Setelah lama meninggalkan tanah air untuk mendapatkan gelar Magisternya, kini Rayhan telah kembali. Kepulangannya ini selain ingin membantu papanya mengurus bisnis. Dia juga memiliki tujuan lain yang telah lama direncanakannya. Rayhan berencana akan melamar gadis pujaan hatinya. Bahkan sudah sejak lama dia telah mempersiapkan keperluan untuk hari ini.
Siang ini Rayhan sudah sangat tidak sabar ingin bertemu dengan Annisa, gadis yang selama ini sangat dicintainya. Dia seolah tidak memiliki rasa lelah, padahal baru saja kemaren sore dia tiba di Indonesia. Dengan semangat yang menggebu Rayhan merapikan dirinya. Berkali-kali dia bercermin untuk memastikan penampilannya. Tidak lupa
juga dia mengambil sebuah kotak merah berisi cincin dengan desain yang sengaja dia pesan dari laci nakasnya dan meletakkannya diatas meja.
“Sayang mau kemana kamu kenapa rapi sekali?” tanya mama Rayhan menghampiri putranya yang sedang asik merapikan rambut.
“Ray mau pergi ma, ada urusan yang harus Ray selesaikan.” Jawab Rayhan tanpa mengalihkan pandangannya dari cermin.
“Apa kamu tidak lelah? Baru saja kemaren sore kamu sampai, udah mau pergi saja. Padahal mama masih kangen ingin ngobrol sama kamu.” Lanjut mama dengan wajah kecewannya sembari duduk di ujung ranjang Rayhan.
“Rayhan hanya pergi sebentar ma. Lagi pula ini adalah urusan yang sangat penting yang tidak bisa Rayhan tunda lagi.” Jawab Rayhan mendekati mamanya.
“Ya sudahlah kamu pergi saja.” Sahut mama terlihat sedikit kesal.
“Mama jangan marah dong, Rayhan pergi untuk menjemput calon menantu mama.” Kata Rayhan dengan senyum malu-malu.
“Benarkah itu!! Siapa gadis yang beruntung itu Ray?” tanya mama terlihat sangat antusias mendengar pengakuan Rayhan.
“Mama sudah mengenalnya kok.” Jawab Rayhan sembari berjalan menuju meja dan mengambil kotak merah dan segera memasukkannya ke saku celananya.
“Apa maksud kamu Annisa?” tanya mama setelah berfikir. Rayhan hanya menganggukkan kepalanya.
“Wah mama senang sekali Ray. Mama rasa kalian akan menjadi pasangan yang sangat serasi. Ya sudah cepatlah pergi dan segera hubungi mama setelah mendapatkan jawaban dari Annisa.” Lanjut mama yang terlihat lebih semangat dari Rayhan.
“Iya ma, mama tenang saja. Rayhan berangkat dulu ya ma. Assalamualaikum. Cup…” Ucap Rayhan yang langsung pergi setelah mengecup pipi mamanya.
Setelah cukup lama Rayhan menyusuri jalanan yang cukup padat siang ini. Akhirnya Rayhan tiba di rumah Annisa. Setelah memasuki gerbang rumah, Rayhan merasa heran saat melihat ada beberapa mobil yang telah terparkir dihalaman ruman Annisa.
“Apakah ada tamu? Sepertinya ada acara dirumah Annisa.” Kata Rayhan dalam hati. Tanpa berfikir panjang Rayhan lagsung keluar dari mobilnya dan menuju pintu. Belum sempat Rayhan mengetuk dan memberi salam. Langkah Rayhan terhenti saat mendengar percakapan didalam rumah Annisa.
“Bagaimana nak Nisa apakah nak Nisa menerima lamaran mas Rendy?” terdengar suara yang cukup membuat Rayhan terkejut. Sejenak suasana menjadi hening. Hingga terdengar suara yang sangat Rayhan kenal.
“Bismillahirrohmanirrohim. Nisa bersedia menerima lamaran mas Rendy.” Suara Nisa terdengar sangat lembut namun tegas.
“Alhamdulillah…..” sahut semua orang yang ada didalam. Seketika itu Rayhan merasa sangat hancur. Perasaannya seperti diaduk-aduk tak menentu. Hatinya terasa sangat pilu seolah terkoyak. Kemudian Rayhan kembali melangkahkan kakinya. Namun kali ini langkahnya menjauh dari pintu rumah itu. Belum sampai Rayhan pada mobilnya, terdengar seseorang memanggil namanya. Seketika Rayhan menghentikan langkahnya.
“Kak Ray!” teriak orang itu.
"Dito?” sahut Rayhan setelah membalikkan tubuhnya.
“Kak Ray kenapa diluar? Dan kapan kak Ray sampai di Indonesia?” tanya Dito menghampiri Rayhan dengan senyum sumringah.
“Kak Ray baru sampai kemaren sore Dit. Kebetulan tadi kakak lewat, kakak fikir kakak akan mampir sebentar kemari. Tapi sepertinya dirumahmu sedang ada acara.” Jawab Rayhan berusaha tersenyum.
“Oh iya hari ini acara lamaran kak Nisa. Lalu kenapa kakak masih disini, ayo masuk. Kakak kan juga sudah menjadi keluarga kami.” Ucap Dito seraya menarik tangan Rayhan dan mengajaknya masuk . Rayhan pun mengikuti Dito tanpa penolakan.
Sesampainya didalam, terlihat para tamu sedang menikmati hidangan dengan santai. Rayhan menyapu seluruh ruangan dengan pandangannya. Hingga pandangannya terhenti pada sosok Annisa yang sedang berbincang dengan seorang pria. Kemudian Rayhan langsung menghampiri mereka dan meninggalkan Dito.
“Hai Nis… selamat ya.” Sapa Rayhan setelah berada didekat mereka.
“Rayhan!! Kapan kamu sampai? Kenapa tidak mengabari aku. Kalau aku tau kamu sudah pulang pasti aku akan mengundangmu.” Kata Annisa dengan wajah cemberutnya.
“Aku baru sampai kemaren sore. Tadinya aku kemari ingin mengejutkanmu, ternyata sekarang malah aku yang terkejut. Kenapa kamu tidak bilang kalau akan melangsungkan lamaran? Sepertinya kamu sudah melupakanku?” sahut Rayhan yang juga merasa kesal.
“Maaf acaranya begitu mendadak soalnya.” Kata Annisa merasa tidak enak hati.
“Rayhan…. Kamu Rayhan kan? Apa kamu tidak ingat dengan aku?” tanya pria yang berdiri disamping Annisa. Sejenak Rayhan mengamati wajah pria itu, hingga dia teringat dengan seseorang.
“Rendy?? Benarkan kau ini??” kata Rayhan sembari menatap Rendy.
"Apa kabar kamu Ray? Sudah lama sekali kita tidak bertemu?” lanjut Rendy memeluk Rayhan.
“Aku baik, kamu yang kemana saja? Selama ini tidak ada kabar.” Jawab Rayhan melepaskan pelukan Rendy.
“Maaf setelah aku pindah semua kontak lamaku hilang. Jadi aku tidak bisa menghubungimu.” Kata Rendy tersenyum.
“Kalian sudah saling kenal?” tanya Annisa merasa heran.
“Tentu saja. Rayhan ini adalah sahabatku sewaktu di SMP, sebelum aku masuk pesantren. Dia adalah satu-satunya teman dan sahabat yang aku punya kala itu.” Jawab Rendy menjelaskan hubungannya dengan Rayhan.
“Iya saat itu kamu adalah orang yang sangat menyebalkan jadi mana ada anak yang mau berteman dengamu.” Sahut Rayhan mengenang masa-masa itu.
“Buktinya kau mau?” ucap Rendy menepuk bahu sahabatnya itu.
“Sebenarnya aku terpaksa waktu itu karena kasihan melihatmu tidak memiliki teman.” Lanjut Rayhan mengejek.
“Dasar kamu ini.” Kata Rendy kembali menepuk bahu Rayhan.
“Ya sudah kalian lanjutkan saja ngobrolnya aku permisi dulu.” Sahut Annisa yang berlalu pergi.
“Kau sudah lama mengenal Nisa?” tanya Rayhan mangungkapkan rasa penasarannya.
“Aku dan Annisa adalah teman waktu di pesantren. Waktu itu kami tidak pernah bisa akur, selalu saja berdebat. Tapi saat takdir mempertemukan kami kembali beberapa bulan lalu justru kami menjadi sangat akrab. Hingga pada akhirnya kami memutuskan untuk melanjutkan ketahap yang lebih serius dan hari ini adalah perjalanan awal kami.” Jawab Rendy menjelaskan sembari tersenyum dengan bahagia.
“Itu artinya kalian memang berjodoh.” Jawab Rayhan berusaha tenang meski hatinya merasa sangat tidak tenang.
“Kalau kau sendiri sejak kapan kenal dengan Annisa?” sahut Rendy balik bertanya.
“Papaku dan papanya Annisa adalah rekan bisnis. Jadi aku dan Annisa sudah saling mengenal sejak kecil.” Jawab Rayhan.
“Oh… pantas saja kau terlihat sangat dekat sekali dengan keluarga Annisa.” Ucap Rendy menganggukkan kepalanya.
“O iya Ren aku permisi dulu ya masih ada urusan yang harus aku selesaikan. Jangan lupa undang aku dipernikahanmu nanti.” Kata Rayhan sebelum beranjak pergi. Rendy hanya mengangkat jempol tangannya tanda mengiyakan.
Sebelum pergi, Rayhan menyempatkan diri menghampiri mama dan papa Annisa. Terlihat Dito juga sedang menemani mereka ngobrol dengan para tamu.
“Om tante, Rayhan pamit dulu ya.” Kata Rayhan setelah menghampiri mereka.
“Loh kok buru-buru Ray. Bukannya kamu baru saja sampai? Setidaknya kamu cicipi dulu hidangannya.” Jawab mama Annisa meminta Rayhan tetap tinggal.
“Maaf tante Rayhan masih ada urusan penting yang harus diselesaikan. Lain kali Rayhan akan mampir lagi kesini.” Jawab Rayhan menolak permintaan mama Annisa.
“Ya sudah kalau begitu kamu hati-hati ya. Terimakasih karena sudah datang dan sampaikan maaf om pada papa dan mamamu karena tidak memberikan undangan sebab acaranya begitu mendadak.” Sahut papa mencoba mengerti.
“Baik om nanti Rayhan sampaikan. Rayhan langsung pamit om. Assalamualaikum.” Lanjut Rayhan
memberi salam.
“Waalaikum salam.” Jawab mama, papa Annisa, dan Dito secara bersamaan.
“O iya Dit sampai salam kakak untuk kakakmu dan sampaikan juga untuk mengundangku saat pernikahannya nanti.” Kata Rayhan sebelum pergi.
“Tenang saja kak nanti Dito langsung yang mengantar undangannya pada kakak.” Jawab Dito sangat meyakinkan. Kemudian Rayhan bergegas meninggalkan rumah tersebut
Assalamualaikum readers, ini adalah novel pertamaku.
Mohon bantuannya ya beri Like, Vote, dan komennya.
Terimakasih 😊
Rayhan melajukan mobilnya tanpa arah. Fikirannya sedang sangat kalut, ada perasaan yang sangat mengganjal dihatinya. Bahkan dadanya terasa sangat sesak. Suasana didalam mobil itu menjadi sangat panas. Padahal Rayhan sudah menghidupkan ac dan menyetelnya ke pengaturan yang paling dingin. Namun sama sekali tak berpengaruh. Kemudian Rayhan menepikan mobilnya sejenak berusaha untuk menjernihkan fikirannya.
“Ya Allah kenapa semua ini harus terjadi padaku? Kenapa kau tak menjodohkannya denganku? Dan kenapa harus Rendy? Apakah aku tidak pantas bersanding dengan Nisa? Padahal selama ini aku selalu setia dan selalu mejaga hatiku untuknya.” Ucap Rayhan merasa sangat kecewa sembari memukuli kemudi mobilnya.
“Apa yang harus aku lakukan sekarang? Apakah aku harus melupakannya dan membuang jauh-jauh perasaanku selama ini? Iya aku harus melakukan itu meskipun aku tau itu akan sangat sulit.” Lanjut Rayhan mencoba memberi semangat kepada dirinya sendiri. Sejenak dia terdiam didalam mobil sembari menyandarkan kepalanya diatas kemudi. Hingga dia teringat pada kotak merah yang ada disaku celananya
“Ini semua sudah tidak berguna! Kenapa tadirku seperti ini? Aaarrgg!!!!!” teriak Rayhan dengan sangat kesal sembari melemparkan kotak merah tersebut ke kursi belakang dengan sangat keras. Hingga kotak tersebut terjatuh kebawah jok.
“Astagfirullah hal adzim. Apa yang aku lakukan? Kenapa aku menyalahkan takdir? Ini semuan adalah jalan yang harus aku lalui. Maafkan hamba-Mu ini ya Robb yang telah meragukan ketentuanmu. Aku akan berusaha ikhlas menerima semua ini. Ya Allah berikan kekuatan dan ketabahan pada hamba-Mu ini.” Kata Rayhan seraya merendahkan suaranya dan berusaha menerima semuanya dengan lapang dada.
Setelah merasa cukup tenang, Rayhan memutuskan untuk pulang. Tak terasa hari sudah menjelang senja. Rayhan tiba dirumah tepat saat Adzan magrib berkumandang. Dia langsung membersihkan tubuhnya dan bersiap melaksanakan kewajibannya sebagai muslim yang taat. Setelah selesai sholat, Rayhan menghampiri mama dan papanya dimeja makan.
“Malam pa, ma?” sapa Rayhan langsung duduk dengan wajah lemas.
“Kamu kenapa Ray? Kenapa mukamu terlihat kusut sekali. Katanya tadi siang kamu mau melamar Annis, terus kenapa sekarang kamu sedih?” tanya mama merasa khawatir melihat perubahan pada Rayhan.
“Kamu melamar Annisa Ray?” sahut papa terkejut.
“Iya pa tapi Ray sudah terlambat. Nisa sudah menerima lamaran dari pria lain.” Jawab Rayhan dengan lemas dan penuh kekecewaan.
“Kamu tau dari mana?” tanya papa tak percaya. Kemudian Rayhan menceritakan kejadian yang dialaminya hari ini.dia juga menyampaikan permintaan maaf dari orang tua Annis karena tidak mengundang mereka.
“Ya sudah lah Ray, kamu harus mengikhlaskannya. Berarti Nisa bukanlah jodoh yang terbaik untukmu. Yakinlah Allah akan mengirimkan yang lebih baik untukmu.” Kata papa menenangkan putranya. Rayhan hanya mengangguk tanda mengerti.
“Rayhan hanya tidak yakin bisa melewati hari-hari setelah ini. Pasti rasanya akan sangat sulit dan berat untuk bisa melupakan Nisa.” Kata Rayhan dengan nada yang lemah.
“Nak kamu tidak perlu bersedih apa yang dikatakan papamu itu benar. Allah pasti akan mengirimkan jodoh yang terbaik untukmu.” Sahut mama menguatkan Rayhan. Rayhan tersenyum tipis kearah papa dan mamanya. Berusaha menunjukkan jika dia baik-baik saja.
“Ya sudah ayo kita makan malam.” Ucap papa mencoba mengalihkan permbicaraan. Kemudian mereka menyantap hidangan yang telah tersedia di atas meja. Rayhan merasa tak berselera untuk makan, dia hanya mengaduk-ngaduk makanan yang ada dipiringnya. Mama merasa sangat sedih melihat kondisi anaknya saat ini.
Seminggu telah berlalu kondisi Rayhan tak terlihat membaik. Bahkan tak pernah terlihat lagi senyum diwajahnya. Rayhan selalu terlihat murung, dia lebih suka menyendiri dan mengurung diri dalam kamarnya. Hal tersebut membuat mama dan papanya menjadi cemas akan kondisi putranya tersebut.
“Sudah satu minggu ini Rayhan selalu murung pa, mama tidak tega melihatnya.” Ujar mama dengan wajah sedih.
“Sebenarnya papa juga kasihan pada Rayhan. Tapi papa bingung tidak tau harus melakukan apa.” Jawab papa tidak kalah cemas.
“Mama takut pa kalau Rayhan seperti ini terus, jiwanya akan terguncang.” Sahut mama mulai berfikir yang tidak-tidak.
“Mama jangan bicara seperti itu. Papa yakin Rayhan akan baik-baik saja. Dia kan anak yang kuat.” Jawab papa mencoba mengusir fikiran buruk mama.
“Mama rasa kita harus segera mencari solusi pa, kita harus bisa membangkitkan semangat Rayhan lagi agar dia bisa melupakan Nisa.” Kata mama seraya berfikir.
“Bagaimana kalau kita minta bantuan mas Arif saja ma. Siapa tau Rayhan mau mendengarkan nasehat dari mas Arif.” Ujar papa memberikan ide.
“Maksud papa mas Arif kakak papa yang menjadi pengasuh pondok pesantren Darul Iman?” tanya mama seraya mengingat-ingat.
“Iya ma, selama ini Rayhan kan cukup dekat dengan pamannya itu dan kakak sepupunya Iqbal. Jadi tidak ada salahnya kan jika kita coba.” Lanjut papa menjelaskan rencananya kepada mama.
“Iya pa mama setuju.” Jawab mama singkat dengan wajah penuh harap.
“Baiklah besok kita sowan (berkunjung) kerumah mas Arif.” Sahut papa sembari tersenyum. Mama menganggukkan kepalanya berharap ini adalah jalan yang terbaik.
Tanpa menunda lagi, keesokan harinya papa dan mama Rayhan berangkat menuju rumah paman Rayhan. Sebenarnya rumah paman Arif dan Rayhan masih berada dalam satu kota yang sama. Namun rumah paman Arif terletak disebuah pedesaan di pinggiran kota. Tak sampai dua jam papa dan mama Rayhan telah sampai disebuah pondok pesantren asuhan kakaknya itu.
“Assalamualaikum.” Kata papa sembari mengetuk pintu rumah paman Arif setelah memarkirkan mobilnya dihalaman ruman paman Arif. Tak lama kemudian terdengar suara langkah kaki dan pintu pun terbuka.
“Waalaikum salam. Masyaallah Ilham… apa kabar kamu?” ucap paman Arif yang langsung memeluk adiknya itu dan terlihat sangat senang dengan kedatangan mereka.
“Alhamdulillah sehat mas. Mas sendiri bagaimana kabarnya?” sahut papa Rayhan yang tak kalah senangnya.
“Alhamdulillah mas juga sehat. O iya mari masuk.” Ajak paman kemudian setelah melepaskan pelukannya. Lalu paman mempersilahkan mereka duduk.
“Iya mas terimakasih.” Kata mama setelah duduk disamping suaminya.
“Ummi… ini ada Ilham dan istrinya.” Seru paman memanggil Bude yang ada di dalam. Tak lama kemudian Bude keluar menyapa mereka.
“Masyaallah, Ilham, Ningsih. Sudah lama sekali kalian tidak mampir kemari.” Sapa bude sembari memeluk dan cipika-cipiki dengan mama Rayhan.
“Iya mbak yu, maaf belakang ini papanya Rayhan sangat sibuk sekali dengan pekerjaannya. Jadi ndak sempat main-main kemari.” Jawab mama Rayhan tersenyum.
“O walah berarti sudah tambah maju ya usahanya sekarang.” Tanya bude.
“Alhamdulillah mbak.” Sahut papa mengiyakan perkataan bude.
“Ummi tolong buatkan minum untuk mereka.” Kata paman meminta.
“Baik bah.” Jawab ummi yang langsung berlalu masuk kembali.
“Jadi ada perlu apa ini kok kalian kemari? Dan kenapa Rayhan tidak diajak? Mas dengar Rayhan sudah pulang dari London.” Paman bertanya tujuan kedatangan papa dan mama Rayhan.
“Iya mas Rayhan sudah pulang sekitar dua minggu yang lalu. Kami memang sengaja tidak mengajak Rayhan, karena sudah hampir seminggu ini Rayhan mengurung dirinya dikamar.” Jawab papa menjelaskan dan menceritakan kondisi Rayhan.
“Memangnya ada apa dengan Rayhan, Ilham?” tanya paman mulai khawatir.
“Jadi begini mas……” kemudian papa menceritakan semua kejadian yang dialami Rayhan secara detail. Mulai dari rencananya melamar Annisa sampai kondisinya saat ini.
“Terimakasih mbak.” Kata mama setelah bude meletakkan minuman dan beberapa camilan didepan mereka. Bude mengangguk sembari tersenyum.
“Sungguh kasiahan sekali keponakanku itu.” Sahut bude setelah duduk dan ikut bergabung dengan obrolan mereka.
“Maka dari itu mas, mbak. Kami kemari ingin meminta bantuan dari mas Arif untuk membantu kami membujuk dan menasehati Rayhan agar bisa melupakan kesedihannya itu. Selama ini kami sudah berusaha semampu kami. Tapi Rayhan tak pernah mau mendengarkan kami.” Lanjut papa dengan wajah berharap.
“Baiklah mas akan coba membujuk Rayhan. Besok atau lusa mas akan mengunjungi kalian. Sekalian mas ingin ngobrol banyak dengan Rayhan.” Jawab paman seraya tersenyum dan berusaha menenangkan adik dan adik iparnya itu.
“Terimakasih banyak ya mas, mbak karena sudah mau membantu kami.” Sahut mama merasa sangat senang dengan bantuan paman.
“Tidak perlu berterimakasih seperti itu Ningsing. Rayhan sudah kami anggap seperti anak kami sendiri. jadi kalian tidak perlu sungkan.” Jawab bude. Setelah itu mereka menikmati jamuan yang telah disuguhkan pada mereka.
“O iya mas, Iqbal kemana? Sepertinya dia tidak terlihat di rumah?” tanya Ilham saat menyadari ketidak hadiran Iqbal disana.
“Iqbal sedang ada di pesantren. Setelah pulang dari Kairo, Iqbal yang mengurus sebagian besar pesantren ini. Lagi pula mas kan sudah tua jadi sudah saatnya mas pensiun.” Jawab paman tersenyum. Papa hanya mengangguk dan ikut bangga dengan prestasi dan kemandirian keponakannya itu.
“Lalu bagaimana kabar Saffana? Bukankah sebentar lagi dia juga lulus S1?” tanya bude sejenak mengalihkan pembicaraan seputar Rayhan.
“Alhamdulillah mbak Saffana baik-baik saja. Sebenarnya kami sedikit khawatir padanya. Apalagi setelah kakaknya Rayhan menyelesaikan S2-nya. Kami sedikit was-was mbak pada Saffana, dia sekarang harus tinggal sendiri di negri orang.” Ujar mama.
“Mas yakin kalau Saffana pasti akan bisa menjaga dirinya.” Timpal paman. Setelah cukup lama bercengkrama, akhirnya papa dan mama Rayhan memutuskan untuk berpamitan.
“Ya sudah mas, mbak kalau begitu kami pamit dulu. Kami khawatir pada Rayhan jika meninggalkannya terlalu lama.” Kata papa berpamitan.
“Baiklah kalau begitu. Berhati-hatilah di jalan.” Ucap paman menasehati.
“Iya mas. Kami pulang dulu, Assalamualaikum.” Lanjut papa memberi salam sembari bersalaman dan kembali memeluk kakaknya. Begitu pula dengan mama dan bude yang juga saling berpelukan.
“Waalaikum salam warrahmatullahi wa barakatu.” Jawab paman sebelum mereka beranjak keluar dari rumah. Kemudian papa dan mama Rayhan meninggalkan area pesantren tersebut dan kembali ke rumah.
M**aaf ya jika updatenya lama hehe...
Jangan lupa like dan votenya.
Ber**i juga kritik dan sarannya ya.
Dua hari kemudian paman Arif dan istrinya berkunjung ke rumah Rayhan. Selain ingin melihat kondisi Rayhan. Mereka juga ingin mengajak Rayhan untuk ikut bersama mereka. Agar Rayhan mendapatkan suasana baru dan bisa melupakan semua kesedihannya.
“Ummi sudah siap?” tanya paman Arif saat melihat istrinya keluar dari kamar.
“Sudah bah ayo kita berangkat.” Ajak istrinya kemudian.
“Iqbal abah sama ummi pergi dulu ya. Kamu jaga pesantren.” Lanjut paman Arif sembari berjalan menuju teras yang diikuti oleh langkan istri dan anaknya.
“Iya bah, Abah tenang saja. Insyaallah Iqbal akan menjaga pesantren ini dengan segenap hati Iqbal. O iya bah sampaikan salam Iqbal pada Om, Tante, dan Rayhan.” Jawab Iqbal tersenyum meyakinkan Abahnya.
“Insyaallah nanti Abah sampaikan. Ya sudah Abah dan Ummi berangkat dulu. Assalamualaikum.” Ucap Abah memberikan salam.
“Iya bah. Waalaikum salam.” Sahut Iqbal seraya mencium punggung tangan kedua orang tuanya. Setelah itu Paman Arif dan istrinya meninggalkan pesantren tersebut.
Pada saat Papa dan Mama Rayhan sedang duduk bersantai diberanda rumah. Terlihat sebuah mobil memasuki halaman rumahnya. Papa yang sudah tau siapa yang datang langsung berdiri dengan senyum sumringah. Benar saja perkiraan papa Rayhan, yang datang adalah kakaknya dan istrinya.
“Assalamualaikum.” Sapa Paman menghampiri papa dan mama Rayhan yang sudah berdiri.
“Waalaiku salam mas, mbak.” Jawab papa seraya menyalami kakaknya itu. Begitu pula dengan mama yang juga langsung menyalami istri kaka iparnya dan sejenak memeluknya.
“Mari silahkan masuk mas, mbak.” Ajak mama setelah melepaskan pelukannya. Tanpa menunggu lama paman Arif dan istrinya langsung masuk dan duduk setelah papa mempersilahkannya. Sementara itu mama berlalu ke dapur untuk membuat minuman dan membawa beberapa camilan.
“Bagaimana keadaan Rayhan sekarang?” tanya paman langsung pada intinya.
“Yah… masih sama saja mas. Malah sekarang dia jadi susah disuruh makan.” Jawab papa menjelaskan kondisi Rayhan yang semakin memburuk.
“Astagfirullah, apa boleh mas melihatnya?” lanjut paman merasa khawatir.
“Tentu saja mas, mari saya antar ke kamar Rayhan.” Kata papa yang langsung berdiri.
“Ummi disini saja ya.” Ucap Paman sebelum mengikuti langkah adiknya. Istrinya itu hanya mengangguk tanda mengiyakan.
Sembari berjalan menuju kamar Rayhan. Paman Arif mengungkapkan niatnya untuk mengajak Rayhan ke pesantren kepada papa Rayhan. Dengan senang hati papa Rayhan menyetujui rencana kakaknya jika Rayhan juga menyetujuinya. Melihat kondisi Rayhan saat ini sepertinya akan sedikit sulit untuk membujuknya keluar rumah.
Sesampainya didepan kamar Rayhan. Papa mempersilahkan paman masuk. Lalu papa meninggalkan mereka berdua didalam kamar. Sementara itu Rayhan tidak menyadari sama sekali kehadiran pamannya.
“Assalamualaikum Ray.” Sapa Paman yang mengagetkan Rayhan.
“Waalaikum salam. Paman??” seru Rayhan sangat terkejut melihat keberadaan pamannya. Sontak Rayhan langsung menghampiri pamannya dan mencium punggung tangannya. Lalu mempersilahkan pamanya duduk disofa yang ada didalam kamarnya.
“Kamu kenapa nak??” tanya paman dengan lembut.
“Tidak apa-apa paman.” Jawab Rayhan berusaha tersenyum dan menutupi kesedihannya.
“Jangan berbohon pada paman, paman sudah sangat mengenalmu sejak kecil. Jika ada masalah ceritakan saja. Biar hatimu menjadi plong.” Lanjut paman mencoba membuat Rayhan mengatakan isi hatinya dan mengungkapkan kesedihannya.
“Rayhan sendiri juga tidak mengerti paman. Saat ini perasaan Rayhan sangat tidak menentu. Kadang Rayhan merasa sedih dan putus asa.” Kata Rayhan dengan suara bergetar dan wajah tertunduk.
“Astagfirullah Rayhan, istigfar nak. Tidak boleh kamu berbicara seperti itu. Kamu harus ingat nak, putus asa itu adahal yang sangat dibenci oleh Allah. Jangan pernah kamu mencoba menjauh dari Rahmat-Nya. Rayhan sebagai manusia wajar jika kita memiliki rasa sedih, benci, bahkan cinta. Semua itu adalah hal yang lumrah. Tapi kamu juga harus ingat semua itu ada batasnya. Paman rasa kamu pasti juga sudah paham tentang itu. Semua hal yang berlebihan itu tidak baik. Jadi jangan membenci dan mencintai seseorang secara berlebihan. Prioritaskan cintamu kepada sang Khaliq yang maha memberi cinta.” Paman mulai menasehati Rayhan sembari mengusap punggung Rayhan.
“Rayhan mengerti paman. Rayhan sudah berusaha, tapi Rayhan merasa sangat kehilangan kendali. Rayhan tak mampu mengontrol emosi Rayhan sendiri paman. Semua ini sangat berat untuk Rayhan.” ucap Rayhan yang mulai terlihat berkaca-kaca.
“Semua itu hanyalah nafsu setan Rayhan. Jangan kamu terus-terusan menuruti emosimu. Yakinlah jika Allah memiliki rencana yang lebih indah dari rencanamu. Berusahalah menerimanya dengan ikhlas dan tawakal. Tanamkan dalam hatimu jika dia bukanlah jodoh yang disiapkan Allah untukmu. Paman yakin sudah ada wanita yang sangat baik yang dipersiapka oleh Allah untuk mendampingimu.” Paman kembali menasehati dan berusaha membangkitkan semangat Rayhan. Sejenak Rayhan terdiam dia meresapi setiap kata-kata pamannya.
“Rayhan kalau kamu tidak keberatan paman ingin mengajakmu menginap barang sehari atau dua hari di rumah paman. Tadi kakamu juga mengatakan sangat merindukanmu, karena kakamu itu sekarang sangat sibuk mengurus pesantren jadi dia tidak bisa kemari. Bagaimana apakah kamu setuju?” Kata paman mencoba mengalihkan topik perbincangan mereka.
“Baiklah paman, Rayhan akan berkemas dulu.” Jawab Rayhan mengiyakan ajakan pamannya. Rayhan berfikir mungkin dia bisa menenangkan diri disana dan juga bisa bertukar cerita kepada kakak sepupunya itu.
“Ya sudah bersiaplah. Paman tunggu di depan ya.” Lanjut paman sembari berdiri. Kemudian paman keluar dari kamar Rayhan. Sementara Rayhan segera mengemas pakaiannya yang akan dia bawa.
Sesampainya di ruang tamu. Paman langsung menghampiri istri, adik, dan adik iparnya yang sedang mengobrol. Paman langsung mendudukkan tubuhnya disamping istrinya.
“Bagaimana bah?” tanya bude istri paman Arif.
“Alhamdulillah Rayhan bersedia ikut kepesantren.” Jawab paman tersenyum senang.
“Alhamdulillah.” Sahut papa dan mama Rayhan secara bersamaan.
“Semoga saja disana Rayhan bisa kembali menemukan semangat hidupnya.” Lanjut mama Rayhan penuh harap.
“Insayallah ma. Papa yakin Rayhan akan membaik jika berada dilingkungan pesantren.” Jawab papa merasa sangat yakin.
“Iya Ilham, nanti mas juga akan meminta Iqbal untuk mengajak Rayhan membantunya mengurus pesantren. Mudah-mudahan saja kesibukannya nanti berbuah positif.” Ujar paman meyakinkan mereka.
“Aamiin… ya robbal ‘alamin.” Sahut istrinya. Tak lama kemudian Rayhan terlihat menghampiri mereka dengan menjinjing tas ranselnya.
“Sudah siap sayang?” tanya mama melihat kearah Rayhan. Rayhan hanya mengangguk.
“Ya sudah kalau begitu kita berangkat sekarang.” Sahut paman sembari menatap kearah istrinya mengisyaratkan untuk mengajak pamit.
“Kenapa terburu-buru mas?” kata papa Rayhan mencoba menahan kakaknya sebentar lagi.
“Kami tidak bisa berlama-lama meninggalkan pesantren Ham.”jawab kakak iparnya.
“Iya Ham, lagi pula sore nanti para santri akan ada ujian madrasah. Takutnya nanti Iqbal kerepotan mengurusnya seorang diri. O iya mas baru saja ingat tadi Iqbal menitipkan salam untuk kalian.” Lanjut paman menjelaskan.
“Waalaikum salam. Sampaikan salam balik kami mas. Baiklah kalau begitu mas. Terimakasih ya sudah mau membantu kami.” Kata papa merasa bersyukur dengan bantuan kakaknya.
“Kamu ini bicara apa Ham. Kita kan keluarga, jadi harus saling membantu. Jika bukan keluarga yang membantu kita lalu siapa lagi.” Jawab paman menepuk pundak adiknya. Kemudian mereka beranjak menuju mobil paman Arif.
“Rayhan pamit dulu ya pa, ma.” Kata Rayhan berpamitan.
“Iya sayang hati-hati. Ingat jangan menyusahkan paman dan budemu disana. Jangan juga merepotkan kakakmu.” Jawab mama menasehati putra kesayangannya.
“Rayhan sama sekali tidak merepotkan kami Ningsing. Justru kami sangat senang jika dia mau tinggal bersama kami dan mau membantu Iqbal.” Sahut Bude menolak argument mama Rayhan.
“Kami pamit dulu ya Ham. Assalamualaikum.” Kata paman kemudian langsung berpamitan.
“Iya mas. Waalaikum salam.” Jawab papa menjawab salam.
“Papa dan mama tidak perlu mengkhawatirkan Rayhan. Rayhan akan baik-baik saja disana.” Kata Rayhan menenangkan mamanya yang terlihat sedikit cemas. Lalu dia segera mencium tangan kedua orang tuanya dan mengecup kening mamanya berusaha membuat mamanya tenang. Setelah itu mobil paman Arif segera meninggalkan rumah Rayhan yang diiringi dengan lambaian tangan papa dan mama Rayhan. Kedua orang tua Rayhan berharap putranya dapat pulih dan kembali seperti semula.
Jangan lupa Vote, like dan komennya ya.
Biar aku tambah semangat Up nya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!