"Bodyguard kamu," kata Xavier Alva Januartha. Salah satu pengusaha kaya di Los Angeles.
"Dia? Cewek cupu ini?" tanya Ramaryo Kevlar Putra J. Pemuda blasteran Amerika—Jawa.
Ryo menatap remeh perempuan berkacamata dengan banyak bintik hitam di wajah. Dan jangan lupakan rambut pendek yang terlihat klimis.
"Aku Jelita," kata perempuan itu menunduk sopan.
"What!?" pekik Ryo menatap tidak percaya, "Jelita? Cewek jelek seperti kamu bernama Jelita?"
"Ya, nama aku Jelita."
"Ayah, kenapa kamu memberikan aku Bodyguard cupu dan jelek seperti dia? Untuk membunuh serangga saja dia pasti tidak bisa!" protes Ryo pada sang ayah.
"Kamu jangan meremehkan Jelita. Dia adalah salah satu orang kepercayaan Ayah. Kamu harusnya bersyukur karena dia bersedia menjadi Bodyguard anak begajulan seperti kamu," kata Xavier tegas.
"Aku tidak begajulan!" sangkal Ryo.
"Tingkah kamu selama ini menunjukan betapa buruknya kamu, Ryo. Entah sudah berapa banyak perempuan yang kamu buat hamil, mungkin sekarang kamu sudah terserang HIV," sindir Xavier.
"Tidak mungkin! Aku bebas dari virus itu! Sudah aku bilang aku tidak pernah menghamili perempuan, itu hanya gosip," sangkal Ryo lagi.
"Gosip? Lalu kenapa kamu membunuh perempuan hamil yang mengaku telah mengandung anak kamu?" selidik Xavier memincingkan mata.
"Dia menipuku," ucap Ryo dengan masih mencoba membela diri.
"Mau benar atau tidak, tapi nama kamu sudah buruk. Kamu sudah di DO dari Universitas," final Xavier.
"Dan Ayah sengaja membuang aku ke Indonesia karena itu?" desis Ryo tidak terima.
"Ya, Ayah ingin melihat perubahan kamu. Berhentilah bermain wanita, aku tidak mau jika penerusku kelak adalah seorang maniak wanita. Ibu kamu pasti tidak akan tenang akan hal itu."
"Padahal Ayah tahu jika aku benci hidup di Indonesia. Negara itu adalah tempat Ibu terbunuh," lirih Ryo mengepalkan tangannya.
"Dan negara itulah kampung halaman Ibu kamu. Bukan salah Negara itu Ibu meninggal. Dia meninggal karena kecelakaan," jelas Xavier.
Ya, ini adalah salah satu alasan bagi Xavier untuk menghilangkan trauma pada putranya. Trauma akan ketakutan pada Negara yang tidak seharusnya dijadikan alasan untuk kepergian Istrinya, Ibu dari Ryo.
Ryo hanya diam saja, ingatan kematian sang Ibu masih menghantuinya selama ini. Jika dia tinggal di Indonesia sudah dipastikan dia tidak akan bisa hidup tenang.
"Ayah mengutus Jelita untuk mengurus dan menjadi Bodyguard kamu. Dia akan mengurus semua tentang kamu. Perlakukan dia dengan baik, Ryo," lanjut Xavier mewanti-wanti Ryo.
Ryo melirik Jelita dari ekor matanya. Perlakukan dengan baik, eh? Mana sudi dia memperlakukan perempuan jelek dengan baik. Perlakukan baiknya hanya dia dedikasikan pada perempuan cantik.
"Dan satu lagi, kalian akan tinggal di satu rumah," sambung Xavier.
"Yang benar saja!" protes Ryo tidak habis pikir dengan sang ayah.
Tidak boleh bermain wanita dan tinggal bersama Bodyguard jelek. Apakah ini hukuman yang setimpal?
**
Ramaryo Kevlar Putra J. Umur 20 tahun, berandal tengik, playboy, si otak selangk*ngan dan tidak ada kata baik dari dirinya.
Berlian Jelita Albirru. Di umurnya yang 19 tahun sudah menjadi seorang CEO dari perusahaan sepeda tersukses di dunia. Pintar bela diri, cantik, sexy, mandiri, dan wanita karier yang sukses. Benar-benar sempurna. Dengan hanya menjentikkan jari pun dia bisa membuat banyak laki-laki bertekuk lutut padanya.
Namun, sial.
Jelita mendapatkan surat wasiat jika dia harus menikah dengan Ryo. Surat wasiat dari mendiang sang Ibunda yang memang berteman baik dengan Ibu dari Ryo.
"Apa kamu sudah bertemu dengan Ryo?" tanya Arthur Handy Albirru. Ayah dari Jelita.
"Sudah," jawab Jelita ogah-ogahan.
"Kenapa jawabnya ogah-ogahan seperti itu?" tukas Arthur mencoba menggoda putrinya.
"Bisa tidak Jelita tidak menikah dengan Ryo. Pertama bertemu dengannya saja aku sudah tidak suka dengannya," kata Jelita dengan nada memohon.
"Tidak suka kenapa? Bukannya Ryo tampan?"
Ya, Ramaryo memanglah tampan. Pemuda itu memiliki bentuk wajah yang sempurna, alis tebal, iris mata hazel, bulu mata lentik, dan bibir cupid bow berwarna merah jambu alami. Tapi tidak dengan kelakuannya yang seperti setan.
"Jelita dibilang cupu dan jelek," ucap Jelita merasa tersakiti.
"Siapa suruh kamu menyamar menjadi Bodyguard yang berpenampilan cupu."
"Aku hanya ingin Ryo jatuh cinta padaku tanpa memandang fisik. Dia kan terkenal dengan playboy yang memacari semua cewek cantik, dan Ryo akan segera membuang cewek itu ketika sudah dia tiduri," kata Jelita mengingat-ingat informasi dari si calon suami.
"Kalau Ryo tidak jatuh cinta pada kamu yang cupu?"
"Tentu saja aku tidak ingin menikah dengannya."
"Tapi wasiat itu..."
"Papa saja yang menikah dengan Ryo," celetuk Jelita sekenanya.
"What!? Yang benar saja!" seru Arthur tidak terima.
"Pokoknya Jelita ingin membuat Ryo jatuh cinta pada Jelita yang cupu dan menghilangkan sifat maniak miliknya," putus Jelita dengan tegas.
"Ya, ya, terserah my princess," kata Arthur mengalah.
**
Di Indonesia, tepatnya di kota Jakarta.
"Bawa barang-barang aku," perintah Ryo dan langsung masuk ke rumah.
"Kalau tidak ada wasiat sialan itu mana mau aku menjadi babu seperti ini," gerutu Jelita dengan membawa koper-koper besar milik si pemuda.
Jelita segera membawa koper-koper itu untuk mengikuti Ryo dari belakang. Ingin sekali dia menjambak rambut hitam Ryo. Sepertinya pemuda itu habis mengecat rambut karena sebelumnya rambut Ryo berwarna merah seperti jamet.
"Sekalian bereskan," kata Ryo dengan santainya. Dia membuka pintu kamar dan langsung membaringkan diri di tempat tidur.
"Aku bukan pembantu," ucap Jelita dengan dingin.
Ryo mengeryit, dia langsung terduduk. "Kamu itu bertugas untuk mengurusku, sudah seharusnya kamu memenuhi perintahku."
"Tapi tidak untuk pekerjaan seperti ini," sengit Jelita.
"Siapa kamu berani melawan perintahku?" tukas Ryo dengan kesal dan langsung bangkit menghampiri Jelita. Dia langsung mencengkram kerah kemeja gadis itu. "Menurutlah, cupu!"
Buak
Jelita langsung memukul muka Ryo tepat di hidung si pemuda. Darah segar mengalir dari hidung.
"Akh..." rintih Ryo memegang pangkal hidungnya. Dia mengecek apakah masih utuh atau sudah patah. "Bereng-sek!"
"Jangan asal menyentuhku, jangan berharap kamu bisa berkuasa di sini, tuan muda," kata Jelita memicing tajam dari balik kacamata.
"Kamu hanya Bodyguard! Berani-beraninya memukul aku!" bentak Ryo berang.
"Dan Bodyguard ini yang akan mengajari kamu tata krama mulai sekarang," ujar Jelita dengan membunyikan jari-jarinya.
"Ma-mau apa kamu?"
"Tentu saja memberi kamu pelajaran supaya tidak bertindak kurang ajar padaku lagi," Jelita semakin mendekati Ryo.
"Aku akan mengadukan kamu pada Ayah jika kamu berani macam-macam!" Ryo mundur ketakutan.
"Aku tidak perduli."
'Aku mendapatkan Bodyguard atau tukang pukul...' batin Ryo menangis dalam hati.
Dan setelah itu Ramaryo babak belur dibuatnya.
_To Be Continued_
"Aduh sakit..." rintih Ryo saat Jelita mengobati lebam di mukanya dengan antiseptik.
"Tahan," ucap Jelita dingin.
Ryo terdiam seketika, dia jadi takut pada Bodyguardnya itu. Bisa bonyok lagi dia jika tidak menurut.
Wajah Jelita sangat dekat dengannya. Dia mencium wangi vanila dari tubuh sang Bodyguard. Padahal dia kira perempuan cupu itu pasti bau ketek karena rambutnya saja klimis.
"Nah, sudah. Maaf telah memukul tuan muda," kata Jelita menyesal. Dia terlalu kesal dengan sikap semena-mena Ryo padanya tadi.
"Hmm," Ryo hanya bergumam. "Panggil pelayan untuk membereskan barang-barang aku," perintah Ryo pada akhirnya.
"Baik, tuan muda," patuh Jelita dan keluar dari kamar.
Setelah kepergian Jelita. Ryo mengambil ponsel miliknya dan mendial nomor sang Ayah. Dia ingin mengadukan perbuatan Jelita.
"Bodyguard sialan, tunggu saja kamu pasti akan segera dipecat," gumam Ryo dengan mencak-mencak.
Setelahnya dia mengambil ponsel dan menghubungi seseorang.
"Halo, ayah."
[Kenapa, bocah? Apa masalah yang kamu perbuat? Belum sehari kami sampai di Indonesia, kenapa buat masalah lagi—]
"Hais, aku tidak membuat masalah. Kenapa langsung menyemprot aku sih??"
[Salah kamu sendiri yang selalu membuat masalah, ketika menghubungi ayah kamu pasti sedang bermasalah. Dan meminta ayah untuk menyelesaikan masalahmu itu.]
"Ck, jangan ungkit masa lalu. Aku kan sudah berniat berubah mulai sekarang. Aku akan menjadi anak yang alim dan penurut."
[Ya, buktikanlah.]
"Sebelum itu aku ingin ayah memecat Bodyguard cupu itu."
[Loh, kenapa?]
"Aku habis dipukuli Bodyguard itu. Bagaimana bisa dia memukuli aku hanya karena menyuruhnya membereskan barang-barang milikku? Aku tidak suka dengan Bodyguard sialan itu, aku meminta Bodyguard baru."
[Terdengar suara tawa.]
Ryo mengeryit karena respon sang ayah.
[Sudah ayah bilang perlakukan Bodyguard kamu dengan baik, Ryo.]
"Kenapa harus? Dia hanyalah seorang Bodyguard. Sejak kapan aku memperlakukan Bodyguard milikku dengan baik?"
[Mulailah sejak sekarang.]
Tut...Tut...Tut...
"Halo? Kenapa dimatikan, sih? Apa susahnya coba mencarikan aku Bodyguard baru?" ucap Ryo dengan membanting ponselnya pada ranjang.
"Pokoknya aku harus memberikan pelajaran pada cewek cupu itu," lanjut Ryo dengan tekat apinya.
**
Malam hari.
"Kemarilah, cupu," kata Ryo memanggil sang Bodyguard miliknya itu.
Dia sedang di ruang tamu dan terduduk di sofa dengan kaki yang bertempu pada kaki lainnya.
"Aku punya nama, tuan muda."
"Ck, nama kamu tidak cocok dengan penampilanmu. Tidak malu kah kamu mempunyai nama yang berbanding terbalik dengan rupa jelekmu itu?" ucap Ryo sarkastik. Benar-benar laki-laki yang bermulut pedas.
Ryo tidak menyadari jika tangan Jelita terkepal kuat di balik punggung. Ingin rasanya Jelita menonjok mulut Ryo. Sepertinya pemuda itu tidak kapok.
"Cepat sini," kata Ryo tidak sabaran.
Jelita menurut. Dia harus sabar menghadapi si calon suaminya itu. Dia tidak boleh kelepasan memukul Ryo lagi. Bisa gagal misinya untuk membuat Ryo jatuh cinta padanya.
"Apa apa, tuan muda," kata Jelita sopan.
"Tandatangan ini," ujar Ryo dengan membeli selebar kertas pada Jelita.
Jelita menerima kertas itu dan membaca isinya. Gadis itu mengeryit, "Apa maksudnya ini?"
Ryo tersenyum pongah, "Peraturan untuk menjadi Bodyguard untukku."
"Jika aku tidak ingin tandatangan?"
"Bukankah kamu diutus ayahku untuk membuat aku berubah? Jika kamu tidak menyetujuinya aku akan semakin memberontak dan tidak akan pernah berubah menjadi yang lebih baik lagi," jelas Ryo dengan ekspresi yang serius.
Skakmat. Jelita tidak bisa menolak. Tujuannya memang untuk merubah Ryo. Jika pemuda itu semakin memberontak percuma saja dia menyamar menjadi Bodyguard cupu. Mau tidak mau dia harus menandatangani kertas ini. Dia membaca sekali lagi isi dari peraturan yang Ryo buat.
Tidak boleh memukul.
Tidak boleh mencampuri urusan pribadi.
Berjauhan hingga jarak 5 meter.
Turuti semua perintah tuan muda.
Jangan pernah menolak jika disuruh.
Apa yang dikatakan Ramaryo Kevlar Putra J semuanya benar.
Tidak ada bantahan.
Tidak boleh tersinggung oleh perkataan tuan muda.
'Benar-benar seenaknya,' batin Jelita tidak habis pikir dengan peraturan yang dibuat Ryo. Apa pemuda itu akan menjadikan budak?
Dengan berat hati Jelita menandatangani kertas itu. Dia tidak mempunyai pilihan lain, mulai sekarang dia harus banyak bersabar.
Ryo tersenyum penuh dengan kemenangan. Ya, ini adalah tahap memberi pelajaran pada si Bodyguard yang sudah kurang ajar padanya itu.
**
Pagi hari.
"Hei, cupu. Bawakan tasku," perintah Ryo melempar ransel miliknya pada Jelita.
Jelita dengan sigap menangkap, "Baik, tuan muda."
Ryo berjalan mendahului Jelita dan langsung masuk pada bangku belakang mobil.
Jelita langsung masuk ke bangku pengemudi. Gadis berkacama itu menancap gas menuju Universitas baru Ryo dan dirinya. Ya, Jelita juga akan berkuliah bersama dengan Ryo.
"Kamu kuliah juga?" tanya Ryo dari arah bangku belakang.
"Ya, tuan muda."
"Ingat jaga jarak 5 meter," kata Ryo mewanti-wanti. Dia tidak ingin berdekatan dengan Bodyguard yang menurutnya sangat jelek itu. Dia paling anti perempuan jelek. Mau ditaruh kemana wajah tampannya jika berdekatan dengan Jelita?
"Ya."
Tidak membutuhkan waktu lama mereka sama di Universitas.
Setelahnya jelita segera keluar dari mobil dan membukakan pintu untuk Ryo. Pemuda itu itu turun dengan gerak slow motion yang disengaja dan kacamata hitam yang bertengger di hidung mancungnya.
Jelita memutar mola mata melihat Ryo yang seakan tebar pesona. Sepertinya Ryo memang sengaja agar dirinya menjadi pusat perhatian.
Dan benar saja seketika seluruh mahasiswa menatap Ryo penasaran.
"Siapa itu?"
"Mahasiswa baru, kah?"
"Oh, yang pindah dari LA itu?"
"Ganteng sih tapi sifatnya kayak setan."
"Kabarnya dia banyak menghamili banyak cewek."
"Terakhir dia habis membunuh cewek yang sedang hamil anaknya."
"Benar-benar maniak."
"Kita harus hati-hati dengannya."
Ryo hampir serangan jantung mendengar bisik-bisik itu. Siapa yang telah menyebarkan berita masa lalunya saat di LA? Apakah ayahnya? Gagal sudah acara tebar pesonanya, yang ada dia jadi malu sendiri. Bukannya mendapatkan pujian dan tatapan memuja, justru dia mendapatkan gunjingan.
Sedangkan Jelita yang berjalan 5 meter di belakang Ryo hanya tertawa geli.
"Ryo?" sapa seorang pemuda berlesung pipi.
"Siapa?" tanya Ryo karena tidak merasa kenal dengan si pemuda.
"Aku Gavin, teman SD kamu dulu. Masa lupa sih," kata pemuda yang ternyata bernama Gavin itu.
"Gavin?" beo Ryo mengingat-ingat. Maklumlah otaknya agak lemot, "Oh, Gavin. Kamu yang pernah berak di kelas itu, ya?"
Seketika Gavin melotot kesal, "Ck, kenapa kejadian itu yang kamu ingat."
Ryo tertawa lepas setelahnya, "Lama nggak ketemu, bro."
Ramaryo memang bersekolah di Indonesia saat sekolah dasar, dan melanjutkan sekolah ke LA lantaran sang Ibunda yang meninggal dan Ayahnya yang memang orang LA.
Setelahnya Ryo dan Gavin mengobrol sambil berjalan menuju kelas mereka yang kebetulan sama.
_To Be Continued_
Jelita memakai kemeja kedodoran, rok di bawah lutut, rambut sebahu yang dia tata dengan rapi, dan kacamata tebal yang menutupi bola mata amber antara warna kuning kecoklatan dan kuning keemasan. Bola mata yang sangat langka. Menandakan jika dia adalah keturunan keluarga Albirru.
"Penampilan kamu seperti nenek-nenek," ledek Ryo yang terduduk di bangku taman kampus.
"Maaf, tuan muda. Ini demi kenyamanan," kata Jenita menunduk sopan. Dia memang tidak memakai setelan jas yang biasa di pakai Bodyguard pada umumnya. Itu bertujuan agar tidak terlalu mencolok perhatian.
"Siapa dia, Ryo?" tanya Gavin yang penasaran dengan Jelita.
"Bodyguard aku," jawab Ryo sekenanya.
"Kamu masih diikutin Bodyguard kemana-mana?" tanya Gavin sambil menatap Jelita.
"Ya, begitulah. Nasib orang kaya," kata Ryo dengan sombongnya.
Sejak kecil Ryo memang selalu diikuti minimal satu Bodyguard. Saingan bisnis keluarganya sudah tersebar di mana-mana, nyawanya terancam setiap saat.
"Ya, ya," ucap Gavin memutar bola matanya.
Ryo segera mengeluarkan kaca kecil dari balik bomber hitam yang dia kenakan. "Mukaku ternyata lebih unyu dari umurku," puji Ryo pada dirinya sendiri.
"Unyu kayak anak monyet," celetuk Gavin yang mewakili kata hati Jelita.
"Sirik saja kamu," kata Ryo masih tetap mengaca, "Aku sudah kece badai seperti ini, tapi gara-gara gosip yang tersebar jadi nggak ada perempuan yang mendekat padaku."
"Gosip? Bukankah itu kenyataan?" tukas Gavin mencoba meralat perkataan Ryo.
"Tuan muda, kamu nggak boleh bermain perempuan lagi," ucap Jelita memperingatkan.
"Ck, belikan aku jus jeruk saja sana," perintah Ryo pada Jelita.
"Aku juga," tambah Gavin ikut-ikutan.
Jelita hanya bisa menahan amarah. Benar-benar diperlukan babu dirinya. "Baik," jawab Jelita dan berlalu untuk ke kantin kampus.
"Bajing-an tengik," umpat Jelita saat melangkahkan kakinya.
Dugh
Brakk
Jelita terjatuh tidak elitnya, seseorang dengan sengaja menjegal kakinya.
"Ups, maaf sengaja," kata seorang gadis justru tertawa melihat Jelita jatuh terduduk di jalanan yang kotor. Moria Kezia. Si pelaku penjegal kaki Jelita.
Belum lagi semua mahasiswa yang melihatnya ikut menertawakan dirinya.
"Sudah mempunyai 4 mata tetap saja terjatuh," celetuk gadis satunya. Vera Rosemarie.
"Dasar udik," kata gadis berambut ponytail. Dhita Verissa, "Bisa-bisanya di kampus ini ada mahasiswi jelek seperti kamu."
Ke tiga wanita itu adalah perempuan tercantik di kampus. Si tiga Dewi yang suka membully. Mereka sangat terkenal akan sifat buruk dan sewenang-wenang.
Jelita langsung bangkit. Dia mengeraskan rahangnya.
"Sepertinya kita akan mendapatkan mainan baru," kata Moria menyeringai menatap Jelita.
Moria menjambak rambut klimis Jelita. Tapi segera dia lepaskan. "Iuhh.. Tanganku jadi kotor, bagaimana bisa rambutmu begitu menjijikkan," lanjut Moria dengan menunjukkan raut jijik dan mengibas-ngibaskan tangannya.
Jelita mengepalkan ke dua tangannya, dia ingin sekali menonjok Moria karena gadis itu telah dengan lancangnya menyentuh dirinya.
"Hei kalian! Berhenti membully orang!" seru seseorang yang menghentikan niat Jelita.
"Kita hanya berkenalan saja, Sir," kata Moria memeluk bahu Jelita. "Awas kau jika sampai mengadu pada Dosen," bisik Moria mengancam Jelita.
'Siapa dia yang berani mengancam aku? Apa menurutnya aku bisa dibully begitu saja?' batin Jelita gondok.
"Yasudah, kalian bubar," perintah Dosen yang begitu bodohnya percaya dengan Moria.
Para mahasiswa yang menonton langsung bubar mematuhi perintah Dosen yang juga melangkah pergi.
"Sampai ketemu, cupu," ucap Moria dan berbalik untuk pergi.
Brukk
Namun, sebelum Moria pergi Jelita menendang lutut bagian belakang Moria hingga siempunya terjatuh tersungkur.
Krak
"Argh!" pekik Moria saat Jelita menginjak punggung tangannya yang terkulai di jalanan yang kotor.
"Ups, maaf aku benar-benar nggak sengaja," kata Jelita datar dan pergi untuk membeli jus jeruk pesanan Ryo dan Gavin.
"Moria kamu tidak apa-apa?" tanya Vera membantu Moria berdiri.
"Berani sekali dia," ucap Dhita ikut membatu Moria.
Moria menatap punggung Jelita benci. "Aku akan membalas ini," desisnya.
Di sisi lain.
Ryo yang melihat jelita dari jauh hanya menatap datar.
"Gavin."
"Ya?"
"Siapa ke tiga cewek jelek itu?"
"Hah jelek? Mereka cewek tercantik di kampus, bro," kata Gavin menatap Ryo aneh.
"Mereka jelek karena sudah membuatku kesal."
"Kenapa memang?" tanya Gavin tidak mengerti yang dimaksud Ryo.
"Bodyguard milikku hanya aku yang boleh menyakitinya."
"Sinting," maki Gavin menatap aneh Ryo.
**
Malam hari di sebuah kamar bernuansa putih dan gold.
Jelita membuka kacamata dan menghapus makeup yang membuat mukanya terlihat jelek dengan bintik hitam. Padahal semua perempuan menggunakan makeup untuk mempercantik penampilan, tapi tidak dengan Jelita yang justru menggunakan makeup untuk menutupi wajah cantiknya.
Kini terlihat muka Jelita yang sebenarnya. Rambut pendek sebahu berwarna chestnut yang terlihat halus, mata amber, kulit putih, hidung kecil namun mancung, alis melengkung, tahi lalat di bawah mata kiri, bibir plum yang kissable.
Dia membuka seluruh pakaiannya dan berjalan menuju kamar mandi, dan terdengar suara gemericik air ketika Jelita menyalahkan shower untuk dia mandi.
20 menit kemudian, Jelita selesai dengan ritual mandinya dan keluar dari kamar mandi dengan hanya terbalut handuk yang menutupi badan hingga setengah lutut.
Namun.
SPLAASH
Lampu tiba-tiba mati.
"GYAAAAAAA!"
"TOLONG AKU!"
"Ryo?"
Dia langsung berlari keluar kamarnya untuk pergi ke kamar Ryo dan melihat keadaan pemuda itu, dia tidak memperdulikan keadaannya yang hanya menggunakan handuk.
BRAK
Jelita membuka paksa pintu kamar Ryo. Dia melihat sekeliling kamar dengan menggunakan lampu flash dari ponsel.
Di pojok ruangan. Ryo tengah meringkuk dengan menenggelamkan kepalanya pada lutut, badan pemuda itu gemetar.
"Tolong... Hiks, ibu..." lirih Ryo dengan ketakutan.
Hati Jelita mencelos melihatnya. Dia memang diceritakan jika Ryo mempunyai rasa trauma akan gelap. Kegelapan yang merengut nyawa sang ibunda Ryo. Jelita tidak menyangka jika pemuda yang sebelumnya terlihat mengesalkan akan menjadi sangat rapuh seperti itu.
"Ryo?" panggil Jelita tapi tidak dihiraukan Ryo. Pemuda itu masih sesenggukan.
"Tenanglah, semua baik-baik saja," ucap Jelita mencoba memegang bahu Ryo.
"Ibu?" tanya Ryo yang mendongak. Suasana kamar yang gelap membuatnya tidak bisa melihat dengan jelas.
Jelita terkejut saat Ryo memeluknya dengan erat. "Ibu... Hiks, jangan tinggalkan Ryo sendiri. Ryo takut," isak Ryo dengan nada seperti anak kecil.
Jelita membalas pelukan pemuda 20 tahun itu. Dia mengusap punggung lebar Ryo untuk menenangkan si pemuda. "Ya, ibu di sini," ucap Jelita kemudian.
SHAATT
Lampu menyala kembali dan Ryo terlihat sudah tertidur pada pelukannya. Jelita mencoba membawa Ryo untuk memindahkan pemuda itu ke atas ranjang.
Setelah memindahkan Ryo dia menyelimuti pemuda itu dan mengusap rambut hitam Ryo. Wajah tidur pemuda itu begitu damai.
Ketika Jelita ingin bangkit Ryo menarik tangannya hingga terjatuh pada pelukan si pemuda.
"Lepas," kata Jelita memberontak. Tapi kekuatan Ryo lebih besar. Dia mendongak untuk menatap Ryo.
Cup
Tapi tindakannya justru membuat bibirnya dan bibir milik Ryo bersentuhan.
Ya, mereka berciuman.
Jelita langsung melepas ciuman itu. Dia menatap horor Ryo yang mencuri ciuman pertamanya, bahkan pemuda itu sedang dalam keadaan tidur. Ingin sekali dia mencekik Ryo.
"Sabar, dia nggak sengaja," gumam Jelita komat-kamit menahan amarahnya.
Ryo semakin erat memeluk Jelita.
Akhirnya jelita pasrah dan bersandar pada dada bidang Ryo. "Ini karena aku kasihan padamu saja," kata Jelita membalas pelukan Ryo.
Gadis itu tertidur setelahnya.
_To Be Continued_
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!