"Ini kunci rumahnya ya mbak, terimakasih kasih banyak sudah mau membeli rumah saya. Semoga mbak betah tinggal disini" Ujar wanita paru baya berbaju hijau, menyodorkan sebuah kunci perak kepada si pembeli rumah.
"Terimakasih juga sudah mau memberikannya pada saya bu, saya tau banyak yang ingin membeli rumah Ibu" Ucapnya menerima benda kecil tersebut.
"Sama-sama mbak, lagipula saya tidak begitu yakin jika orang lain yang membeli rumah ini akan dijaga dengan baik. Rumah ini sudah memberikan saya banyak kenangan" Kata Ibu itu diiringi tawa kesedihan.
Suasana menjadi muram sesaat, keduanya merasakan kesedihan masing-masing. Sama-sama harus pergi dan meninggalkan semua kenangan lama, menempati tempat baru yang entah akan membawa peristiwa seperti apa.
"Saya akan merawat rumah ini dengan baik, jika Ibu sedang ingin berkunjung maka datang saja kapanpun. Pintu rumah ini akan selalu terbuka" Imbuh Arindita yang baru beberapa bulan ini menyandang status janda.
Wanita paru baya itu mengukir senyum simpul dibibirnya, menatap wajah Arin dengan tatapan hangat.
"Terimakasih banyak, saya jadi malu dengan mbak. Saya juga tidak akan lama-lama. Saya mau pamit pergi sekarang, sekali saya ucapkan terimakasih banyak"
Arin mengangguk, "Sama-sama Bu, semoga perjalanannya lancar sampai tujuan. Mari saya antar... "
Arin pun lalu mengantarkan wanita tua itu hingga batang hidungnya tak terlihat lagi.
Perlahan senyum manis arin melenyap, ditatapnya kunci kecil yang kini berada dalam genggaman Arin. Inikah hidup Arin selanjutnya? Haruskah ia melanjutkan perjalanan hidup yang kedua? Darimana ia harus memulainya?
Pandangan Arin mengedar memandang tempat yang akan Arin singgahi bersama dengan buah hati tercinta.
Arin menghela nafas berat, takdir tidak bisa ia pilih. Tuhan sudah merencanakan sesuai dengan kemampuan hambanya, Arin tak mungkin mengelak.
Lamunan Arin buyar tatkala suara mobil terdengar nyaring disekitarnya.
Tit.... Tit..... Tit.....
Sebuah mobil pengangkut barang tiba di depan rumah baru Arin, beberapa orang turun hendak menurunkan barang-barang milik Arindita.
"Bu, barang-barangnya mau disimpan dimana?" Tanya tukang pengangkut barang.
"Oh mari masuk Pak, biar saya tunjukkan" Arin pun lantas mengantar para tukang itu ke dalam rumah.
"TV nya taruh disana ya Pak" Tunjuk Arin.
"Baik bu" Dengan segera mereka pun melakukan tugasnya.
Arin kembali keluar, ia juga membantu para tukang yang lain dengan menurunkan beberapa barang-barang yang cukup ringan.
Ketika Arin tengah sibuk melakukan aktivasinya tiba-tiba seorang wanita yang cukup berumur menyapa Arin terlebih dahulu.
"Lagi pindahan ya bu?" Ujar wanita tersebut.
Sontak Arin menghentikan kegiatannya dan menyapa balik orang tersebut.
"Iya mbak, kebetulan hari ini pindahnya" Jawab Arin tak kalah sopan.
"Oh iya iya, semoga betah ya bu. Maaf saya enggak bisa bantu"
"Eh iya enggak apa-apa kok mbak, ada banyak tukang yang bantu bantu saya. Mbaknya tinggal disini juga?" Tanya Arin basa-basi.
"Saya ART sekaligus babysitter bu disini, saya sih aslinya orang Jawa Tengah" Ungkapnya jujur.
"Oh saya kira asli orang sini"
Arin dan wanita itu pun mengobrol cukup lama, saling berkenalan satu sama lain. Wanita itu adalah orang yang pertama arin kenal disana, sedikit membuat Arin tak kesepian. Namun obrolan itu pun harus berhenti tatkala sebuah tangisan anak kecil terdengar dari salah satu rumah tetangganya.
"Maaf ya bu saya harus masuk dulu, sepertinya adeknya bangun. Nanti kita ngobrol-ngobrol lagi"
"Iya mbak, silahkan... "
Wanita tersebut masuk ke dalam rumah majikannya, sedangkan Arin kembali menurunkan barang-barang yang tadi sempat tertunda.
***
Setelah rumah Arin sudah dipenuhi oleh seluruh barang-barang serta peralatan rumah tangganya Arin pun langsung menyapu dan membersihkan setiap sudut rumah hingga tak ada sedikit pun debu yang tersisa.
Pukul empat sore mobil orang tua Arin tiba di depan rumah, seorang anak kecil terlihat keluar dari kendaraan itu diikuti oleh sepasang suami istri dibelakang.
"BUNDAAAAA...... "
Mendengar teriakan anak lelaki itu Arin langsung menyambut kedatangan putra semata wayangnya.
"Eh anak bunda udah datang.... "
"Bunda ini rumah baru kita?" Tanya ketika melihat bangunan bercat putih tersebut
Arin mengangguk mengiyakan "Iya sayang, Noval suka enggak sama rumah ini?"
"Suka bunda!" Jawab antusias.
Arin tersenyum lega, ia mengalihkan pandangan ke arah kedua orang tuanya yang juga sibuk memandang rumah baru Arin.
"Mah pah, ayo kita masuk... " Ajak Arin.
Keempat orang itu pun masuk ke dalam rumah bersama-sama.
"Wahhh.... Rumahnya cantik sekali, kamu pasti betah tinggal disini" Ucap Mita sang Ibu.
"Iya benar, lingkungannya juga bersih dan aman" Tambah Hardi Ayahanda dari Arin.
"Iya mah pah, memang banyak yang menginginkan rumah ini. Tapi untungnya penjual rumah menjualnya pada Arin"
"Mamah juga pingin punya rumah disini" Ucap Mita mengungkapkan keinginannya.
"Mamah sama papah boleh kok menginap disini setiap hari, biar Arin dan Noval ada teman"
"Pinginnya sih begitu, tapi kamu taulah pekerjaan papah gak selalu disini" Keluh Mita.
Arin terkekeh mendengar keluhan sang Ibu, kehadiran mereka selalu mampu membuat Arin melupakan rasa sedih yang ia rasakan.
"Ya mau bagaimana lagi, papah juga inginnya terus menemani Arin dan Noval. Mungkin lain kali saja, papah janji"
Pembicaraan orang dewasa disana tak membuat Noval tertarik, ia sibuk melihat-lihat isi rumah barunya. Bocah berusia delapan tahun itu nampak tengah mencari-cari suatu ruangan.
"Bunda, kamar Noval yang mana?"
"Kamar Noval ada di lantai satu, tuh yang dekat tangga"
Dengan penuh semangat anak tersebut pun menerobos pintu kamar yang akan menjadi ruangan pribadinya.
"Lalu kamar kamu dimana Rin?"
"Kamar Arin di lantai atas mah, hanya ada satu kamar di atas. Makanya kamar Noval Arin tempatkan di lantai satu saja"
"Iya memang harus seperti itu, bahaya jika kamar anak di tempat di lantai atas. Takut jatuh jika harus bulak balik naik tangga" Sambung Hardi membenarkan pendapat putrinya.
"Mamah harap kamu bisa membuka lembaran baru disini" Lirih Mita tiba-tiba.
Seketika suasana menjadi canggung, tak seperti beberapa detik yang lalu. Perubahan wajah wanita paru baya itu mendadak berubah sedih.
Orang tua mana yang tega melihat putri tercinta harus mengalami nasib rumah tangga yang sangat buruk, harus berjuang seorang diri menjadi orang tua tanpa ditemani oleh seorang suami.
Dibalik senyum yang ditampilkan Arin Mita tau jika Arin masih merasakan luka batin yang mendalam.
"Sudah mah, jangan dipikirkan lagi. Sekarang Arin hanya ingin memikirkan masa depan Arin dan Noval. Mamah dan papah jangan terlalu mengkhawatirkan masa lalu, Arin sudah merelakan itu semua" Ujar Arin meyakinkan suami-istri didepannya.
"Iya nak, papah tau kamu wanita yang kuat. Kami akan selalu ada untuk kamu dan Noval, benar kamu harus memikirkan masa depan kalian, jangan melihat kebelakang. Tapi biarlah semua itu menjadi pembelajaran" Tutur Hardi setuju.
"Iya pah, Do'akan Arin dan Noval agar selalu diberikan kebahagiaan"
"Pasti Arin, papah dan mamah selalu mendoakan mu"
•
•
•
•
Hai Semuanya 👋
Selamat Datang Di Novel Terbaru Mamie 😃
Semoga Kalian Suka Ya Dengan Ceritanya😇
Jangan Lupa Untuk Like, Komen, Dan Vote sebanyak-banyaknya 🥰
Happy Reading😘
Love❤
"Rin, papah sama mamah pulang dulu ya. Maaf kami tidak bisa menginap, besok pagi-pagi papah harus berangkat ke Bali"
"Iya pah, enggak apa-apa kok. Pasti banyak yang harus dipersilahkan untuk besok, semoga perjalanannya lancar. Kabari Arin jika sudah sampai disana nanti" Timpal Arin, meski dirinya akan kesepian ditinggal pergi oleh kedua orang tua namun Arin tak mau memaksa mereka untuk tetap disini menemani nya.
"Tentu, nak. Kami pasti akan merindukan kamu dan Noval"
Mendengar namanya disebut Noval langsung menoleh.
"Oma sama opah mau pergi lagi?" Tanya Noval.
"Iya sayang, oma sama opah harus ke Bali besok. Noval mau ikut enggak?" Jelas Mita pada cucunya.
Dengan cepat Noval menggelengkan kepala, menolak ajakan dari nenek dan kakeknya.
"Enggak mau, nanti kalau Noval ikut bunda enggak ada teman" Ucap Noval layaknya orang yang sudah dewasa.
Perkataan Noval membuat perasaan Arin menghangat, putranya ini selalu mengkhawatirkan dirinya. Padahal umur anak tersebut masih berusia tujuh tahun.
"Beneran Noval enggak mau ikut oma sama opah? Nanti Noval bisa liat pantai disana, bisa main pasir-pasiran juga" Bujuk Mita mencoba menggoda Noval.
Tapi lagi-lagi Noval menggelengkan kepala, tak gentar dengan keputusannya untuk tetap menemani sang bunda disini.
"Enggak, pokoknya Noval mau tetep sama bunda!" Ucapnya bersikeras.
Sikap Noval membuat Hardi tertawa hingga menggema, sangat lucu melihat tingkah cucunya yang menggemaskan.
"Hahaha..... Ya sudah kalau memang tidak mau ikut, tapi Noval harus jaga bunda disini, jangan buat bunda marah apalagi menangis" Tutur Hardi menasehati.
"Iya opah, Noval pasti jagain bunda. Iya kan bunda??"
Arin mengangguk seraya membenarkan ucapan lelaki kecilnya.
"Iya sayang, bunda percaya sama Noval" Tambah Arin.
"Ya sudah, kami pamit pulang kalau begitu. Hati-hati kalian disini, kunci pintu rumah dengan rapat. Jika ada apa-apa segera hubungi kami" Ucap Hardi dan dibalas anggukkan oleh Arin.
"Rin mamah sama papah pulang dulu ya, jaga kesehatan kalian selama kami pergi"
"Iya mah, kalian juga. Jangan terlalu capek, istirahat yang cukup juga jangan lupa untuk minum vitamin dari dokter" Sambung Arin.
"Iya sayang"
Arin dan Noval pun mengantarkan Mita serta Hardi ke luar rumah, kedua orang tua itu lalu masuk ke dalam mobil yang tadi mengantarkan mereka kesini.
Sebelum berpisah mereka saling melambaikan tangan hingga kendaraan beroda empat tersebut tak lagi terlihat.
"Yuk sayang, kita masuk lagi... "
"Iya bun... "
Ibu dan anak itu pun akhirnya masuk kembali ke dalam rumah, setelah makan malam kini mereka hanya tinggal tidur saja.
Arin dan Noval lantas memasuki kamar bernuansa biru laut yang tak lain adalah kamar milik Noval.
"Bunda kok ikut masuk? Bunda enggak tidur?" Katanya bingung melihat keberadaan Arin yang mengikuti Noval ke dalam kamar.
"Bunda pingin menemani Noval dulu sampai tidur, Noval mau bunda bacain cerita tidur enggak?" Ucap Arin menawarkan.
"Enggak ah bun, Noval kan udah besar"
"Ya udah deh, bunda ikut tiduran disini aja sampai Noval tidur"
"Emm.... Ok deh"
Arin dan Noval berbaring di atas ranjang yang cukup besar, bocah lelaki itu memeluk tubuh ibunya dengan erat sedangkan Arin mengusap rambut anaknya penuh kasih sayang.
"Bunda, kalau kita pindah rumah berarti Noval pindah sekolah juga dong?"
"Emm... Sepertinya iya sayang, bunda juga udah memilih sekolah yang bagus untuk kamu didekat sini. Nanti lusa kita daftar sekolah Noval ya"
"Iya bunda, Noval udah gak sabar pingin ketemu teman-teman baru di sekolah" Jelas Noval mengungkapkan isi hatinya.
Arin terkekeh lucu, ia lantas memeluk tubuh putranya tak kalah erat.
"Nanti kalau ada yang jahatin Noval disekolah Noval harus bilang sama bunda, nanti biar bunda yang hukum dia" Kata Arin memperingati, sama seperti Ibu pada umumnya.
Noval mengangguk dalam dekapan, tak ingin membuat Ibunya cemas. Ia selalu menuruti semua perkataan Arin.
Setelah itu tak ada pembicaraan lagi antara keduanya, Noval sudah terbang ke alam mimpi sedangkan Arin masih terjaga memikirkan sesuatu yang masih berkabut dalam jiwanya.
"Maafkan bunda sayang, bunda sayang Noval. I love you my boy... "
***
Pagi pertama bagi Arin bangun ditempat berbeda, disambut oleh suasana baru dan asing membuat Arin lebih bersemangat untuk bangun.
Semalam ia tidak bisa tidur, mungkin karena baru pertama kali menempati kamar barunya. Meski demikian, tak membuat Arin ingin tidur lebih lama di atas kasur empuk miliknya.
Wanita cantik itu keluar dari kamar dan turun ke lantai dasar, Arin melangkahkan kaki ke arah dapur, mencari sesuatu yang bisa dimasak untuk sarapan.
Akan tetapi tak ada apapun didalam lemari pendingin, Arin lupa belum membeli stok makanan, ia terlalu sibuk pindahan saat kemarin.
Lantas apa yang bisa Arin dan Noval makan untuk sarapan mereka??
Ting! Ting! Ting!
"Bubur....! Bubur ayam....!"
Ting! Ting! Ting!
Suara seorang pedagang dari luar rumah terdengar samar dari dalam rumah Arin, pas sekali ia sedang bingung mau sarapan apa. Lebih baik ia membeli bubur saja untuk hari ini.
Arin lantas bergegas keluar rumah, ternyata pedagang bubur itu sudah di kelilingi banyak pembeli.
Arin berjalan ke arah pedagang itu berada, ternyata wanita kemarin yang sempat mengobrol dengan Arin juga sedang membeli bubur ayam tersebut. Arin pun kemudian menghampirinya.
"Lagi beli bubur juga ya, mbak?"
Sontak wanita berusia sekitar empat puluh tahun itu menoleh pada Arin.
"Eh ada Ibu juga, iya ini saya mau beli bubur buat adeknya" Jawab wanita itu menunjuk pada seorang anak kecil yang duduk di atas stroller.
Arin mengalihkan pandangan, netra coklat Arin menatap seorang anak perempuan yang duduk manis menunggu pesanan buburnya.
"Oh ini adeknya, cantik sekali... "
Anak tersebut pun menatap balik Arin dengan tatapan bingung.
"Hai sayang.... Siapa namanya?" Tanya Arin dengan senyum mengembang, tak mau membuat anak cantik didepannya ketakutan.
Tapi terlebih dahulu anak itu menatap ke arah sang babysitter.
"Ibunya mau tau nama adek, coba sebutin siapa nama adek" Kata si pengasuh mencoba menjelaskan.
Seusai mendengarkan penjelasan ia kembali menatap arin dan barulah menyebutkan namanya.
"Meimei.. " Cicitnya pelan.
"Meimei?? Wah... Nama yang bagus, sesuai sama orangnya" Kata Arin memuji.
"Nama aslinya sebenarnya Meisya, tapi karena cukup susah untuk disebutkan makanya dipanggil Meimei" Jelas sang babysitter.
"Ohh begitu... Nama aslinya juga bagus"
Pembicaraan mereka sejenak terpotong ketika sang penjual bubur bertanya pada Arin.
"Mau pesan berapa, bu?"
"Dua bang, kecap sama sambelnya dipisah ya"
"Siap, bu"
Si penjual pun kembali menyiapkan makanannya.
"Oh iya saya belum tau nama Ibu, nama Ibu siapa?"
"Nama saya Arindita, panggil aja Arin. Kalau mbaknya?"
"Nama asli saya Ayuningsih, tapi biasanya dipanggil mbak Ayu. Ngomong-ngomong, Ibu tinggal sama siapa disini?" Tanya mbak Ayu penasaran.
"Saya tinggal dengan anak saya, mbak"
"Lalu sama siapa lagi bu? Suami?"
Sejenak Arin tertegun mendengar kata itu, ia tersenyum kecut ketika menjawab pertanyaan barusan.
"Enggak mbak, saya single parents"
Seketika mbak Ayu termangu, tak menyangka jika wanita cantik seperti Arin adalah seorang janda.
"Ya ampun... Maaf lo bu saya nanya itu"
"Enggak apa-apa kok mbak, wajarlah"
"Aduh saya jadi enggak enak hati" Sesal mbak Ayu atas perlakuannya sendiri.
Arin mencoba mengalihkan arah pembicaraan, wajar memang jika orang baru menanyakan status Arin yang sudah mempunyai seorang anak, pasti mereka akan bertanya dimana suaminya.
Tetapi perlahan Arin mulai malas mengumumkan status jandanya, karena banyak dari mereka bertanya alasan Arin berpisah dengan mantan suami, membuat ia harus kembali mengingat kejadian dimasa lampau.
"Sudah gapapa mbak, ngomong-ngomong pada kemana orang rumah? Kelihatannya sepi ya" Tanya Arin memandang rumah yang berhadap-hadapan dengan rumahnya.
"Iya mbak, kebetulan Ayahnya adek sudah berangkat kerja katanya ada rapat penting. Jadi tinggal kami berdua" Imbuh mbak Ayu.
"Kalau Ibunya?"
"Ibunya si adek sudah meninggal, sejak melahirkan empat tahun yang lalu"
Deg!
Kini giliran Arin yang tercengang, terkejut ketika mendengar jika anak perempuan ini sudah ditinggal Ibunya sejak dilahirkan. Sungguh sangat menyedihkan!
Bola mata Arin menatap meimei dengan sorot mata sendu, ia saja sudah sangat sedih melihat nasib Noval yang ditinggal Ayahnya karena memilih bersama wanita lain.
Kini melihat meimei Arin sudah tidak bisa membayangkan bagaimana rasanya ditinggal seorang Ibu untuk selama-lamanya.
Namun wajah polos anak tersebut seolah menandakan bahwa ia baik-baik saja, mungkin meimei belum pernah merasakan kasih sayang seorang Ibu.
"Bibi bubur Meimei mana?" Rengek Meimei yang sudah sedari tadi menunggu pesanannya.
"Sebentar ya dek, bang pesanan saya sudah jadi?"
"Sudah mbak, ini... " Abang tukang bubur menyodorkan mangkuk plastik pada mbak Ayu.
"Bu, saya mau bawa adeknya ke taman dulu. Saya duluan ya"
Lamunan Arin buyar ketika mbak Ayu berbicara padanya, ia langsung mengangguk membiarkan perempuan dan anak kecil itu pergi.
"Iya mbak, silahkan... "
Tatapan Arin tak lepas dari Meimei yang sudah menjauh dari hadapannya, hatinya ikut sedih mendengar kenyataan yang dirasakan balita itu.
"Bu, ini pesanannya. Maaf menunggu lama"
"Oh ya, gapapa bang. Berapa semuanya?"
"Lima belas ribu, bu"
"Ini, ambil aja kembaliannya" Ujar Arin memberikan selembar uang dua puluh ribu.
"Eh! Makasih banyak bu" Ucap si abang senang.
Arin mengangguk dan kembali ke rumah.
***
"Bunda dari mana? Noval cari di kamar kok gak ada?" Seru Noval kala melihat Arin yang baru saja memasuki rumah.
"Eh! Anak bunda udah bangun??"
"Bunda darimana?" Tanya Noval sekali lagi.
"Bunda habis beli bubur di depan, kita sarapan bubur ya pagi ini"
Arin mengajak putra semata wayangnya duduk di meja makan, lalu membawakan dua mangkuk dan sendok untuk dirinya dan Noval kemudian menuangkan kedua bubur tersebut.
Noval langsung memakannya dengan lahap, sedangkan Arin terlebih dahulu mengambilkan minum untuk mereka.
"Bunda hari ini kita mau ngapain?" Seru Noval di sela-sela suapannya.
"Emm.... Gimana kalau kita ke main di taman komplek? Bunda sama Noval bisa kenalan sama tetangga-tetangga disini"
"Taman? Banyak anak kecil gak bun?"
"Banyak dong, tadi tetangga depan juga pergi ke sana"
"Ya udah deh, Noval mau!" Sahut Noval bersemangat.
"Kalau gitu habiskan dulu sarapannya terus mandi, setelah itu baru kita pergi ke taman"
"Iya, bunda"
***
Pukul sepuluh pagi Arin menyempatkan diri berjalan-jalan santai ke taman komplek yang berada di pertengahan perumahan ini.
Tidak enak rasanya jika hanya berdiam diri di rumah, ia juga harus menyapa tetangga barunya. Bagaimana pun harus ada yang Arin kenal disini.
Bersama dengan putra tercinta, Noval. Arin berjalan bergandengan dan menghampiri para Ibu-ibu yang juga membawa anak-anak mereka bermain.
"Permisi... Ibu-ibu sedang apa ini? Boleh saya gabung?" Kata Arin menyapa kerumunan para Ibu rumah tangga.
"Eh, mbak ini yang baru pindahan rumah kemarin ya?" Kata salah satu Ibu yang berbadan besar.
Arin mengangguk membenarkan pertanyaan beliau.
"Iya mbak, betul itu saya"
"Oalahhh.... Sini-sini mbak, kita ngobrol. Anak mbak biar main saja sama anak saya. Bentar saya panggil dulu" Ibu tersebut menyambut Arin dengan hangat bahkan menyuruh Noval untuk bermain dengan anaknya.
"ADITTTTTT........SINI!"
Tak lama seorang anak datang dengan terengah-engah sehabis bermain sepak bola.
"Ajak adek ini main, dia tetangga baru kita"
"Iya mah"
"Bunda, Noval main dulu sama teman-teman"
"Iya sayang, hati-hati ya" Kedua bocah itu pun akhirnya pergi bermain bersama dengan teman yang lainnya.
"Sini mbak, maaf lo kemarin kami belum sempat berkunjung"
"Iya, saya juga. Soalnya kemarin keliatan lagi sibuk jadi belum berani berkunjung" Sambung yang lain.
"Gapapa Ibu-ibu, saya sudah diajak bergabung juga sudah senang. Mungkin lain kali saya mau ajak Ibu-ibu komplek ini untuk makan-makan di rumah saya" Kata Arin yang langsung akrab dengan tetangga-tetangga barunya.
"Nah boleh banget tuh, mbak. Nanti saya kasih tau yang lainnya"
"Iya mbak, terimakasih banyak ya"
"Udah santai aja, Ngomong-ngomong namanya mbak siapa?" Ujar wanita berbadan besar itu.
"Nama saya Arindita, panggil aja Arin. Kalau mbak-mbak ini?"
"Perkenalkan nama saya Dewi, yang pakai baju biru itu namanya mbak Puspa, kalau yang pakai kacamata namanya mbak Sari, nah kalau yang imut krempeng itu namanya Indah" Tutur mbak Dewi menyebutkan semua teman-temannya.
"Salam kenal ya mbak Arin" Sahut semua.
"Salam kenal juga mbak, emm... Nanti boleh saya minta nomor HP nya?"
"Boleh dong mbak Arin, sekalian nanti saya masukin ke grup arisan. Mbak Arin mau ikut?" Balas mbak Sari menawarkan Arin.
"Boleh mbak, biar saya makin banyak kenalan" Ucap Arin menyetujui.
Kedatangan Arin membuat suasana semakin ramai, mereka banyak bertanya seputar tetangga barunya itu. Untunglah orang-orang di komplek ini sangat ramah, membuat Arin langsung merasakan kenyamanan meski baru satu hari tinggal.
Tak lama mbak Ayu datang lagi membawa Meimei yang dituntun berjalan bersamanya, terlihat sangat lucu dan menggemaskan dengan membawa boneka kecil.
"Eh ada Meimei, sini sayang sama mbak Dewi" Ternyata para Ibu komplek pun mengenal baik Meimei.
"Meimei cantik sekali hari ini, mau main ya" Tambah mbak Indah mendekati balita itu.
"Mau main sama kak Sasa" Ungkap Meimei dengan suara yang begitu imut.
"Aduh sayang kak Sasa nya masih sekolah, nanti siang baru pulang" Seru mbak Indah.
Seketika Meimei langsung menampilkan wajah masam, matanya sedikit berair seakan ingin menangis.
"Bibi, Meimei mau main sama kak Sasa!" Ucap Meimei mengadu.
"Kak Sasa nya masih sekolah dek, nanti kalau sudah pulang adek baru bisa main. Kita tunggu aja ya" Bujuk sang babysitter.
Tetapi meimei menggeleng-gelengkan kepala beberapa kali, "Mau main sekarang!"
"Main sama kak Adit aja gimana? Main bola mau?" Bujuk mbak Dewi.
Arin yang juga berada di sana merasa tak tega melihat Meimei, ia pun mendekat dan berjongkok di hadapan gadis kecil tersebut.
"Meimei ikut tante beli es krim yuk, mau gak? Meimei suka es krim kan?" Ajak Arin tiba-tiba.
Meimei tampak bingung dengan penawaran dari wanita asing di depannya, kaki kecilnya sesekali mundur kebelakang.
"Yuk, Meimei mau kan? Kata bibi Meimei suka es krim" Imbuh Arin yang sebenarnya hanya mengada-ngada.
Meimei diam sejenak untuk berpikir, sampai akhirnya ia pun mengeluarkan suara.
"Tapi Meimei pingin rasa stobeli"
"Boleh dong, yuk!" Arin lantas menuntun Meimei ke sebuah warung yang tak jauh dari sana, membelikan gadis kecil ini es krim yang dia inginkan.
...Meimei...
•
•
•
•
Mana Nih Like Dan Vote Nya? 🥺Biar Mamie Semangat Nulis🥳 Yuk Dukung Mamie Dengan Vote, Like dan Komentar sebanyak-banyaknya🥰
Mamie Tunggu😍
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!