DENTUMAN suara musik memenuhi ruangan remang remang di penuhi banyak orang yang ingin mencari kesenangan. Ada yang duduk di kursi bar untuk sekedar minum ada yang meliuk liukkan tubuhnya di dance floor di kerubuni wanita wanita penghibur yang haus akan kenikmatan dan ada pula yang berada di ruangan VVIP dengan nyaman tanpa harus bersempit sempitan dan bermain dengan wanita pesanan mereka masing-masing.
Tujuan mereka datang ketempat inipun berbeda-beda, ada yang mencari nafkah untuk keluarganya, ada yang sekedar ingin melepas penatnya karena pekerjaan, ada yang ingin bersenang-senang dan memenuhi hasrat seksualnya dan ada pula yang datang untuk melupakan kejadian buruk yang di alaminya.
Tapi itu semua tidak berlaku bagi Alex Sandra ia datang ketempat ini karena kebiasaannya, baginya tempat inilah yang mampu menenangkan dirinya, menepis rasa sakit tak kasat mata yang tidak pernah ia ketahui apa obatnya.
Sandra meneguk minuman keduanya kemudian melayangkan gelas kosong itu ke udara seakan baru saja memenangkan pertandingan.
"Happy birthday to Alex Sandra...!" ucap gadis itu pada dirinya sendiri.
"Lo ulang tahun?" tanya Kanaya yang duduk di sisi kirinya dan hanya di balas anggukan oleh Sandra seraya meneguk minuman ke tiganya.
"Selamat ulang tahun, astaga gue lupa beneran sumpah" imbuh Audi seraya mengacungkan jarinya membentuk huruf V.
Sandra mengangguk paham, "sejak gue kenal sama kalian di bangku SMP sampai kita SMA bukanya lo nggak pernah ingat kapan ulang tahun gue?"
Kanaya dan Audi beradu pandang lalu nyengir, "Lo kalau ngomong suka bener" jawab Audi.
Entah persahabatan seperti apa yang mereka jalin tapi seperti itulah mereka, mereka selalu bersama sama untuk bersenang-senang tapi mereka tidak pernah tau ada apa di balik semua kesenangan itu.
Sandra merasa persahabatannya selama ini terasa palsu tapi tak mengapa ia tidak pernah keberatan karena ia sudah terbiasa dengan hidup seperti itu. Keluarga, saudara, sahabat, bahkan hidupnya sendiri terasa palsu baginya.
Seandainya Sandra di beri pilihan ia pasti tidak akan memilih untuk hidup dari pada harus menjalani kehidupan seperti sekarang ini.
"Gimana kalau malam ini kita party?" Sandra merangkul kedua temannya seraya menaik turunkan sebelah alisnya.
Audi dan Kanaya tampak berfikir namun Sandra tidak menerima penolakan dari temannya, "yang penting kita happy..." Sandra menuntun kedua temannya menuju lantai dansa.
Tanpa babibu kedua temannya ikut meliuk-liukan tubuhnya mengikuti dentuman musik yang menggema memenuhi sudut ruangan.
Beberapa menit kemudian...
Sandra menghentikan kegiatannya ketika melihat lelaki yang sangat familiar itu duduk di sebuah kursi bar. Lelaki itu adalah Alkana, cowok yang terbilang cupu di sekolah tapi nyatanya saat berada di tempat ini ia berubah sebagai cowok sejati dengan tingkat ketampanan diatas rata-rata.
Sandra mengucek matanya mencoba meyakinkan apa yang ia lihat, namun ia memang tidak salah lihat lelaki itu benar-benar Alkana.
"Boleh juga tu cowok" Sandra menyunggingkan senyumnya lalu memisahkan diri dari teman temannya mendekati dimana Alkana berada sayangnya di saat yang bersamaan ada beberapa wanita penghibur yang datang menghampiri cowok itu.
Wanita itu bergelayut manja seraya memeluk lengan Alkana namun cowok itu hanya terpaku menatap layar ponselnya tanpa memperdulikan ketiga wanita yang tengah mengelilinginya.
Sandra mengurungkan niatnya tapi bukan karena wanita penghibur itu melainkan karena Sandra terheran dengan Alkana yang tampaknya sudah terbiasa dengan kehadiran wanita itu.
"Gue mau ke toilet" kata Alkana, bukannya wanita itu memberi jalan untuk Alkana tapi malah menyandarkan kepalanya di pundak lelaki itu.
"Mau di temenin nggak" salah satu wanita itu menawarkan diri.
"Tidak" Alkana melepaskan dirinya lalu berjalan menuju toilet.
Melihat Alkana akan berjalan kearahnya Sandra bergegas bersembunyi di tengah orang orang yang sedang meliuk-liukan tubuhnya. Setelah Alkana berlalu Sandra mengikuti lelaki itu sampai ke toilet.
Alkana berbelok menuju toilet pria sedangkan Sandra hanya berhenti di persimpangan antara toilet pria dan wanita. Tak berapa lama kemudian datang dua orang lelaki sangar yang memasuki toilet pria, Sandra hanya berdiri di sisi jalan dan berpura-pura menelpon seseorang, kerena kedua lelaki itu tampak mencurigai keberadaannya.
"Lo bawa pesanan gue?" kata suara itu yang dapat Sandra dengar dari luar.
"Bawa" jawab suara itu dan Sandra yakin itu adalah suara Alkana.
"Lo yakin di sini aman?"
"Yakin, biasanya gue juga di sini."
"Mana..."
Setelah itu Sandra tidak mendengar apa apa lagi, entah apa yang di lakukan Alkana pada kedua lelaki sangar itu Sandra tidak tau tapi yang jelas ada satu hal yang Sandra ketahui di balik sikap dingin seorang Alkana ia menyembunyikan sisi gelap yang mungkin bisa menggegerkan seisi sekolahnya.
Cklek...
Alkana keluar bersama dua lelaki sangar itu sampai Sandra terkejut dan belum sempat menghindar.
"Siapa dia?" lelaki bertato di lengan itu menatap Sandra penuh selidik.
Sandra terdiam kaku ia merasa seperti maling yang tertangkap basah.
Alkana melirik Sandra sekilas. "Dia wanita penghibur," sahut Alkana lalu berjalan melewatinya.
Sandra mengumpat dalam hati melontarkan sumpah serapah untuk Alkana, lelaki itu tidak mungkin tidak mengenalnya mengingat Sandra sangat populer di sekolah.
Lelaki bertato itu mengangguk lalu mengikuti Alkana tapi tidak dengan satu temannya.
"Sendirian aja cantik" lelaki besar tinggi itu menatap Sandra dengan kurang ajar.
"Siapa namamu?" Sandra terkejut ketika lelaki sangar itu menyentuh dagunya secara tidak sopan seraya menipiskan jaraknya.
Sandra mendorong lelaki itu lalu berlari keluar dari toilet. "Hey cantik mau kemana!" panggil lelaki itu namun Sandra tidak perduli ia terus berlari keluar dari tempat terkutuk itu.
Tidak mudah untuk melewati puluhan orang yang ada di sana, Sandra sudah beberapa kali menabrak seseorang tapi ia tetap berlari karena lelaki sangar itu masih mengejarnya. Sampai pada akhirnya...
Bruk...
Sandra menabrak seseorang namun ia yang terpental dan jatuh tepat di depan pintu.
"Tangkap perempuan itu..!" perintah lelaki yang pantas di sebut preman pada seseorang, Sandra mendongak menatap lelaki itu.
"Al.." bisik Sandra.
Alkana membungkuk membantu Sandra berdiri lalu mencengkram lengan Sandra.
"Al lepas..." Sandra meronta, ia pikir Alkana akan menolongnya tapi dugaannya salah.
Preman itu tersenyum penuh kemenangan lalu mendekati Sandra, "mau kemana cantik" Preman itu menatap Sandra dengan cara yang menjijikkan.
"Al lepas... gue mohon..." Sandra terus meronta seraya menatap lelaki yang masih memasang wajah datar itu dengan tatapan meminta pertolongan tapi apalah daya Alkana tidak memperdulikan gadis itu.
"Kita bersenang senang malam ini" ucap preman itu di iringi gelak tawa.
Karena Alkana tidak kunjung melepaskan dirinya Sandra hanya bisa pasrah dan bersembunyi di balik tubuh Alkana, tak lama kemudian Alkana bersuara.
"Dia udah gue pesen."
Sandra mendengar sedikit ketenangan di sana, tapi di balik ketenangan itu tersirat sebuah penghinaan baginya. Dia pikir gue wanita penghibur?
***
Alkana Dirga
Sampai di sini dulu ya jangan lupa tinggalkan komentar...
SANDRA melangkah memasuki pintu rumahnya dengan mengendap endap, sebuah kebiasaan yang tidak pernah hilang dalam dirinya yaitu pulang ke rumah sampai jam satu malam. Sepenuhnya Sandra tau Rena pasti marah kalau ia pulang lebih dari jam sepuluh tapi bukan Sandra namanya jika menuruti perintah kakaknya.
klek...
Sandra terkejut mendengar suara saklar lampu yang tiba-tiba berbunyi dan dalam sekejap menerangi seluruh sudut ruangan.
"Dari mana aja kamu?" Rena menatap Sandra yang berdiri di depannya dengan sorot mata elang.
Sandra melangkah melewati Rena tanpa menjawab kakaknya.
"Sandra!" pekik Rena.
Sandra berhenti "tanpa Sandra jawab kakak udah taukan jawabannya."
"Sudah berapa kali kakak bilang?"
"Kak Rena juga nggak pernah dengarin apa kata Sandra kan!" Sandra membalik arah menatap lawan bicaranya.
"Kakak nggak mungkin biarin kamu tinggal sendirian, mau jadi apa kamu?"
Sandra diam mengalihkan pandangannya menatap kearah lain.
"Kemana aja kamu beberapa hari ini, kamu nggak pernah pulang kerumahkan selama kakak nggak ada?"
"Oh jadi Reza ngadu?"
"Sandra yang sopan kalau ngomong dia juga kakak kamu!" Rena memperingati.
"Iya suamimu!"
"Harus gimana lagi kak Rena ngajarin kamu sopan santun, semakin hari kamu semakin seenaknya dan susah di atur!"
Sandra bergeming menuju kamarnya, jika meladeni ocehan Rena mungkin bisa sampai subuh.
"Sandra!" Rena mengikuti langkah adiknya.
"Sejak kapan kakak ngajarin Sandra sopan santun, bukannya selama ini kak Rena selalu sibuk sama urusan kakak," jawab Sandra.
"Kakak kerja buat nyukupin kebutuhan kamu!"
"Nggak harus sampai keluar kota tiap harikan?"
"Biaya sekolah kamu mahal, dan kakak nggak mungkin cuma mengandalkan pekerjaan kakak yang di jakarta."
"Sandra nggak pernah minta sekolah di tempat itu," Sandra berhenti di depan pintu kamarnya lalu menghadap Rena. "Kak Rena sendiri yang nyusahin diri kakak"
"Kakak milih sekolahan itu biar kamu bisa dapat fasilitas pendidikan yang lebih baik."
"Sampai kakak nggak pernah ada waktu buat Sandra?"
Rena terdiam, ucapan Sandra ada benarnya. Ia memang selalu sibuk dan tidak pernah ada waktu untuk sekedar bercerita atau bercakap-cakap dengan adiknya terlebih setelah ibunya meninggal. Rena bekerja keras untuk membiayai sekolah Sandra karena ayahnya menikah lagi dan tidak pernah menafkahi anaknya.
"Waktu buat Sandra selama ini cuma kakak gunain buat marah marah. Jadi maaf kak, Sandra juga lagi nggak ada waktu buat dengerin kakak."
Sandra bergeming membanting pintu kamar dan membiarkan Rena mematung di tempatnya.
Perang saudara antara Sandra dan Rena memang tidak pernah berakhir, setiap hari Sandra selalu saja membuat ulah sampai Rena kehabisan akal untuk menghadapi adiknya.
Sandra melempar tasnya sembarang lalu merebahkan tubuhnya di kasur menatap langit langit kamar.
Sandra menghela nafasnya, mencoba meloloskan rasa sesak di dadanya.
"Mama... bawa Sandra pergi."
***
Bel istirahat baru berbunyi lima menit yang lalu, tapi Sandra dan kedua temannya sudah menghabiskan semangkuk mi ayam dan beberapa snack. Membolos di jam pelajaran adalah rutinitas ketiga serangkai itu, tak jarang mereka kerap menjadi langganan guru BK karena kebiasaan buruknya.
"Sayang..." sapa cowok cupu yang bersetatus sebagai pacar Sandra.
Sandra melirik sekilas lalu menyeruput orange juice pesanannya. "titipan gue mana?" Sandra mengulurkan tangannya.
Haris melepas ransel yang ia bawa lalu mengambil sesuatu yang terbungkus plastik warna hitam.
"Nih..."
Sandra langsung merebut pemberian lelaki itu dan memeriksa pesanannya, "kok nggak ada sayapnya!" Sandra menatap kesal kearah pacarnya.
"Tapi sayang aku udah bolak balik tiga kali loh."
"Makannya dengarin kalau ada orang ngomong!"
"Kamu tadikan bilangnya yang ini."
"Tapi gue nggak mau, udah sana pergi lo ngrusak mood gue aja tau nggak?" Sandra melempar plastik itu kearah Haris.
"Terus ini gimana?" Haris menatap bingung kearah pembalut yang baru saja ia beli.
"Pake aja sendiri!" tukas Sandra diiringi gelak tawa kedua temannya.
Haris bergeming dari tempat itu dengan raut wajah kecewa. Diantara puluhan lelaki yang pernah menjadi pacar Sandra hanya Haris yang bisa bertahan sampai Dua bulan, padahal selama ini Sandra hanya menjadika Haris sebagai kacung, tapi Haris tidak pernah keberatan dengan perlakuan Sandra.
"Si Haris kayaknya udah cinta mati deh sama lo Ra?" Audi seraya menatap punggung Haris yang mulai menjauh.
"Ya kali cinta mati, palingan juga dua hari lagi dia minta putus."
"Tapi Ra kasian tau tu cowok kalau lo perlakuin kayak gitu?" Kanaya memperingati.
"Biarin aja buat hiburan gue, lagian sayang kali punya pacar kalau cuma buat pajangan, harus di manfaatin ya gak?"
Audi dan Kanaya manggut-manggut, "makin hari lo makin nggak punya hati aja Ra?" kata Audi.
Sandra mengalihkan pandangannya tak menganggap berarti perkataan sahabatnya.
Di sisi lain kantin itu, Satria yang tengah duduk berhadapan dengan Riska tampak beberapa kali melirik kearah tiga serangkai di depannya, siapa lagi yang menarik perhatian Satria kalau bukan cewek yang berpakaian paling minim di antara kedua temannya.
Cewek itu menggunakan rok mini jauh dari lutut dengan baju putih ketat yang membentuk tubuhnya, belum lagi dua kancing teratasnya yang terbuka seakan sengaja membuka akses bagi siapa saja yang ingin melihat dadanya. Sebagai lelaki normal Satria merasa terpancing dengan bentuk tubuh ideal yang di pamerkan cewek itu.
"Kamu liatin apa sih?" tanya Riska penasaran, namun Satria masih memperhatikan cewek sexy yang sedang asik ketawa ketiwi bersama kedua temannya.
Merasa di abaikan Riska akhirnya menoleh mengikuti arah pandang pacarnya, "kamu liatin Sandra?"
Satria terperanjat mendengar itu, "eng-enggak kok, siapa yang liatin dia."
"Ish... ngapain sih liatin tuh cewek" Riska berdecak sebal lalu membanting sendoknya, gara-gara Satria Riska tidak berselera lagi untuk makan.
"Nggak aku nggak liatin apa apa sumpah," Satria meyakinkan.
"Ekhem..." Satria menoleh ketika mendengar suara deheman dari Sandra. Kursi Sandra dan Satria hanya terpisah oleh satu meja kosong tak berpenghuni jadi Sandra masih bisa mendengar jelas perdebatan mereka.
Sandra bangkit dari duduknya lalu menyibakan rambutnya di satu sisi, rambut panjang yang selalu di biarkan terurai itu membuatnya semakin terlihat sexy. Sandra mengangkat kaki kirinya dan di arahkan pada kursi yang baru saja ia duduki lalu dengan percaya diri ia memperbaiki tali sepatunya.
Tentu saja itu menyita perhatian para kaum adam, bukan hanya Satria penjaga kantinpun yang sudah bau tanah ikut melirik mengintip rok mini yang semakin naik menampilkan paha mulus pemiliknya.
"Lo ngapain kayak gitu Ra?" tanya Audi.
Sandra tersenyum lalu berbisik pada temannya, "gue lagi ngadain nobar."
"Ck ck ck... kreatif banget otak lo."
"Ra Ra... Riska nyamperin lo Ra?" Kanaya tampak panik namun Sandra tidak perduli ia malah menurunkan kakinya dan menggantinya dengan kaki kanan.
Brakk...
Riska menggebrak meja, "mau lo apa sih!"
Sandra mengerutkan keningnya, "maksud lo?"
"Lo sengaja pamer kan?"
Sandra tertawa dan tanpa mereka sadari mereka telah menjadi tontonan gratis penghuni kantin.
"Kalau iya kenapa, lo mau pamer juga?"
Riska menatap jijik kearah Sandra sambil menyunggingkan senyuman remeh.
"Oh... atau lo ngiri sama gue" ejek Sandra di iringi tawa kedua temannya.
"Udah deh Riska mendingan lo duduk makan dan jagain cowok lo yang mata keranjang, sebelum dia sadar kalau lo kurang muasin buat dia."
"Jaga ya mulut lo," Riska mulai memanas "dia nggak akan kayak gitu kalau lo nggak mancing mancing dia!"
Sandra menurunkan kakinya kemudian melipat tangannya di dada, "lo yakin kalau cowok lo nggak mata keranjang?" Sandra melangkah mendekati Satria, "gue bisa buktiin kalau lo nggak percaya."
Satria menatap Sandra bingung, ia tidak tau apa yang akan di lakukan cewek itu padanya.
"Lo lihat gue baik baik" kata Sandra pada Riska, namun gadis berambut sebahu itu hanya mengepalkan tangannya.
Sandra membungkuk menatap Satria, sampai di sana Satria sudah gagal fokus karena ia bisa melihat jelas apa yang di tutupi Sandra di dadanya.
"Boleh nggak gue minta tolong?" tanya Sandra seraya mengedipkan mata genitnya pada Satria.
Cowok yang mempunyai jabatan sebagai ketua osis itu langsung menjawab pertanyaan Sandra, "boleh..." ucapnya tanpa pertimbangan.
Sebenarnya saat itu Satria lebih fokus pada dada mulus cewek itu dari pada ucapan Sandra.
"Kancingin baju gue dong. Mau nggak?"
Satria menelan salivanya susah payah ia tidak menyangka ini, Satria ternganga menatap Sandra lalu beralih lagi pada kancing baju cewek itu. permintaan itu terlalu menggiyurkan untuk di tolak dan dengan penuh keyakinan Satria mengangguk bersamaan dengan itu Riska langsung berlari meninggalkan kantin dengan kekesalannya.
Mungkin Sandra di cap buruk oleh teman temannya tapi itulah Sandra, cewek yang tidak pernah percaya bahwa ada lelaki baik di dunia ini. Sandra menganggap lelaki hanya menjadikan wanita sebagai pemuas nafsunya dan ketika ia sudah bosan ia akan di campakkan seperti sampah.
Ayahnya sendiri contohnya, yang telah diam diam menghamili wanita lain tanpa sepengetahuan ibunya dan ketika ibunya meninggal ayahnya menikah lagi dan melupakannya begitu saja. Sakit sudah pasti Sandra rasakan apalagi ia di campakkan oleh lelaki yang paling ia cintai di dunia, bahkan sampai saat ini Sandra masih merasakan kecewa yang mendalam atas perlakuan ayahnya.
Sebelumnya Sandra pernah memiliki seseorang yang benar-benar menyayanginya yaitu cinta pertamanya Nicole, tapi realita seakan lebih kejam dari espektasi yang pernah ia bayangkan kepercayaannya pada lelaki itu pudar ketika Nicol menghianatinya. Sandra pernah melihat Nicol bercinta dengan simpanannya dan sejak saat itu ia percaya bahwa tidak ada lelaki baik di dunia ini.
***
Alex Sandra
SEJAK istirahat pertama hingga jam terahir Sandra belum masuk ke dalam kelasnya ia malah memilih menyendiri di rooftop sekolah, kali ini ia tidak bersama Audi dan Kanaya karena teman temannya sibuk dengan pacarnya masing-masing, hanya puntung rokok di tangannya yang menemani Sandra sejak tadi.
Sandra menghembuskan nafas di iringi kepulan asap yang keluar dari hidung, ada sedikit ketenangan yang ia rasakan ketika berada di tempat itu.
Krrrrring...
Sandra tersenyum mendengar bunyi bel yang sejak tadi ia tunggu. Sandra bangkit dari duduknya seraya menginjak puntung rokok yang tersisa Dua senti lalu bergegas menuruni anak tangga.
Di sela perjalanan menuju kelasnya Sandra bertemu dengan puluhan para siswa yang melewatinya, tak jarang dari mereka melempar rayuan, menggodanya atau sekedar menatapnya penuh birahi namun Sandra sama sekali tidak menanggapi ucapan sampah dari para buaya itu.
Tapi ada satu cowok yang menarik perhatiannya yaitu Alkana, cowok itu berjalan santai dengan tangan kiri dalam saku dan ransel yang ia kaitkan satu di pundak sedangkan tangan kanannya sibuk mengotak atik ponselnya.
Sandra melipat tangannya di dada lalu berhenti tepat di depan Alkana, merasa ada yang menghalangi langkahnya Alkana mengangkat wajahnya melihat siapa orang yang telah mengganggu perjalanannya.
"Eh ada cupu..." sapa Sandra seraya menatap lelaki itu.
Mendengar itu Alkana bergeming melewati Sandra, baginya Sandra hanya orang tidak jelas yang tidak perlu ia layani.
Sandra memutar arahnya menatap punggung cowok itu, "lo jual garam ya?" tanya Sandra.
Alkana berhenti kemudian menyimpan ponselnya dalam saku, "bukan urusan lo" jawabnya tanpa menoleh.
"Jadi bener?" Sandra mendekati Alkana dan berdiri di depannya, "boleh juga ya nyali lo, gue pikir lo cuma cowok cupu yang harus di dongengin sebelum tidur tapi ternyata lo lebih liar dari Srigala."
Alkana menatap malas kearah Sandra, waktunya terlalu berharga untuk ia buang percuma. "Gue lagi nggak waktu, jadi lo minggir"
"Gimana kalau seandainya satu sekolah ini tau apa profesi lo, gue yakin pasti bakal heboh."
Alkana melanjutkan langkahnya, "lakuin aja apa yang lo mau."
Dengan percaya diri Sandra masih mengekori Alkana, ia tidak pernah di abaikan sebelumnya dan sikap dingin lelaki itu membuatnya merasa tertantang.
"Gimana kalau gue laporin lo ke kantor polisi," Sandra seraya menyamai langkah Alkana.
"Terserah" Alkana mempercepat langkahnya.
Sandra berdecak sebal mendengar ucapan cowok itu ia pikir akan mudah menakut-nakuti Alkana ternyata tidak.
"Ok kalau lo emang pasrah sama apa yang gue lakuin tapi semoga aja lo nggak nyesel karena gue nggak pernah main main!" pekik Sandra namun cowok itu tidak perduli.
***
Keesokan harinya.
Alkana baru saja tiba di sekolah namun di sepanjang perjalanan menuju koridor ia di tatap aneh oleh orang orang yang melewatinya.
"Nggak nyangka gue kalau ternyata dia jual kayak gitu," bisik seseorang seraya melirik Alkana.
"Iya kelihatannya aja polos nggak taunya dalamnya busuk" jawab teman di sebelahnya.
Alkana menautkan alisnya ia benar-benar tidak mengerti dengan apa yang di bicarakan cewek itu.
Tak lama kemudian tatapannya tertuju pada orang-orang yang berkerumun di depan papan informasi, tanpa pikir panjang Alkana langsung berlari menuju tempat itu. Dan benar itulah sebabnya mengapa orang orang yang ada di sekelilingnya tadi mencibirnya.
Di papan informasi itu tertempel beberapa foto Alkana yang tengah melakukan transaksi dengan beberapa preman yang sudah menjadi langganannya. Alkana menyelip menepis beberapa temannya yang ada di barisan depan lalu mencopot foto fotonya.
"Itu beneran lo Al...?" tanya salah seorang cewek.
"Jadi lo jualan obat selama ini?" imbuh cowok di sebelahnya.
"Lo pengedar?" tanya cewek itu lagi.
Alkana tak menggubris pertanyaan temannya lalu meninggalkan tempat itu. Alkana berlari menyusuri koridor, mencari dimana letak kelas cewek yang ia yakini adalah penyebab adanya foto foto itu.
Di sela pencariannya Alkana bertemu dengan Jery teman sebangkunya. Saat itu Jery tampak baru saja datang.
"Nyariin siapa lo celingukan gitu?" tanya cowok bertubuh jangkung.
Alkana bukannya menjawab pertanyaan temannya malah balik bertanya. "Kelas Sandra dimana?"
Jery mengerutkan kening, "ada apa lo nyari tu cewek?"
Seorang Alkana sebelumnya tidak pernah perduli dengan gadis seperti Sandra, pasalnya selain pandai membuat masalah Sandra termasuk gadis yang wajib ia hindari, baginya Sandra berbahaya.
"Gue ada perlu, lo tau nggak?"
Melihat raut wajah temannya tampak dalam masalah Jery langsung memberi tau dimana letak kelas cewek cantik itu.
"Ips Satu."
"Thanks ya bro" Alkana menepuk pundak temannya lalu bergegas menuju tempat yang di maksud Jery.
Sesampainya di kelas Ips Satu Alkana langsung menghampiri Audi yang tengah duduk di kelas itu.
"Mana Sandra?" tanya Alkana dengan raut wajah serius.
Audi menatap heran kearah cowok itu, namun beberapa saat kemudian ia berkata "lo penggemar barunya?" Audi memperhatikan cowok itu dari ujung kaki hingga ujung rambut, "udah siap lo buat patah hati? aduh mubazir deh kayaknya kalau cowok kayak lo cuma di jadiin kacung" lanjutnya.
Alkana menatap sebal kearah cewek itu, ia fikir mentang mentang Alkana mencari Sandra berarti Alkana menyukainya, tidak dan tidak akan pernah.
"Gue ada perlu" jawab Alkana dingin.
Belum sempat Audi menjawab pertanyaan cowok itu Audi melihat Sandra memasuki ruang kelasnya.
"Tuh..." Audi melirik kearah cewek yang baru saja selesai memenuhi panggilan alamnya.
"Kenapa nyari gue? kangen" kata Sandra penuh percaya diri.
Alkana memutar arahnya menatap cewek itu, "ikut gue."
Alkana menarik lengan Sandra lalu membawanya keluar dari kelas, sedangkan Audi hanya menatap bingung kearah dua orang itu.
"Lepasin..." Sandra meronta tidak ingin menuruti keinginan cowok itu, namun Alkana tidak perduli sampai pada ahirnya mereka tiba di tempat yang di tuju.
Alkana melepaskan cengraman tangannya ketika sudah berada di gudang belakang sekolah.
"Ini apa!" Alkana melempar kertas yang sedari tadi ia bawa.
"Foto" jawab Sandra tanpa rasa takut.
Semalam Sandra memang sengaja datang ke diskotik untuk mencari informasi tentang profesi cowok itu dan ternyata malam itu Alkana juga ada di sana bersama beberapa orang yang Sandra yakin adalah langganan Alkana.
"Jangan pernah ikut campur urusan gue atau lo tanggung sendiri akibatnya!" kecam Alkana.
"Gue nggak ikut campur Al, gue cuma mau buktiin apa yang gue bilang sama lo, kan lo sendiri yang nyuruh gue nglakuin apa yang gue mau."
Alkana melangkah menyempitkan jaraknya, Sandra yang melihat itu lalu berjalan mundur sampai pada ahirnya langkahnya mentok pada sebuah dinding.
"Mau lo apa sekarang?" Alkana menatap intens lawan bicaranya hingga jarak mereka tinggal beberapa senti.
"Gue nggak yakin lo punya tujuan khusus, atau selama ini lo cuma penasaran sama gue karena gue nggak tetarik sama lo kayak cowok cowok yang lain?" tebak Alkana.
"Buang jauh jauh rasa penasaran lo tentang gue, karena semua itu nggak ada gunanya buat lo, NGERTI!" imbuhnya.
"Ada, lo bisa jadi mainan buat gue, karena gue yakin nggak ada cewek yang berani nglakuin ini sama lo" jawab Sandra percaya diri seraya menatap Alkana.
"Dengan gue cari tau tentang lo semua orang bakal tau siapa lo sebenarnya dan lo nggak bisa jadiin kecupuan lo di sekolah sebagai topeng. Gue tau Al banyak yang lo lakuin di luar sekolah dan itu yang menarik perhatian gue, jadi jangan salahin gue kalau gue nggak akan berhenti cari tau siapa lo sebenarnya."
Alkana menghela nafasnya, ia tak habis pikir apa isi otak gadis itu yang sengaja menjadikannya mainan.
"Jadi lo cuma mau jadiin gue mainan?"
Sandra mengangguk yakin, Alkana menarik pinggang cewek itu sampai tidak ada jarak di antara mereka. Jika cara kasar tidak bisa menghentikan Sandra apa salahnya jika Alkana menggunakan cara halus.
Alkana mengembangkan senyuman mautnya yang mematikan lalu menyelipkan rambut nakal yang menghalangi pandangannya, jemarinya kemudian menyentuh dadu gadis itu dan mengusap bibirnya dengan lembut.
"Kalau gue jadi pacar lo, lo nggak akan tega kan jadiin gue mainan," kata Alkana dengan suaranya beratnya yang lemah lembut Sandra sampai merinding mendengarnya.
Sandra tidak mampu berkata kata lagi ia lebih memilih fokus menatap cowok tampan yang sedang merayunya.
"Sebenarnya gue suka sama lo Ra, lo mau kan jadi pacar gue?" Alkana menatap intens gadis yang tengah terpesona itu.
Ada yang berdesir di hati Sandra saat merasakan jemari itu mengusap lembut bibirnya, sampai ia merasa tidak waras karena berharap lebih dari sentuhan itu.
Alkana mengeratkan lengannya di pinggang cewek itu lalu menyempitkan jarak bibirnya, kemudian.
***
To be continue...
Alkana & Jery
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!