Masih tahap revisi guys.
Berikan dukungan like, komentar, dan votenya ya.
Salam dari kak Nana.
Selamat membaca.
***
Duar, jedar.
Suara guntur menggelegar.
Plak...plak...plak...plakkkkkkkk
"Aku mohon hentikan!" teriak seorang wanita, sambil menahan rasa sakit yang menjalar diwajahnya.
"Cih!" Pria itu berdecih kesal dan menghempas kasar cengkramannya.
Prang.....
"Kau berani denganku?!" pekik pria itu dengan begitu nyaring. Napasnya memburu, sorot matanya begitu tajam dan menghunus, aura mencekam meliputi ruangan tersebut. Dia menyambar kepala wanita dihadapannya dengan sangat kasar, dan membenturkan ke tembok sebanyak lima kali.
Tak...tak...tak..tak...takkkkkk.
"Ku mohon lepaskan, aku mohon..." lirihnya tak mampu lagi, deraian air mata mengalir sangat deras dipipinya, tampak darah segar menghiasi pelipis dan wajah cantiknya.
"Mommmmyyyy, hiksss, hikkssss, hiksssss, hikss, Mommmyyy!" Terdengar suara tangisan bocah kecil yang menggema di sudut ruangan.
"Mommy!!!"
...----------------...
Wanita bermanik warna biru itu, tersentak dari mimpi buruknya, dadanya naik turun. Ia berusaha mengatur ritme pernapasan. Suara rintik hujan terdengar dari luar apartment. Lily segera beranjak dari tempat tidurnya. Ia berjalan perlahan menuju jendela kamar. Ia menatap datar pemandangan di depan.
Tak terasa sudah 3 tahun, Lily meninggalkan tanah kelahirannya. Namun, tak membuat dia melupakan semua bayangan masa lalu yang telah terjadi.
Moskow, Rusia menjadi kota pilihan Lily untuk berlari dari masa lalu, sekaligus merintis bisnisnya agar berkembang lebih pesat lagi.
Dia bertahan hidup di kota ini bersama ketiga anak kembarnya. Di negara asing ini, Lily berusaha melupakan semua kenangan yang telah terjadi. Akan tetapi, tetap saja tidak semudah membalikkan telapak tangan.
Dinginnya malam membuat Lily memeluk tubuhnya sendiri. Hari ini adalah pertengahan bulan November, yang selalu menjadi bulan terburuk bagi wanita itu.
Di mana kenangan pahit, mulai terajut satu-persatu diingatannya. Lily mengutuk dirinya sendiri, mengapa sampai saat ini, ia tak bisa melupakan semua kenangan yang telah terjadi.
Apakah ia harus mengikuti saran adiknya?
Mencari pendamping hidup?
Entahlah.
Ceklek.
Suara pintu terbuka.
“Mommy!" Suara panggilan Kendrick, anak pertama Lily membuyarkan lamunan.
“Iya, ada apa sayang?" tanya Lily sambil menoleh, ketiga anaknya masuk ke dalam kamarnya.
“Mommy, telponnya bunyi-bunyi. Nung nung!" cetus Nickolas dan Samuel secara bersamaan, dengan menyodorkan ponsel yang tertinggal di luar kamar.
“Astaga, sebentar ya. Mommy angkat dulu.”
Terpampang sebuah nama yang sangat dia rindukan di layar smartphone. Senyuman manis pun, merekah tak kala seseorang yang dia pikirkan saat ini menghubunginya.
Hallo, sapa Lily dengan raut wajah senang.
Duh, lama banget sih angkatnya. Kakak gimana sih, ngak kangen apa sama aku? tanya Belle di sebrang sana.
Maafin kakak ya dek, jangan ngambek donk. Nanti cantiknya hilang.
Iya, kakak ku yg paling cantik. Kapan kakak balik ke Indonesia? Daddy dan Mommy kangen banget sama kakak.
Lily tak langsung menjawab pertanyaan dari Belle. Untuk kesekian kalinya, pertanyaan yang sama, adiknya lontarkan. Bibir Lily seakan membeku, dia tidak bisa langsung menjawab.
Tak dapat dipungkiri, bahwa saat ini jiwa dan pikirannya berada di Indonesia. Dia merindukan keluarga kecilnya yang berada disana.
Hallo, kakak. Kakak masih di sana kan?
Eh, ya dek. Kakak usahakan bulan depan ya, ucap Lily dengan cepat.
Kak mau sampai kapan, kakak berlari dari masa lalu?
Terdengar helaan napas Belle, yang berhembus kasar di sebrang sana.
Lily terdiam.
Kak, Belle memang ngak bisa merasakan apa yang kakak rasakan sekarang. Tapi ini sudah 3 tahun kak, cobalah untuk berdamai dengan masa lalu kakak.
Lily mencoba memahami perkataan Belle.
Belle, terimakasih sudah memberikan saran. Kakak akan berusaha..., ucapnya lirih.
Pokoknya Belle, ngak mau tahu bulan depan kakak harus pulang ke Indonesia. TITIK! protes Belle.
Iya, adikku yang bawel.
Lily pasrah dengan permintaan adik kesayangannya itu.
Nah, gitu dunk kak. Belle tutup telepon dulu ya. Mau ngelonin Darla dia tiba-tiba nangis, Belle terkekeh dengan pelan.
Iya dek, salam sama Darla dan suami mu ya.
Oke kakak, pungkas Belle.
Lily menaruh handphone di atas nakas. Tanpa terasa buliran air mata membasahi pipinya, rasa rindu semakin tercipta manakala dia mendengar suara Belle. Secepat kilat dia mengusap jejak air mata.
“Mommy, are you okay?" tanya Kendrick, ia tak sengaja menguping pembicaraan.
“I’m, okay darling," jawab Lily.
“Siapa yang telpon mommy?" tanya Samuel menimpali Kendrick.
“Onty Belle, Sam," jawab Lily cepat.
“Mommy rindu Onty Belle?" tanya Nickolas, saat melihat raut wajah ibunya tampak sedih.
“Mommy rindu semuanya Nick, tapi..."
“Shfftt, sudah Mommy kita bertiga mengerti kok. Mommy jangan sedih lagi ya," potong Kendrick, dia tahu bagaimana perasaan ibunya saat ini.
Sebagai anak pertama Kendrick yang peka terhadap situasi dan kondisi yang terjadi. Sementara Nickolas dan Samuel masih belum bisa memahami keadaan yang terjadi disekitar.
Lily merasa beruntung memiliki ketiga anak yang cerdas dan dewasa. Si kembar mempunyai kemampuan dan kekurangannya masing-masing. Mereka selalu berusaha memahami dirinya. Walaupun dia tahu yang dilakukannya sangat lah salah.
Lily merasa dirinya terlalu egois, hanya mementingkan perasaannya sendiri. Dia memperhatikan satu-persatu wajah ketiga anaknya. Wajah seperti pahatan Dewa Yunani, hidung mancung, serta bibir pink yang tercetak dengan sempurna.
“Kalian mau pulang ke Indonesia?" tanya Lily, sambil mengusap kepala si Kembar satu-persatu.
Lantas mereka pun saling pandang satu sama lain. Ada guratan kebingungan, kesenangan, dan kerinduan yang terpampang di garis muka ketiganya.
“Mommy, kami boleh jujur," ucap Kendrick.
“Tentu saja, katakanlah nak.”
“Mom, kami rindu Opa, Oma, Onty Belle, dan Darla!" sela Samuel secara tiba-tiba.
“Astaga, bisakah kau tidak memotong pembicaraanku," ucap Kendrick sambil melipat kedua tangan di dada.
“Habisnya kak Ken lama banget ngomongnya keburu film Teletubies season 2," ucap Samuel dengan terkekeh pelan.
Senyuman kembali terukir di wajah Lily saat melihat tingkah si Kembar.
“Duh, kalian berdua ini selalu saja ada dramanya." Nickolas sambil memanyunkan bibir.
“Mommy, Ken mewakili kedua bocil ini, mau mengatakan kami sebenarnya sangat rindu dengan Indonesia. Kami tentu saja mau pulang," jelas Kendrick sembari menundukkan kepala.
Lily terkejut, saat mendengar kejujuran anaknya. Seharusnya dia tidak boleh berlarut dalam sangkar masa lalunya itu. Dia pun mendekat dan mensejajarkan tubuhnya pada si Kembar.
“Maafkan Mommy ya nak. Bulan depan kita balik ke Indonesia ya," ucap Lily sambil memeluk ketiga putranya bergantian.
“Beneran, Mommy?" tanya Kendrick.
“Iya sayang."
“Yeee, yeeee aku bakalan ketemu Darla!" ucap Nickolas dan Samuel bersamaan, sambil berlari kesana kemari sehingga membuat keduanya hampir saja terjatuh.
“Sudahlah hati-hati nak. Sekarang kalian tidur ya sudah malam. Besok kita harus mengurus segala keperluan untuk balik ke Indonesia.”
“Siap Mom!" seru Nickolas dan Samuel serempak.
Sementara Kendrick sebagai anak pertama hanya bisa menghela napas, melihat tingkah konyol dari saudara kembarnya.
Setelah, mengantarkan ketiga anaknya ke kamar dan membacakan dongeng pengantar tidur. Lily mengitari ruangan yang sudah 3 tahun dia tempati selama ini.
Dia mengenang kebersamaannya dengan si Kembar. Ada perasaan lega yang menjalar di dalam hatinya. Di kota inilah dia berusaha melupakan kenangan, beberapa tahun silam. Kenangan yang indah, namun menyakitkan secara bersamaan. Dia bertekad untuk melepas sangkar masa lalunya.
"Aku mencintaimu!" ucap seorang pria kala itu.
.
.
.
.
.
Masih tahap revisi guys.
Berikan dukungan like, komentar, dan votenya ya.
Salam dari kak Nana.
Selamat membaca.
***
Sudah kurang lebih, 13 jam 45 menit penerbangan pesawat komersil, antara Moskow dan Jakarta mengudara. Seorang bocah kecil sedang menantikan kedatangan seseorang, yang sangat dia rindukan. Berkali-kali dia menolehkan kepalanya ke kanan dan ke kiri memastikan, apakah yang ditunggu sudah tiba di bandara.
“Mommy kak Ken kok beyum tuyun ya Mom?" tanya Darla sambil menarik-narik dress Belle.
“Sabar ya sayang, sebentar lagi," jawab Belle memberikan pengertian kepada anak semata wayangnya.
“Nah itu mom. Kak Ken sama duo bocil udah tuyun," cetus Darla dengan suara cemprengnya sembari menunjuk.
“Darla.... telur dadar!" seru Nickolas dan Samuel berlarian ke arahnya.
“Ih. Mommy. Kak Nick sama kak Sam nyebelin!" Rengek Darla sembari menghentak-hentakkan kaki mungilnya ke lantai.
Kedua saudara kembar itu pun, terkekeh pelan. Karena berhasil membuat Darla kesal.
“Hai telur dadar!" seru Nickolas sambil menatap Darla.
“Ngak kangen sama kakak?" tanya Samuel menimpali.
“Ngak!" Darla menjawab dengan ketus, sambil menjulurkan lidah.
Lily yang melihat tingkah konyol kedua putranya, hanya bisa menggelengkan kepalanya. Jika sudah bertemu dengan keponakannya mereka seperti Tom dan Jerry saja. Akan tetapi, ketika berjauhan Nickolas dan Samuel lah yang paling sering bertanya tentang Darla.
Sementara itu, Kendrick terkesan dingin pada semua orang, namun dia peduli terhadap saudaranya. Dia adalah anak tertua yang cerdas dan lebih dewasa dari kedua adiknya.
“Ya ampun kak. Kenapa kakak makin cantik saja sih," ucap Belle sembari memeluknya.
“Belle kau juga makin cantik saja. Maaf ya kakak mendadak kasi tahunya. Kalau mau balik ke Indonesia." Lily melepaskan pelukan sembari menatap Belle dengan sendu
“Hehe, ngak apa-apa kak. Aku pikir kakak akan terus berlari hingga ke ujung langit. Canda kak," cetus Belle.
“Astaga kelakuan absurd mu masih ada ya ternyata." Lily terkekeh pelan.
“Udah deh, kita pulang ke rumah saja yuk. Mommy sudah menunggu kedatangan kakak. Suamiku masih di kantor kak, jadi ngak sempat nemenin ke bandara."
“Iya, ngak apa-apa. Ken, Nick, Sam ayuk kita pulang ke rumah Opa dan Oma ya," ajak Lily kepada mereka bertiga.
Si kembar menganggukkan kepala dengan pelan.
Sesampainya dikediaman Marques.
Mansion dengan gaya eropa modern, terpampang megah dikelilingi dengan pilar-pilar yang menjulang tinggi. Mansion ini terdiri dari 3 lantai, dibelakangnya terdapat taman besar dan asri, yang dihiasi bunga yang tersusun begitu rapi oleh Sang pemilik Mansion.
Terlihat eksterior dan interior mansion, membuat mata yang memandang begitu takjub. Pagar yang menjulang tinggi berukiran ornamen klasik itupun terbuka otomatis.
Pengawal yang diperkerjakan mulai melakukan tugasnya. Mobil mewah berwarna hitam, merk Rolls Royce berhenti tepat di pintu yang megah itu. Pengawal pun membuka pintu mobil dengan cepat. Terlihat enam orang menyembul keluar dari dalam mobil.
Lily menapaki rumah yang sudah lama dia tinggalkan. Dia pun mengedarkan pandangannya ke setiap sudut ruangan. Rasa rindu semakin membuncah, manakala Anastasya berlari menghampirinya.
“Anakku," ucap Anastasya, sembari memeluk erat putri sulungnya.
“Mom maafin Lily. Aku egois Mom..." ucapnya lirih. Seketika air mata Lily mengalir dipipinya, rasa rindu yang sudah lama dia tahan akhirnya runtuh juga.
Anastasya melepaskan pelukan, sembari mengusap air mata Lily dengan pelan.
“Sudah, Mommy paham. Sekarang kalian makan dulu ya sehabis itu istirahat. Cucu-cucu Oma pasti laparkan?"
“Iya Dala lapal oma, pengen mamam," ucap Darla menengadahkan kepala ke atas. Sedari tadi dia terdiam, melihat interaksi kedua orang berbeda generasi itu.
“Ih yang naik pesawat siapa, yang lapar siapa," ucap Samuel dengan sudut bibir terangkat sedikit.
“ Mommmyyyyyyyyy!" teriak Darla dengan mimik muka masam.
" Duh, anak mommy. Ngak kok sayang, kak Sam cuma bercanda saja." Hibur Belle berusaha menenangkan kekesalan putrinya itu.
Anastasya menggelengkan kepala sembari melihat tingkah kedua cucunya itu. Satu senyuman terukir diwajah keriputnya.
"Ayo kita makan siang dulu ya," ajak Anastasya sambil mengedarkan pandangan pada putri dan cucunya.
Lily dan Belle menganggukkan kepala dengan pelan.
“Yee, ayoo kita makan!" seru ketiga cucu Anastasya secara bersamaan. Sementara Kendrick hanya menganggukkan kepala.
Ruang makan.
Ruangan yang ditempatkan khusus untuk makan sudah tersedia, dengan beberapa menu kesukaan Lily dan anggota keluarga lainnya.
"Mom, Daddy dimana?" tanya Lily penasaran.
"Daddymu masih ada urusan sebentar nak. Mungkin sebentar lagi sampai," jawab Anastasya dengan cepat.
Lily mengangguk sedikit.
Anastasya berserta kedua putri dan cucunya pun, menempati tempat duduknya masing-masing. Mereka segera menyantap makanan dengan tenang. Selesai dengan aktivitasnya, ketujuh orang itupun berkumpul, ditaman yang berada di dalam mansion. Mereka ingin melepaskan kerinduan terpendam, yang selama ini terpisahkan oleh pulau dan benua.
Taman bunga yang sangat luas, tampak menghiasi kediaman Marques. Terdapat beberapa jenis bunga yang terpampang di taman itu. Ada bunga Lily, bunga Mawar, bunga Anggrek dan sebagainya.
Tak hanya sampai disitu saja, air mancur yang berada ditengah taman menyejukkan mata, bagi siapapun yang memandang. Disisi kanan taman, terlihat gazebo besar berdiri dengan begitu kokoh, sementara itu disisi kiri terdapat bangku panjang bercorak kayu, melengkapi keindahan di dalam taman.
Saat ini, Lily, Belle dan Anastasya sedang duduk dibangku kayu. Sedangkan keempat bocah kecil bermain di gazebo, mereka sibuk dengan dunianya sendiri.
"Nak, bagaimana dengan bisnismu disana?" tanya Anastasya sambil menatap lekat.
"Berjalan dengan lancar, Mom." Lily membalas sembari tersenyum simpul.
"Apakah kakak sudah ada pacar disana?" Belle penasaran, menimpali obrolan ibu dan saudaranya itu.
Mendengar perkataan Belle, Lily menyenggol lengan adiknya itu.
"Kau ini, kakak disana berkerja Belle." Lily membuang napas pelan.
"Siapa tahu saja kakak disana sudah ada pacar, aku kan tidak tahu kak," tutur Belle sembari terkekeh pelan. Sebenarnya dia merasa kasihan pada kakaknya itu, untuk melupakan masa lalunya Lily harus berpergian ke tempat yang jauh. Walaupun dia mengetahui jika Lily memang sedang menjalankan bisnisnya disana.
"Kau ini, tidak ada yang mau dengan janda sepertiku terlebih lagi janda tiga anak." Lily berkata sambil jarinya menunjukkan angka tiga.
"Kau cantik kak, tidak ada yang tidak mungkin," protes Belle.
Anastasya menyetujui perkataan Belle dengan menganggukkan sedikit kepalanya. Sedari tadi, dia mendengarkan perbincangan mereka tanpa menyela ataupun menimpali. Dia teramat bahagia jika melihat kedua putrinya berdebat.
"Ah, sudahlah Belle, hatiku sudah membeku." Lily memutar kedua bola matanya.
"What? Membeku memangnya kau itu kulkas kak?" Belle berkata dengan intonasi sedikit tinggi.
Lily menghembuskan napas dengan kasar.
"Itu hanya kiasan, Belle!" seru Lily menatap tajam.
Melihat gelagat kakaknya, Belle terkekeh pelan.
"Aku cuma bercanda kak, kalau saja Arnold tidak berselingkuh mungkin hatimu masih hangat seperti api," ucap Belle tiba-tiba, seketika dia tersadar. Dia menutup dengan cepat mulutnya itu. Dia tak mengira mulut nakalnya ini, mengucapkan nama orang yang pernah menorehkan luka dihati Lily.
.
.
.
.
"
Masih tahap revisi guys.
Berikan dukungan like, komentar, dan votenya ya.
Salam dari kak Nana.
Selamat membaca.
***
Mendengar perkataan putri bungsunya itu. Anastasya menjewer dengan cepat telinga kanannya.
"Awh! Sakit Mom!" sungut Belle sambil memanyunkan bibir.
Anastasya tak langsung melepaskan cubitannya. Dia menatap tajam Belle. Dia tak habis pikir, mengapa putri bungsunya tak bisa menyaring perkataan yang keluar dari mulutnya itu. Dia tak mau saja, ucapan yang dilontarkannya melukai perasaan Lily.
"Sudahlah Mom, Belle tidak salah," Lily menengahi aksi ibunya itu. Dia menahan senyumnya, saat melihat kekesalan Belle.
Seketika, Anastasya melepaskan cubitan kecil itu.
"Mom, sakit tahu!" Rengek Belle sambil mengusap pelan telinganya.
Anastasya tak menyahut perkataan Belle, dia menghembuskan napas dengan kasar.
"Minta maaf pada kakakmu!" perintah Anastasya.
"Kak, maaf," ucap Belle dengan menunjukkan wajah puppy eyesnya.
"Tidak apa-apa Belle, kakak sudah melupakan Arnold. Tak usah kau risaukan," tutur Lily.
"Benarkah? Baguslah aku senang sekali. Kakak memang harus menghempaskan masa lalu." Belle tersenyum simpul sambil melipat kedua tangannya.
"Baguslah nak, Mom senang mendengarnya." Anastasya menimpali.
Terdengar suara derap langkah kaki, yang mendekat ke arah mereka berada. Ketiga wanita tersebut menolehkan kepala ke sumber suara.
Lily beranjak dari bangkunya, senyuman terpampang diwajah cantiknya. Saat melihat ayahnya telah tiba.
"Daddy!" panggil Lily, dia segera menghampiri Jonathan dan langsung membenamkan wajahnya di tubuh ayahnya itu.
Jonathan menerima pelukan dari putri bungsunya itu. Dia memejamkan matanya sejenak. Tanpa terasa air matanya menetes di pipi, secepat kilat dia mengusap jejak tetesan air itu. Dia rindu, amat rindu, putri kecilnya yang dulu pergi, telah kembali kedalam pangkuannya.
Jonathan membenci dirinya sendiri, karena tak mampu menjaga putri sulungnya itu. Dia sangat membenci sosok yang pernah mengukir luka dihati Lily. Jonathan mengelus pelan punggungnya. Dia berharap kebahagiaan akan menghampiri anaknya. Sementara itu, Anastasya dan Belle yang melihat interaksi keduanya hanya menatap sendu.
"Nak, kau baik-baik saja kan? Bagaimana dengan bisnismu?" tanya Jonathan beruntun, sembari melepaskan pelukkan.
"Aku baik-baik saja, tentu saja lancar, Dad." Lily menatap lekat.
"Hei, apakah kalian tak ingin bergabung kesini!" teriak Belle. Dia bangkit berdiri, memecahkan obrolan ayah dan putri itu. .
"Belle!" pekik Anastasya, dia menatap tajam. "Kau ini perempuan, harus bersikap lembut," ucapnya sembari menggelengkan kepala.
Belle mengedikkan bahu dan kembali duduk ke tempat semula.
Jonathan dan Lily yang mendengarkan perdebatan kecil diantara Anastasya dan Belle, hanya bisa menghembuskan napas dengan kasar. Keduanya pun memutuskan untuk bergabung dengan mereka.
Di sore itu, suara canda dan tawa menggema di area taman kediaman Marques. Suasana seperti ini lah yang mereka rindukan. Semenjak 3 tahun yang lalu suasana itu hilang, namun sekarang telah kembali.
Jonathan merasa menjadi laki-laki yang paling beruntung memiliki putri dan cucu yang begitu sempurna baginya. Hingga pukul lima sore, mereka pun menyudahi aktivitas bersantainya.
Jam menunjukkan pukul delapan malam tampaknya di kediaman Marques beberapa ruangan lampu di lantai 1 masih menyala. Sedari tadi, keluarga Marques sudah selesai menjalankan ritual mandi dan makan malamnya.
Lily pun sudah menidurkan si Kembar. Setelah selesai dengan aktivitas rutinnya, dia segera turun ke bawah, ke ruangan keluarga, dimana ayah dan ibu beserta adiknya berada. Lily ikut duduk disebelah keluarganya, sembari menikmati secangkir teh hijau dan cemilan yang sudah disiapkan sebelumnya.
“Apakah si Kembar sudah tidur kak?" tanya Belle sambil mengusap pelan rambut Darla, yang sudah tertidur pulas diatas pahanya.
Lily membalas perkataan Belle, dengan menganggukkan kepala.
“Nak, ada yang ingin ayah bicarakan sebentar," ucap Jonathan menginterupsi.
“Iya, ada apa Dad?” tanya Lily cepat.
"Kau akan tinggal disini kan nak?"
Lily menghembuskan napas dengan kasar.
"Dad, maaf aku akan tinggal diapartment saja. Aku ingin mandiri bersama si Kembar," ucap Lily berhati-hati.
Jonathan menatap dalam kedua matanya, dia tak bisa memaksakan kehendaknya.
"Baiklah, tapi apakah Daddy boleh meminta pertolongan padamu nak?"
"Apa itu Dad?" Lily bertanya balik.
"Begini nak, bisakah Daddy memintamu untuk menyelidiki kebocoran data di cabang perusahaan." Jonathan melihat ekspresi Lily.
"Memangnya kenapa Dad?" Lily mengerutkan dahi.
"Beberapa bulan ini, perusahaan dalam keadaan kacau. Daddy sudah meminta Tuan Fabio dan Maximus untuk menemukan pelaku, namun sepertinya ada orang dalam yang sangat licik. Kau tahu sendiri kan Tuan Fabio sudah semakin tua. Hanya kau yang bisa dipercayai, karena Dad tahu dengan kemampuanmu nak," jelas Leon panjang lebar.
Lily tak langsung membalas perkataan ayahnya. Dia terkejut saat mendengar penuturan ayahnya itu.
Jonathan Marques adalah salah satu pengusaha terkaya di tanah air saat ini. Dia memiliki perusahaan yang menjalar diberbagai Kota.
Perusahaan Co. Marq adalah milik Jonathan Marques, yang berbasis dibidang IT dan teknologi. Bisnis ini sudah didirikannya kurang lebih selama dua puluh delapan tahun. Perusahaan ini selalu diperebutkan orang untuk mengais rezeki.
"Nak." Tegur Jonathan membuyarkan lamuna Lily.
"Hmm," Lily tampak berpikir. Mungkin ini, saatnya dia untuk membantu ayahnya. Meskipun dia sebenarnya ingin fokus mengembangkan cafe dan restaurant Mint yang sedang berkembang pesat di Jakarta. Sebuah bisnis miliknya sendiri tanpa campur tangan Jonathan, yang saat ini berada dibawah pantauan orang kepercayaannya. Bisnis ini dirintisnya sejak ia masih remaja.
"Baiklah, Dad. Tapi hanya tiga bulan saja." Lily bernegosiasi.
Ketika mendengarkan perkataan Lily. Jonathan tersenyum senang. Dia membalas dengan menganggukkan kepala. Semula dia merasa bingung, ingin meminta bantuan kepada siapa. Karena dia tidak mudah dalam mempercayai orang, belum lagi tangan kanannya yang sudah tua renta itu. Dia tak mau memaksakan kehendaknya kepada sahabat sekaligus tangan kanannya itu.
"Daddy akan mencarikanmu apartment yang nyaman ya nak," ucap Jonathan tiba-tiba.
"Benarkah? Apakah tidak merepotkan Daddy?" tanya Lily.
"Tidak sama sekali nak dan Daddy akan selalu mengawasi pergerakan kalian." Jonathan menatap lekat.
"Apakah harus Dad?"
“Nak, Daddy tak mau kau dan si Kembar kembali terluka karna masa lalumu. Aku yang salah telah menitipkanmu pada...."
Anastasya menyikut lengan suaminya. Walaupun, Lily mengatakan sudah melupakan mantan suaminya itu. Dia tak mau mendengar nama yang telah mengoreskan luka di hati anaknya, terucap kembali dirumah ini.
Jonathan yang paham akan kode dari istrinya, tak melanjutkan perkataannya.
“Ahh.. sudahlah itu sudah menjadi masa lalu. Jika kau ingin bahagia, jangan biarkan masa lalu mengusikmu, nak. Kau boleh melihat ke belakang, namun jangan membawanya kembali." Nasihat Jonathan kepada putri sulung.
Lily menganggukkan kepala sedikit.
“Nak, kau sudah dapat informasi mengenai pengasuh untuk si Kembar?" tanya Anastasya berusaha mencairkan suasana. Pasalnya tadi sore, Lily bercerita ingin mencari pengasuh untuk anaknya, agar dia dapat fokus berkerja di cafe dan restaurant miliknya. Namun sepertinya, kesibukan Lily sekarang adalah menyelidiki, siapakah pelaku yang berani menjual data perusahaan.
“Aku belum mendapatkannya Mom, besok aku akan mencari pengasuhnya." Saat menjelang malam, Lily tadi berinisiatif menghubungi beberapa Yayasan Asuh Anak. Untuk menanyakan pengasuh untuk si Kembar.
“Begini saja kak, aku akan membantu kakak untuk mencari pengasuh. Kakak tak perlu khawatir. Aku akan mengurusnya," ucap Belle menimpali.
"Baiklah, Belle. Terimakasih." Lily mengulum senyum dengan kepedulian adiknya, walaupun terkadang Belle membuatnya naik darah.
Tanpa terasa, percakapan diantara keluarga Marques, mengalir begitu saja. Dengan terpaksa mereka menyudahi aktivitasnya.
Pukul sepuluh malam satu-persatu, keluarga Marques memasuki kamar mereka masing-masing, untuk beristirahat melepaskan kepenatan dengan kegiatan hari ini.
Sementara, Lily memasuki kamar si Kembar. Kamar yang telah dipersiapkan oleh Jonathan, seminggu sebelum kepulangan Lily dan cucunya. Kamar yang didominasi dengan warna turquoise green itu, membuat mata memandangnya takjub. Tidak gelap dan tidak pula terang.
Pikiran Lily menerawang dengan kejadian beberapa tahun silam. “Sayang, aku berjanji akan selalu berada bersamamu." Kalimat janji yang diucapkan oleh seorang pendusta.
Lily akan menghadapi apa saja yang akan terjadi kedepannya, dia tidak akan berlari lagi. Dan tidak akan meneteskan air mata untuk seseorang yang tak pantas untuk ditangisi. Lily segera merebahkan tubuh ramping disamping si Kembar, dia mulai memasuki ruang mimpi bersama buah hatinya.
.
.
.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!