Brak brak brak....
Gedoran pintu mengusik dua orang yang masih nyenyak tidur di slimut yang sama.
Rendra menggeliat, kepalanya terasa pusing dan berat. Namun betapa terkejutnya dia saat melihat ada penghuni lain di ranjangnya.
Apa yang terjadi? Mengapa aku bisa tidur dengan wanita ini? Aku tidak ingat apa-apa. Batin Rendra menganalisa keadaan.
"Bangun! Lancang sekali kamu tidur bersamaku!" teriaknya lantang membuat wanita itu terlonjak dan bangun dari tempat tidurnya. Tanpa malu dia mengambil bajunya kemudian memakainya.
"Maaf Pak, saya... Saya..." ucapa wanita itu terbata.
"Jelaskan bagaimana bisa kita tidur berdua di sini?" Rendra nampak murka.
"Kemarin Pak Rendra mabuk, dan kita...!" jawab perempuan itu terbata.
"Omong kosong! Bahkan aku tidak menyentuh minuman semalam. Apa kau sudah menjebakku?" cecar Rendra lagi.
"Saya... Saya..." wanita itu tak bisa berkata-kata dengan benar.
Brak... Brak... Brak....
Suara gedoran pintu bertambah kencang.
"Buka, kami dari aparat kepolisian!"
"Aahhh... Sial!" teriak Rendra.
"Kamu... Ingat! Apapun rencanamu, setelah ini jangan harap kamu akan bahagia!" Rendra memakai bathrobe yang ada di sana dan berjalan menuju pintu.
Brak... Brak... brak...
Ceklek....
Rendra melihat pria dan wanita paruh baya datang bersama beberapa kameramen yang Rendra duga adalah wartawan dan beberapa anggota polisi.
"Kami mendapat laporan bahwa Anda membawa lari anak mereka ke sini. Maaf, kami akan memeriksa ke dalam." kata polisi itu.
Rendra menyingkir dari pintu. Terlihat wanita yang tadi tidur bersamanya sedang sedang menangis histeris.
"Tolong Pak, dia telah memperkosa saya. Hik hik hik...." wanita itu mulai berakting.
Sialan, apa sebenarnya yang terjadi. Mengapa aku sama sekali tidak ingat apa-apa? Tenang Ren... Kamu harus tenang! Batin Rendra menyemangati dirinya.
Setelah perdebatan panjang akhirnya Rendra ikut ke kantor polisi.
" Tidak perlu muter-muter, apa yang kau mau?" tanya Rendra masih menahan emosi.
Mengapa dompet dan ponselku juga raib, siapa sebenarnya yang sudah merencanakan ini? Batin Rendra.
"Baiklah Pak Polisi, kami sebagai orang tua tidak terima dengan apa yang sudah dilakukannnya. Namun karena ini sudah terjadi. Kami meminta pria ini untuk menikahinya. Saya ingin perjanjian hitam di atas putih. Yang menyatakan kesediannya untuk menikahi anak saya dan menafkahinya secara layak." ucap laki-laki peruh baya itu.
Permainan macam apa ini. Baiklah, kau ingin bermain-main denganku rupanya. Batin Rendra sambil tersenyum sinis.
"Oh... Jadi kamu menginginkanku, kenapa harus dengan seperti ini? Mengapa kau tidak katakan langsung tadi, hahaha..." tawanya seperti menyimpan sejuta makna.
"Kamu adalah sahabatnya Rosa kan? Apakah kau cemburu karna semalam dia menggodaku?" tanya Rendra yang sudah tenang dan berbalik memainkan peran.
"Saya... Saya... Ti... Tidak tau... Pak!" ucap wanita itu terbata.
Sekarang dia merasa terintimidasi dengan tatapan Rendra. Selama ini dia hanya tahu bahwa Rendra adalah atasannya di hotel sebagai manager pemasaran.
Wanita itu bernama Bella, dia hamil dengan seorang pria yang juga bekerja di hotel yang sama, Namun dia baru tahu bahwa lelaki yang menghamilinya sedang berselingkuh dengan teman satu bagian benama Rosa. Dan semalam Bella melihat Rosa sedang merayu Rendra.
Meski Rendra tak menanggapi, tapi yang ada di kepala Bella adalah dia ingin memiliki Rendra dan menjadikan bayi yang berusia beberapa minggu itu sebagai alatnya nanti. Sepertinya tak akan ketahuan, jika dia mengaku dia hamil karna perbuatan Rendra malam ini.
Rendra menyeringai, "Baiklah saat ini juga aku akan menikahinya, di sini. Atau tidak sama sekali!" ucap Rendra tegas.
Dia menyambar kertas perjanjian itu dan membacanya. Di dalamnya tertulis bahwa Rendra harus menikahi Bella karna telah menodainya dan memberikan nafkah yang layak, karna sebagai seorang manager tentunya berpenghasilan lumayan besar pihak mereka meminta anaknya diberikan nafkah 20 juta per bulan. Sedang poin yang lain tidaklah penting.
Kalian salah mencari lawan! Kalian pikir kalian bisa mengurasku? Hahahaha... 20 juta? Bahkan itu hanya uang jajan Rasya yang masih TK. Astaga! Batin Rendra ingin tertawa.
Rendra masih bersyukur, tak ada yang mengenalnya identitasnya di tempat ini. Tidak ada dalam perjanjian yang menuntutnya untuk menikah resmi kan? Ah, dasar mereka pecundang bodoh, Rendra masih saja mengumpat di dalam hati.
"Apakah tidak sebaiknya jika kamu menghadirkan orang tua kamu nak." ucap orang tua Bella melunak.
"Tidak, mereka ada di kota lain yang jauh."ucap Rendra datar.
"Baiklah, akan kami siapkan acaranya."
$$$$$$$
Setelah kejadian itu, Rendra membawa Bella ke salah satu apatermennya yang paling sederhana. Ah, sebenarnya sayang. Meskipun sederhana, apartemen ini mempunyai banyak cerita saat dulu masih kuliah, Rendra sering menghabiskan waktu bersama teman-temannya di apartemen ini. Tapi dia tidak mungkin membawa wanita licik ini ke apartemen yang lebih mewah ataupun ke rumah nya kan? Dia tidak ingin identidasnya terbongkar sebelum misi berhasil.
"Jangan berharap apapun pada pernikahan kita." ucap Rendra tegas.
"I... Iya Pak!" jawab Bella masih aura ketakutan. Bukankan dia yang memulai? Namun sepertinya dia tidak akan kuat menjalaninya.
"Kamarmu di sana, jangan pernah memasuki kamarku, apa lagi sampai menyentuh barang-barangku! Jaga batasanmu!" ucap Rendra lagi masih mengintimidasi.
Bruk...
"Itu kan yang kamu mau? Ambillah!" Rendra melemparkan 2 gepok uang merah ke atas meja.
Tanpa mendengar atau melihat reaksi wanita itu, Rendra masuk le ruang kerjanya dan menguncinya dari dalam.
Setelah punggung Rendra menghilang di balik pintu, Bella segera mendekati uang itu. Matanya melebar.
"Astaga, ini benar 20 juta? Uang asli kan ini? Papa memang keren idenya bikin surat perjanjian itu." gumam Bella kegirangan.
Bukan Bella sebenarmya yang membuat rencana penjebakan atas Rendra. Namun karena Bella mengetahui rencana Rosa yang sempurna akhirnya dia menyabotasenya. Jika ada yang nantimya menyelidiki kasus ini, Rose lah yang akan disalahkan. Perannya semalam hanyalah mengganti obat perangsang dengan obat tidur, lalu mengarahkan ke kamar yang berbeda. Menurutnya akan riskan jika dalam keadaan hamil dia harus berhubungan dengan laki-laki yang berada dalam pengaruh obat. Bisa saja n*fs*nya tak dapat dikendalikan. Jika sampai dia keguguran maka dia tak akan bisa menuntut untuk menikahinya bahkan nama baiknya juga akan hancur.
Tadi pagi buta Bella hanya memerima telepon dari orang tuanya. Bella mengatakan jika dia ada di kamar hotel dengan orang asing dan saat ini dia sudah tidak suci lagi. Selebihnya yang terjadi, itu adalah inisiatif orang tuanya sendiri.
Bella memasuki kamarnya. Dia tak mau berpusing-pusing dulu memikirkan apa yang akan terjadi nanti. Yang penting sekarang dia bisa menikmati fasilitas sebagai istri manager.
"Sekarang kamu menolakku. Tapi lama kelamaan kamu akan bertekuk lutut di kakiku Pak Rendra yang terhormat. Hahahaha." Sebagai seorang house keeping tentunya pengasilannya tak seberapa dan sekarang dia akan mendapatkan uang sangat banyak setiap bulan. Di otaknya sudah merancang akan digunakan untuk membeli apa saja uang yang dia dapat.
"Selidiki apa yang terjadi kemarin malam di pesta yang saya hadiri." perintah Rendra pada orang kepercayaannya saat melakukan panggilan di ruang kerjanya.
"Baik Pak!" jawab Rayyan.
"Berapa lama lagi kira-kira misi kita selesai, apakah mereka sudah menunjukkan pergerakan?" tanya Rendra lagi.
"Sepertinya, memang dialah yang sudah menusuk kita dari belakang. Kami sudah menemukan sedikit bukti yang mengarah ke sana Pak." jawab Rayyan.
"Baiklah. Sekarang lakukanlah penertiban kepada semua pegawai hotel. Besok aku akan mengadakan sidak di resto hotel. Persiapkan semuanya!" perintah Rendra lagi.
Panggilan berakhir.
"Baiklah akan kami persiapkan." jawab Rayyan lagi.
Rendra menyugar rambutnya kasar, cabang hotel ini terlalu banyak yang tidak beres. Bagaimana bisa kakaknya sampai kecolongan? Beruntung Rendra mempunyai orang-orang yang dapat diandalkan seperti Rayyan dan Samudra, asisten pribadinya.
Rendra memang tak menganggap pernikahannya. Dia hanya tidak ingin membuang-buang waktu melayani permainan konyol ini. Pernikahan yang dia impikan bukan seperti ini. Dia ingin menikah sekali seumur hidup.
Jika pun tidak dengan wanita pilihannya, setidaknya dia bisa menikah dengan wanita baik-baik.
Tapi mana ada wanita baik- yang bisa mejebak laki-laki untuk naik ke ranjangnya?
"Ya Allah, aku harus apa sekarang. Bukan berarti aku mempermainkan janjiku padaMu. Jika memang ini takdirmu, maka jadikanlah dia wanita yang baik. Dan bukakanlah hatiku untuknya." doa Rendra lirih.
"Tapi mengapa Kau terus saja mengirim gadis itu dalam mimpiku. Aku pikir dia adalah jodoh yang harus ku tunggu. Ahhhh.... Ya sudah, aku ikuti alurMu saja Tuhan." ucapanya lagi.
Rendra sebenarmya orang humble, namun juga tegas dan berkharisma saat sedang bekerja. Dia bukan orang yang mudah ditindas dan bukan juga orang yang suka menindas. Semua sesuai dengan porsinya masing-masing.
TBC
Mohon dukungan untuk karya keduaku
Tekan 👍 dan ❤️
Makasih❤️❤️
Waktu berlalu begitu cepat. Apa yang bisa dia harapkan dari pernikahan yang tak diinginkan. Meski berulang kali Rendra mencoba mengatakan pada dirinya untuk menerima ini sebagai takdir, nyatanya tubuh dan hatinya selalu menolaknya.
Bella yang ternyata gadis liar malah membuatnya tak nyaman berlama-lama ada di dekatnya. Selama 6 bulan pernikahan nyatanya malah membuatnya menjadi seperti orang lain. Dia jarang pulang ke apartemen yang ditempati Bella. Ini tak bisa dibiarkan, setidaknya dia harus jujur pada keluarganya.
Perut Bella terlihat membuncit, tubuhnya semakin melar. Keenakan hanya bersenang-senang, makan, belanja dan jalan-jalan membuatnya lupa diri. Dia sudah tak peduli Rendra bisa mencintainya atau tidak, yang penting uang Rendra terus mengalir untuknya. Jika uang Rendra sudah dia kuasai, Rendra tak mungkin mencari wanita lain kan? Bukankah suatu hari juga Rendra bakalan menerima dia karena ada anak dia antara mereka. Pikirnya sesederhana itu.
"Ren... Hari ini ada jadwal periksa, anakmu ingin ayahnya yang menemani. Masa tiap periksa yang nganter pak sopir." ucap Bella pura-pura bertingkah manja.
Ok, mungkin hari ini aku harus memastikan keraguanku. Pikir Rendra.
"Jam berapa?" tanya Rendra datar.
"Tadi sudah daftar online dapat urutan 7. Kira-kira jam 4 Sore." ucap Bella.
"Baiklah." jawab Rendra singkat lalu mematikan sambungan telponnya.
Siang ini Rendra duduk di pojokan resto hotel. Hari ini dia berpakaian layaknya pengunjung. Dia memperhatikan semua karyawan di sana, memastikan sikap dan pelayanan mereka terhadap tamu sudah sesuai standar.
Dari kejauhan terlihat seluet gadis cantik berkerudung biru senada dengan seragam waitress yang dipakainya.
Sejenak di mengerutkan keningnya.
"Seperti tidak asing, tapi siapa ya. Gadis itu.... sepertinya aku sering melihatnya." gumam Rendra.
Brak... Prang...
Terlihat gadis itu jatuh dengan isi nampan yang sudah pecah berhamburan di lantai.
"Kamu..." tunjuk seseorang pada gadis itu, "Kalau kerja yang bener. Kamu sudah mengotori bajuku. Kamu tahu, sebentar lagi aku ada pemotretan. Kamu taggung jawab sekarang!" teriak seorang wanita yang terkena tumpahan minum tadi.
Rendra masih mengamati perdebatan mereka sambil bersedekap dada.
"Maaf mbak, tadi saya mau lewat tiba-tiba mbak menyikut bahu saya." ucap gadis itu membela diri.
"Kamu mau menyalahkan saya? Belagu sekali kamu ya, mana manager kamu? Saya tidak terima, pokoknya saya mau kamu dipecat sekarang juga." teriak wanita itu lagi.
Sesungguhnya Rendra tahu sejak tadi wanita itu terlihat sengaja ingin menjatuhkan gadis itu. Rendra ingin tahu, bagaimana gadis itu akan membela diri.
"Kamu tahu? Aku ini model, jika peristiwa ini saya up di sosmed, reputasi restoran ini akan hancur. Dan penyebabnya adalah kamu. Dan selajutnya kamu tahu apa yang akan terjadi? Selain kamu akan dipecat, kamu juga pasti akan dimintai pertanggungjawaban." ucap wanita itu terlihat memprovokasi.
"Maaf Mbak, saya bekerja bukan untuk mencari gara-gara. Dan kejadian tadi juga memang bukan kesengajaan saya. Tapi sungguh, saya minta maaf mbak. Jika ini membuat mbaknya ga nyaman. Kalau mbak mau, saya bisa bantu bersihkan. Atau mbak mau saya loundry dulu, cepet kok mbak." ucap gadis itu.
" Kamu mau merusak baju saya? Baju saya ini mahal, 2 kali lipat gaji kamu. Sini... Kamu ganti rugi saja mungkin saya akan melupakan ini." ucap wanita itu sambil menengadahkan tangannya.
"Aduh mbak... Maaf, saya belum gajian, lagian saya baru 2 minggu kerja di sini. Jadi mana mungkin saya punya duit sebanyak itu." jawab gadis itu lalu menunduk.
"Ck, gak berguna. Miskin aja blagu! Kalo gitu panggilkan manager kamu. Kamu harus dipecat. Titik." ucap wanita tadi.
Tak lama seorang pria datang. Sepertinya, dialah manager resto ini.
"Permisi Nona, saya manager di resto ini. Apakah ada yang bisa saya bantu?" tanya manager itu sopan.
"Pelayan ini sudah mengotori baju saya. Lihatlah, bahkan dia juga sudah membuat pemandangan yang tidak enak dengan menumpahkan makanan dan minuman dilantai. Lihat juga pecahan beling di mana-mana. Itu membahayakan pengunjung lho. Tadi saya minta dia ganti rugi pakaian saya, tapi katanya dia tidak punya uang. Pokoknya saya tidak mau tahu, kalau Bapak tidak memecat dia sekarang juga, maka nama baik resto ini yang akan jadi taruhannya." ancam wanita itu.
"Sebelumnya, maaf atas ketidaknyamanan Anda Nona...." ucap manager terputus saat akan menyebutkan namanya.
"Bapak tidak mengenal saya? Saya seorang model lho! Saya ini Veronika Dewi. Masa ga kenal sih." ucap Veronika dengan nada sinis.
Astaga, memangnya dia seterkenal apa sih sampai semua orang haru mengenalnya. Batin manager itu.
Wanita ini terlalu tinggi menempatkan dirinya. Tidak sadar diri! Umpat Rendra dalam hati.
"Ah, baiklah Nona Veronika, maaf atas keteledoran kami. Untuk memberhentikan karyawan kami memiliki prosedur khusus. Biarkan kami yang akan mengurusnya." ucap manager menenangkan Veronika.
"Dan kamu... Zalfa! Nanti ketemu langsung dengan saya setelah ini!" ucap manager itu sambil membaca nama yang tercetak di ID card yang di pakai gadis itu.
Oh... Namanya Zalfa? Menarik! Batin Rendra.
Veronika nampak tersenyum puas pada manager itu.
Zalfa segera membereskan kakacauan yang tidak sengaja ia buat setelah Veronika dan manager tadi pergi.
Tok tok tok...
Zalfa mengetuk pintu ruangan sang manager
"Masuk!" titah manager yang dia ketahui benama Riko itu.
"Maaf untuk kejadian yang tadi Pak. Saya benar-benar tidak sengaja." ucap Zalfa yang dengan suka rela meminta maaf tanpa di minta.
"Ini bukan hanya masalah di sengaja atau tidak di sengaja Zalfa. Mungkin hari ini kita sial karna berusuran dengan publik figur. Walaupun tidak terkenal tapi kamu tahu kan lingkup mereka saling berkaitan. Saya hanya tidak mau nama resto ini jadi buruk hanya karna saya mempertahankan kamu." ucap Riko meminta pengertian Zalfa.
"Jadi... Saya dipecat Pak?" tanya Zalfa dengan nada sendu.
"Maafkan saya Zalfa, mungkin ini yang terbaik. Jangan khawatir, meskipun kamu baru bekerja selama 2 minggu, namun kamu akan menerima gaji kamu 1 bulan full. Jadi saya mohon kerja samanya. Silahkan tanda tangan di sini dan ini gaji kamu." ucap manager itu.
Dengan berat akhirnya Zalfa membaca dan mendatangani surat itu.
Setidaknya aku harus bersyukur masih mempunyai uang untuk sebulan ke depan. Setelah ini aku akan cari kerja lagi. Batin Zalfa.
"Sudah Pak. Maaf, ini saya terima. Maaf jika selama saya bekerja, saya banyak melakukan kesalahan. Saya permisi Pak." ucap Zalfa.
Sebenarnya Rico juga tak tega. Rico Adalah manager yang khusus menangani resto hotel ini. Sedikit banyak dia juga tahu semua karyawan resto ini. Zalfa menurutnya gadis yang baik, ramah dan supel. Hanya saja sedikit tertutup untuk urusan pribadi. Rico hanya tahu bahwa Zalfa telah menikah sebulan yang lalu.
"Tunggu!" ucap Rico.
Zalfa yang baru saja memutar handle pintu pun berbalik.
"Iya Pak?" tanya Zalfa penasaran.
"Kamu butuh banget pekerjaan? Di perusahaan pusat ada lowongan, tapi hanya sebagai office girl. Kalau kamu mau saya bisa merekomendasikan kamu." ucap Rico
"Yang bener Pak? Saya mau Pak. Alhamdulillaah Ya Allah!" ucap Zalfa penuh syukur.
Bagamanapun juga, Zalfa tak mau menggantungkan hidup pada suaminya, yang bahkan sampai sekarang hanya menganggapnya orang asing.
Zalfa yakin, semua yang terjadi dalam hidupnya adalah takdir. Dia hanya harus menguatkan hati, biar Tuhan yang mengatur kemana kakinya harus melangkah.
Setelah urusannya selesai dia melangkah ke luar hotel & resto itu. Dia memutuskan untuk mengunjungi kedua makam orang tuanya.
"Mama, Papa... Zalfa datang. Maaf, waktu 40 hari Zalfa tidak datang. Mama dan Papa tidak usah khawatir... Zalfa sudah bisa hidup lebih baik. Zalfa sudah bisa cari duit sendiri. Zahra sudah dewasa kan?" ucap Zalfa sambil terisak.
"Zalfa ga nangis kok. Zalfa cuma kangen Papa dan Mama. Ya Allah berikanlah tempat yang indah untuk Mama dan Papaku. Ampunilah dosanya, kuatkanlah aku dalam menjalani takdir yang Kau tuliskan. Aamiin..." doa Zalfa masih sambil terisak.
Tak jauh dari tempat Zalfa, seseorang yang sejak tadi membuntutinya ikut trenyuh. Dia perlahan melangkah meninggalkan Zalfa dan kembali ke mobilnya.
"Aku ingin mendapatkan info detail tentang gadis itu Sam." ucap Rendra dengna suara berat.
"Baik Pak. Apa ada yang ingin Pak Rendra lakukan untuk gadis itu." ucap Asisten Rendra yang tahu arah pembicaraan bosnya itu.
"Sementara tidak, aku hanya ingin kau memastikan dia hidup dengan baik. Entahlah Sam, aku seperti mengenalnya. Tapi aku lupa di mana pernah bertemu." ucap Rendra dengan arah pandangnya masih tertuju pada gadis di pemakaman itu.
Zalfa mengusap sisa air mata di pipinya. Lalu mengakkan tubuhnya.
"Ma... Pa... Zalfa pulang dulu ya. Berbahagialah di sana." ucap Zahra lirih lalu melangkahkan kaki keluar dari area pemakaman.
Zalfa memutuskan untuk mampir dulu ke rumah peninggalan orang tuanya. Rumah yang sangat sederhana namun selalu memberikan kehangatan baginya, karna orang tua yang sangat menyayanginya.
Baru sampai di halaman, ingatan Zalfa sudah seperti kaset yang diputar ulang. Peristiwa naas itu terjadi saat dirinya selesai ujian sekolah. Saat sampai di gang depan rumah sudah ada bude yg menghadangnya dan langsung mengajaknya menuju rumah sakit.
"Ada apa bude? Kenapa Bude sangat cemas. Terus kita mau kemana? Kenapa tidak langsung pulang. Zalfa belum izin Mama lho ini." ucap Zalfa yang masih bingung dengan apa yang sebenarnya terjadi.
Bude tidak menjawab, dia hanya mendekap tubuh zalfa sambil menangis saat masih di dalam angkot.
Saat sampai di rumah sakit, Zalfa tambah bingung saat mendapati Pakdenya sedang tegang di depan ruang UGD. Dia berjalan mondar mandir, sambil sesekali mengusap air matanya.
"Pakde... Pakde kenapa? Siapa yang sakit? Kenapa menangis? Jawab Pakde!" antara bingung dan panik, suara Zalfa meninggi.
Pakde dan Bude bukannya menjawab malah memeluk Zalfa.
"Kamu harus sabar dan kuat ya sayang. Mama dan Papamu di dalam sedang berjuang. Doakan agar mereka bisa bertahan!" suara Pakde terdengar serak.
Zalfa segera melepaskan pelukannya.
"Apa maksudnya pakde? Mama dan Papa kenapa? Tadi pagi mereka baik-baik saja kok. Jangan bercanda Pakde!" ucap Zalfa mulai panik.
Tak lama datanglah dua orang yang pakaiannya terlihat banyak noda darah.
"Bagaimana keadaan pasien di dalam Pak?" tanya pria paruh baya dengan nada khawatir.
Zalfa masih menerka-nerka apa sebenarnya yang terjadi.
Pakde belum sempat menjawab, tapi ruangan sudah terbuka, muncullah dokter yang menangami pasien di dalam.
"Bagaimana dok?" tanya mereka bersamaan.
Zalfa masih belum bisa mencerna keadaan. Ini terlalu cepat.
"Kami sudah berusaha, tapi sepertinya Tuhan berkehendak lain. Pasien tidak dapat diselamatkan." ucap dokter yang menangani pasien.
Deg deg deg... Zalfa menegang.
Sedang Pakde dan Bude sudah menangis sambil berpelukan.
"Ini kenapa sih? Siapa sebenarnya yang sakit Pakde?" Zalfa mendadak panik.
Pakde dan bude dengan cepat menghampiri Zalfa lalu memeluknya.
Mereka sama-sama begitu terpukul dengan kejadian mendadak yang menghilangkan nyawa orang tua Zalfa.
TBC...
Jangan lupa tinggalkan komentarnya
Tekan 👍 dan ❤️ juga.
Makasih ❤️❤️
"Zalfa kamu yang sabar ya sayang... Mama dan Papamu baru saja mengalami kecelakaan. Dan ternyata mereka tidak tertolong." ucap Pakde sambil memeluk Zalfa.
"Apa? Jangan bercanda Pakde! Ini tidak mungkin, Pakde bohong kan?" sahut Zalfa sambil meronta ingin melepaskan pelukan pakdenya.
"Sabar sayang... Ini musibah, kamu harus ikhlas ya Nak?" ucap Bude berusaha ikut menenangkan Zalfa.
"Enggak! Pakde dan Bude pasti bohong. Zalfa mau melihat mereka, yang di dalam pasti bukan mereka. Kalian pasti salah orang." teriak Zalfa sambil menangis histeris.
Zalfa melepaskan pelukan mereka, dia masuk ke dalam setengah berlari, dia memelankan langkahnya saat mendekati kedua brangkar yang telah ditutupi kain putih itu.
Deg deg deg...
Jantung Zalfa berdetak tak menentu. Semakin mendekat, suasana hatinya semakin tak menentu.
Pakde dan Bude masih setia mengikuti di belakangnya. Mereka juga masih shock dengan kejadian tak terduga ini. Namun mereka harus jadi penguat untuk keponakannya ini.
Perlahan tangan Zalfa naik dan menyentuh ujung kain yang menutupi kepala salah satu mayat yang ada di brangkar tersebut. Tangannya bergetar saat rambut mulai terlihat. Meski hanya ujung rambut, zalfa mengenalinya.
Rambut papanya yang selalu dia elus-elus saat merajuk atau merayu karna menginginkan sesuatu dulu saat masih kecil. Dan saat Zalfa sudah besar pun dia selalu senang memijit kepala papanya, entah itu karna memang sedang pusing, atau sekedar mencari perhatian papanya.
Setelah seluruh kepala terbuka, tangis Zalfa kembali pecah.
"Papa... Bangun Pa! Jangan tinggalin Zalfa, Zalfa akan patuh Pa. Jangan tinggalin Zalfa! Papa..."
Dengan tak sabar Zalfa membuka lagi kain penutup mayat yang satunya.
"Mama... Bangun Ma... Zalfa sama siapa kalau kalian pergi. Kalian pasti sedang bercanda kan? Ma... Bangun!" tangis Zalfa makin kencang, tubuhnya ambruk di lantai masih sambil menangis.
Bude menarik Zalfa ke dalam pelukannya dan berusaha menenangkan.
"Sayang... Manangislah, tidak apa-apa. Luapkanlah, jangan dipendam! Tapi ingat setelah ini kamu harus mangatur emosimu. Lihatlah mereka. Bahkan Tuhan tak membiarkan mereka merasakan sakit berkepanjangan. Insya Allah, mereka meninggal dalam keadaan husnul khotimah. Doakanlah mereka sayang. Kamu sayang sama Papa dan Mama kan?" ucap Bude sambil mengelus punggung Zalfa agar dia tenang.
Meski masih menangis sesenggukan, namun Zalfa masih mendengar apa yang dikatakan Budenya. Ini terlalu mendadak, tentu saja siapa pun akan sangat terpukul dan sulit menerima ini sebagai kenyataan yang harus dia jalani.
$$$$$$
Setelah proses pemakaman selesai Zalfa dipapah pulang oleh Budenya.
Di rumah masih nampak tetangga yang ada di sana untuk membereskan meja dan kursi yang dipakai untuk duduk pelayat tadi. Di sana juga masih ada terparkir mobil mewah yang Zalfa sendiri pun tidak kenal pemiliknya. Entahlah, Zalfa tidak menghiaraukan. Pikirannya masih kacau. Dia sedang berusaha menata hatinya.
"Pak... Bu... Maaf sekali lagi. Meskipun kami tahu kata maaf tidak akan mengembalikan keadaan mereka. Tapi setidaknya izinkanlah kami untuk bertanggung jawab." Ucap seorang pria paruh baya dengan nada penyesalan. Ternyata pria itu yang menabrak orang tua Zalfa.
Mereka sangat berterima kasih kepada keluarga Zalfa karna mau menyesesaikan kejadian ini dengan jalur kekeluargaan.
Meski sudah memberikan uang untuk santunan yang jumlahnya tidak sedikit, namun sebagai seoarang manusia yang masih punya hati, tentunya mereka juga memikirkan perasaan Zalfa dan masa depannya.
Zalfa yang baru saja selesai melaksanakan ujian nasional, belum tahu kapan ijazahnya akan di terima, tapi orang tuanya sudah harus meninggalkannya seorang diri.
"Sudahlah Pak, Bu... Saya tahu ini hanya musibah. Doakan saja agar kami bisa kuat menghadapi ini, terutama anak semata wayangnya. Doakan agar dia bisa melanjutkan hidupnya dengan baik, jika pun tidak bisa kuliah, setidaknya dia bisa mendapatkan pekerjaan yang layak." ucap Pakde.
"Karena itulah, saya mohon. Biarkan kami membawa Zalfa. Saya.... Saya ingin meminang nak Zalfa untuk putra saya Ervan. Jika Bapak mengizinkan, kami akan kembali dengan anak kami. Meskipun hanya secara siri kami ingin langsung menikahkan mereka. Untuk meresmikan secara hukum negara nanti bisa menyusul." ucap pria yang diketahui bernama Pak Gery.
Pakde hanya mengangguk-anggukkan kepala, sesaat dia menengok ke arah Zalfa yang sedang duduk di dekat jendela sambil memandang ke arah luar dengan tatapan kosong.
"Terima kasih dengan maksud baik Pak Gery, namun ini bukanlah perkara mudah Pak. Lihatlah, Zalfa tidak sedang baik-baik saja. Saya rasa, waktunya tidak tepat membahas ini sekarang. Kalau saya pribadi, saya tidak kebaratan, asal Zalfa bisa bahagia itu sudah cukup." tutur Pakde yang sangat tahu perasaan Zalfa.
Mereka tahu pasti bahwa Zalfa adalah gadis yang penurut, dia tidak pernah meminta macam-macam pada orang tuanya karena dia sadar bahwa mereka bukan orang kaya yang bisa membeli ini dan itu dengan mudah.
"Baiklah Pak, mungkin lain kali saya akan ke sini lagi. Tapi saya minta tolong, kalau Zalfa sudah agak tenang, tolong bujuk Zalfa agar mau menerima permintaan saya Pak." pinta Pak Gery dengan nada memohon.
"Baiklah saya usahakan untuk membujuknya." ucap Pakde menenangkan.
Istri Pak Gery, Bu Naya menghampiri Zalfa lalu meraih telapak tangannya.
"Yang sabar ya sayang, maaf tante permisi pulang dulu. Tante harap, kita akan lebih sering bertemu. Zalfa anak yang tangguh dan kuat. Tante tahu itu." ucap Bu Naya sambil menepuk bahu Zalfa lalu memeluknya.
Zalfa tersadar dari lamunannya, dan menoleh ke arah Bu Naya. Bahkan Zalfa tak mendengar abrolan mereka tadi.
Zalfa mengangguk dan tersenyum samar mendengar ucapan Bu Naya. Meski masih bingung, apa arti berharap akan sering bertemu tadi, Zalfa tak begitu memikirkannya.
Setelah 3 hari kepergian orang tuanya, Zalfa sedikit demi sedikit mulai memikirkan masa depannya. Zalfa ikhlas dengan takdir yang dijalaninya, hanya saja jika masih sulit untuk melupakan bukankah itu hal yang wajar.
Pakde sudah menyampaikan niat baik Pak Gery. Dia hanya ingin Zalfa bahagia, apapun keputusannya Pakde akan mendukung.
Zalfa sendiri masih enggan untuk menerima tawaran Pak Gery. Menikah belum ada dalam rencanya untuk saat ini. Dia juga belum tahu orang yang akan menjadi suaminya.
"Sehat Nak?" tanya Om Gery saat berkunjung menghadiri acara 7 hari almarhum orang tua Zalfa.
Kali ini Om Gery bukan hanya datang dengan Bu Naya, namun juga seorang pria muda, mereka mengenalkannya sebagai anaknya, Ervan.
"Zalfa sudah lebih baik Om." ucap Zalfa lembut sambil tersenyum. Sejenak dia beralih pada Ervan, lalu menunduk.
"Saya Zalfa Mas." ucapnya kemudian.
"Saya Ervan." jawabnya singkat.
"Apakah Pakdemu sudah menyampaikan maksud kami Nak?" tanya Bu Naya langsung.
Zalfa manarik nafas panjang, sebenarnya dia belum sempat memikirkan untuk memberi jawaban apa. Pakde baru kemarin menyampaikan dan baru semalam Zalfa melakukan istiqoroh.
"Maaf Om, Tante... Jika kalian melamar saya hanya semata-mata merasa kasihan dan merasa bertanggung jawab, saya rasa sebaiknya Om dan Tante tidak usah khawatir. Saya sudah menerima semua ini sebagai takdir. Saya bisa menjalani semuanya dengan lapang dada." ucap Zalfa dengan tenang tanpa ada nada emosi sedikitpun. Tak lupa senyum selalu dia suguhkan di setiap akhir kalimatnya.
Hal itu justru semakin membuat Gery dan Naya semakin yakin untuk menjadikan Zalfa sebagai menantunya.
" Tidak Nak, kami memang yakin ingin kamu jadi menantu kami, iya kan Van?" ucap Tante Naya sambil menyikut Ervan.
"Eh.... I... Iya Ma. Ervan mau." jawab Ervan tergagap.
Benarkah mereka akan memperlakukanku dengan baik? Ya Allah, aku harus jawab apa? Tanya hati Zalfa.
Tak lama Bude datang membawa teh dan beberapa camilan.
"Silakan diminum Pak, Bu.. Seadanya." ucap Bude.
Sepertinya Bude melihat kegelisahan dari sikap Zalfa, dia mengelus lengan Zalfa sambil berkata, "Zalfa, apapun keputusan kamu Bude setuju. Asalkan kamu bahagia, kami juga ikut bahagia."
Pakde kemana sih, ko ga kelihatan. Bagaimana ini? Ya Allah, tuntun langkah hamba, semoga keputusanku ini benar. Jika pun salah, maka jagalah hamba. Zalfa merapalkan doa dalam hati.
Akhirnya Zalfa pun menerima lamaran itu. Seperti rencana Gery dan Naya, mereka pun sepakat untuk ojab qobul dulu secara agama. Baru nanti setelah proses kelulusan baru meresmikan secara hukum negara.
$$$$$$
Setelah menikah Zalfa diboyong ke rumah minimalis Ervan. Tadimya Naya ingin mengajaknya tinggal di rumah utama, namun Ervan menolak dengan alasan ingin mandiri. Orang tua Ervan pun akhirnya memakluminya.
Jika bukan karena ancaman Papanya yang tidak akan mewariskan hartanya pada Ervan, sebenarnya dia juga enggan menuruti permintaan orang tuanya untuk menikah.
Mereka tidak menjelaskan apa-apa tentamg pernikahan ini.
'Anak kecil' itulah julukan yang selalu dia sematkan untuk Zalfa sejak pertama kali bertemu. Padahal dari sisi manapun Zalfa tak terlihat seperti anak kecil. Postur tubuhnya tinggi, wajahnya memang baby face lebih terlihat imut-imut. Itu adalah daya tarik tersendiri, namun tidak bagi Ervan karena matanya telah tertutup oleh janjinya pada sang kekasih untuk menunggunya. Sudah beberapa bulan ini dia tidak pulang karna pekarjaannya sebagai model.
Ervan terbiasa melihat wanita yang dicintainya itu dengan pakaian terbuka, maka saat melihat Zalfa yang berkerudung dia malah merasa illfeel. Mungkin setan sudah merasukinya.
"Kamarmu di sana!" ucap Ervan singkat tanpa berniat mengantar atau membantu membawakan barang-barang Zalfa.
Zalfa masih mencerna ucapan Ervan. Dia masih berdiri terpaku.
Jadi kami tidur terpisah. Sebenarnya pernikahan apa yang sedang aku jalani? Ah tidak, jangan berburuk sangka dulu. Ucap Zalfa dalam hati.
"Iya Mas." jawab Zalfa singkat lalu menuju kamar yang ditunjuk oleh Ervan.
Tadi sebelum mereka berpisah dengan orang tua Ervan, bu Naya sempat memberinya ATM, Zalfa sudah menolak namun Naya memaksanya. Namun di mata Ervan itu hanyalah sandiwara saja. Zalfa pasti hanya ingin memanfaatkan kebaikan orang tuanya saja, begitu pikirnya.
"Jangan berharap aku akan memberimu peluang untuk menipuku. Kehidupanmu di neraka akan dimulai." gumam Ervan.
Sejak saat itu, Ervan jarang sekali bertegur sapa dengan Zalfa. Di rumah itu tidak ada pembantu, hanya ada orang yang akan membersihkan rumah 2 hari sekali. Zalfa tetap berusaha melaksanakan tugasnya sebagai istri dengan baik, meski keberadaannya seperti tak dianggap. Zalfa tak canggung mengerjakan pekerjaan rumah, untuk menyapu dan mengepel itu hanya ia lakukan kamarnya dan dapur. Sementara yang lain tetap dikerjakan oleh pegawai yang bertugas membersihkan rumah.
Atm yang di berukan Naya sudah dikembalikan dengan alasan suaminya sudah memberikan nafkah. Dia hanya tidak mau nantinya dibilang serakah. Uang yang dia bawa dari rumah pun sudah menipis. Meski uang santunan yang diberikan Gery dan Naya banyak, namun semua itu dititipkan pada Pakde, untuk biaya slametannya Papa dan Mama, katanya.
Setelah 2 minggu menikah akhirnya temannya menawarkan pekerjaan di hotel sebagai house keepping. Tak masalah, asal halal. Apalagi ijazah pun dia belum punya. Dia belajar menyesuaikan dengan pekerjaannya dengan baik. Ervan pun tak peduli apa yang dilakukannya. Namun sayang, peristiwa hari ini membuatnya kehilangan pekerjaan.
"Tak apalah, besok bisa cari kerja lagi. Semangat Zalfa... Mama dan Papa ingin melihatmu bahagia dari sana." ucap Zalfa bermonolog.
TBC...
Semoga guka dengan karya baruku
Mohon dukungannya, tekan 👍 dan ❤️ ya...
Makasih❤️❤️
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!