Tok! Tok!
"Masuk!" balas Dara menatap ke arah pintu.
Seorang pria dengan baju dinas Kepolisian Indonesia masuk dengan gagah dan tampan, memberi hormat sekilas, "Bu, operasi akan dijalankan malam ini! Apakah Ibu akan ikut?" tanya Serka Danu.
"Tentu saja!" balas Dara Sasmita wanita cantik dengan tinggi diatas rata-rata wanita Indonesia. Ia meletakkan Novel yang baru saja dibaca dan dibelinya, "ah, sial! Lagi nanggung ini bacanya," sungut Sasmita meraih pistol dari laci dan menyelipkan di pinggang juga meraih jas, mengikuti Serda Danu.
"Um, memang novel baru lagi, Bu?" tanya Danu melirik ke novel yang tergeletak begitu saja di atas meja.
"Ya," balas Dara dingin, ia terkenal dengan sifatnya yang sedingin salju membuat semua anggotanya langsung diam dan tak berkutik.
"Apakah Jimmy sudah di tempat?" tanya Dara.
"Sudah, Bu! Tikus sudah mulai masuk lumbung padi," balas Danu.
"Bagus! Aku sudah muak dengan tingkah gembong narkoba ini, mereka sudah menjual dadah kepada anak-anak, membuat rusak generasi muda saja!" umpat Dara, "aduh, gimana kelanjutan kisah Jia jia, jahat banget tuh si Li phin!" batin Dara kesal, membayangkan apa yang dilakukan oleh Li Phin di dalam novel yang baru saja dibacanya.
Dara dan semua anggotanya menaiki mobil patroli menuju ke sudut Kota Medan yang hiruk pikuk di daerah Binjai, "Apakah di perkebunan tebu kalian memerangkap tikus sialan itu?" ujar Dara.
"Iya, Bu! Sesuai dengan rencana!" ujar Danu di balik setir.
"Aku harap tidak ada yang berkhianat malam ini, aku tidak ingin salah satu dari kita akan celaka. Apakah kalian sudah menyiapkan semua senjata?" tanya Dara.
"Sudah, Bu!" balas Danu.
Keduanya diam di dalam deritan mobil yang terus melaju kencang membelah malam pekat. Sesampainya di titik persembunyian Dara dan semua anggotanya mulai merayap di balik kebun tebu dan bertemu dengan semua anggota yang sudah mengepung wilayah tersebut.
"Sial, mereka benar-benar melakukan transaksi narkoba di sini!" bisik Dara melihat dari balik teropong. Ia melihat dua orang pria dengan tampilan jas mewah langsung mengangsurkan koper penuh barang haram yang merupakan serbuk putih berkilau tertimpa cahaya rembulan dan cahaya lampu seadanya selain itu kedua pria tersebut saling bertukar uang dan barang haram tersebut saling tertawa dan berangkulan.
"Suruh sniper melakukan tugasnya, tembak mati saja!" geram Dara.
Danu langsung berbicara via earphone.
"Aaa!" salah satu pria memakai jas dengan barang haramnya langsung terkapar jatuh ke tanah ambruk kehebohan mulai terjadi di depan.
"Kalian menjebak kami!" teriak salah satu penjahat sehingga adu tembak terjadi di depan mereka.
"Serang!" teriak Dara melompat ke depan dengan dua pistol di tangannya.
Dor! Dor!
Suara tembakan bergema, ia terus berlari menghujamkan pistol ke arah musuh. Secepatnya Dara dan pasukan mulai berhasil meringkus penjahat, sayangnya seorang kepala gembong penjahat kabur dengan koper uang di tangannya.
"Berhenti atau aku tembak!" teriak Dara mengejar musuh. Namun, si pria sangar tersebut berlari melompati semak kebun tebu membuat Dara mengejar musuhnya. Dor!
Sebuah peluru menghujam ke dada Dara ia ambruk seketika.
"Kau!" lirih Dara melihat Jimmy salah satu Bribda-nya melayangkan tembakan tepat di belakang tubuh Dara. Seketika pusaran waktu di sekitar Dara berputar tanpa ujung membuatnya terlempar ke suatu tempat.
Buk! Buk!
Seseorang memukuli dan menyeret tubuhnya mencampakkannya ke sebuah gudang. Dara tak mampu lagi berpikir hingga ia jatuh pingsan.
"Obati lukanya! Aku tidak ingin dia meninggal, bagaimanapun dia putri seorang menteri pertahanan!" ujar seorang pria dengan pakaian kerajaan salah satu Tiongkok.
"Siapa mereka? Apakah aku sudah berada di neraka?" batin Dara jatuh pingsan.
Seorang tabib tua langsung mengobati luka Dara, mereka membebat luka Dara dengan kain kasa seadanya dan membalurkan ramuan yang ditumbuk di sebuah lesung batu kecil. Tabib tua tersebut meminumkan cairan kental berwarna hijau ke mulut Dara.
"Aku harap besok Li Phin bisa siuman dan lukanya segera membaik, kasihan gadis ini. Ia terlalu mengejar Tuan Muda ke-2, hah!" ucap si tabib mengajak asistennya meninggalkan penjara di bawah tanah yang dingin.
Byur!
Seseorang menyiramkan seember air dingin ke wajah dan tubuh Dara. Membuat ia terbatuk, "Uhuk! Uhuk! Hei, apa yang kau lakukan?" teriak Dara marah.
"Hahaha, bangun kau! Tuan Jin Wo memintamu untuk ke ruangannya," balas seorang prajurit.
"Apa? Jin Wo? Ya, ampun! Aku benar-benar masuk neraka!" batin Dara menciut.
Ia berusaha untuk berdiri tetapi ia tidak mampu tubuhnya lemas tak berdaya, "Ya, Tuhan! Apa yang terjadi denganku?" batin Dara. Dua orang prajurit menyeretnya meninggalkan penjara. Dara melihat ia tidur dengan beralaskan jerami ditumpuk menjadi sebuah tilam.
"Pantas saja, sekujur tubuhku gatal-gatal!" umpatnya.
"Apa kau bilang?" teriak pengawal melayangkan pukulan ke punggung Dara dengan sebuah cambukan.
"Aaa! Hentikan, brengsek! Aku akan mencincangmu nanti!" ancam Dara. Namun si prajurit masih terus memukulnya, malah tubuh Dara sudah tidak sanggup untuk menahan segalanya ia malah diseret menuju ke aula di mana semua orang berjejer ingin menghakiminya.
"Berlutut!" teriak seseorang. Dara tidak ingin berlutut dan sekali lagi seorang prajurit menendang lutut hingga ia langsung jatuh berlutut. Darah menguncur dari balik punggung dan sudut bibir Dara.
"Hari ini kita akan mengadakan pengadilan kepada Li Phin putri dari Tuan Menteri Pertahanan Kekaisaran Donglang Li Sun," ujar seorang pembuka acara.
"Apa? Li Phin? Siapa Li Phin? Apakah aku? Sialan! Mengapa aku bisa berada di dalam novel?" batin Dara berusaha menajamkan indra penfengarannya, "ya, ampun! Jangan-jangan Li Phin tertangkap karena berusaha mengejar Pangeran Liang Si?" batin Dara mau pingsan.
"Li Phin sebagai wanita kamu sungguh tidak pantas mengejar seorang pria yang sudah memiliki tunangan. Apakah kau ingin dijadikan selir oleh Liang Si?" tanya seorang pria yang begitu arif di depannya duduk di sebuah kursi dengan meja dan kertas-kertas di sana.
"Apa? Aku tidak akan menjadi selir siapa pun!" balas Dara.
"Sopanlah! Jika kau berbicara kepada Pejabat Liang! Dia adalah penasihat kerajaan Donglang," ucap seorang prajurit melayangkan cambukan!
"Hentikan!" teriak Liang Bao.
"Aku tidak akan menikahi wanita ini, Yang Mulia, Ayahanda!" ujar seorang pria memasuki aula. Dara melihat seorang pria berpakaian sutra putih bersih sangat tampan seperti film-film Tiongkok yang pernah ditontonnya di serial kolosal televisi.
"Apakah dia Liang Si? Pantas saja Li Phin sialan ini, jatuh cinta! Lalu … mengapa aku yang bisa menjadi Li Phin? Hei, Li Phin! Ke mana kau?" batin Dara mencari jejak Li Phin di benaknya.
Namun, Dara tidak menemukan siapa pun di sana selain dirinua, "matilah, sudah!" batin Dara bingung.
"Asi! Bagaimanapun Li Phin putri dari Menteri Pertahanan Donglang, dia banyak berjasa. Kita harus memandang wajah Tuan Lin Sun," ujar Liang Bao.
"Tapi, Ayahanda! Aku benar-benar terganggu dengan kehadirannya yang selalu menggangguku dan Nona Jia Jia!" balas Liang Si.
"Aduh, Li Phin! Kamu benar-benar menyebalkan, pantas sajalah Liang Si marah. Apa yang harus aku lakukan?" batin Dara. Ia berusaha untuk menggerakkan tubuhnya tetapi semua tulangnya hampir putus rasanya.
"Liang Si! Aku tidak berbicara kepadamu, aku ingin bertanya kepada Nona Li Phin," ujar Liang Bao, "Nona Li Phin, apakah kamu mau menjadi selir dari putraku Liang Si?" tanya Liang Bao.
"Tidak! Aku telah salah selama ini, aku kira cinta akan datang dengan mudahnya, jika aku mengikuti ke mana pun Tuan Muda Liang Si. Sekarang dan sampai kapan pun aku tidak akan mencari Tuan Muda Liang Si, lagi!" balas Dara, sebagian batinnya menangis pilu, "kamu jahat sekali!" suara berdengung jauh di batin Dara, "Li Phin, kaukah itu?" tanya Dara di dalam batinnya.
Namun, ia tidak mendapatkan jawaban hanya isak tangis di dalam jiwanya, "sudahlah, apakah kau ingin mati! Pria itu pun tidak mencintaimu, kau cantik mengapa mau jadi pelakor sih? Lagian jika kau masih melawan dengan cintamu? Apakah kau masih bisa hidup di sini?" tanya Dara dibenaknya. Tangisan Li Phin semakin menjauh, "Li Phin! Li Phin! Tunggu!" teriak batin Dara mencari Li Phin yang menghilang.
"Baiklah, Nona!" ujar Liang Bao membuyarkan lamunan Dara.
"I-iya Yang Mulia!" balas Dara sedikit bingung harus berkata apa.
"Apakah kau ingin pulang ke Chang An?" tanya Liang Bao.
"Iya, Yang Mulia!" balas Dara bingung.
"Baiklah, kau akan pulang setelah lukamu sembuh! Tabib Wang, tolong obati semua luka Nona Li. Aku harap kalian tidak mengganggunya lagi. Dia adalah tamu di sini," lanjut Liang Bao.
"Baik, Yang Mulia!" jawab semua orang menundukkan kepala termasuk Dara. Ia mengikuti instingnya. Seorang tabib langsung membawa Li Phin meninggalkan aula.
Dara hanya diam memperhatikan sekelilingnya, ia ingin bertanya tetapi diurungkannya, "Ini pada tahun berapa? Apakah sesuai dengan novel yang aku baca? Sialnya, aku baru berapa ratus lembar membacanya. Apa yang harus aku lakukan? Aku juga tidak tahu bagaimana keadaan rumah dan ayah Li Phin," batin Dara di dalam tandi dengan termenung.
Dara hanya membaca jika Li Phin di dalam cerita novel adalah wanita antagonis yang jahat dan selalu mengejar cinta Liang Si dan ingin memisahkan Liang Si dan Tan Jiajia, "Li Phin hanyalah wanita manja dan selalu kekanak-kanakkan. Apa yang terjadi dengannya sebenarnya?" batin Dara bingung, ia ingin menggerakkan tangannya, "aduh, sepertinya tangan ini patah! Apa yang terjadi pada Li Phin? Sial, sekali! Jimmy benar-benar pengkhianat. Aku akan menghukum mati dirinya suatu saat nanti," batin Dara kesal.
Ia mengangkat tangan kirinya dengan tangan kanan, ia ingin memejamkan mata dengan bersandar di tiang tandu yang diangkat beberapa prajurit.
"Turunkan, saja di sini. Tolong angkat Nona Li Phin," ujar Tabib Wang. Dara terkesiap seorang prajurit menggendong tubuhnya dengan mudah. Dara hanya diam, saat prajurit membaringkan tubuhnya di sebuah bale bambu.
"Nona, makanlah bubur ini dulu!" ujar Tabib Wang, "Jier, suapkan bubur kepada Nona Li Phin," lanjut Tabib Wang.
"Mengapa harus aku, Kakek? Wanita itu begitu angkuh dan menyebalkan, biarkan saja dia makan sendiri. Biar tahu, rasa," ketus Jier.
"Jier, tidak baik berkata demikian. Setiap orang memiliki masa lalu, Nak!" balas Tabib Wang.
Wanita muda bernama Jier langsung mengambil mangkuk dan sendok berusaha untuk menyuapkan bubur pada Li phin.
"Tidak, usah! Biar aku saja!" balas Dara dingin selama ini ia selalu mandiri kala luka seperti apa pun dideritanya. Ia langsung mengambil mangkuk dari tangan Jier. Walaupun ia bersusah payah untuk itu, "Terserah, dasar gadis sombong!" umpat Jier.
Dara hanya diam berusaha untuk makan dan diam, "Semua orang membenci Li Phin termasuk diriku," batin Dara, "apa yang harus aku lakukan agar nama baik Li Phin kembali. Paling tidak diriku tidak menjadi hinaan terus menerus," batin Dara diam sambil memakan bubur.
"Nona Li Phin, maaf hanya ini yang bisa kami sajikan," balas Tabib Wang.
"Tidak apa-apa, Tabib. Terima kasih, maaf saya saat ini tidak punya uang untuk membayar semua pertolongan Tabib, nanti jika saya sudah kembali ke Chang An. Aku akan menyuruh salah satu pengawal untuk memberikan biaya perawatanku," balas Dara. Ia berusaha untuk membayar segalanya, ia tidak tahu harus bagaimana dan tidak ingin berhutang budi.
"Tuan Muda Ke-2 Liang Si datang!" teriak seorang prajurit di luar kediaman Tabib Wang.
"Salam, Yang Mulia! Semoga Mulia panjang umur!" ujar Tabib Wang berlutut Dara bingung harus bagaimana ia tidak lagi peduli dan tidak ingin bertemu dengan pria tampan yang masuk ke dalam kediaman Tabib Wang, di belakangnya sang tabib tergopoh-gopoh dengan wajah tua dan janggut putihnya.
"Tuan Wang, Ayahanda memberikan semua ini untuk perawatan Nona Li phin!" ujar Liang Si tanpa melihat sedikit pun ke arah Li Phin.
Dara hanya diam dan mencoba untuk memakan buburnya, "Dasar, tidak punya sopan santun!" ujar Liang Si.
"Sampaikan, ucapan terima kasihku kepada Yang Mulia Liang Bao yang telah berbaik hati menolong diriku," balas Dara menghentikan suapan buburnya tanpa menoleh ke arah Liang Si.
"Bila kau bicara, lihat lawan bicaramu! Di mana sopan santunmu? Selama ini kau mengejar-ngejar diriku," ucap Liang Si dengan penuh kemenangan dan wibawa.
"Maaf, jika selama ini aku terlalu bodoh, untuk mengejarmu. Jangan khawatir aku tidak akan pernah lagi menampakkan wajahku dihadapanmu," balas Dara.
"Hiks! Hiks," sebuah tangisan di batin Dara. Ia tahu jika itu adalah Li Phin yang tidak rela kehilangan Liang Si.
Namun, Dara tidak peduli, "pria tampan bukan hanya Liang Si di dunia ini, masih banyak pria tampan dan mapan lebih dari Liang Si," batin Dara.
"Syukurlah, jika pada akhirnya kau menyadari hal itu. Kau tahu, aku tidak akan pernah mencintaimu sampai kapan pun," ucap Liang Si menyodorkan kipasnya ke dagu Dara dan mengangkat dagu itu, sehingga mau tidak mau kedua mata mereka saling bertatapan.
Deg!
Jantung Dara bergetar, "Sial, perasaan Li Phin benar-benar kuat terhadap pemuda ini," keluh batin Li Phin. Ia merasa kabut mulai menghadang di mata Li Phin, "jangan menangis, jangan merendahkan dirimu terlalu dalam hanya untuk pria sialan ini," batin Dara mengutuk Li phin.
Liang Si menarik tangan dan meninggalkan Dara di dalam tubuh Li Phin, Dara terdiam kembali memakan buburnya.
"Tumben kau tidak mengiba dan memohon-mohon kepada Tuan Muda ke-2," cibir Jier.
"Apa itu perlu? Dulu, mungkin iya. Sekarang, tidak akan pernah!" balas Dara terus memakan buburnya.
"Kamuflase apalagi yang akan kamu mainkan, Nona Li Phin? Semua orang di seluruh Kekaisaran Donglang tidak akan percaya," balas Jier.
"Apakah aku butuh kamuflase untuk itu? Mungkin … dulu aku mengejar Liang Si. Tapi, tidak akan lagi. Cukup sudah, aku hampir mati dan lihatlah, pria itu sama sekali tidak memandangku," balas Dara sinis, "sial, jika ini di duniaku, aku yang dikejar-kejar cowok. Bah, mengapa pula sekarang aku yang mengejar cowok, mana cowoknya kayak cewek begitu? Tampan sih, yes! Tapi kepala batu!" batin Dara kesal.
Dara tidak peduli jika Jier masih menatapnya dengan tidak percaya, "sampai kapan aku akan berperan menjadi Li Phin, sial banget aku! Semua ini karena Jimmy, apakah semua bawahanku selamat atau tewas?" batinnya kacau.
"Hei, apa yang kau lamunkan?" tanya Jier kesal.
"Apakah aku harus memberitahu semua hal padamu? Memang kau siapa?" balas Dara semakin kesal.
"Jika bukan karena Yang Mulia Liang Bao melarang kami mengganggumu, aku sudah mencincangmu! Jangan mentang-mentang kamu putri dari menteri pertahanan, kami akan takut kepadamu!" balas Jier.
"Terus? Apakah aku harus bilang, wow gitu?" ucap Dara, "ups, sial! Pada zaman ini, mana ada kata seperti itu? Bisa-bisa aku dihukum pancung," sesal batin Dara, "aku harus hati-hati di dalam bersikap, Li Phin kamu ke mana sih?" batin Dara semakin kesal kepada Li Phin.
"Dasar, wanita genit!" maki Jier meninggalkan Dara.
"Sebaiknya aku cuek saja, masa bodoh! Um, bagaimana caranya agar mereka tidak selalu menghina dan mengganggu? Li Phin, sialan! Muncul kamu? Karena kamu aku yang menuai getahnya, tanggung jawab karena cinta gila, kamu ini!" batin Dara berteriak-teriak marah memanggil-manggil Li Phin yang tetap tak muncul di benaknya.
Tabib Wang datang membubuhkan kembali obat ke luka di tubuh Li Phin dan menyanggah tangan kiri Li phin dengan dua buah balok kayu, "mungkin maksudnya, ini gips kali ya? Mana berat lagi! Mama, aku ingin pulang! Ke peradaban modern," batin Dara.
Namun, semua itu hanya di jiwanya yang berontak dan marah, ia berusaha untuk menahan tangis dan teriakan kesakitannya, "Jika engkau ingin berteriak, berteriaklah Nona!" ucap Tabib Wang.
"Iya, Tabib!" balas Dara. Namun, ia melihat jika Jier mengintip dari balik pintu, sehingga Dara tidak ingin memberikan kepuasan kepada Jier untuk menghina atau bergosip tentang dirinya yang kesakitan kepada semua orang di Donglang.
"Kamu hebat sekali, Nona. Biasanya semua orang kuat pun pasti berteriak dan kesakitan," balas Tabib Wang, "sepertinya, luka-lukamu ini sudah lama kamu derita. Apakah kamu ingat siapa yang selalu menyiksamu, Nona?" tanya Tabib Wang.
"Apa?" balas Dara bingung, "bukankah Li Phin yang selalu menyiksa orang? Ataukah ada yang terlewat di dalam novel? Bukankah dia yang berperan sebagai antagonis?" batin Dara bingung.
Ia menatap ke arah Tabib Wang, "maksud Tabib bagaimana? Aku kurang paham?" tanya Dara.
"Apakah Nona Li Phin lupa ingatan?" Tabib Wang memperhatikan wajah Li Phin.
"Entahlah, tapi aku tidak mengingat ada yang pernah menyiksaku," alasan Dara, "Li Phin, andaikan kamu muncul aku ingin bertanya, siapa yang sudah melukaimu?" batin Dara bingung. Namun sejak Dara memutuskan untuk menjauhi Liang Si, Li Phin tidak pernah muncul lagi.
"Seperti luka ini, sepertinya Nona sudah mendapatkan sejak lama seperti 3 bulanan," ujar Tabib Wang memperlihatkan luka biru kehitaman di lengan kiri Li Phin.
Dara memperhatikan dengan seksama, "Iya, benar juga. Jika hanya dua hari dia tidak seperti itu," batin Dara, "aku akan mencari nanti di Chang An, ada apa sebenarnya," batin Dara.
Tabib Wang benar-benar mengobati tubuh Li Phin dan tidak ada yang berani mengganggunya kebanyakan para gadis dan dayang di kediaman Liang Si hanya berbisik dan mendengus kesal dan marah ke arah Dara di dalam tubuh Li Phin kala seminggu ia berada di rumah Tabib Wang.
"Lihat, wanita itu, selalu berpura-pura baik, sekarang. Aku sangat yakin jika dia merencanakan sesuatu," ucap seorang dayang berbaju sutra kuning menatapnya, Dara hanya meliriknya sekilas.
"Lihat saja, jalanmu! Jika kau ingin selamat!" ujar Dara ia merasa kedua dayang yang membawa keranjang berisi sayuran sebentar lagi akan terpeleset karena menginjak kulit pisang, bruk! Benar saja, dugaan Dara, "lain kali jika ingin bergosip. Pasang mata dan telinga baik-baik," sindir Dara dingin.
"Kau! Kau pasti yang membuang kulit pisang ini?" ujar salah satunya.
"Hadeh, lihat itu di atas!" ujar Dara.
Kedua dayang tersebut melihat ke atas di salah satu tembok pembatas seorang prajurit sedang memakan pisang, "jika menuduh harus memakai bukti, aku bisa menuntutmu!" balas Dara, "memang zaman ini, ada undang-undang pencemaran nama baik?" batin Dara bertanya.
"Sudahlah Li mei, mari kita tinggalkan wanita iblis itu!" balas salah satu dayang menarik tangan temannya.
"Nona Jiajia memasuki kediaman Tabib Wang!" teriak seorang prajurit.
Dara melihat semua orang berlutut kepada seorang wanita cantik berpakaian sutra lila dengan hiasan bunga perak di gulungan rambutnya dan aksesoris emas, "Siapa lagi wanita ini?" batin Dara bertanya.
"Kau tidak berlutut kepada Nona Jiajia?" tanya seorang prajurit.
"Sial, aku tidak tahu siapa yang paling tinggi kedudukannya? Jiajia atau Li Phin?" batin Dara.
Namin Dara tidak peduli, "Tidak perlu pengawal. Wanita seperti dia tidak akan tahu tata krama," balas Jiajia menatap Li phin, "bagaimana lukamu? Apakah kau masih ingin mengejar Liang Si?" tanya Jiajia.
"Apakah itu perlu?" balas Dara bingung harus mengatakan apa.
"Jika aku jadi kau, aku akan menjauhi Liang Si, karena dia tak pantas untukmu. Hanya akulah, yang pantas karena aku adalah putri seorang perdana menteri," balas Jiajia.
"Sial, bukankah perdana menteri orang kedua di kerajaan setelah keluarga kaisar?" batin Dara, "Li Phin, kau benar-benar cari mati!" batin Dara.
"Jadi, menyerahlah! Aku tidak ingin mengotori tanganku harus membunuhmu. Kau sudah cukup menderita bukan?" tanya Jiajia dengan sinis.
"Um, sebaiknya kau jaga saja Liang Si, agar tidak jatuh cinta kepadaku!" balas Dara dengan percaya diri, "sial, aku mengundang masalah," batin Dara.
"Hahaha, kau terlalu percaya diri. ingat, kau tidak akan pernah bisa mendapatkan cinta Liang Si," ujar Jiajia mendekati tubuh Li Phin ingin memukulnya dengan ranting kayu, tetapi sebelum ranting itu mengenai tangan Li Phin Dara secara refleks langsung menangkap ranting kayu dengan tangan kanan dan mematahkannya.
"Apakah seperti ini ajaran seorang putri perdana menteri di dalam meraih cintanya dengan menyiksa saingannya secara tidak terhormat?" balas Dara menatap tajam ke awajah Jiajia.
"Kau!" Jiajia marah ingin melayangkan tamparan, tetapi Dara langsung menangkap tangan Jiajia dan memelintir tangannya ke belakang punggung, "Aku bukanlah Li Phin yang bisa kau siksa lagi, Jiajia! Ingat aku tahu semua keburukanmu, jika kau terus menggangguku aku akan membongkar semua kedokmu!" ancam Dara.
"Prajurit!" teriak Jiajia, semua prajurit menghunuskan pedang dan tombak kepada Dara.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!