Di bawah langit malam, suara petir di sertai angin kencang terasa sangat menakutkan. Guyuran hujan mulai turun membasahi bumi.
Di suatu tempat, terlihat seorang anak berumur sekitar 10 tahun sedang duduk di bawah pohon dengan kaki yang di lipat di depan dadanya.
Di tatap kedua bola matanya yang memancarkan ketakutan, dengan pakaian lusuh dan kotor, anak kecil itu terus berusaha menghalau dingin nya malam bersamaan dengan hujan yang kini mulai membasahi tubuh kecilnya.
Max Kendrick, seorang anak yatim piatu yang hidup seorang diri setelah kematian kedua orang tuanya.
Bertahan hidup dengan mengandalkan makanan sisa dan pemberian orang, Max hanya terus berpindah tempat dari tempat satu ke tempat lain.
Sudah seringkali dia mencoba berjualan dan menjadi seorang pengamen, namun bukan uang yang dia dapatkan, hanya pukulan dan penyiksaan yang di dapatkan dari para preman di luar sana.
Hidup? Max kini hanya pasrah akan keadaan dan juga nasibnya.
Di genggam nya plakat kayu bertuliskan Black Tiger. Ya, plakat itu adalah barang yang di temukan oleh Max saat kejadian di mana kedua orang tua nya terbunuh.
Max yang tertidur, di kagetkan dengan suara tembakan dari lantai bawah rumahnya. Saat dia turun untuk melihat apa yang terjadi, kesedihan dan kehancuran yang benar-benar membuat kehidupan Max menjadi gelap tanpa cahaya.
Hanya kedua mayat orang tuanya yang di penuhi luka tusukan dan tembakan terbaring di atas lantai dengan darah yang mengalir deras.
Max tidak menangis, dia hanya terdiam dengan pandangan kosong. Apa dia tidak bersedih? Apa dia tidak merasa kehilangan?
Tentu saja Max merasakan hal itu, hingga ekspresi yang di tunjukan oleh Max bukan lagi sebuah kesedihan atau kehilangan. Karena semua itu sudah berada pada level yang tidak pernah bisa di bayangi oleh orang lain.
Beruntung? Max beruntung tidak mengalami gangguan jiwa dan mengalami gangguan lainnya. Tapi ingat! Bukan berarti Max anak yang tidak memiliki perasaan.
Max – Kekuatan, Kendrick – Seorang pemimpin. Nama yang di berikan oleh orang tuanya menunjukkan siapa sosok Max.
Max bersumpah pada langit dan bumi, berdiri di depan mayat kedua orang tuanya dengan menyentuh darah yang mengalir.
"Aku Max Kendrick, bersumpah akan membalas kematian kedua orang tuaku, membalas rasa sakit, sedih, kehilangan dan kehancuran ini seribu kali lipat dari apa yang aku rasakan. Hingga tidak ada lagi darah yang sama dengan darah kalian para pembunuh yang hidup di dunia ini!"
Max mengingat bagaimana sumpah nya, di genggam erat plakat kayu itu dengan tangan bergetar menahan dinginnya guyuran hujan.
Suara petir dan langit malam yang di penuhi petir, membuat tubuh Max semakin kehilangan kesadaran.
"Ayah.., Ibu..., Apa Max akan pergi ke tempat kalian? Max sangat senang jika memang Max dapat berkumpul bersama kalian, tetapi bagaimana dengan sumpah Max? Bahkan saat ini untuk tetap bertahan hidup saja sangat sulit aku lakukan." Max yang kini semakin kehilangan kesadaran nya.
*******
10 tahun kemudian.
Matahari mulai menampakkan sinarnya, suara burung berkicauan terdengar sangat indah.
Suara kendaraan dan keramaian kota, membuat alunan musik tersendiri yang terdengar setiap harinya.
Seorang pemuda berdiri di hadapan pria tua menggunakan tongkat untuk menahan keseimbangan tubuhnya.
"Kau sudah besar, sudah saat nya dirimu menunjukkan diri." Ucap pria tua itu dengan tersenyum tipis.
"Kakek benar, sudah cukup aku menemani kakek tua yang hampir kehilangan nafasnya ini."
Pria tua yang di panggil kakek hanya tertawa kecil mendengar ucapan pemuda itu. Tidak ada sedikit pun kemarahan yang terpancar di wajahnya saat mendengar ejekan pemuda tersebut.
"Kau benar-benar anak tidak tahu diri. Seharusnya aku tidak menolong mu pada saat itu." Ucapnya dengan tertawa keras.
"Dan seharusnya, aku juga tidak mengalami hidup yang sangat menyedihkan itu!"
"Kau tidak bisa menentang takdir yang sudah di tentukan."
"Takdir sampah dan tidak berguna, biarkan aku ubah semua alur cerita pada takdirku sendiri."
Pria tua menggelengkan kepalanya. "Aku sangat menantikan saat-saat kau melakukan itu semua."
Pemuda itu berjalan mendekati pria tua tersebut. Dengan perlahan pemuda itu bersujud di bawah kakinya.
"Max Kendrick memberikan hormat pada guru. Terima kasih atas semua yang telah guru ajarkan kepadaku, maafkan muridmu yang selalu membuat guru kesusahan. Aku selalu berdoa semoga guru panjang umur, dan dapat melihat bagaimana aku berada di puncak sana."
"Bangunlah, aku sudah menganggap Max kecil sebagai cucuku sendiri. Hanya ini yang dapat kakek berikan kepadamu." Ucap pria tua itu dengan memberikan secarik kertas.
Max bangkit dari posisinya dengan bantuan sang kakek, lalu menerima secarik kertas itu.
"Guru Tian." Max membaca tulisan di kertas itu.
Kakek Tian tersenyum, lalu menjelaskan kepada Max.
"Temui saudaramu yang lain, dia akan membantu mu nantinya." Ucap Kakek Tian.
"Baik guru."
"Hati-hati, dan jaga dirimu baik-baik." Ucap Kakek Tian dengan memeluk Max.
"Suatu saat nanti aku akan kembali ke tempat ini, aku harap dapat melihat kakek kembali."
"Saat kau datang dan tidak melihatku, aku hanya memintamu menjadi orang baik setelah balas dendam mu itu tercapai."
"Tentu saja, aku akan menjadi penjahat pada mereka, bukan kepada orang lain." Ucap Max dengan tegas.
Mereka berdua kemudian melepaskan pelukannya. Max segera memberikan hormat terakhir sebelum pergi dari tempat tersebut.
Kakek Tian menyentuh kening Max, lalu meminta nya untuk segera pergi tanpa membalikkan badan.
Max menuruti perintah kakek Tian, dengan langkah tegas dan penuh aura yang kuat, Max menuruni anak tangga satu persatu.
Kakek Tian tersenyum, lalu mengibaskan tangannya.
Perjalanan baru saja di mulai. Max yang hampir kehilangan nyawa, mendapatkan pertolongan dari Kakek Tian yang kemudian merawat dan mengajarkan banyak hal.
Bela diri adalah hal utama yang di pelajari oleh Max, hingga saat ini Max sudah menjadi pemuda yang tidak dapat di anggap remeh. Menghancurkan seratus orang bukanlah hal yang sulit untuk seorang Max Kendrick.
Max berjalan dengan tenang, pandang matanya menatap tempat di sekitarnya dengan tersenyum.
"Aku pasti akan sangat merindukan tempat ini. Berlatih keras, hingga aku harus melampaui batas kemampuan milik ku." Batin Max dengan menatap pohon-pohon yang di penuhi goresan dan lubang.
Pohon-pohon itu menjadi tempat latihan Max mempraktekkan hasil latihan nya.
Hingga akhirnya Max tiba di dekat jalan raya yang terlihat sangat sepi, bahkan tidak ada satu pun kendaraan yang melewati tempat tersebut.
"BLACK TIGER! MAX KENDRICK TELAH KEMBALI UNTUK MENUNTASKAN SUMPAH NYA! TUNGGULAH HARI ITU AKAN SEGERA TIBA! BERSIAPLAH UNTUK MENGALAMI KEHANCURAN YANG SANGAT MENYAKITKAN!" Max berteriak dengan lantang, menatap ke arah langit.
The Strongest Mr. Max Kendrick!
Max masih berdiri di tengah jalan yang sepi, terlihat di bagian kanan dan kirinya hanya terdapat pepohonan yang menjulang tinggi.
Setelah turun dari atas bukit, Max merasa bingung harus pergi ke arah mana.
Bagaimana tidak, Max kecil selalu berada di atas bukit bersama Kakek Tian untuk berlatih. Saat pertama kali ke tempat kakek Tian, Max juga sedang dalam keadaan tidak sadarkan diri.
"Meski aku dapat berlari dan bergerak dengan lincah tanpa kelelahan selama beberapa jam, semua itu akan menjadi sia-sia jika aku tidak mengetahui kemana arah yang harus aku pilih untuk tiba di kota." Max dengan menghela nafas panjang.
Tit..... Tit.....
Suara tlakson truk terdengar, Max segera membalikkan badan.
"Sejak kapan ada truk di sini, sepertinya sejak tadi aku tidak mendengar suara mesin." Batin Max dengan bingung.
Hingga sekali lagi suara truk terdengar, Max segera berjalan ke arah truk tersebut.
"Naiklah." Ucap sebuah suara dari dalam truk.
Max membuka pintu truk, lalu segera naik ke dalamnya.
Di dalam truk, Max dapat melihat seorang pria yang bertelanjang dada memamerkan otot-ototnya yang berurat.
"Masih sangat muda. Apa yang kau lakukan di tempat ini?" Tanya pria itu tanpa mengalihkan pandangannya.
"Lebih baik kau fokus dengan jalan di depanmu, Aku tidak memiliki uang untuk mengganti bila terjadi sesuatu nantinya." Ucap Max dengan nada datar.
Pria yang berada di belakang kemudi itu tertawa keras.
"Kau begitu arogan, aku hanya bertanya. Bahkan saat ini kau menumpang di dalam truk kesayangan ku ini."
Max menatap pria di sampingnya. "Kau yang meminta ku untuk naik bukan?"
"Oke, kau menang." Pria itu dengan tersenyum tipis.
Mereka berdua akhirnya menempuh perjalanan tanpa berbicara. Max sendiri fokus menatap ke depan.
Setelah menempuh perjalanan selama lima jam, kini truk yang di tumpangi Max mulai memasuki sebuah kota kecil.
"Berhenti." Ucap Max dengan cepat, pandangan matanya terus tertuju pada sebuah taman yang berada di samping kanan jalan.
Pria itu menghentikan laju kendaraan nya, lalu menatap ke arah Max.
"Aku pikir kau akan terus diam seperti patung."
Max tersenyum, lalu menatap pria di sampingnya. "Terima kasih atas bantuanmu, suatu saat nanti aku akan membalasnya." Ucap Max yang segera membuka pintu.
"Hei! Namaku Figo, kau harus ingat itu!" Ucap pria itu saat melihat Max yang sudah keluar dari dalam truk nya.
**********
Max berjalan menyeberangi jalan yang terlihat cukup padat, tatapan matanya terus fokus ke arah taman.
Hingga tidak lama kemudian, Max akhirnya tiba di taman. Dia terus berjalan ke salah satu pohon yang ada di tempat itu.
"Kau terlihat tidak berubah sedikit pun, 10 tahun telah berlalu saat terakhir kali aku bersandar denganmu. Terima kasih banyak telah membantu ku menopang tubuh lemah ini." Max dengan tersenyum mengingat masa lalunya.
Max mengeluarkan kembali plakat kayu bertuliskan Black Tiger. "Sudah saatnya mencari kalian, meski darah kedua orang tuaku telah menghilang, dendam ini tidak akan pernah ikut menghilang dan akan terus membara sebelum air mata orang-orang yang kalian sayangi memadamkan nya."
Max membalikkan badannya saat mendengar suara keributan tidak jauh dari tempatnya berdiri sekarang.
Terlihat seorang pria yang menggunakan jas dan kaca mata hitam sedang mengejar seorang wanita muda.
Max sendiri terus fokus menatap ke arah wanita itu.
Tubuhnya yang tinggi serta memiliki paras yang cantik, hidung mancung dan bibir tipis yang terlihat sangat menggoda membuat pria mana pun akan tertarik kepadanya.
"Sayang, dengarkan aku. Aku mohon padamu untuk tetap bersama dengan ku." Ucap pria yang terus berjalan mengikuti wanita cantik itu.
"Apa kau pikir aku wanita bodoh! Menjadi menantu keluarga yang memiliki kekuasaan di kota ini memang harapan wanita di luar sana, tetapi tidak dengan aku yang harus menjadi istri kedua mu, dan yang harus kau ingat aku tidak ingin menjadi wanita yang merusak hubungan orang lain."
"Cih! Kau berbicara seakan memiliki harga diri. Apa kau lupa saat dirimu mendekati ku dan berharap menikah dengan ku?"
Wanita itu terdiam, lalu mengalihkan pandangannya.
Max yang sedang berdiri segera membalikkan badan, lalu melangkah pergi.
Namun baru saja Max ingin pergi, tiba-tiba di hentikan oleh wanita itu.
"Lebih baik aku menikah dengan pria yang tidak jelas asal-usulnya, dari pada harus menjadi istri keduamu."
Max sendiri menggelengkan kepalanya. "Nona, lepaskan tanganmu." Ucap Max dengan nada datar.
"Hei, bantu aku. Kau tenang saja, aku akan memberikan mu sedikit uang nanti."
Sedangkan pria yang sebelumnya mengejar sang wanita, menatap Max tidak suka. Terlihat wajahnya yang mulai memerah menahan amarah.
"Cih! Pria miskin seperti dia tidak akan mampu membuat mu bahagia. Kau lihat sendiri, bahkan pakaian yang di gunakan saat ini sangat kusut dan kotor."
Wanita di sampingnya menatap wajah Max. Max sendiri merasa tidak terpengaruh dengan hinaan pria itu. Dengan tersenyum tipis, Max berjalan mendekati pria berkacamata hitam itu.
"Tuan muda yang terhormat, aku rasa kita tidak memiliki masalah apapun. Jadi aku peringatkan padamu untuk pergi dari sini sekarang sebelum kesabaran yang aku miliki lenyap terbawa angin."
Wanita cantik itu segera menarik tangan Max, lalu membisikkan sesuatu kepada nya.
"Hentikan omong kosongmu itu, atau kau sendiri yang akan dalam masalah besar." Bisik nya kepada Max.
Max mengerutkan keningnya, sejak kapan dia berbicara omong kosong.
"Apa menurutmu aku hanya menggertaknya?"
"Tentu saja, sejak kapan pria seperti mu mampu menghadapi seorang tuan muda kaya raya."
Max tertawa kecil, dia merasa jika wanita cantik di sampingnya sangat lah lucu. Sedangkan wanita di sampingnya yang melihat Max tertawa mengejeknya, mendengus dengan kesal.
"Kau akan melihatnya sendiri, jadi perhatikan baik-baik di mana hari ini akan ada pria seperti ku yang mampu menghadapi seorang tuan muda kaya raya seperti dia."
"Jangan bercanda!" Ucap wanita cantik itu dengan menarik tangan Max.
Pria berkacamata yang melihat bagaimana kedekatan mereka berdua semakin tidak mampu menahan emosinya, dengan langkah cepat pria itu melesatkan pukulan ke arah Max.
Max hanya diam tanpa menghindari pukulan itu. Hingga akhirnya pukulan pria berkacamata hitam itu mengenai wajahnya.
Wanita di sampingnya berteriak dengan kaget, Max sendiri terdiam, namun pancaran dari kedua matanya kini berubah.
"Kau lebih pantas di panggil bencong! Tangan lembek dan tidak bertenaga. Perhatikan baik-baik, aku akan mengajarkan padamu bagaimana cara memukul." Ucap Max, yang kemudian mengepalkan tangannya.
"Kau harus memfokuskan tenaga pada tangan yang akan kau gunakan sebelum melepaskan pukulan." Max dengan memperlihatkan kepalan tangan kanannya.
" Setelah itu, kau lakukan seperti ini."
Brugh....!
Pukulan keras Max menghantam dengan telak wajah pria berkacamata hitam.
Max kemudian mengangkat tangan kirinya, lalu mengepalkan nya kembali.
"Dan ini adalah cara memukul menggunakan tangan kiri." Ucap Max dengan tersenyum tipis, lalu melesatkan kembali pukulan ke arah wajahnya.
Brugh.....!
Belum sempat pria itu menyeimbangkan tubuhnya setelah terkena pukulan pertama, tiba-tiba Max kembali memukulnya menggunakan tangan kiri.
Pria itu tersungkur jatuh ke tanah dengan wajah yang sulit di kenali, terlihat sudut bibirnya mengeluarkan darah akibat sobekan yang terjadi.
Mata bengkak dengan wajah membiru, membuat wajah pria itu sangat menyedihkan.
"B*jingan! Kau tunggu pembalasan ku. Akan kupastikan hidup mu akan sangat menyedihkan, dasar sampah!" Pria itu dengan berbicara dengan menahan rasa sakit.
Max tertawa, lalu berjongkok di depan pria itu.
"Aku sangat menunggu waktu itu tiba. Kita lihat saja, siapa yang akan terlihat menyedihkan. Kau atau aku." Ucap Max, lalu bangkit berdiri kembali.
Wanita cantik yang sedari tadi hanya melihat kejadian itu, segera berjalan mendekat ke arah Max.
Dengan cepat menarik tangannya. "Kita harus pergi, aku tidak dapat membayangkan bagaimana nasib kita berdua nanti." Ucapnya dengan nada bergetar.
Max hanya pasrah mengikuti wanita yang sama sekali tidak dia kenali itu.
Mereka berdua terus berjalan tanpa mengeluarkan sepatah kata pun. Wanita cantik itu sedang memikirkan bagaimana nasibnya nanti saat pria itu membalaskan dendam kepada dirinya.
Sedangkan Max sendiri, sedang sibuk memikirkan kemana dia pergi.
Meski Kakek Tian sudah meminta nya untuk menemui saudara seperguruan yang lain, namun Max merasa belum saat nya meminta bantuan kepada mereka.
Mereka tiba di pinggir jalan, sang wanita segera menghentikan taxi yang kebetulan lewat.
Max hanya terus pasrah mengikuti wanita yang menariknya untuk masuk ke dalam taxi.
Di dalam taxi.
Wanita cantik itu menghela nafas panjang dengan tangan kanan memijat keningnya.
"Kau harus tau, Arnold memiliki identitas yang cukup berpengaruh di kota ini, seorang tuan muda keluarga Sky dan-....."
"Kau terlihat cukup cantik, tapi kau juga terlihat aneh!" Max dengan cepat memotong ucapan wanita di sampingnya.
Mendengar ucapan Max, wanita itu memicingkan matanya.
"Aneh? Setelah membuat aku dalam masalah besar, kini kau bilang aku aneh!"
"Tentu saja. Bahkan sangat aneh, kau sendiri yang mendatangi aku." Ucap Max dengan cuek, pandangan matanya menatap ke arah jendela.
Wanita itu mengepalkan tangannya dengan kesal. Bagaimana bisa dia bertemu dengan pria yang menjengkelkan ini.
"Baiklah, lupakan masalah itu. Perkenalkan namaku Natasha, kau bisa memanggilku Sha." Ucap Natasha dengan tersenyum manis.
"Sha? Sepertinya aku akan memanggil mu Atas." Max dengan tertawa.
"Kau ini benar-benar pria yang menjengkelkan! Namaku sudah sangat cantik seperti wajahku, tapi kau mengubah dengan nama Atas? Kau ini manusia apa orang utan yang tidak mengetahui perkembangan zaman." Natasha dengan memanyunkan bibirnya kedepan.
Max melirik wajah Natasha yang terlihat kesal.
"Kau benar. Bisa di bilang aku manusia yang tertinggal dengan perkembangan zaman."
Setelah berkata seperti itu, Max lalu menyandarkan tubuhnya dengan menutup kedua matanya.
Natasha terdiam, dia begitu penasaran dengan perkataan Max sebelumnya.
"Pria yang cukup tampan, apa dia benar-benar tidak mengetahui perkembangan zaman?" Natasha membatin dengan menatap Max yang kini mulai sibuk dengan dunia mimpinya.
*
*
*
Taxi membawa Max dan Natasha menuju sebuah restoran yang cukup mewah. Melihat Max yang masih menutup kedua matanya, Natasha segera menggoyangkan bahu Max.
Max membuka kedua matanya, lalu menatap ke arah luar.
"Aku tidak mengetahui kau membawa aku kemana. Terima kasih atas tumpangannya." Max langsung membuka pintu.
Natasha menggelangkan kepala, dia begitu bingung dengan tingkah Max. Dengan segera Natasha membayar ongkos taxi.
"Terima kasih pak." Natasha lalu segera keluar mengejar Max.
Max terus berjalan tanpa menghiraukan panggilan Natasha yang berada di belakangnya.
"Kau ini benar-benar pria yang menjengkelkan." Ucap Natasha dengan nada marah, dia menarik tangan Max yang terlihat sangat cuek.
Saat Max ingin mengatakan sesuatu pada Natasha, tiba-tiba datang sebuah mobil berwarna hitam berhenti di depannya.
Sebuah mobil mewah Rolls-Royce hitam yang memiliki harga fantastis.
Seorang pria muda keluar dari dalam mobil, dengan menggunakan jas mewah dan kaca mata hitam, pria muda itu berjalan ke arah Max dan Natasha yang berdiam diri di tempatnya.
"Siapa dia." Ucap Natasha dengan pelan.
Max sendiri hanya diam tanpa ekspresi menatap pria muda yang sedang berjalan ke arahnya.
Para pejalan kaki maupun pengendara seketika menghentikan kegiatannya, bahkan mereka yang menaiki mobil segera berhenti di bahu jalan.
Bagaimana tidak, mobil yang di perkirakan hanya orang-orang terkaya di ibu kota saja yang memiliki sedang berada di kota kecil.
Mereka semua sangat yakin jika pemilik Rolls-Royce mewah itu bukan orang sembarangan.
Semua orang fokus menatap ke arah pria muda yang terlihat cukup tampan itu, hingga sebuah kejadian yang membuat mereka tampak tak percaya terjadi.
Pria muda itu membungkukkan badan ke arah pemuda yang terlihat miskin, dekil dengan pakaian lusuh nya.
"Tuan Max, mohon maaf tidak menyambut kedatangan tuan dengan baik." Ucap pria muda itu dengan hormat.
Max masih berdiri tanpa ekspresi, namun dia sangat bingung dengan apa yang terjadi.
Pria muda yang melihat kebingungan Max, lalu menjelaskan kepada nya.
"Tuan Max, saya Asisten pribadi tuan Smith. Tuan Smith meminta saya untuk mencari keberadaan anda yang di kabarkan akan segera tiba di kota."
Natasha yang mendengar ucapan pria muda itu langsung menutup mulutnya dengan kedua tangan.
"Tuan Smith, orang terkaya yang memiliki kekuasaan di ibu kota. Ah... tidak, bahkan negeri ini mengakui tuan Smith lebih menakutkan di bandingkan seorang presiden." Natasha dengan tidak percaya.
Tuan Smith adalah pemilik TSM Group, sebuah perusahaan yang bergerak di segala bidang. Bahkan semua orang mengatakan TSM Group sebagai rajanya Asia.
Semua orang segera membubarkan diri saat mendengar nama Smith, mereka takut menyinggung keberadaan orang-orang Smith. Jika hal itu terjadi, akan sangat membahayakan keberlangsungan hidup mereka.
Asisten Smith yang bernama Ajax, menatap Max. "Tuan, sebaiknya kita bicarakan di dalam mobil saja. Tuan Smith sudah sangat menantikan kedatangan tuan."
Natasha sendiri mulai membalikkan badan, namun dengan cepat Max menahan.
"Kau ikut denganku."
"Tap-...."
Max menatap tajam Natasha, mendapatkan tatapan seperti itu dari Max, membuat Natasha merinding.
"Aku akan bertanggung jawab dengan masalah yang akan kau hadapi nanti." Ucap Max dengan tegas. Kini aura yang di tunjukan Max benar-benar sangat menakutkan.
Ajax kemudian membawa mereka berdua masuk ke dalam mobil Rolls-Royce mewah.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!