Sebuah mobil mewah berwarna hitam meluncur dari arah jalan raya memasuki gerbang sebuah Universitas terkenal di kota Hongkong.
Seorang pria muda berkulit putih pucat seperti pangsit rebus keluar dari dalam mobil. Sesaat ia menghela napas panjang menatap lurus ke depan, lalu ia balik badan mengambil tas di dalam mobil kemudian menutup pintu mobilnya.
"Hari yang membosankan." Gumamnya seraya melangkahkan kakinya.
Tanpa pria itu sadari, seseorang memperhatikannya dari jarak yang cukup jauh dan mengikuti langkah pria itu hingga memasuki sebuah ruangan. Kemudian ia duduk di kursi dan meletakkan tas nya di atas meja. Sesaat pria itu terdiam sejenak menatap tas miliknya lalu mengeluarkan alat alat lukisnya dari dalam tas.
Sementara seseorang yang memperhatikannya dari luar ruangan terus menatap pria itu dan memperhatikannya melukis. Sesekali ia tersenyum lebar hingga ia terkejut karena pria itu menoleh ke arah kaca jendela lalu ia bersembunyi supaya tidak di ketahui.
Sementara pria yang ada di dalam ruangan menghentikan aktifitasnya saat menyadari ada seseorang yang memperhatikan dan mengikutinya sejak tadi. Ia memasukkan kembali alat alat lukisnya lalu beranjak dari kursi. Melangkahkan kakinya keluar dari ruangan.
Di depan pintu ruangan langkahnya terhenti menoleh ke arah kiri, nampak seseorang tengah berjalan terburu buru menjauh dari kaca jendela.
"Dia siapa?" Tanyanya dalam hati, lalu ia melangkahkan kakinya menyusul orang tersebut.
"Tunggu!" Pria itu menarik bahu orang yang mengikutinya hingga mundur kebelakang. Sesaat pria terdiam menatap kagum wajah orang yang mengikutinya.
Ternyata orang yang mengikutinya seorang pria seusia dengannya, namun yang membuatnya kagum adalah pria tersebut memiliki wajah yang sangat tampan sekaligus cantik.
"Kau siapa?" tanyanya.
"Ahh, aku Reinz." Jawab pria itu seraya mengulurkan tangannya dan tersenyum ramah.
"Kai." Pria tersebut menyebutkan namanya lalu membalas jabat tangan Reinz.
"Mengapa kau mengikutiku?" Tanya Kai.
"Ah itu, aku lihat kau suka melukis. Dan aku juga suka melukis." Jawab Reinz, mengusap tengkuknya sesaat.
"Bisakah kita berteman?" tanya Kai lagi.
Reinz mengangguk cepat.
"Terima kasih!" Kai merangkul bahu Reinz lalu mereka berdua melangkahkan kakinya berjalan bersama menjauh dari ruangan dan di sela sela langkahnya mereka berbagi cerita tentang hobinya yang sama.
***
Jam kuliah telah selesai.
Kai menawarkan diri untuk mengantarkannya pulang. Reinz pun tak keberatan di antar pulang Kai.
"Kai, bagaimana kalau kau makan siang di rumahku?" Tawar Reinz seraya menoleh ke arah Reinz yang menyetir mobil.
"Boleh!" Seru Kai.
"Kalau begitu, antarkan aku membeli bahan yang di perlukan untuk makan siang." Kata Reinz.
Kai mengangguk cepat tanpa menoleh ke arah Rein. Tak lama kemudian mereka telah sampai di halaman rumah Reinz. Kai menepikan mobilnya lalu mereka keluar dari dalam mobil.
"Kai, ini rumahku." Kata Reinz seraya merangkul bahunya, mereka berdua berjalan bersama memasuki rumah, langsung menuju dapur.
Reinz mempersiapkan bahan bahan yang akan di masak untuk makan siang. Sementara Kai duduk di kursi sambil memperhatikan Reinz.
"Kau pasti haus, minumlah!" Reinz menyodorkan segelas minuman segar di atas meja.
"Kau tinggal sama siapa?" tanya Kai menatap wajah Reinz.
Reinz sejenak menatap wajah Kai lalu menghela napas panjang.
"Kalau kau tidak mau mengatakannya, tidak perlu Rein." Kai tersenyum tipis lalu mengangkat gelas minuman segar.
"Aku tinggal bersama kakak laki lakiku, tapi dia terlalu sibuk. Aku sering di tinggal sendirian." Jawab Reinz sambil mengupas bawang.
Kai menganggukkan kepala, ternyata Reinz tidak jauh beda dengan diriny. Kedua kakaknya sibuk dengan pekerjaannya. Sementara ayah dan kakeknya jarang sekali pulang.
Kai mengangguk anggukkan kepalanya lalu menepuk lengan Reinz.
"Kita bisa menjadi teman."
Reinz melirik sesaat ke arah Kai yang duduk di sampingnya lalu tersenyum lebar.
"Tentu Kai!"
Kai meletakkan gelas minumannya lalu berdiri. Ia membantu Reinz memasak. Di sela sela masak, Reinz tak berhenti bercanda. Membuat Kai betah berlama lama dan tak ingin waktu cepat berlalu.
Satu jam berlalu mereka berdua selesai memasak. Lalu makan bersama menikmati hasil masakannya di selingi canda tawa. Hanya dalam hitungan menit, kehangatan diantara mereka berdua tercipta. Kai mengagumi ketampanan wajah Reinz, sementara Reinz merasa nyaman berada di dekat Kai seperti hangatnya kasih sayang yang di berikan kakaknya selama ini.
Sepulang dari rumah teman barunya, Kai kembali merasakan perasaan hampa. Rumah semegah itu selalu sepi, kedua kakaknya sibuk dengan urusannya masing masing. Begitupula dengan ayah dan kakeknya. Semenjak kematian sang ibu, Kai tinggal bersama kakak laki laki, ayah dan kakeknya.
Namun gelimangan harta yang ia miliki tidak membuatnya bahagia, Kai kekurangan perhatian dari anggota keluarganya. Ia menjadi pribadi yang pendiam dan tertutup terhadap siapapun.
Namun sejak pertemuannya dengan Reinz. Rasa sepi yang di rasakan Kai sedikit berkurang. Ia memilih chating bersama Reinz sampai ia ketiduran di kamar pribadinya.
Suara langkah kaki mendekati kamarnya terdengar semakin mendekat. Kai membuka matanya menatap wajah kakak laki lakinya yang bernama Jimi.
"Kau tertidur?" Tanya Jimi menatap adik laki laki kesayangannya.
Kai mengangguk, lalu bangun dan duduk di atas ranjang.
"Aku menunggumu dari semalam, kenapa kakak baru pulang?" Kai balik bertanya.
"Maaf, aku banyak urusan. Lain kali aku usahakan pulang cepat." Jimi mengelus puncak kepala Kai kemudian beranjak pergi dari hadapan Kai.
"Aku buatkan kau sup kesukaanmu." Kata Jimi seraya berlalu dari kamar Kai.
Kai beranjak dari ranjangnya, lalu melangkahkan kakinya menyusul Jimi.
"Kapan Ayah pulang?" Tanya Kai berusaha mensejajarkan langkahnya.
"Ayah dan kakek, pulang minggu depan." Jawab Jimi, sesaat menghentikan langkahnya menatap Kai.
"Aku harap, suatu hari nanti akulah prioritas utama. Bukan pekerjaan." Celetuk Kai lalu balik badan kembali ke kamar pribadinya.
Jimi tertegun mendengar keluhan Kai. Menghela napasnya berat lalu melanjutkan langkah kakinya menuju kamar pribadinya.
***
Sementara di rumah Reinz.
Ia tengah asik melukis di taman rumahnya setelah Kai pulang. Tiba tiba ia di kejutkan dengan kedatangan seorang gadis cantik berambut panjang di ikat rapi, menghampiri dan menyapa Reinz.
"Boleh aku temani?" Gadis itu menawarkan diri, tersenyum ramah kepada Reinz.
Reinz menoleh ke arah gadis itu dan menatap tajam.
"Kalau kau tidak berkenan tidak apa apa." Kata gadis tersebut, menelan ludahnya mendapatkan tatapan tajam Reinz.
"Hmm!"
"A, apa?" Tanya gadis itu mulai bingung tiap kali ia mendekati Reinz namun selalu bersikap dingin dan menunjukkan sorot mata rasa tidak suka akan kehadirannya.
"Yumna." Panggil Reinz.
"Ya?" Jawab gadis yang bernama Yumna
"Pergilah, menjauh dariku." Reinz mendorong bahu Yumna dengan kasar hingga mundur kebelakang.
"Pergi!"
"Maaf.." kata Yumna menundukkan kepalanya.
"Pergi!"
Yumna menganggukkan kepalanya lalu balik badan. Sesaat terdiam, lalu melangkahkan kakinya menjauh dari Reinz. Entah sudah berapa kali Yumna selalu mendapatkan perlakuan kasar dari sosok Reinz yang ia cintai.
Sementara dari jauh, terlihat kakak laki laki Reinz memperhatikan adiknya bersikap kasar terhadap wanita. Ia menghela napas panjang lalu melangkahkan kakinya mendekati Reinz.
"Kakak?" Sapa Reinz sedikit terkejut dengan kedatangan kakaknya yang bernama Arkanza.
"Aku melihatnya." Kata Arkanza menatap tajam Reinz.
"Maaf, aku tidak bisa." Reinz menundukkan kepalanya.
Arkanza tersenyum tipis sambil menepuk bahu Reinz berkali kali.
"Kita makan di luar." Ajaknya.
Reinz menganggukkan kepalanya lalu melangkahkan kakinya mengikuti Arkanza dari belakang, lalu mereka berdua masuk ke dalam mobil.
"Kau tidak menyukainya?" Tanya Arkanza di dalam mobil.
Reinz menggelengkan kepala tanpa menoleh sedikitpun.
Arkanza melirik sesaat, lalu kembali fokus menatap ke depan.
"Aku akan pergi beberapa hari, kau akan tinggal sendirian di rumah."
"Tidak apa apa." Jawab Reinz melirik sesaat ke arah Arkanza.
Arkanza tersenyum tipis, sebenarnya ia tidak perlu meminta izin Reinz. Karena ia sudah terbiasa meninggalkan adiknya sendirian di rumah, yang terpenting buat Reinz adalah, ia tidak kekurangan kasih sayang dan perhatian dari nya.
Ke-esokan paginya kembali Reinz dan Kai bertemu lagi di kampus. Sejak pertemuan pertama, mereka menjadi sahabat dekat dan saling melengkapi satu sama lain.
Di jam jam tertentu mereka habiskan waktu bersama. Melakukan kegiatan belajar bersama di taman kampus. Reinz tak memperdulikan hal lain meski teman teman perempuannya berusaha mendekati dan mencari perhatiannya. Namun Reinz fokus ke sahabat barunya dan lebih nyaman saat bersamanya.
"Hari ini aku tidak bisa ikut bersamamu." Kata Kai menatap wajah Reinz.
"Kenapa?" Tanya Reinz raut wajahnya terlihat sedih.
"Untuk pertama kalinya, kakakku mau makan bersama." Jawab Kai.
"Baiklah, semoga mereka menepati janjinya." Reinz tersenyum lebar.
Kai mengangguk pelan, lalu mereka berjalan bersama keluar dari kampus. Sepanjang jalan Kai merangkul bahu Reinz dan berbisik di telinganya.
"Lihatlah, gadis gadis di ujung sana memperhatikan ketampananmu." Bisik Kai.
"Ahh, kau bisa saja." Reinz menepuk bokong Kai pelan.
Kai tertawa lebar, mencubit pelan lengan Reinz.
"Mungkin aku bisa main dulu ke rumahmu?" Kai melirik Reinz.
Reinz berhenti melangkah, menatap Kai cukup lama. Sebenarnya ia juga masih ingin menghabiskan waktu bersama Kai.
"Sebaiknya kau pulang, bukankah malam ini kau dan kakakmu hendak makan malam?" Ucap Reinz.
Kai mengangguk cepat. "Baiklah!"
"Cepatlah kau pulang dan bersiap siap." Reinz memeluk tubuh Kai dengan erat.
"Terima kasih untuk hari ini." Kata Kai membalas pelukan Reinz.
Reinz mengangguk, lalu melepaskan pelukannya. Membukakan pintu mobil untuk Kai.
"Hati hati di jalan!" Seru Reinz seraya melambaikan tangannya ketika mobil milik Kai meninggalkan kampus.
Reinz menggelengkan kepala pelan, tersenyum bahagia lalu ia bergegas menuju mobil miliknya dan kembali pulang.
***
Sesampainya di rumah. Kai menyiapkan bahan bahan yang akan di masak untuk makan malam bersama kakaknya.
Kai sengaja memasak sendiri makanan kesukaan Jimi. Waktu terus berlalu, makanan telah siap dan tersaji diatas meja. Kai bergegas ke kamar pribadinya dan masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri.
Satu jam berlalu, Kai telah selesai dengan dirinya, lalu bergegas menuju meja makan dan duduk di kursi menunggu kakaknya pulang.
Detik berlalu, menit berganti. Kai menunggu dengan gelisah, sesekali ia melihat jam tangannya.
"Mungkin kakak lagi dalam perjalanan." Gumam Kai.
Satu jam berlalu Kai menunggu dengan sabar. Namun Jimi tak kunjung datang, akhirnya Kai mulai bosan. Ia menaikkan kedua tangannya di atas meja, di jadikan bantal untuk kepalanya. Perlahan Kai memejamkan matanya dan sesekali menguap dan akhirnya ia tertidur pulas.
Dua jam berlalu, Kai masih tertidur. Hingga akhirnya Jimi pulang kerumah dan mendapati Kai tidur di ruang makan.
Tangan Jimi terulur mengusap lembut rambut Kai. Perlahan Kai membuka mata dan mengangkat kepalanya menatap kecewa ke arah Jimi.
"Kau terridur di sini?" tanya Jimi.
Kai menghela napas dalam lalu beranjak dari kursi.
"Kau tidak menepati janji lagi." Kai berlalu dari hadapan Jimi.
"Maafkan aku!" seru Jimi.
Namun Kai kembali harus kecewa. Ia merasa dirinya tidak ada artinya, pekerjaan lebih mereka utamakan.
"Kai!" panggilan Jimi tidak di hiraukan Kai. Ia terus berjalan menaiki anak tangga menuju kamar pribadinya.
Jimi menghela napas seraya melonggarkan dasinya lalu duduk di kursi menatap makanan yang sudah Kai siapkan.
"maaf.." gumam Jimi, lalu mendongakkan kepala menatap pintu kamar Kai yang tertutup rapat.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!