PENGANTAR DARI AUTHOR🙏☺️
Hallo para readers kesayangan, akhirnya author UP Season 2 novel "Menikahi Tunangan Adikku"
Dalam cerita ini akan di kisahkan tentang putra Raka dan Sarah, Raefal yang bertemu cinta pertamanya di SMA.
Untuk mengenal lebih dalam asal usul tokohnya, di sarankan untuk membaca Novel "Menikahi Tunangan Adikku." karya author sebelumnya.
Dari novel ini bisa lebih mengenal siapa tokoh-tokoh yang ada di kisah "Ciuman Terakhir" ini.
Oh, iya untuk tokoh perempuannya, author colab dengan author lain, jadi di sarankan juga untuk membaca novel "Di balik Layar" karya Emelby. Dari sanalah Aluna berasal☺️
Kedua novel ini, sudah tamat semuanya, ya🙏🥰
PERKENALAN TOKOH
Raefal yang biasa di panggil dengan Rae, seorang remaja di sebuah Sekolah Menengah Atas favorit di kotanya, putra sulung dari Raka dan Sarah.
Aluna Queeny Aswindra, putri dari Darel Aswindra dan Anindita Kailila.
Arka, anak sopir keluarga Raka Rudiath yang juga teman dekat Rae.
Jordy Syahreza, putra dari Melisa Aswindra dan Jordan syahreza, sepupu Aluna.
Dandy Dewantara, teman akrab jordy.
Emma Bestari, teman Aluna yang juga fans berat Rae
Ini adalah beberapa tokoh yang akan muncul di di dalam cerita ini.
Author akan membawa readers untuk melewati masa-masa SMA dan sampai pada cerita di mana Rae & Aluna menyadari mereka ingin bersama selamanya.
Mari ikuti liku-liku kisah cinta remaja ini, ada lucu, ada romantisnya? Banyak pesan moral yang author selipkan di pertengahan hingga akhir cerita ini. Yang penasaran, yuk ikuti kisahnya☺️ Hari pertama kita UP langsung 3 episode yah🙏🥰
Bagi yang kangen Sarah dan Raka, author tetap menyelipkannya di beberapa bab☺️
Terimakasih sudah mengikuti cerita ini, author tanpa reader bagaikan Sayur tidak bergaram, hambar tanpa rasa☺️
Yuk like, komen dan jangan lupa Vote untuk dukungannya, ya🙏
I love You all🥰
“Pak Amin…!” Rae berteriak dengan keras dari balik helmnya saat melihat, pak Amin security yang menjaga gerbang sekolah mereka akan segera menutup pintu gerbang.
Pak amin mendonggak dan mengurungkan niatnya, bersamaan dengan motor Yamaha R1 M silver Blue Carbon itu berhenti dengan bunyi decit rem di depannya.
"Astaga, nak Rae." Laki-laki paruh baya dengan kumis jarang itu melotot, satu tangannya masih memegang ujung pagar sementara tangannya yang lain memegang dadanya dengan raut tegang.
"Pak, jangan ditutup dulu, saya mau maduk, pak. Please..."Pinta Rae dengan penuh permohonan sambil mengangkat kaca helmnya menunjukkan wajah tampannya, seperti biasanya.
“Nak ini sudah jam tujuh…" Pak Amin menaikkan pergelangan tangannya , meliriknya sebentar dan menunjukkan jam tangan besar yang ada di tangannya pada Rae.
“Jam tujuh kurang tiga menit, pak…”Rae mengambil ponsel dari saku bajunya dan menunjukkan layar ponselnya dengan sigap kepada pak Amin.
“Hah…apa iya?" Pak amin memicingkan matanya dan bergantian melihat dari waktu yang ditunjukkan oleh layar ponsel Rae dengan waktu yang ditunjukkan oleh jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya sendiri.
"Pak, ayolah, please tolong bukakan pintu pagarnya nanti saya terlambat beneran, lho pak." Rengek Rae.
"Bapak yang tanggung jawab kalau saya jadi terlambat karena bapak." Lanjut Rae dengan nada mengancam yang lucu.
Pak Amin melongo menatap Rae penuh keraguan, bukan sekali ini saja Rae datang pada waktu pas-pasan dengan pagar yang akan segera di kunci karena jam pelajaran akan segera di mulai.
Rae bukan anak yang bandel, dia hanya sering tidak tepat waktu, karena putra salah satu dari jajaran donator besar sekolah ini, pak Raka Rudiath ini termasuk anak yang aktif di berbagai kegiatan ekstrakurikuler dan olahraga. Dia sebenarnya cukup pintar hanya sedikit cuek dan serampangan. Meskipun dia tyerkesan agak dingin dan tak suka banyak bicara, tapi dia termasuk anak yang popular di sekolah karena ketampanannya.
Tetapi untuk attitude serta bersikap, dia selalu sopan santun kepada orang yang lebih tua, tidak pernah bersikap kasar tetapi tetap saja daddynya selalu berlangganan datang ke sekolah untuk bersilahturahmi karena ada-ada saja yang membuat mereka berdua dipertemukan di ruang Kepala sekolah.
Tidak fatal memang, tetapi tetap saja sang daddy harus berhadapan dengan keluhan guru Bimbingan Konseling, yang paling umum adalah pertengkaran.
Sekolah swasta dengan fasilitas terlengkap di kota Surabaya itu memang adalah salah satu sekolah swasta terfavorit dan terkenal karena yang bersekolah di sana adalah anak-anak orang kaya, putra-putri pemilik perusahaan dan pejabat tinggi.
Dan di dalam pergaulan anak-anak kelas atas itu tentu saja terbagi dalam kotak-kotak sebagaimana umumnya jika di dalamnya terdapat komunitas dari para raja kecil yang sama-sama dilatar belakangi oleh kekayaan dan kekuasaan orangtuanya.
Seperti halnya beberapa kerajaan kecil yang sedang merebut perhatian dan mempertahankan eksistensi ganknya.
Rae adalah salah satu siswa yang cukup disegani bukan karena sikap arogannya tetapi karena prinsipnya yang tidak menyukai jika ada yang menindas yang lebih rendah atau lemah sehingga hal ini tentu saja memicu banyak yang tidak menyukai Raka, khusunya kaum anak-anak lelaki.
"Pak, satu setengah menit lagi jam tujuh tepat, pak. Bapak mau di sebut koruptor?”
“Eh, kok bapak bisa jadi koruptor hanya gara-gara tidak membukakan pagar, memangnya apa hubungannya?”
“Bapak membiarkan saya terlambat karena bapak menutup pagar sebelum waktunya, itu termasuk korupsi waktu, lho. Saya gak ikut-ikutan menanggung dosanya.”
Mendengar kalimat itu, pak Amin dengan secepat kilat membuka pintu lebar-lebar. Dan dengan senyum bahagia, Rae membawa motornya masuk.
Rae adalah salah satu dari sedikit siswa yang membawa motor ke sekolah, karena rata-rata anak-anak orang kaya di antar jemput menggunakan mobil atau menggunakan mobil sendiri, karena itulah sekolah itu mempunyai lahan parkir luas di base lantai dasar yang berada di paling bawah.
Rae menghentikan motornya, saat sudah berhasil memasukkan motornya ke balik pagar.
“Terimakasih, pak Amin…”
“Iya, den…sama-sama. Paling tidak hari ini bapak tidak akan di tangkap KPK karena korupsi waktunya aden.” Seloroh pak Amin dengan muka masam, sambil menutup kembali pagar sekolah dari besi itu.
Tiba-tiba sebuah mobil mewah Lexus LM350h warna hitam berhenti tepat di depan pagar sekolah.
Seorang laki-laki tinggi besar berpakaian jas warna hitam dengan kacamata hitam turun dari dalam mobil dan dengan langkah tegap berdiri di depan pintu penumpang.
Pintu mobil itu terbuka otomatis dan seorang remaja perempuan dengan baju seragam yang sama seperti Rae turun dari dalam mobil.
Rambutnya yang lurus panjang itu di ikat rapi di atas tengkuknya, Nampak manis sekali.
Lelaki berjas itu membungkuk dalam pada sang gadis, Rae mengernyit dahi dari balik helmnya, rasanya dia baru kali ini melihat siswi ini selama dia bersekolah hampir dua semester di sekolah ini.
Rae terpana sejenak menatap Wajah yang terlihat manis dengan rambut hitam legam panjang di kuncir rapi di atas tengkuk itu, poninya tipis di sekanya sebagian ke pinggir dahi sehingga alisnya yang hitam lebat itu terlihat tegas memperlihatkan pesonanya tanpa perlu mengintip malu-malu di antara helaian rambutnya.
Matanya melengkung indah dengan bulu mata yang hitam lebat sehitam rambutnya, dari jauhpun terlihat begitu lentik.
Rae benar-benar terpana beberapa saat, gadis ini benar-benar berbeda auranya dari beberapa gadis di sekolahnya itu, yang menurut para arjuna muda adalah bidadari di sekolah mereka.
“Mungkin dia kakak kelas…”fikir Rae dan bersiap untuk menjalankan kembali motornya.
“Tolong bukakan pintunya untuk nona muda saya.” Kata laki-laki itu sedikit kasar dengan nada memerintah kepada Pak Amin.
“Tapi," Pak Amin seperti orang bingung karena aturan keras di dalam
lingkungan sekolah itu sebenarnya tak mengijinkan pintu itu di buka jika sudah melewati jam yang ditentukan.
Wajah Laki-laki tinggi besar yang serupa bodyguard itu mengeras tampak tak terima dengan sikap Pak Amin.
“Maaf, pak. Setengah menit lagi jam tujuh. Saya mohon bapak memberikan saya kesempatan untuk masuk sebelum saya benar-benar terlambat.” Gadis itu melangkah mendekat sambil memberi isyarat kepada laki-laki bersamanya itu mundur ke belakang.
Sikapnya terlihat sedikit tegas dan sekan tak bisa di tawar.
Pak Amin yang kebingungan dan berusaha membuka kembali pintu pagar, tetapi sedikit kesulitan karena gugup di pelototi laki-laki dengan perawakan pemain smackdown itu.
“Pak, dia terlambat satu menit!” Rae yang masih berada di atas motornya
yang menyala, menunjukkan layar ponselnya kepada pak Amin dimana angkanya sudah berada 07.01 WIB.
“Bukan salah saya terlambat, karena bapak yang tidak segera membukakan pintu untuk saya." Ucapnya dingin.
"Andai bapak segera membukakannya mungkin satu menit yang lalu saya sudah berada di dalam dan jikapun saya terlambat, saya perkirakan tidak lebih dari setengah menit." Matanya tak berkedip menatap kepada pak Amin.
"Saya rasa bapak tentu punya toleransi yang baik untuk siswi yang pertama kali terlambat setengah menit.” Gadis cantik bermata bulat bersinar itu mengakhiri kalimat panjangnya dengan tenang dan teratur.
Dia memang berhadapan dengan pak amin di depan pagar yang setengah terbuka tetapi matanya yang tajam lurus pada Rae yang masih dalam posisi menoleh ke arahnya dari atas motornya.
Rae terpaku, tatapan itu sama sekali bukan tatapan biasa karena kekaguman seperti yang biasanya di terima Rae dari gadis-gadis yang berusaha menarik perhatiannya.
Itu seperti sinyal perang yang di kirim karena merasa orang lain ikut campur dengan urusannya.
Terimakasih sudah membaca novel ini dan selalu setia, kalian adalah kesayangan othor🤗 i love you full....
Jangan Lupa VOTEnya yah untuk mendukung novel ini, biar othor tetap semangat menulis😂🙏🙏🙏
...VOTE, LIKE dan KOMEN kalian selalu author nantikan, ya...
Rae berlari menuju kelasnya melewati koridor yang sudah lengang, sekarang adalah jam 07.05, sudah pasti semua siswa berada di kelas masing-masing dan siap untuk menerima pelajaran.
Rae tak sempat mengantarkan jaketnya ke ruang loker, sekarang tujuannya adalah segera masuk ruang kelas dan berharap pak Wahyu, guru fisikanya belum masuk ke kelas.
Pintu ruangan sudah tertutup dan lenyaplah harapan Rae untuk tidak terlambat pagi ini.
TOK! TOK! TOK!
Rae mengetuk pintu sambil merapikan rambutnya yang acak-acakan, secepat kilat.
Tak ada suara yang terdengar menyahut menyuruh masuk tetapi pintu itu terbuka dan sebuah tangan halus menariknya dari dalam kelas.
“Cepatan masuk, Beb. Pak Wahyu belum datang!” suara yang sangat dikenalnya, si ceriwis yang genit, itu adalah suara Emma, teman sekelasnya yang selama ini secara nyata mendeklarasikan bahwa dia menyukai Rae.
Rae menatap lega ke dalam ruangan yang segera berisik melihat dia datang, pertanda guru belum masuk ruang kelas.
“Oh, syukurlah…” Rae menarik nafas lega.
“Buruan, beb. Ntar pak Wahyu datang, bebeb di omelin, lho!”
Rae mengalihkan pandangannya pada Emma yang tersenyum genit padanya, di ikuti berpasang-pasang mata yang melotot pada mereka, melihat Emma menggandeng tangan Rae dengan manja.
Rae menepis tangan Emma dengan cepat, sementara Emma sangat menikmati pandangan sebal beberapa gadis yang diam-diam mungkin menaruh hati pada salah satu dari laki-laki terpopuler di sekolah mereka itu.
“Beb…”
“Astaga Emma, berhentilah memanggilku bebeb babab.” Rae berucap risih sambil berjalan menuju kursinya yang terletak di sudut kelas paling belakang.
Suara riuh menyambut bagaimana Rae seperti biasa tidak memperdulikan Emma, sama sekali tidak membuat Emma surut untuk membututi tubuh tegap Rae dari belakang.
“Aaaaaa…bebeb, aku sudah nungguin kamu dari tadi, lho. Jaga pintu dengan hati dag-dig-dug, takut pak Wahyu keduluan datang dari kamu.” Emma mengoceh dari belakang.
Rae tidak menyahut, melepaskan tas dari punggungnya dan duduk sambil mengatur nafasnya yang masih tidak teratur karena terburu-buru memarkir motornya dan segera berlari melompati beberapa tangga menuju kelasnya lantai dua.
“Emma, sudahlah. Jangan mengganggu Rae terus.” Tegur Arka, kursinya bersebelahan dengan Rae, dia teman dekat Rae, ayahnya adalah sopir pribadi daddy Rae, masuk ke sekolah ini karena Sarah, mama Rae yang memasukkannya.
Arka adalah anak yang pintar dan berprestasi, usianya sepantaran dengan Rae hanya selisih beberapa bulan saja dan mereka berdua adalah teman baik dari kecil karena sudah saling mengenal lama dari masa kanak-kanak, sehingga menurut Sarah sayang jika Arka tidak mendapat pendidikan yang Layak.
Sarah bersedia untuk menjamin pendidikan Arka hingga perguruan tinggi. Sarah selalu mengajarkan Rae dan kedua adiknya yang kini duduk di kelas akhir sekolah menengah untuk tidak membedakan orang dan memilih teman berdasarkan latar belakang keluarganya.
Meski Rae bukan anak yang banyak bicara dan sedikit dingin dengan perempuan, tetapi jika orang sudah mengenalnya, Rae adalah anak yang menyenangkan.
Tipe seperti Rae, memang sangat mudah membuat anak gadis remaja tergila-gila.
“Akh, Arka…”Mulut Emma sedikit monyong, dia kesal jika Arka sudah berbicara, Arka adalah pawang Rae, dianggapnya sebagai penghalang untuk mendekati Rae. Lalu dengan kesal kembali ke kursinya yang berada di paling depan.
Rae tersenyum kecil pada Arka, sekan mengucapkan terimakasih, telah menyingkirkan si genit Emma tanpa harus bersusah payah mengusirnya.
"Kamu terlambat lagi hari ini."Arka mengernyit dahinya pada Rae.
“Sttt…jangan bilang mommy, ya.” Rae berucap setengah berbisik sambil meletakkan telunjuknya di bibir tipisnya.
“Kamu ke gang itu lagi pagi ini?" Arka bertanya dengan nada menuduh.
“Sttttt…” Rae melotot pada Rae sambil matanya melirik ke kursi di sebelahnya, memastikan tak ada siswa yang memperhatikan percakapan mereka.
Ruang kelas memang menjadi sedikit riuh, para siswa dan siswi kelas X MIPA A ini terlihat sibuk berbicara sendiri-sendiri, mereka sangat menikmati pagi ini dimana Pak wahyu, sang guru Matematika mereka yang killer itu terlambat datang.
Memang tak biasanya, si bapak guru berkacamata tebal itu terlambat datang tetapi itu sungguh menyenangkan buat mereka untuk mengobrolkan sejuta cerita bersama teman.
“Tante Sarah nggak akan suka jika dia tahu kamu sering terlambat.”
“Aku nggak terlambat hari ini.” Rae berkilah dengan santai.
“Tapi…”
“Masih ada yang lebih parah dari aku hari ini.” Rae tersenyum pada Arka, dia menaikan alisnya dengan puas bagaimana di gerbang sekolah dia meninggalkan seorang gadis bermata besar tadi berdebat dengan pak amin yang disiplin itu untuk berjuang masuk, meminta pak Amin untuk membukakan pagar untuknya.
“Hah, masa ada yang lebih parah darimu? Si Dan maksudmu?” tanya Arka dengan penasaran.
“Bukan. Kalau Dandy yang terlambat aku nggak heran, itu sudah biasa. Tapi ini anak perempuan.” Rae menarik sudut bibirnya, sedikit geli.
Di sekolah ini sangat jarang siswa yang berada di luar pagar karena terlambat, sekolah ini meskipun di huni oleh anak-anak kelas atas tapi soal di siplin guru-gurunya tak pandang bulu.
Mereka sangat tegas dengan peraturan karena kualitas output dari sekolah ini sangat mereka jaga dan banggakan, anak-anak yang keluar dari sini dipersiapkan untuk berkuliah di Universitas luar negeri dan minimal perguruan tinggi ternama jika barada di dalam negeri.
Banyak Siswa yang memilih untuk mutasi jika mereka benar-benar tidak bisa mengikuti ritme pembelajaran di sekolah ini.
“Cewek?” Arka melotot menatap temannya itu, seolah tak yakin dengan apa yang di dengarnya.
Rae menganggukkan kepalanya, dan dia mengingat bagaimana wajah gadis yang tanpa dosa itu, berusaha mencari tahu wajahnya dari balik helm karena mendengarnya mengucapkan bahwa dia telah lambat satu menit.
“Kelas mana?”
“Mana ku tahu, aku baru pertama kali
melihatnya.”
“Cantik?”
“Entahlah, aku gak begitu jelas melihatnya, tapi ku rasa giginya sedikit tonggos.” Jawab Rae dengan wajah senang, baru kali ini Arka melihat Rae begitu bahagia menyebutkan kekurangan orang.
Dia bukan orang yang suka menjelek-jelekkan orang lain biarpun dia cuek bebek dengan para gadis yang seperti anak ayam di belakang punggungnya selama ini.
Ketika Arka akan menanggapi Rae dengan sikap antusias, tiba-tiba pak Wahyu membuka pintu dan segera membuat semua anak-anak itu berhamburan duduk ke kursinya masing-masing.
“Selamat pagi, anak-anak, semuanya…” Sapa Pak Wahyu dengan terburu-buru, dia membawa tas laptopnya seperti biasa.
“Selamat pagi, Pak.” Jawab anak-anak dengan serentak, wajah cerah anak-anak segera berganti pias, bersiap menerima pelajaran matematika di jumat pagi, penghujung weekend memang sesuatu yang berat, sementara fikiran mereka sedang travelling dengan rencana kegiatan akhir pekan.
“Maaf, bapak terlambat hampir dua puluh menit hari ini.” Pak Wahyu melirik ke arloji di pergelangan tangannya.
“Tidak apa-apa, pak. Di maafkan.” Sebagian dari anak-anak menyahut, dengan wajah tanpa dosa.
“Bapak sedikit terlambat karena bapak menunggu teman baru kalian, yang di titip perkenalkan oleh Wali kelas kalian pagi ini.”Pak Wahyu menoleh ke pintu yang di biarkan terbuka.
“Silahkan masuk…ini adalah kelasmu.”
Seorang gadis dengan rambut di kuncir rapi di atas tengkuk masuk dengan percaya diri, senyum terkembang di bibirnya, mengalihkan perhatian semua orang. Tak terkecuali Rae yang semula menoleh dengan sikap tak tertarik.
Rae tak berkedip melihat siapa yang berdiri kini di depan kelas bersama dengan pak Wahyu.
Terimakasih sudah membaca novel ini dan selalu setia, kalian adalah kesayangan othor🤗 i love you full....
Jangan Lupa VOTEnya yah untuk mendukung novel ini, biar othor tetap semangat menulis😂🙏🙏🙏
...VOTE, LIKE dan KOMEN kalian selalu author nantikan, ya...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!