_orang sukses rahasianya bukan otak yang pintar. Tapi mimpi dan usaha untuk mewujudkan nya_
.
.
Malam itu terlihat seorang anak kecil sedang diikat oleh sekelompok penjahat.
" Lepaskan aku.. Lepas!!" Anak itu meraung minta tolong.
" Hahahaha... Kau fikir semudah itu melepaskan diri dari genggaman ku." Kata seorang pria bertopeng.
" Kau.. Aku tidak akan pernah memaafkan mu." geram anak kecil itu.
" Kau ini berisik sekali. Olaf." Pria itu berteriak memanggil asisten cantiknya.
"Ya Tuan." Kata wanita itu dengan suara mendayu.
" Cepat suntikan pada anak ini."
Wanita itu membawa suntik yang berisi cairan yang bisa menghilangkan ingatan seseorang.
" Tidak.. Jangan... Jangan.." Anak laki-laki malang itu menangis.
Dan ini adalah kedua kalinya anak itu menangis. Pertama kali saat kehilangan ibunya, kedua kali saat ini.
Wanita itu kemudian menyuntikkan serum yang langsung membuat anak laki-laki tidak berdaya itu pingsan.
" Jadikan dia budak mu." Perintah pria itu pada asistennya.
.
.
.
.
.
.
Namaku Serra. Aku adalah anak yatim piatu. Tubuh ku pendek dengan wajah baby face. Kakak ku adalah seorang dokter muda yang ada di rumah sakit terbesar di Jakarta.
Pagi itu seperti biasa, Serra akan tergesa berangkat ke sekolahnya karna kesiangan.
Kakaknya sudah menyiapkan sarapan roti dengan selai pagi itu.
" Pelan pelan saja, tidak akan ada yang merebut sarapan mu." ucap kakaknya, Enzo.
" Kau ini berisik sekali, kak." kata Serra masih mengunyah rotinya dengan bruntal.
Serra melihat jam dinding yang ada di sana dengan kaget.
07.00
Oh, tidak!
Kelas akan di mulai lima belas menit lagi. Serra memasukkan rotinya langsung semua dan memakai sepatunya asal.
" Hei, sepatu mu belum terpakai semua." teriak kakaknya sambil menahan tangan Serra.
Serra tidak menjawab karna mulutnya di penuhi oleh makanan.
Tapi sebagai jawaban ia mencium pipi kiri kakaknya kemudian berlari menuju halte bus sambil melambaikan tangan nya pada si kakak.
Enzo melihat kepergian adiknya dengan gemas.
" Dasar gadis nakal yang lucu." gerutu nya sambil tersenyum simpul melihat adiknya yang sudah remaja.
Di perjalanan Serra sudah menghabiskan rotinya dan meminum air putih dengan sekali tegukan.
Dan... " Eeeughhhhhhh."
Ia bersendawa sampai membuat penumpang lain di sekitarnya jijik dengan kelakuannya.
Serra membungkukkan badannya " Maaf.. maaf..."
Setelah menempuh perjalanan kurang dari sepuluh menit, Serra pun sampai di sekolahnya.
Serra berlarian menuju gerbang dan melihat satpam hampir menutup pintu.
" ak.. jangan." teriaknya kencang.
Serra adu dorong dengan si satpam dan di menangkan oleh Serra.
" Makasih pak." ucap Serra melanjutkan larinya.
Satpam itu terlihat sangat kesal dengan kelakuannya.
" Anak nakal. Sukanya telat terus." gerutu si satpam.
Satpam itu kembali menutup pintu.
Serra masih berlari kencang melewati halaman sekolah. Di halaman itu ada tulisan besar disana.
SMA TARUNA 1
Serra menelusuri halaman dan memasuki lorong masih berlari. Bel sudah berkumandang dan akhirnya tujuannya sampai, yaitu kelasnya.
" Ohh akhirnya aku telah sampai." ucap Serra kemudian mendudukkan bokong nya di bangku milik nya.
" Kau telat lagi." ucap Nacita. Sahabat sekaligus teman sebangku nya.
Serra masih mengatur nafasnya yang masih tersengal-sengal.
Serra menghirup udara sebanyak-banyaknya dan mengeluarkan dari mulutnya.
" Rasanya menyenangkan telat setiap hari." ucap Serra setelah ia bisa bernafas normal.
" Kau ini suka sekali telat. Aku heran sekali. Bukankah kakak mu seorang dokter. Lalu apakah dia tidak membangunkan mu ?" tanya Nacita.
" Kakak sudah bosan membangunkan ku. Mau di bangunkan model gimana saja, aku bangunnya akan tetap jam tujuh kurang lima belas menit." ucap Serra.
" Kebo juga ya kau ternyata." canda Nacita.
" Ini menyenangkan. Kakak ku akan selalu marah di pagi hari, pak satpam juga suka marah jika melihat ku." kata Serra sambil tersenyum jahil.
" Kau ini tengil sekali. Apa yang membuat mu senang membuat mereka marah ?" tanya Nacita tidak habis fikir.
" Wajah kesal mereka saat marah terlihat sangat jelek dan itu sangat menghibur ku. Kau tau, aku bahagia sekali saat melihat mereka seperti itu." ucap Serra dengan tengil nya.
" Terserah padamu."
Pembicaraan mereka berakhir ketika melihat guru geografi yang terkenal galak.
Rina Naili Soraya. Salah satu guru geografi di sekolah itu. Siapapun yang telat tidak akan di beri ampun.
Tapi akan di kasih pr yang panjang kata lebih dari 20 rb kata dan harus di tulis tangan. Waktu mengumpulkan satu minggu dan yang habis mendapat hukuman pasti akan merasa tangannya copot semua.
Kring.... Kring.... Kring...
Semua murid terlihat berhamburan keluar dari kelas mereka menuju kantin untuk mengisi perut mereka yang kosong.
" Ku dengar siswa jenius yang sedang lomba olimpiade matematika di luar negeri akan kembali hari ini." ucap Nacita setelah sampai di kantin.
Serra merona mengingat siswa itu. Serra sudah menyukai nya sejak kelas satu.
" Hei kau sakit ?" tanya Nacita sambil memegang dahi Serra yang tidak panas.
" Kau ini kenapa ?" Serra balik nanya.
" Kau yang kenapa, wajah mu merah sekali. Aku kira kau sedang demam." ucap Nacita.
Serra merona lagi mendengar itu.
" Ck mulai lagi." kesal Nacita kemudian segera memesan makanan.
" Bang, bakso beranak dua porsi ya." teriak Nacita dari tempatnya berada agar Bang Jhon yang sedang berjualan itu mendengar nya.
" Siap neng." kata Jhon.
" Kau mau bakso juga, kan ?" tanya Nacita.
" Kau memang selalu saja menjengkelkan. Kau pesan duluan, baru nanya aku. Geregetan kan aku nya." gerutu Serra.
Nacita hanya tertawa mendengarnya ia suka sekali di prioritaskan. Makannya ia betah berteman dengan Serra, gadis ceria, tulus, selalu mengutamakan orang lain, tapi bodoh.
Nacita tertawa mengingat pertemuan pertama mereka yang penuh permusuhan.
" Kau sudah gila, ya." tanya Serra melihat raut temannya yang senyum senyum sendiri.
Nacita kesal mendengar ucapan itu.
" Kau yang gila." jawab Nacita kesal.
" Jangan tertawa sendiri, nanti di kira kerasukan setan." ucap Serra.
Setelah pesanan datang, mereka memakannya dengan lahap.
Mereka berniat kembali ke kelas setelah menghabiskan satu porsi bakso beranak dan segelas es teh.
Saat di tengah jalan, mereka menghentikan langkahnya ketika jalannya di halangi oleh para siswa yang sedang berkerumunan.
" Apa yang sedang mereka lakukan disini ?" tanya Nacita pada Serra yang berada di dekatnya.
Mereka berbicara agak berteriak karna suara bising disekitar mereka.
" Aku tidak tau. Apa di sekolah kita kedatangan artis ? atau bisa saja mau di pakai syuting film oleh salah satu artis terkenal." celutuk Nacita lagi.
Apalagi mereka juga melihat ada salah satu guru tata boga, Bu Rosy. Juga ikut berkerumun bersama siswi yang lain.
Karena penasaran, mereka mendekat dan menerobos masuk di antara para siswi yang heboh berteriak.
Serra juga Nacita tercengang melihat seorang pria sedang memakai rok mini dengan dandanan super menor sedang bersama dengan kepala sekolah.
Kepala sekolah terlihat pasrah ketika kalah debat dengan si pemilik yayasan.
Pria itu ternyata adalah anak dari salah satu pengusaha kaya di luar negeri.
Mereka melakukan apa saja keinginan anaknya termasuk menjadi banci sejak sekolah menengah.
Jadi di sini lah pria itu, ia tetap bisa bersekolah walau dengan dandanan seperti itu.
🍑🍑🍑🍑
" Nama ku Ara. Senang bertemu dengan kalian." pria itu memperkenalkan diri dengan suara centil nya.
" Halo Ara." ucap Fajar, salah satu murid pembuat onar di sekolah itu.
Seluruh murid tertawa melihat gaya Fajar yang centil dan mengedipkan salah satu matanya.
Ara merasa jengkel karna di permalukan, tapi ia masih tersenyum. Sudah biasa ia di perlakukan seperti itu.
Bersambung....
_Tidak selamnya kalian selalu diatas. Jadi tetap bersikap baiklah pada orang dibawah kalian. Siapa tau nanti kalian juga akan berada diposisi mereka. Mengingat dunia selalu berputar_
°pesan Serra untuk pembaca.
.
.
.
.
Malam itu bintang bersinar terang menghiasi malam yang gelap tanpa adanya bulan.
Serra saat ini sedang berada di balkon kamar menikmati betapa damainya kehidupan malam.
Sudah tiga tahun ini Serra menjadi penggemar rahasia.
Dalam dunia halunya, ia ingin memilik suami setampan dan sepintar Leon.
Ya, Leon adalah siswa paling populer di sekolahnya.
" Tampan sekali." gumamnya.
Serra sedang melamunkan betapa keren nya idola nya disekolah sedang menerima penghargaan piala berprestasi.
" Ahhh...."
Serra menyatu kan kedua tangannya di pinggir pipinya dan tersenyum manis menikmati dunia halunya.
Tiba-tiba,
Tuk !
Sebuah jitakan hinggap di keningnya yang mulus tanpa jerawat yang menempel disana.
" Kakak." Serra menjadi geram marah. Kakak nya ini suka sekali mengganggu nya.
" Melamun lagi ?" ucap kakaknya tidak suka.
" Tentu saja." Serra menjawab sambil mengerucutkan bibirnya kesal.
" Tuan Jenius lagi ?" Enzo bertanya sambil melipat tanganya.
" Ya. Siapa lagi. Masak ngelamun tentang kakak. Kakak itu tidak keren sama sekali." ucap Serra sarkas.
" Ya sudah." Enzo beranjak berniat mau pergi meninggalkan adiknya.
Namun Serra mengingat sesuatu, ia segera beranjak dari balkon dan mengejar kakaknya.
" Kakak, tunggu." ucap Serra setelah berhasil menangkap tangan kakaknya.
" Ekm. Itu... itu loh... " Serra tergagap mau melapor.
" Kenapa ?" tanya Enzo masih dengan tangan melipat di dada.
" Anu... itu..." Serra masih saja gagap.
" Kerjain pr lagi ?" tanya Enzo yang kemudian di jawab dengan anggukan oleh Serra.
" Kau ini mengapa bodoh sekali. Apa jangan jangan kamu ini anak yang di pungut ayah ku." hina Enzo.
" Kejam sekali kau sama saudari mu. Lihat saja nanti bakal aku adu kan kau sama ayah. Aku akan bilang kalau selama ini kakak selalu menganiaya adiknya yang unyunya tidak ketulungan ini." kesal Serra masih mode marah.
" Ya, mati dulu saja sana kalau mau ketemu sama mereka." ucap Enzo asal dan masuk lagi kedalam kamar adiknya.
Enzo mengambil tas sekolah Serra yang berwarna biru laut dengan gambar kuda poni dipojok atasnya.
Tas itu adalah tas di pesan sendiri karna Serra maunya tas karakter kayak gitu.
" Kak, kalau bicara itu yang benar. Tidak boleh mendo'akan yang tidak baik untuk adiknya. Kalau nanti benar terjadi kakak juga yang repot." ucap Serra kesal.
" Aku tidak repot tapi malahan seneng. Aku senang karena satu beban ku sudah ke angkat." ucap Enzo dingin.
Serra hanya menggerutu kesal. Kakaknya ini sangat galak tapi Serra menyayanginya karna dia satu-satunya orang yang tersisa sebagai keluarga nya.
" Kerjakan." ucap Enzo setelah memberi semua tempat dimana rumus nya berada.
" Okay kakak Enzo yang tampan." Serra bersemangat mengambil buku itu dari tangan Enzo.
Namun baru sebentar kepalanya sudah puyeng melihat deretan angka yang terasa memenuhi matanya.
Serra menjatuhkan kepalanya ke atas meja.
" Ya Tuhan.. Susah sekali."
Serra menggerutu, Enzo menghela nafasnya berat melihat adik nya sudah menyerah.
" Kau tidak akan bisa mengerjakannya. Lebih baik menyerah dan lekas tidur." kata Enzo kemudian beranjak.
" Kakak, bantu aku kak. Setidaknya pr kali ini aku mendapat nilai bagus." pinta Serra.
" Kau memang selalu mendapat rangking akhir bukan ? kau akan tetap lulus walau dengan nilai yang benar-benar hancur." kata sang kakak dan meninggalkan adik nya sendirian.
Memang selalu saja seperti itu. Serra dari awal sekolah selalu mendapat rangking paling akhir.
Serra tidak jadi mengerjakan pr karna mau di kerjakan atau tidak jawabannya tetap sama, salah.
Ia merebahkan diri di kasur nya yang empuk. Serra hidupnya sangat kecukupan berkat kerja keras kakaknya.
" Leon." Serra menyebut nama pujaan hatinya.
Dari pada harus bingung mikirin pelajaran lebih baik memikirkan pujaan hatinya.
Serra tertawa sendiri menyadari kelakuannya yang suka haluin Leon.
Serra mengambil boneka singanya yang terlihat gagah walau ukurannya cukup kecil.
" Mimpi indah, ya." Ucap Serra kemudian mencium pipi boneka itu.
Ia membayangkan kalau yang ia cium itu pujaan hatinya. Leon.
🍑🍑🍑🍑
Enzo selalu bangun pagi, saat hendak membangunkan adiknya, ia di kejutkan melihat beragam makanan di meja makan.
" *K*akak ku yang tampan. Do'a kan misi adek sukses, ya.
Adek mau mengejar cinta adek sebelum di tinggal pergi.
Adek sudah memikirkan hal ini semalaman.
Adek Serra berencana untuk menyatakan cinta hari ini, kak.
Minta restu nya ya, kak. Biar kakak cepat dapat adik ipar."
From your Love
Serra😚
Enzo berdecak geli setelah membaca surat cinta dari sang adek.
Serra memang pandai memasak. Hanya saja ia selalu bangun telat, membuat si kakak yang harus memasak sendiri.
Enzo memakan makanannya dengan santai sambil berdoa, semoga saja orang yang di sukai adik nya tidak kerepotan menghadapi sifat ceroboh adiknya.
.
.
.
.
Pagi harinya tidak seperti biasanya. Serra yang selalu telat setiap hari nya kini pagi sekali sudah sampai di sekolah.
Serra sengaja berangkat pagi dan mojok di tempat parkir mobil.
Serra menyembunyikan diri disana sambil menunggu pujaan hatinya datang.
Tak lama kemudian terlihat seorang siswa gagah, tinggi, dan penuh pesona.
" Leon." batin Serra menjerit.
Kalau saja Serra tidak punya malu, ia pasti sudah berlari kesana. Mencium dan memeluk pujaan hatinya dengan penuh perasaan.
Serra merona setelah menyadari apa yang ia lamunkan.
" Kakak akan mandi kembang tujuh rupa kalau aku dan dia benar benar bersatu." gerutu Serra masih melihat ke arah Leon.
Serra sedikit menunduk ketika Leon hampir melewati nya.
" Hei, kau sudah sampai." tanya teman Leon.
" Hmmm..." ucap Leon singkat, padat, dan jelas.
" Ini lah diri mu. Aku duluan ya. Mau menemui pacar ku dulu sebelum masuk kelas." kata temannya dan berlalu pergi meninggalkan Leon.
Leon hanya melihat kepergiannya sebentar dan melanjutkan perjalanan nya.
" Keren sekali." gumam Serra.
Serra menatap tangannya yang bergetar. Juga kakinya yang gugup.
" Tenang Serra, tenang. Tunjukkan pada kakak mu kalau kau bisa menaklukkan hati cowok es itu." Serra menyemangati dirinya kemudian beranjak masuk kelas.
Saat di perjalanan, Serra menginjak lantai yang terasa licin di sepatunya dan..
Bruukkk
" Ahhhh..." Serra memekik kesakitan.
Bokongnya terasa kempes, perut nya menjadi kram dengan kepala yang agak pening.
Semua yang disana tertawa terpingkal melihatnya.
Serra mendengus kesal, ada orang yang jatuh tidak ada yang berniat nolongin malah di ketawa in.
" Hahahaha...."
Kimi, Luna, dan Meta.
Mereka adalah geng yang merasa paling cantik di sekolah ini.
Mereka adalah anak orang kaya di Jakarta, jadi mereka bisa melakukan apa saja termasuk membully adalah kegiatan yang paling menyenangkan buat mereka.
Dan Serra adalah korban setia mereka. Serra merasa heran sebenarnya, sekolah elit yang terkenal tata kramanya tinggi telah memelihara para gadis sombong seperti mereka.
.
.
Bersambung....
_Enyah kau, menjengkelkan saja_
Leon.
.
.
.
Seorang pria gemulai yang diketahui bernama Ara, tidak terima melihat pembullyan itu.
" Hei kalian. Dimana akhlak kalian, huh." kesalnya sambil mengajak Serra berdiri.
" Kau baik-baik saja?" tanya Ara sambil membersihkan kotoran yang menempel di tubuh Serra.
" Tentu saja, aku baik." ucap Serra.
" Apa memang selalu seperti ini yang selalu mereka lakukan ?" tanya Ara lagi.
" Sudahlah, tidak perlu difikirkan. Ayo kita kembali ke kelas." ajak Serra, ia memang sudah biasa menghadapi mereka.
" Kau itu harusnya melawan mereka." kesal Ara.
" Itu hanya membuang waktu ku saja. Lagian mereka memang benar. Aku yang bodoh dan pantas di bully." ucap Serra pasrah.
Kemudian datanglah Nacita diantara mereka.
" Kau baik-baik saja, Serra. Maafkan aku, tadi aku dengar kau baru saja dipermainkan lagi sama mereka. Seandainya saja aku tidak meninggalkan mu tadi, kau pasti akan baik-baik saja." sesal Nacita. Ia masih saja kesal dengan kelakuan buruk teman seangkatannya itu.
Serra hanya menenangkan mereka dengan merangkul kedua pundak mereka.
" Aim okei. Kalian jangan cemas, ya. Aku ini gadis pemberani dan tangguh. Mereka memang bisa menindas ku. Tapi akan aku pastikan kalau aku bisa mengalahkan mereka. So.. emm.. Donet worri ( dont worry.)." ucap Serra dengan penuh percaya diri.
Padahal bahasa Inggris yang diucapkannya sangatlah buruk.
" Kau memang penuh semangat juang Serra. Tapi dalam hal apa kau akan mengalahkan mereka?" tanya Nacita.
Bukan meremehkan, tapi memang kenyataan. Mereka orang-orang pintar. Dan siswi semacam Serra adalah murid terbuang.
Ara juga menilai penampilan Serra dari bawah sampai ke atas. Serra memang dikatakan tidak cantik tapi wajahnya lebih ke imut.
Namun yang bikin dia lebih menyedihkan adalah otaknya yang tidak seberapa itu.
" Tidak bisa, ya." ucap Serra lemas.
" Aku akan menjadi biksu kalau kau bisa menjadi lima puluh teratas tahun ini." kata Ara.
" Aku akan melanjutkan kuliah ku kalau kau berhasil mendapatkan rangking lima puluh." kata Nacita yang juga punya kesulitan belajar.
Serra diam saja dan memilih melangkah meninggalkan mereka.
Di perjalanan ia memikirkan pembicaraan dengan kedua temannya tadi.
Saat tidak sadar sedang melamun, Serra dikagetkan dengan kedatangan seseorang yang baru saja keluar dari pintu kelasnya.
Kelas Serra agak jauh dari kantin membuatnya harus melangkah melewati kelas IPA 1. Kelas favorit disekolah ini.
" Hai." Serra mengangkat tangan kanannya keatas tanpa melambai.
Hanya ia diamkan karna dirinya merasa sangat malu harus berhadapan dengan orang yang disukainya.
Leon hanya menatapnya sekilas dan berjalan tanpa memperdulikannya.
Serra masih saja menatap kepergian pujaan hatinya itu.
Kedua teman Serra yang melihat kejadian itu merasa jengkel dengan sifat arogan cowok itu.
" Ck, dia fikir dia bisa melakukan segalanya. Aku akan mengutuknya agar diberi kesulitan tahun ini. Biar dia kapok." kata Nacita geram.
" Aku akan mendandaninya seperti diriku. Dasar sombong." tambah Ara tidak terima.
Ara sudah memutuskan kalau ia akan menjadi pendukung Serra.
" Ohh.. pangeran yang sangat tampan." celutuk Serra yang mampu membuat para temannya tersedak air liur mereka sendiri.
.
.
.
Sore hari itu ada pertandingan sepak bola antar sekolah.
Leon adalah pemain paling populer di sekolah itu. Permainannya sangat apik dan ia mampu mengecoh lawan dengan terlihat mau memberi umpan tapi nyatanya ia hanya mendribble.
Dengan itu ia menjadi mudah melarikan diri dari lawan yang mengganggu jalannya.
" Leon Leon Leon." teriak para siswi disana.
Duk.....
Leon menendang bola hingga memasuki gawang.
" Yeeeeeeahhhhhh......" teriak penonton kegirangan melihat idola mereka sedang menunjukkan taringnya.
Salah satu dari penonton itu Serra. Serra yang masih membawa tasnya itu melompat senang sambil tersenyum ceria melihat idolanya memenangkan pertandingan.
" Asa! sudah aku duga, Leon yang terbaik. Aku mencintaimu Leon, aku sayang kamu, ayo kita menikah." kata Serra dalam hati.
Setelah menit terakhir pertandingan, para penonton membubarkan dirinya.
Begitu pula dengan Leon yang berniat mau mengganti bajunya.
Serra menghirup udara panjang dan mengeluarkannya berharap rasa gugupnya hilang.
Serra melangkahkan kaki mendatangi dimana Leon berada.
Leon menghentikan langkahnya ketika ada gadis asing yang menghalangi jalannya.
Leon menatap tajam orang yang mengganggunya itu.
" Anu... Aku..." Serra tergagap.
Kata indah yang sudah ia rangkai semalaman lenyap seketika saat dihadapan Leon.
"*T*ampan sekali." pikir Serra sambil menikmati wajah tampan di hadapannya.
" Hei.. hei.." Leon tidak habis fikir dengan orang yang tadi ngajak bicara tapi malah melamun.
Serra tersadar setelah mendengar suara kesal Leon.
" Emm.. Sourry..." sesalnya sok Inggris tapi berantakan.
Leon melipatkan kedua tangannya di depan dada.
Matanya menatap penuh selidik gadis kecil dihadapannya ini.
" Apa mau mu?" sarkas Leon mendelik.
Ia tidak suka ada yang mengganggu ketenangannya.
" Itu.. emm.. Namaku Serra. Aku.. Aku cinta kamu. Maukah kau menjadi pacar ku ?" ucap Serra lantang dengan mata terpejam.
Leon menatap tidak suka pada gadis yang mengganggunya itu.
" Tidak mau." ucap Leon kemudian berlalu pergi meninggalkan tempat itu.
Semua orang yang disana menatap Serra dengan tatapan hina.
Bagaimana bisa gadis sekelas Serra menyatakan cinta pada cowok terpopuler disekolah ini.
Serra langsung down. Bahkan ia tidak mampu melihat kepergian Leon.
" *Dasar cewek tidak tau malu."
" Genit banget tuh orang. Ngga selevel sama Leon sama sekali."
" Tidak tau diri sekali*."
Serra meninggalkan tempat itu dengan terisak antara malu dan sedih.
Seharusnya Leon sedikit memberinya keringanan. Setidaknya ia bisa menolak dengan cara yang halus tanpa melukai perasaannya.
Tapi apa yang terjadi?
Ia tidak hanya menghancurkan perasaan Serra, tapi juga telah merusak mental batin Serra.
Bagaimana cara aku menghadapi dunia besok pagi ?
Leon kala itu melajukan sepeda onthelnya kencang.
Melampiaskan segala kekesalannya hari ini dengan ngebut.
Leon sebenarnya memikirkan kejadian yang baru saja dialaminya itu yang entah mengapa sangat melekat sempurna di otak jeniusnya.
Leon menghentikan laju sepedanya di pinggir danau buatan dan berteriak kencang.
" Aaaakkkkk.."
" Aaahhhhh....."
Sore itu ia berteriak seperti orang gila. Tidak ada yang tau beban seperti apa yang dipikulnya, bahkan ia sendiri pun tidak tau.
Serra melangkah pulang dengan perasaan sedih.
Sekarang ia sudah berada di dalam bus. Ia mengenang setiap menit yang telah ia jalani sampai usia ini.
Kecerobohan Serra sangat merepotkan Enzo, namun kakak semata wayangnya itu masih saja sabar mendidiknya agar bisa menjadi gadis yang baik.
Sejenak Serra merasa sangat tidak berguna karna tidak pernah melakukan hal yang bisa membanggakan kakak tercintanya.
Bus yang di kendarai Serra melewati tempat dimana Leon sedang berteriak seperti orang gila.
Namun tidak ada yang menyadarinya karena mereka disibukkan dengan angan mereka masing-masing.
Bersambung....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!