NovelToon NovelToon

Dimanja Tanpa Cinta

Diam

Dev tak habis pikir dengan kelakuan istrinya Akhir-akhir ini.

Delia Agasta istrinya kini menjadi pendiam, apapun yang dilakukan Dev ia hanya mengiyakan.

Tak seperti biasanya yang selalu ingin diprioritaskan.

Selalu ingin didengar apa maunya.

"Hari ini aku lembur!" Dev berkata memancing Delia.

Namun Delia hanya mengangguk.

"Sda meeting penting, tak sempat sarapan dirumah."

Lagi-lagi Delia hanya mengangguk.

Biasanya jika mengatakan lembur ia akan bergelayut manja di lengan Dev, merayunya supaya pulang awal.

Ketika mengatakan tak sarapan dirumah, ia akan marah-marah, berbicara panjang lebar membuat Dev jengah dengan sikapnya.

Namun kali ini berbeda ada yang lain dari sikap Delia atau yang biasa disapa Adel.

"Sda apa denganmu?" Tanya Dev merasa perubahan drastis pada istrinya.

Adel menggelengkan kepala, "tak ada apa-apa," jawabnya sambil memungut handuk dikasur, menaruhnya ditempat seharusnya.

Biasanya ia juga akan marah-marah ketika Dev dengan sembarang menaruh handuk.

Setelah mengantar Dev sampai pintu depan, dan mobil Dev tak lagi terlihat, Adel masuk kekamar menangis sejadi-jadinya.

Mengingat percakapan beberapa waktu lalu yang tak sengaja ia dengar.

"Shanum, apa aku sudah tidak lagi ada kesempatan?" Tanya Dev pada Shanum.

"Maksudmu?"

"Shanum kamu wanita terbaik yang pernah aku kenal."

"Wanita terbaik adalah istrimu, jika dia belum baik menurut versimu maka bimbinglah supaya dia baik bagimu, karena itu sudah menjadi kewajibanmu."

"Tidak Shanum, aku masih mencintaimu!"

"Tapi aku tidak, permisi." Shanum kemudian melangkah pergi meninggalkan Dev dikantin kantor.

Shanum gadis lemah lembut juga terjaga akhlaknya telah menjalin hubungan dengan Dev semenjak mereka masih berseragam putih abu-abu.

Keduanya sempat terpisah karena pekerjaan namun tetap menjaga cinta masing-masing hingga dipertemukan lagi oleh pekerjaan juga.

Devan Aditya biasa disapa Dev, pria tampan menjadi idaman para gadis, dulu disekolah, dikampus maupun sekarang ditempat kerja.

Namun hatinya telah dijatuhkan hanya untuk Shanum, cinta pertamanya, seorang gadis yang mampu menggetarkan hatinya.

Bila jauh ia merindu, bila dekat ia selalu merasa Nyaman.

☆☆☆

'Selama ini dia tak pernah mencintaiku, dia hanya mencintai Kak Shanum, lalu apa artinya selama ini selalu menuruti permintaanku?' Adel menangis lagi setelah maracau tak karuan.

Namun ia juga tak bisa menyalahkan Shanum sahabatnya sekaligus Kakak angkatnya.

Matahari semakin meninggi, namun Adel sama sekali tak beranjak dari tempat tidurnya.

Bahkan makanan yang tadi pagi sempat ia masak masih tetap utuh dimeja makan tak tersentuh sama sekali.

ART yang biasa mengurus rumah menjadi khawatir karena sedari pagi Adel tidak keluar kamar.

"Non, non Adel baik-baik saja?" Mbok Sari sebagai pengasuh Adel sedari kecil merasa ada yang tidak baik-baik saja dengan Nonanya.

"Adel baik mbok!" Berusaha menormalkan suaranya tetapi tidak membuka pintu meskipun Mbok Sari terus mengetuk.

"Non buka pintunya, Mbok pengin lihat kedaan non Adel."

"Adel baik mbok hanya sedang tak ingin melakukan apapun!"

"Baiklah jika butuh apa-apa panggil mbok!"

Adel tak menyahut, Mbok Sari yang merasa sia-sia akhirnya kembali melakukan pekerjaan.

☆☆☆☆

"Sudah pulang Den?" Tanya Mbok Sari ketika melihat Dev membuka kulkas mengambil minuman dingin.

"Sudah Mbok." Dev yang kepikiran akan sikap Adel memutuskan untuk pulang lebih awal, membatalkan meetingnya dengan klien.

"Den." Ragu-ragu Mbok Sari memanggil suami dari Nonanya.

"Iya Mbok?"

"Ada apa dengan Non Adel?"

"Kenapa Mbok?" Dev malah balik bertanya.

"Sedari pagi tidak keluar kamar."

"Biar saya liat mbok."

Mbok Sari hanya mengangguk, sedangkan Dev berjalan sedikit lebih cepat menuju kamarnya.

Meskipun tak mencintainya namun tetap saja menghawatirkan keadaan istrinya.

Biar bagaimanapun istrinya adalah tanggung jawabnya.

Melihat Adel sedang tidur ia tak tega jika harus membangunkannya.

Sambil menunggu bangun Dev memilih untuk membersihkan diri dulu.

Keluar dari kamar mandi ternyata Adel sudah duduk disofa menunggu dirinya.

"Sudah pulang Mas? Maaf aku ketiduran."

"Tidak apa, kamu pasti lelah." Melihat mata sembab Adel, Dev paham bahwa Adel telah menangis lama.

"tidak jadi meeting?"

"tidak."

Setelah itu tidak lagi ada obrolan apapun, Adel sendiri lebih memilih masuk kamar mandi membersihkan diri karena sudah sore.

"Del!" Panggilnya setelah Adel keluar dari kamar mandi sudah dengan berpakain lengkap.

Biasanya setelah mandi Adel hanya keluar dengan balutan handuk ditubuhnya.

Berganti pakaian tanpa canggung didepannya, tapi beberapa hari ini justru selalu keluar kamar mandi dengan pakaian lengkap.

Semakin membuat Dev tidak mengerti dengan istrinya.

"Ya?" Jawabnya singkat.

"Apa yang terjadi?"

"Tidak ada!"

"Kamu tidak keluar seharian?"

Adel tak menjawab apapun hanya menggelengkan kepala, sebagai tanda pembenaran dari pertanyaan suaminya.

Bagi Adel dunia seperti sedang mempernainkan hidupnya.

Detahun hidup bersama dengan orang yang dicintai dan yang ia kira juga sangat mencintai dirinya.

Membuat Adel merasa bangga, merasa menjadi wanita paling beruntung karena mendapatkan pria yang menjadi idola wanita.

Dituruti segala keinginannya, seakan dia juga wanita paling istimewa untuk suaminya.

Ternyata dia salah, Dev sama sekali tak mencintainya.

Ternyata selama ini dia hanya dimanja tanpa cinta.

Matanya kembali menganak sungai ketika mengingat betapa mesranya tatapan suaminya pada Kakak angkatnya.

Tatapan yang tak pernah ia dapatkan sama sekali.

Bahkan sekalipun sedang melakukan hubungan suami istri, Dev tak pernah menatap mesra.

Kini ia baru sadar tak ada sedikitpun hati Dev untuknya.

Ia buru-buru menghapus air matanya yang hampir terjatuh, sebelum Dev menyadarinya.

"Sudah makan?"

Lagi-lagi Adel hanya menggeleng.

"Makan dulu nanti kamu sakit."

Adel tak menjawab ia kemudian keluar menuju balkon melihat pemandang kota disore hari.

Mentari yang mulai terbenam diufuk barat menambah keindahan langit senja.

Dev yang merasa terabaikan merasa kesal dibuatnya.

Ia menuju ruang kerja memeriksa berkas yang tadi belum sempat ia tanda tangani.

Hingga langit mulai menghitam Adel masih setia duduk dibalkon menikmati lampu-lampu jalanan yang mulai berkerlipan bak bintang dilangit.

Ketika dirasa udara mulai dingin Adel masuk kamar.

Menutup pintu balkon supaya angin malam tak berhembus masuk kekamarnya.

Ketika membalikan badan ia terkejut karena suaminya sudah berdiri didepannya dengan tatapan seperti singa yang ingin memangsanya.

"Katakan sebenarnya ada apa?" Sambil mencengkeram pergelangan tangan Adel.

Adel yang hendak pergi tak bisa karena tangannya dipegang kuat oleh Dev.

Namun tetap tak menjawab apapun.

"Del aku bertanya, jawab!" Dev sedikit membentak, semakin kesal karen Adel hanya diam.

"Sepertinya Mbok Sari sudah selesai makan, mari kita makan malam." Tak mau membahas dirinya, Adel lebih memilih untuk mengalihkan pembicaraan.

"Jawab dulu!"

Namun Adel tak menjawab ia menghempaskan tangannya kemudian berlalu keluar kamar.

Dev semakin dibuat kesal olehnya.

keinginan Dev

Dev semakin dibuat kesal olehnya.

tak menghiraukan Dev, Adel keluar kamar menuju meja makan.

"Masak apa Mbok?" Sekedar basa basi.

"Engga masak banyak Non, cuma tumis kangkung, gurameh bakar, sama sambal."

"Wah sepertinya enak!"

"Ya seperti biasa Non."

Lalu mereka tertawa bersama, Dev yang memperhatikan dari tadi merasa semakin heran.

Dengan Mbok Sari bisa tertawa lepas, namun dengan dirinya bersikap seperti ingin menghindar.

Tersadar jika suaminya sudah duduk, Adel mengambil nasi meletakan dipiring suaminya.

"Sudah cukup." Dev mencegah ketika Adel akan menambahkan nasi lagi.

Mengembalikan nasi ketempatnya, beralih mengambil lauk dan sayur kembali meletakan dipiring suaminya.

Setelah selesai ia mengambil untuk diri sendiri.

Tak ada percakapan apapun selama makan malam berlangsung.

Jika seminggu lalu setiap kali makan bersama selalu ramai oleh celotehan Adel yang menceritakan kegiatan sehari-harinya.

Kali ini hanya dentingan sendok yang terdengar sedang beradu dengan piring.

Selesai makan malam Dev langsung kembali kekamar sementara Adel membantu mbok sari memberskan bekas makan.

"Mbok mulai besok pagi mbok Sari yang masak ya."

Jika biasanya setiap pagi Adel yang menyiapkan sarapan untuk suaminya.

Kali ini ia sudah tak ingin melakukan lagi.

Usahanya tak pernah dihargai sama sekali, Dev hanya mau makan ketika Adel merengek.

Mbok Sari hanya mengiyakan saja.

"Sudah Non biar simbok saja." Mbok Sari tak enak hati jika Nonanya membantu pekerjaannya.

"Tak apa mbok."

Malam semakin larut namun tak ada tanda-tanda Adel akan masuk kamar.

Dev dibuat gelisah sendiri, 'biarkan saja, apa peduliku, dia yang menghindar' dev bermonolog sendiri dalam hati.

Keesokan harinya seperti biasa Adel sudah rapih dengan baju rumah.

Dev baru bangun ketika Adel hendak keluar kamar, namun diurungkan melihat Dev sudah beranjak dari tempat tidurnya.

Adel berjalan menuju lemari menyiapkan pakaian Dev, setelah itu baru keluar.

"Pagi mbok." Sapa Adel pada Mbok Sari yang sedang memasak didapur.

"Pagi juga Non."

"Masak apa mbok, Adel bantu ya?"

"Ndak usah Non, Non sudah cantik nanti berantakan lagi."

"Dalam keadaan apapun Adel kan selalu cantik Mbok."

"Iya Non Adel memang gadis simbok yang paling cantik, beruntung Den Devan punya istri kaya Non Adel."

"Beruntung apanya Mbok, anugrah engga, musibah iya."

"Hus gak boleh ngomong kaya gitu," Mbok Sari memperingati Adel.

Sedangkan Adel hanya nyengir kuda.

"Non Adel itu selain cantik juga baik, gak pernah bedain status sosial, suka berbagi, suka membantu, ya meskipun kadang manja."

"Mbok yang belakang gak usah disebut."

Adel berkata sambil memanyunkan bibirnya.

"Tapi itu saja tidak cukup Mbok untuk membuat seseorang bisa mencintai."

"Bisa dong, buktinya Den Devan cinta sama nlNon Adel."

'Harusnya seperti itu, tapi faktanya tidak sesederhana itu untuk bisa mencintai seseorang,' tentunya Adel hanya berbicara dalam hati.

Adel hanya senyum tak menanggapi kalimat terakhir Mbok Sari.

Sedangkan Dev yang sedari tadi mendengarkan mulai sedikit mengerti kenapa Adel mendiamkannya.

Dev duduk dimeja makan, setelah tak lagi terdengar obrolan istri dan ARTnya.

"Aku buatkan teh dulu Mas," sambil bernjak dari duduknya.

Dev hanya mengangguk.

"Biar Mbok saja Non." Mbok Sari ingin menggantikan Adel membuat teh untuk Dev.

"Mbok lanjut masak saja, hanya membuat teh, Adel bisa mbok."

"Hari ini aku tidak masak," sambil menyerahkan teh kepada suaminya.

"Aku bisa sarapan dikantor," jawab Dev.

Adel hanya menganggukan kepala.

"Aku berangkat," pamit Dev.

"Hati-hati!" Jawab singkat Adel.

☆☆☆

"Mbok sibuk gak?" Ranya Adel ketika masuk kekamar Mbok Sari, saat Mbok Sari selesai shalat dhuhur.

"Tidak, ada apa non?" Mbok Sari merasa Adel akan menceritakan sesuatu.

"Gak ada apa-apa Mbok bosen aja."

Adel tadinya hendak menceritakan masalahnya pada Mbok Sari.

Namum diurungkan, mengingat kesehatan Mbok Sari sudah tidak baik-baik saja.

Sudah pasti Mbok Sari akan kepikiran terus jika Adel menceritakan kenyataan rumah tangganya pada Mbok Sari.

mLMengingat Mbok Sari begitu menyayang Adel layaknya anak sendiri.

Sementara itu dikantor Dev kembali menemui Shanum.

"Shanum ini sudah satu tahun aku menjalani rumah tangga dengan Adel, tapi aku tetap tidak bisa mencintainya."

"Kamu butuh waktu lebih lama dari sekedar 12 purnama."

"Butuh waktu berapa lama lagi?"

"Sampai kamu bisa membuka hatimu untuknya."

"Enam bulan, aku bersabar sampai enam bulan kedepan, jika aku tak bisa mencintainya, aku akan melepaskannya."

"Lalu?"

Kemudian Dev menjawab bahwa dirinya akan kembali pada Shanum, hanya Shanum yang ia cintai.

Ia ingin menghabiskan sisa hidupnya bersama wanita yang dicintai.

Namun Shanum menolak, selepasnya dari ikatan pernikahan dengan Adel, Shanum tetap tidak ingin kembali pada Dev apapun alasannya.

"Shanum mengertilah, hari-hariku sangat membosankan, aku menjalani hidup yang monoton, hanya seputar pagi kerja malam tidur, pagi lagi bangun untuk bekerja lagi seterusnya seperti itu."

"Tidak jika kalian memiliki anak!" Jawab Shanum sambil merapihkan berkas-berkas diatas meja.

"Jangan pernah sakiti adikku, atau aku tak mau mengenalmu lagi!" Lanjut Shanum sambil beranjak dari duduknya.

Dev tak menjawab apapun.

Jam makan siang sudah lewat dari tadi, namun Shanum baru beranjak dari duduknya.

Ia menyelesaikan pekerjaannya dulu bermaksud ingin pulang lebih awal.

Shanum ingin menemui Adel sudah lebih dari sepekan mereka tak bertemu.

"Kamu mau kemana?" Tanya Dev ketika melihat Shanum meninggalkan meja kerjanya menuju pintu keluar.

"mLMenemui adikku." Jawab singkat Shanum.

☆☆☆☆

Terdengar bel berbunyi ketika Adel sedang tiduran dipangkuan Mbok Sari.

Adel hendak bangun namun mbok sari mencegahnya, "Biar Mbok saja."

Adel hanya mengangguk lalu tiduran lagi dikasur Mbok Sari.

Sebenarnya Mbok Sari tau Adel menyembunyikan sesuatu.

Namun Mbok Sari juga tak berani memaksa Adel untuk menceritakan masalahnya.

Ia hanya membiarkan Adel tiduran dipangkuannya, mengelus rambutnya memberikan ketenangan.

Mengisyaratkan bahwa semua akan baik-baik saja, meski tak terucap.

Ceklek.

Pintu terbuka tarlihat gadis berhijab berdiri membelakangi pintu, memperhatikan taman bunga mawar beraneka warna kesukaan nyonya rumah.

Shanum belum menyadari jika pintu telah terbuka hingga mbok sari berkata, "maaf siapa ya?"

Shanum membalikan badan melihat Mbok Sari lalu mengucap salam setelahnya mencium punggung tangan mbok Sari.

Baik Shanum maupun Adel tak pernah menganggap mbok Sari pembantu.

Mereka memperlakukan mbok Sari layaknya keluarga, menghormati mbok Sari seperti menghormati Ibunya.

Waktu masih tinggal bersama mereka tak pernah meminta atau menyuruh mbok Sari.

Ketika membutuhkan sesuatu selalu diawali dengan kata tolong, itupun jarang mereka lakukan.

"Ya Allah non Shanum, apa kabar mbok kangen." Sambil memeluk Shanum.

Shanum memang terkadang bertemu dengan Adel namun lebih sering bertemu diluar.

Jadi mungkin sudah lebih dari satu bulan mbok Sari tidak melihat Shanum, Shanum sendiri juga jarang main kerumah Adel.

"Shanum baik mbok, mbok sendiri gimana?"

Kedatangan Shanum

"Shanum baik mbok, mbok sendiri bagaimana?"

"Baik juga non, Alhamdulillah masih dipertemukan lagi dengan non Shanum." mbok Sari berkata sambil melepas pelukan.

"Sering-sering main kesini non," lanjutnya lagi.

"Insya Allah mbok, Adel ada mbok?" Shanum menanyakan Adel karena dari tadi tak melihat gelagat Adel.

"Ada non dikamar simbok, tapi sepertinya sedang tidak baik-baik saja."

"Adel sakit mbok?"

"Bukan sakit, maksudnya gimana ya non jelasinnya."

"Jelaskan mbok ada apa?"

"Non Adel sepertinya sedang ada yang dipikirkan, tapi non Adel gak mau cerita, simbok juga ga berani tanya non."

"Baiklah mbok terimakasih."

Setelah mengucapkan terimakasih Shanum bergegas menuju kamar mbok Sari yang berada dibelakang dekat dapur.

Meskipun kamar ART namun sangat terasa nyaman,

"Siapa yang datang mbok?" Adel bertanya saat mendengar pintu terbuka.

Masih dengan posisi miring menghadap tembok ia mengira mbok Sari yang masuk.

Merasa tak ada jawaban Adel bertanya lagi.

"Tamunya sudah pulang mbok?" Masih tetap dengan posisi yang sama.

Suaranya terdengar tak bersemangat, sangat kentara bahwa dia sedang memiliki masalah.

"Dek!" panggil Shanum pada Adel.

"Kak Shanum." Adel terlonjak kaget seketika bangun dari posisi nyamannya.

"Kamu apa kabar dek?"

"Adel baik kak, kaka bagaimana?"

"Sangat baik," menjawab sambil duduk bersisihan dengan Adel.

"Sudah makan dek?" Tanya Shanum.

"Sudah" jawabnya singkat.

"Sepertinya kamu sedang bosan, keluar yuk." Shanum mengajak Adel keluar.

Melihat Adel tak bersemangat Shanum merasa kasihan, namun sama seperti mbok Sari, ia juga tak berani bertanya apapun.

Menunggu sampai adiknya siap bercerita dengan sendirinya..

"Adel males keluar kak." Benar memang Adel sedang tak ingin melakukan apapun.

Dia yang biasanya bisa menghabiskan tujuh digit hanya untuk sekali perawatan kesalon, sekarang sudah lebih dari sepekan ia tak melakukannya.

Bahkan ia yang hobi shopping bisa menghabiskan delapan digit sekali masuk mall.

Apalagi suaminya selalu menuruti semua keinginannya.

Adel sangat dimanja oleh Dev, meskipun Dev tak bisa hangat dan romantis, namun semua keinginan Adel selalu di iyakan.

"Ayolah, kakak belikan kamu boba." Shanum menawarkan boba, boba adalah minuman kesukaan Adel.

"Adel mau 10, eh salah 15," masih dengan posisi rebahan.

"aberapapun ayo, bila perlu sama gerobaknya bawa pulang, abang-abangnya juga kalau Adel mau."

"Adel juga mau bakso mang Asep pinggir jalan depan."

"Apapun."

Shanum menarik tangan Adek keluar kamar mbok Sari.

Ketika baru keluar pintu Shanum dan Adel berpapasan dengan mbok Sari yang hendak masuk kamar membawa satu jus jeruk kesukaan Adel dan satu jus mangga kesukaan Shanum.

"Minumnya non," mbok Sari menawarkan minumannya.

"Eh iya mbok," jawab Shanum sambil mengambil nampan dari tangan mbok Sari kemudian membawanya kemeja makan.

"Bersiaplah dandan yang cantik, kakak tunggu disini!" Shanum mendorong pelan tubuh Adel.

"Bentar, mau minum dulu," tak menghiraukan Kakaknya Adel ikut duduk manis menyesap sedikit jus jeruk.

"Mbok Sari the best, jusnya seger banget ngalahin boba yang deket perempatan." sambil melirik kakaknya.

"Adel udah cukup minum jus kak, udah gak pengin boba," lanjutnya sambil melihat Shanum, bermaksud sudah tak ingin keluar.

"Engga menerima penolakan!" Kata Shanum yang tau maksud adiknya.

Akhirnya mau tak mau Adel bangun dari duduknya, berjalan menuju kamarnya.

Berganti pakaian, mengoleskan bedak tipis dan juga lipice.

Tak mau memakai make up seperti biasanya ia hanya berdandan sederhana.

Tapi justru membuat ia terlihat lebih cantik alami.

Setelah dirasa cukup akhirnya Adel turun dengan penampilan yang bisa dibilang sangat sederhana untuk ukuruan nyonya Agasta.

Shanum yang melihat merasa heran karena berpenampilan tidak seperti biasanya.

Namun juga merasa senang karena adiknya tidak lagi berpenampilan berlebihan.

"Cantiknya," ucap Shanum sambil memeluk Adel.

"Rambut adel rusak kak." Adel pura-pura merajuk.

"Tetep cantik," jawab Shanum sambil mencubit pipi Adel gemes.

Mereka bergegas keluar rumah setelah sebelumnya sudah pamit pada mbok Sari.

Shanum juga berpesan mungkin akan pulang sedikit larut meminta mbok Sari untuk tidak menunggu.

Tak butuh waktu lama mereka sampai dipusat perbelanjaan terbesar.

Mereka memilih untuk makan dulu, karena Shanum baru ingat ternyata dia belum makan siang.

Adel hanya mengikuti saja kemana kakaknya pergi.

Setelah sampai mereka memilih tempat duduk dekat jendela yang menghadap pemandangan kota.

Karena jam makan siang sudah lewat beberapa jam yang lalu, tidak terlalu banyak pengunjung, mereka leluasa memilih tempat duduk.

Sambil menunggu makanan datang Shanum mencoba berbicara. Berharap Adel mau menceritakan masalahnya

"Dek, semangat donk, mana adeknya kakak yang selalu ceria."

Benar kata mbok Sari, Shanum juga merasakan hal yang sama, Adel seperti lebih diam, tak banyak bicara.

Biasanya jika mereka bertemu selalu saja ada yang adel bahas.

Adel tak pernah kekurangan bahan untuk bercerita.

Kadang ia menceritakan tentang gaya rambut terbaru, baju yang lagi ngetrend, tas brand keluaran terbaru.

Selain itu lebih sering juga Adel bercerita tentang suaminya.

Dia selalu membanggakan suaminya, bagaimana suaminya memanjakannya.

Memberikan ini membelikan itu sesuai keingina Adel.

Bahkan ketika ada meeting pentingpun suaminya rela meninggalkan ketika Adel menginginkan suaminya untuk pulang.

Tapi sekarang tak ada satu katapun yang adel ceritakan.

Ia hanya menjawab ketika ditanya.

"Adel juga udah semangat kak." Namun suaranya terdengar lesu.

Tak lama kemudian makanan mereka datang, karena memang mereka memesan fast food.

"Makan dek jangan cuma buat mainan!" Shanum berkata mengingat sedari tadi Adel belum memasukan sesuappun makanan kedalam mulutnya.

"Iya ini juga dimakan," sambil menyuapkan potongan kentang goreng.

"Kak!" Adel memanggil kakaknya dengan sedikit ragu.

"Iya dek, kenapa?" Tanya Shanum Antusias.

"Bagaimana perasaan kakak selama ini?" Tanya Adel.

"Maksud kamu apa dek?"

"Apa kakak pernah merasa marah saat Adel meminta sesuatu milik kakak? Dari dulu Adel selalu menginginkan apa yang kakak punya, tapi kakak selalu memberinya," tanya Adel sambil menundukan kepala merasa bersalah.

"Hey dek kamu ngomong apa sih, kakak sebagai kakak kamu sudah pasti ingin memberikan yang terbaik untuk adek tersayangnya kakak." Jawab Shanum sambil melihat Adel yang masih tetap menunduk.

"Dek apapun yang kakak kasih kekamu kakak ikhlas, kenap tiba-tiba Adel menanyakan seperti itu?"

"Jika Adel mengembalikan lagi apa yang sudah Adel minta sama kakak, apa kakak mau menerimanya lagi?"

Mengingat dulu Adel selalu menginginkan apapun yang kakaknya miliki.

Meskipun Ayah mereka selalu memberikan sesuatu yang sama.

Namun Adel tetap lebih suka sesuatu milik kakaknya.

Tumbuh dari keluarga kaya raya dan diasuh oleh single parent membuat Adel selalu dimanja.

Apapun yang diinginkan selalu ia dapatkan.

Ibunya meninggal ketika melahirkannya, dan ayahnya bertekad untuk tidak menikah lagi.

Mengasuh Adel sendirian dengan dibantu mbok Sari yang waktu itu bekerja sebagai ART ditempat Tuan Riki Agasta ayahnya Adel.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!