Jika tidak ada teriakan Nek Merry di pagi hari, Joana tidak akan mudah terbangun. Seperti pagi ini, dia benar-benar terlambat. Terbangun di jam enam pagi, yang seharusnya dia sudah bersiap untuk berangkat kerja.
“Gila, telat!” Joana melangkah gontai, setelah turun dari tempat tidurnya. Merampas handuk yang tergeletak di atas sofa. Dia memang wanita pemalas, tak rajin bersih-bersih. Kamarnya jarang rapi, apalagi jika Nek Merry si pemilik rumah tidak melakukan razia pada kamarnya.
Tanpa keramas seperti biasanya, Joana mandi dengan terburu-buru. Tidak mengapa asalkan tubuhnya tersiram air dan terkena baluran sabun. Satu lagi, sikat gigi, karena itu sangat penting baginya yang merupakan petugas di bagian resepsionis. Dan yang paling penting dia tetap ber make up.
Joana tergesa, menjadi pegawai di bagian respsionis membuatnya harus tiba di kantor lebih awal dari pada karyawan lain.
“Ke mana nenek ya?” setelah keluar dari kamar, dia celingak celinguk mencari keberadaan Nek Merry. Biasanya, aroma masakan sudah menggelitik penciumannya saat ini. Namun, tidak ada sama sekali. “Apa nenek sakit dan belum keluar kamar?” Joana bergumam lagi. Dia melangkah cepat menyusuri ruang keluarga, lalu dapur. Kosong, tidak ada siapapun.
Rasa khawatir menerpanya, Joana berjalan menuju sebuah kamar. Kamar utama di rumah itu. Tanpa ragu Joana menarik handle pintu, untuk memastikan apakah nenek ada di dalam atau tidak. “Nek…” Sudah biasa bagi Joana membuka pintu kamar Nek Merry, karena dia sudah dianggap seperti keluarga sendiri. Joana membuka pintu kamar itu, dia berteriak histeris saat yang terlihat olehnya adalah seorang lelaki muda. Sialnya lelaki itu, sedang memakai celana pendek rumahan, tanpa busana. Reflek, dia langsung menutup kembali pintunya. Namun, karena Joana merasa ada sesuatu yang tak beres padanya pagi ini, dia memastikan kembali. Sejak kapan penghuni kamar ini berubah dari nenek-nenek menjadi seorang lelaki muda nan tampan.
“Hei perempuan nggak sopan!” sentak lelaki itu, merasa kesal karena Joana kembali membuka pintu, saat dia sedang memakai pakaiannya.
Joana kembali menutup pintu. Yang dilihatnya ternyata benar manusia, bukanlah hantu. “Maaf, maaf. Anda siapa? ke mana Nenek? Kenapa ada di kamar nenek?” tanya Jona dari balik pintu.
beberapa detik menanti, Joana tak mendapatkan jawaban. Tersadar karena sudah sangat terlambat, dia pun melanjutkan aktifitasnya. Pergi menuju garasi. Entah siapa penghuni baru di rumah itu, apalagi lelaki itu berada di kamar nenek, membuatnya bingung dan bertanya-tanya. Dan mengapa nenek tak menunjukkan keberadaanya sama sekali?
“Duh, gimana ini? mobil siap sih?” Joana menggerutu lagi. Dia ingin mengeluarkan motornya dari garasi, tapi terhalang dengan sebuah mobil new ranger rover berharga miliyaran. Salah satu mobil impiannya. Seketika Joana berpikir, tidak lain tidak bukan pasti mobil si lelaki asing itu.
Mau tidak mau, Joana kembali melangkah ke dalam rumah. “Mas… Mas!” dia terus memanggil-manggil pria itu seraya mengetuk pintu berulang kali.
“Mas, tolong dong! mobilnya digeser, saya mau keluarin motor!” titah Joana dengan nada tinggi, karena panik.
Tidak lama kemudian, keluarlah lelaki tadi. Lelaki yang tak sempat Joana tatap wajahnya, hanya melihat sekilas saja bagaimana penampilannya. “Bisa sabar nggak?” tanya lelaki itu dengan ketus, sambil mengancingkan kemejanya satu persatu.
“Mas, saya buru-buru…” lirih Joana.
“Saya juga buru-buru. Bukan kamu aja.” bukannya keluar dari kamar, lelaki itu justru masuk kembali ke dalam kamar, memakai kaus kaki.
“Mas, ya ampun. Tolong pindahkan dulu mobilnya. Saya harus berangkat sekarang, udah telat.” Entah apa yang menguasai pikiran Joana, dengan nekat dia masuk ke dalam kamar di mana lelaki itu berada. Menarik tangan lelaki itu secara paksa, agar bangun dari duduknya.
Merasa kesal karena Joana sangat-sangat mengganggu, lelaki itu menghempaskan tangan Joana secara kasar. “Di mana sopan santun kamu? kita bahkan nggak saling kenal, tapi kamu berani masuk ke kamar saya, menyentuh dan memaksa saya. Memangnya kamu siapa? mau kamu terlambat atau enggak, itu bukan urusan saya!” sentak lelaki itu dengan nada kasar.
Joana memejamkan matanya, jam terus berjalan. Jikapun dia berangkat saat ini, dia juga sudah terlambat. Joana pasrah, dan akhirnya memilih meminta izin pada atasan langsungnya bahwa hari ini dia akan datang terlambat.
“Maaf.” Joana tahu, dia bersalah. Sudah dua kali dia berlaku tidak sopan pagi ini, namun semua itu dia lakukan karena terpaksa.
Joana sedikit tenang setelah mengirimkan pesan singkat pada atasannya, dia mengatakan bahwa dia akan sedikit terlambat pagi ini. Namun, tetap harus menjaga waktu. Joana tengah berdiri, di hadapan mobil ranger rover hitam mengkilap. Sambil menunggu pria yang tak kunjung keluar itu, dia mencari cara. Ada sedikit celah yang bisa dia lalui untuk mengeluarkan motornya dari garasi.
Nekat, Joana naik ke atas motornya, lalu mundur perlahan-lahan melalui celah jalan yang tersisa, sempit dan terhimpit. Joana terjebak di antara dinding dan mobil yang terparkir dengan gagah itu. “Astaga.” tiada waktu tanpa mengeluh, hari ini. Tidak bisanya Joana sepanik dan sekesal ini. Terlambat bangun, motor nya tak bisa keluar, dan pria asing yang ada di rumah itu, adalah perpaduan kesialan yang sangat cocok.
“Oh My God!” Joana terpekik kaget. Bagaimana tidak, tanpa sengaja dia menyenggol mobil pintu bagian kiri mobil mewah itu, dengan gantungan kunci berbahan besi yang tersangkut di tasnya.
Hingga menghasilkan sebuah goresan kecil, halus, namun jelas sekali terlihat pada body mobil mulus itu. “Ah, sial, sial.” Joana panik, tapi dia berpura-pura tidak ada kejadian apapun, tetap santai. Katakanlah Joana memang ceroboh, tapi dia tak menyerah, Joana tetap memundurkan motor maticnya perlahan-lahan, terus dan terus sampai dia menabrak sesuatu lagi di belakangnya.
“Bagus!” desis lelaki itu dengan nada kasar. “Kamu pikir saya nggak tau?!” sentaknya. “Kamu mau kabur begitu aja, setelah memberi goresan pada mobil kesayangan saya?” pria itu menatap tajam padanya, mencekal lengan Joana, agar wanita itu tidak kabur ke manapun.
“Sakit…” lirih Joana, saat merasakan cengkeraman kuat di pergelangan tangannya. Saat lelaki itu melepaskannya, pergelangan tangannya tampak memerah. Joana mengusapnya perlahan.
“Jangan pura-pura. Jangan mengalihkan topik, ini mobil saya tergores, iya kan? lalu gimana? mau pura-pura gila, kamu?” tajam sekali kata-kata lelaki itu padanya.
Baru kali ini, Joana bertemu dengan pria sombong dan angkuh seperti si pemilik mobil ini. Saat banyak pria di luar sana yang selalu ingin menikmati pesona Joana dengan cara berlaku baik padanya, lelaki ini justru terlihat tidak tertarik sama sekali padanya.
“Maaf, saya akan mengganti biaya perawatannya.” Joana berucap asal saja. Padahal, dia tak memiliki tabungan yang cukup untuk membiayai itu.
“Kamu pikir ini murah? mana mungkin kamu sanggup menggantinya, gajimu setengah tahunpun takkan cukup. Sudahlah, sana pergi!” pria itu mengabaikan Joana, dan langsung masuk ke mobilnya.
Pagi yang penuh teka-teki, Joana merasa terjebak saat ini. Masih tidak mengetahui di mana keberadaan Nek Merry, dia harus berurusan dengan pria yang tak dikenalnya ini.
Joana termenung, terdiam, memikirkan mimpi apa yang dialaminya semalam, hingga nasibnya sial sekali pagi ini.
“Sampai kapan mau diam di situ?!” sentak pria itu, sambil menoleh ke belakang, dia sudah duduk di dslam mobilnya, tepat di belakang kemudi.
Joana tersadar, langsung menghindar dan melajukan motornya perlahan menuju kantornya. Biasanya di jam segini Joana sudah tiba di kantor. Tapi pagi ini, dia baru saja keluar dari rumah bergaya klasik itu. Namun, dari begitu banyak hal yang terjadi padanya pagi ini, yang paling membuatnya sedih dan khawatir adalah di mana keberadaan Nek Merry?
Mata Joana berkaca-kaca, dia bersedih. Entah karena kehilangan Nek Merry, atau karena kata-kata pria itu yang begitu kasar padanya.
🍑🍑🍑
Hai salam kenal pembaca semuanya. Lanjut?
Joana masuk ke gedung kantornya dengan cara mengendap-ngendap, sebab loby kantor kala itu sangat ramai. Tidak biasanya seperti ini. Sepertinya seluruh pegawai sedang berkumpul di loby. “Ada apa, ya?” gumamnya. Merasa tertinggal informasi. Dia pun berjinjit di tengah keramaian itu, tubuhnya yang hanya memiliki tinggi seratus lima puluh delapan senti meter itu, tak mampu untuk bisa melihat ke depan sana.
“Mbak, ada apa ya?” Joana tak ingin dirundung rasa penasaranpun, bertanya pada karyawan di sebelahnya.
“Itu Mbak, perkenalan pimpinan baru kita,” jelas wanita,
“Baru?! Emangnya yang lama ke mana?” jelas saja Joana tidak tahu apa-apa soal ini. Lebih tepatnya dia tidak mau tau.
“Yang lama pensiun.”
“Jadi, Bapak Alvandro Ricolas ini adalah CEO kita yang baru.” terdengar suara seorang lelaki memperkenalkan pimpinan baru mereka.
Joana yang semakin penasaran pun akhirnya berhasil maju dan dia berdiri di deretan paling depan. Wanita itu berhasil dibuat melongo atas apa yang dilihatnya saat ini.
Astaga.
Pandangan Joana belum beralih dari lelaki itu. Ya, dia adalah lelaki asing yang pagi tadi ada di rumahnya. Tidak, maksudnya di rumah Nek Merry.
What the hell?!
Joana kembali mengumpat di dalam hati, merasa kesialan masih saja menerpa dirinya.
Seketika tatapan mereka bertemu, lelaki bernama Alvandro itu juga menatapnya dengan tatapan aneh, tatapan merendahkan, tatapan yang seolah mengatakan bahwa akulah bosmu.
Joana menampilkan senyum tipis padanya. Tapi yang dia dapatkan justru tatapan meremehkan.
Sesi perkenalan selesai, meski tidak secara resmi, setidaknya seluruh karyawan sudah tahu bahwa bos mereka sudah berganti. Tak lagi seorang bapak tua seperti kemarin-kemarin. Pimpinan kali ini, berhasil membuat banyak pegawai wanita berbisik-bisik halu, tentang lelaki itu.
“Besok gue harus dandan lebih cantik.”
“Oh besok gue juga mau berpakaian lebih seksi.”
Itulah kalimat-kalimat yang terdengar, berbeda dengan mereka yang terlalu bahagia dengan kehadiran pimpinan baru yang tampan, Joana justru merinding membayangkannya. Masalahnya, malam nanti, mereka harus bertemu lagi, di rumah?!
“Arrgh, benci!” umpat Joana sambil meletakkan tasnya.
“Why?” tanya Amanda pada rekan kerjanya yang terlihat kebingungan.
“Oh enggak, gue bingung. Nek Merry menghilang,” jawab Joana asal, ya meski hal itu juga salah satu akibat kebingungannya pagi ini.
“Astaga, yang benar aja Jo? Hilang? ke mana? diculik?” Amanda tentu kaget sebab selama dua tahun berteman dengan Joana, dia juga sering mampir ke tempat tinggal rekannya itu. Berkenalan dan sering mengobrol dengan Nek Merry.
“Iya, gue nggak tau dia di mana. Semalam kita memang pulang terlambat, gue langsung masuk ke kamar, nggak keluar lagi sampai pagi. Dan pagi-pagi, gue mau berangkat, gue nggak ketemu sama seklali dengan nenek.” mata Joana berkaca-kaca. “Masa sih nenek tega pergi nggak pamit sama gue?”
“Lo udah coba hubungi nomornya?” saran Amanda.
“Belum sih.” saking paniknya, Joana memang tidak terpikir untuk menghubungi nomor nenek. Cepat-cepat dia mengambil ponselnya, menghubungi nenek yang sudah sepperti keluarganya itu.
Satu panggilan…
Dua panggilan…
Tiga panggilan…
Sampai yang ke sepuluh, ternyata panggilan tidak tersambung. “Nomor nenek nggak aktif,” tutur Joana sedih.
“Udah, lo tenang aja dulu. Sekarang fokus kerja. Mungkin nenek lagi pergi, liburan-“
“Kalau emang iya, gue nggak masalah. Yang gue khawatirkan nenek sakit, atau kenapa-kenapa.”
“Yakin aja deh, nggak bakalan, semoga nenek sehat-sehat aja.”
Ting.
Satu chat masuk ke nomor Joana.
Beb, sorry. Ntar siang kita nggak bisa makan bareng. Lo tau, gue punya bos baru dan… eumh cakepnya bikin mupeng.
Chat dari Zearra, sahabat Joana sekaligus sekretaris CEO di perusahaan itu. Meski pimpinan telah berganti, posisinya masih tetap aman karena kinerja Zea yang tak diragukan lagi.
Iya, nggak apa-apa. Gue makan bareng Manda aja. Lo hati-hati ya. Tuh CEO mukanya sangar banget, sadis, sombong, bin songong!
Bagaimana Joana tidak bisa menilai, dia sudah berinteraksi dengan lelaki itu. Walau hanya sebentar, jelas terlihat bagaimana sifatnya.
🍑🍑🍑
Gaes, bantu koment dan likenya ya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!