang tidak kenal dengan Zico Dawson. Pemuda itu adalah penerus tahta ketua Mafia White Tiger.

Dominic mendesah panjang saat melihat pestanya kacau balau. Zico mendudukkan Zafrina di kursi depan bartender. Tangan Zico sudah berkacak pinggang dengan tatapan yang menghunus. Dia melepas jaket yang dipakainya lalu memakaikannya di bahu Zafrina.

Zafrina membuang muka tanpa berani menatap Zico. Dalam hal ini dia tahu bahwa ia telah salah. "Apa sekarang kamu puas?" tanya Zico pria itu menangkup kedua pipi Zafrina dan menahannya agar Zafrina menatap dirinya. Zafrina menggeleng lemah.

"Tidak... "

"Kenapa kamu tidak pernah belajar dari pengalaman?" Masih dengan posisi yang sama tapi tatapan mata Zico mulai melunak.

Mata Zafrina terus bergerak tidak tenang saat netranya bertemu dengan tatapan mata Zico. Sentuhan tangan Zico seperti aliran listrik yang membangkitkan sesuatu yang tidak sepantasnya. Zafrina merasa ada yang aneh dalam dirinya, lututnya seakan kehilangan tenaga, namun ada gejolak yang seakan menguasai dirinya. Zafrina menginginkan sentuhan lebih dari Zico saat ini.

Zico menangkap gelagat aneh Zafrina. Ia bahkan melihat wajah Zafrina bersemu merah. Zico melirik Dominic seakan memberi kode, pada akhirnya Dominic ikut mendekat ke arah Zico dan Zafrina.

"Jangan-jangan minumannya sudah dicampur sesuatu," kata Dominic.

Zico kembali menatap Zafrina. Gadis itu tiba-tiba mengalungkan tangannya di leher Zico dan lalu mencium bibir Zico. Mata Zico melebar begitu juga dengan Dominic. Namun bibir Dominic tersenyum tipis, ia pun melempar tatapan mendamba kearah kekasihnya.

Zico berusaha mendorong bahu Zafrina agar ciuman mereka terlepas, tapi Zafrina justru mengeratkan rangkulannya. Gadis itu seakan enggan melepas kenikmatan yang baru pertama ia rasakan.

Dengan kasar Zico menarik tangan Zafrina agar melepas pagutannya. Tatapan Zafrina begitu sayu. "Zi, aku menginginkan kamu."

"Aku tidak mau melakukannya jika kamu dalam keadaan yang seperti ini."

"Zi, kenapa jantungku berdebar sekali? Bagaimana ini? " setelah mengatakan itu Zafrina tak sadarkan diri. Zico panik bukan main. Begitu juga dua pengawalnya yang sejak tadi berada tidak jauh dari sana. Zico langsung mengangkat tubuh Zafrina dan membawanya keluar dari klub.

"Buka mobilnya!! aku akan membawanya ke rumah sakit." Seru Zico dengan keras pada kedua pengawal Zafrina.

Di Indonesia, Dian terus merasa gelisah. Setelah semalam bermimpi buruk tentang putrinya. Gerry Berusaha menenangkan istrinya.

"Aku akan menghubungi Rian."

"Tapi di sana pasti sudah malam sekali mas."

"Aku akan tetap mengganggunya. Karena putriku adalah tanggung jawabnya." Gerry segera mengambil ponselnya dan menghubungi nomor Rian. Dalam getar kedua Rian yang sedang berada di ruang kerjanya segera mengangkat panggilan Gerry.

"Dimana Inna sekarang? apa dia baik-baik saja?"

"Memang ada apa?"

"Aku tidak tahu, istriku memiliki firasat buruk pada Zafrina. Tolong segera cari tahu dimana putriku. Aku akan menghubungi Zafa juga sekarang."

"Biar aku saja yang menghubungi Zafrina. Jangan ganggu putramu. Dia sedang sibuk, kegiatannya terlalu banyak."

"Baiklah, secepatnya tolong hubungi aku. Karena Dian sejak tadi merasa tidak tenang.

🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹

Jangan lupa guys, Like, komen dan Vote juga rate kisah ini dengan bintang ⭐⭐⭐⭐⭐

Bab 3. Apa Yang Terjadi?

*******

Rian menghubungi ponsel Zico. Dia tahu pasti, putra sahabatnya itu pasti saat ini bersama Zafrina. Meskipun jam hampir menunjukkan pukul 12 dini hari. Zico merasakan getar di saku celananya. Tapi dia tidak bisa mengambil ponselnya karena saat ini sedang fokus menyetir. Tak berapa lama mobil yang di bawa Zico tiba di rumah sakit. Dia langsung keluar dan mengangkat tubuh Zafrina lagi.

Zico meletakkan Zafrina di atas pembaringan dan seorang dokter paruh baya menyambutnya. Zico menerangkan sedikit apa yang terjadi pada Zafrina sebelumnya. Dokter senior itu pun mengangguk.

"Biar saya periksa dulu. Ada kemungkinan alkohol yang dia minum bercampur dengan obat perang*sang dan nona ini alergi dengan salah satu komposisi obat."

Dokter mengambil sampel darah Zafrina dan meminta seorang perawat untuk mengantarkannya ke lab. Ponsel Zico kembali bergetar. Dia lekas keluar untuk melihat siapa yang menghubunginya.

"Uncle Rian..." Zico segera mengangkat panggilan dari papi Zafrina itu.

"Halo, uncle."

"Apa Zafrina bersamamu? apa dia baik-baik saja?" Zico terdiam mendengar pertanyaan dari papi Rian. Dia tidak menyangka sepertinya papi Zafrina itu memiliki ikatan batin yang kuat pada putrinya.

"Zico, apa kamu masih di sana?"

"Uncle, saat ini aku dan Inna sedang ada di rumah sakit. Tadi dia pergi dengan temannya. Sepertinya mereka mencampur sesuatu pada minuman Inna, saat ini dia tidak sadarkan diri. Dokter baru memeriksanya."

"Apaaa...?" Zico menjauhkan ponselnya saat mendengar suara teriakan kemarahan Rian. Dia yakin setelah ini Fred dan teman-temannya akan merasakan pembalasan dari papi Rian.

"Rumah sakit mana? aku akan segera ke sana. Kamu harus memberitahu uncle semuanya. Uncle akan hancurkan siapa pun yang berani berniat buruk pada putriku."

Setelah menjawab semua pertanyaan Rian, Zico mematikan sambungannya karena dokter telah keluar dari ruangan pemeriksaan. Dia pun segera mendekati dokter itu.

"Bagaimana, Dokter?"

"Seperti yang saya kira, dia alergi pada kandungan obat perang*sang yang tertelan bersamaan dengan alkohol. Beruntung anda secepatnya membawanya kesini. Jika tidak bisa saja dia mengalami kematian karena gagal jantung. Saya sudah memberinya obat. Berharap saja nanti dia segera sadar." Dokter itu menepuk bahu Zico, setelah itu dia berlalu. Zafrina pun kini sudah di pindahkan di ruang perawatan.

Zico menghubungi Dominic dan meminta pria itu untuk mengurus kedelapan orang pembuat onar itu termasuk Fred.

Rian tiba di sana bersamaan dengan Zafa. Ternyata kedua pengawal Zafrina sudah melaporkan kejadiannya pada pemuda tersebut. Dari raut wajah Zafa dan papi Rian. Tampak jelas gurat kekhawatiran tergambar di wajah kedua pria itu. Zico yang sedang duduk di samping ranjang Zafrina seketika menoleh saat melihat pintu terbuka.

"Siapa pelakunya?"

"Tenanglah, uncle. Temanku sedang mengurusnya."

"Bagaimana bisa ini terjadi?" entah papi Zafrina itu bertanya pada siapa namun ucapan Rian selanjutnya membuat Zico dan Zafa tahu siapa yang ditanya. "Orang-orangmu kurang cekatan."

Zafa menunduk, jujur saja dia pun mengkhawatirkan adiknya itu. Dia merasa sangat bersalah karena telah kecolongan. Rian menatap Zafa lalu menghembuskan nafasnya kasar.

"Aku tidak sedang menyalahkanmu Zafa, andai saja papamu tidak menghubungiku karena seharian mamamu terus mengkhawatirkan Zafrina. Aku tidak akan pernah tahu. Mungkin saran papamu dulu ada benarnya. Aku akan mengirim adikmu pulang ke Indonesia."

DEG!!

Jantung Zico seketika berdebar gaduh. Dia menoleh menatap Zafrina yang masih terpejam. Tiba-tiba dia merasa seperti ada yang menghujam hatinya. Zico mengakui jika dia telah lama menyimpan rasa pada Zafrina. Tapi dia takut jika suatu saat hubungan baik mereka retak karena rasa cintanya. Tapi kini hubungan persahabatan mereka pun terancam jika sampai Zafrina benar-benar dibawa ke Indonesia.

"Kita tanyakan itu pada Inna nanti, Uncle. Karena bagaimanapun usianya sudah cukup matang untuk mengambil keputusan sendiri. Sekarang yang terpenting Inna sadar dulu." Zafa duduk di tepi brankar Zafrina. Dengan lembut dia mengusap rambut Zafrina.

"Maafkan aku, Uncle. Aku tidak menjaga Inna dengan baik." Wajah Zico tampak sangat menyesal. Meskipun awalnya dia sempat kesal pada Zafrina.

"Ini bukan salahmu. Mungkin memang ini sudah menjadi takdir putriku. Bilang pada temanmu, sebentar lagi akan ada orang-orangku yang akan menjemput para pembuat onar itu."

"Baiklah, Uncle." Zico akhirnya keluar dari ruang perawatan Zafrina untuk menghubungi Dominic.

"Dom, uncle Rian mengirim orang-orangnya untuk membawa kedelapan orang itu."

"Tapi, Fred adalah anak seorang petinggi."

"Aku tidak peduli itu, Dom. Meskipun uncle atau Zafa tidak bertindak maka aku yang akan bertindak. Beraninya dia melakukan semua itu pada gadisku."

"Jadi, Zafrina sekarang adalah gadismu?" suara Dominic terdengar seperti sebuah sindiran bagi Zico. Pemuda itu mendengus kesal.

"Tutup mulutmu! Lakukan saja apa yang aku minta. Nanti aku akan memberimu imbalan yang pantas." Zico tersenyum miring. Dia akan membalas cibiran Dominic dengan cara halus.

Zico menutup sambungannya. Dia berjalan ke kamar Zafrina, tapi saat dirinya akan membuka pintu, Zico mendengar pembicaraan papi Rian dan Zafa. Dia memutuskan bersandar di tembok dan menguping pembicaraan mereka.

"Bagaimana menurutmu? Sepertinya aku akan berunding dengan papa dan mamamu mengenai ini. Setidaknya saat di Indonesia Zafrina ada yang menjaganya. Jika mereka bertunangan dulu uncle rasa Zafrina tidak akan menolak."

"Tapi, uncle... aku tidak yakin kalau putra paman Diego akan setuju."

"Marvel pasti setuju. Kamu pernah melihatnya dulu saat Zafrina SMP saat dia diserempet orang. Marvel tampak sangat cemas pada Zafrina."

"Tapi itu dulu, Uncle."

"Uncle tidak akan tenang jika hanya memakai bodyguard biasa. Kita tidak akan tahu bagaimana nanti di sana?"

"Kita pikirkan nanti saja, Uncle. Belum tentu Inna juga mau."

Zico hanya dapat memejamkan matanya mendengar bahwa Zafrina akan dijodohkan dengan orang lain. Tangan Zico terkepal dan jujur saja hatinya sangat sakit mendengar itu.

Zico menarik nafas sebentar lalu menghembuskan nafasnya pelan. Berulang kali dia melakukan itu untuk meredam emosinya, setelah itu Zico membuka pintu ruangan Zafrina.

"Uncle, Zafa, aku harus kembali ke klub," ujar Zico. Rian mengangguk dan sejenak memindai wajah Zico. Namun pemuda itu memilih membuang pandangan ke arah lain.

"Zi... " desis Zafrina. Netra Zico sesaat menatap Zafrina yang sepertinya hanya mengigau saja. Dia menundukkan kepalanya sebentar lalu pergi.

Zafa dan papi Rian saling tatap lalu tersenyum. Sebenarnya percakapan yang baru saja terlontar dari keduanya hanya sebuah pancingan untuk membuat Zico berani mengambil keputusan. Karena baik Zafa maupun papi Rian tahu jika sebenarnya keduanya saling ada ketertarikan namun Zico berusaha menyembunyikan perasaannya begitu juga Zafrina.

"Besok aku akan minta Diego untuk menyuruh Marvel kemari. Dia pasti setuju untuk membantu uncle."

"Baiklah, silahkan uncle atur saja."

🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹

Kasian ya Zico cuma kena prank.

Jangan lupa like komen dan gift kalian y. Sisihkan vote tiap senin juga untuk Zafrina dan Zico.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!