"Jangan, tolong jangan. Ampuni saya, tidak... Ahhhh" Teriak seorang perempuan di sebuah kamar tidur di rumah yang di tinggalinya.
Hah hah hah!
Napas perempuan tersebut terengah-engah di kamar nya yang hanya seorang diri itu.Di dahi dan sekujur tubuh pun tak luput dari basahnya keringat yang kian banyaknya.
Akhirnya perempuan tersebut pun hanya duduk termenung memikirkan mimpi yang selalu hadir di kala tidurnya di malam hari dan itu pun selalu menghantui serta terbayang begitu saja.
Perempuan tersebut mencoba untuk tenang, berusaha mengatur napasnya agar menjadi lebih rilex.
"Huh, kenapa mimpi itu selalu hadir di saat aku sangat ingin melupakannya" Ucap sang perempuan sembari duduk termenung di kasur tempat tidur nya.
Sang perempuan tersebut akhirnya mencoba meraih air putih yang berada di atas nakas samping tempat tidurnya dan segera saja menenggaknya hingga tandas.
"Ya rabb sampai kapan aku harus selalu begini, aku sangat lelah selalu terbayang mimpi itu dan apa arti mimpi itu sesungguhnya. Seberusaha apapun aku, tetap saja hal itu kembali lagi" Bergumam seorang diri.
*Flashback 17 tahun silam*
"Dya tunggu jangan jauh-jauh nak main nya bahaya" Ucap seorang wanita dewasa sembari mengejar anak kecil tersebut.
"Iya mah, gak kok. Hanya ingin ke taman saja. Kan mamah juga sudah janji ingin membelikan ecim untuk ku" Ucap sang gadis kecil berpita pink dan ikat 2 di kepalanya sembari berlari semakin menjauh dari sang mamah dengan gaya bicara logat cadel nya.
"Dya, awas... " Ucap sang mamah teriak pada nya saat itu.
Dan akhirnya..
*Flashback gantung*
"Huh selalu saja seperti ini, lebih baik aku ke kamar mandi untuk cuci muka" Ucap sang perempuan yang di sapa Dya itu.
"Tapi kenapa di mimpi itu mukanya gak jelas, siapa sebenarnya anak kecil dan ibu-ibu itu. Aku sungguh bingung sekali"
"Kenapa pula ibu itu menyebut nama ku" Dya pun hanya bisa bergumam seorang diri
"Lagian masih jam 2 juga, aku harus bisa tertidur kembali agar besok aku tak terlambat untuk kesekolah" Dya lanjut berucap kembali.
Namanya Vidya Zaruna Luke, berumur 17 tahun. Biasa di panggil Dya untuk orang terdekat nya. Ia gadis yang sangat cantik mempunyai dimple di pipi kanan dan kirinya, serta gigi gingsul pun tak luput juga ia miliki.
Berkulit putih, tinggi badan yang semampai dan body yang bisa terbilang sangat pas untuk anak seumuran nya. Ia bersekolah di salah satu sekolah negeri ternama di sebuah kota C.
Dan ia juga termasuk anak berprestasi serta bisa di bilang primadona sekolah nya.
Hanya saja ia tak pernah sombong apalagi angkuh. Tetapi kekurangan nya ia sangat tak mudah untuk bergaul.
Padahal dengan sifat ceria dan periang nya itu sangat mudah untuk orang tertarik apalagi lawan jenis. Entah itu memandang nya secara diam-diam ataupun terang-terangan.
saat berada di tempat keramaian, hal itu sangat di hindari nya.
Sehingga ia lebih menyukai hal-hal yang sangat membuat nya nyaman salah satunya perpustakaan. Tapi itu bukan berarti ia gadis culun berkacamata tebal seperti yang ada di cerbung (cerita bersambung).
Itu hanya salah satu tempat favorit nya saat di sekolah saja. Dan sebenarnya ia pun sangat menyukai jalan-jalan ke gunung seperti mendaki hanya saja terhalang oleh larangan dari orang tua nya.
Dya pun selalu menuruti apa yang dikatakan orang tua nya sekalipun itu sangat bertentangan dengan dirinya.
Setelah mencuci muka Dya pun menepuk-nepuk pipinya ringan sembari mengelapnya menggunakan tisu.
Saat sudah kembali dari kamar mandi pun Dya segera naik ke atas tempat tidur untuk berbaring kembali sembari mencoba memejamkan mata lagi.
Lambat-lambat akhirnya mata pun mau untuk di ajak berkompromi untuk tertutup.
"Hoam, aku harus tidur " Bergumam tak jelas sembari mata terpejam.
"Semangat untuk hari esok Dy" Lanjut nya.
Dan setelah itu Dya pun tertidur dengan pulasnya.
...****************...
Jam pun sudah menunjukkan pukul 05.00 pagi wib.
"Tok tok tok, Dya bangun woy" Ucap sang kakak yang bernama Lidya sembari menggedor pintu dengan kasar nya.
"Enak-enakan tidur, udah pagi juga ini" Lanjut nya ngomel sembari gedor pintu lagi.
"Uhh siapa sih, ganggu aja pagi-pagi juga. Gak tau apa aku masih ngantuk" Gumam Vidya.
Entah ia lupa untuk tugas tiap pagi di rumah atau emang iya sungguh masih terbuai serta terlena dengan kehangatan kasur dan selimut tersebut.
"Vidya Zaruna bangun gak atau mau aku laporin ke ibu nih" Ancam sang kakak berteriak dengan lantang nya di luar kamar dan masih setia menggedor pintu.
"Ehmm iya tunggu sebentar" Berucap sembari mengucek kedua matanya yang masih sangat ingin terpejam kembali.
Vidya pun akhirnya mau tak mau, berjalan ke arah pintu untuk membukakan si pengganggu tidur nya dengan mata sebelah masih terpejam hingga menabrak bagian samping tempat tidur nya.
"Aduh, siapa sih yang nyimpen ini di sini" mengomel seorang diri sembari lanjut berjalan kembali walaupun sebelah kaki nya agak sakit, karena gedoran tersebut pun tak kunjung berhenti.
Seperti sangat di sengaja sebelum di buka kan oleh si pemilik kamar.
Saat sampai depan pintu pun. Segera saja Vidya membuka nya dan itu ternyata sang kakak yang sangat suka sekali mengganggu tidur nyenyak nya.
"Kenapa sih bukain pintu gitu aja lama banget" Omel nya.
"Jangan bilang berasa jadi ratu ya" Lanjut mengomeli nya.
Namanya Lidya Luke, berumur 18 tahun. Kakak kedua Vidya, memiliki sifat yang sangat bertolak belakang dengan sang adik.
Lidya yang selalu di manja oleh sang ibu menjadi pribadi yang angkuh dan sombong, Ia selalu tak suka ketika melihat Vidya yang selalu di bangga-banggakan oleh teman-temannya.
Lidya mengira Vidya itu ancaman bagi nya, karena kebetulan mereka pun satu sekolah di tempat yang sama. Hanya yang membedakan ketika Vidya masuk melalui jalur prestasi sedangkan Lidya sang kakak harus masuk jalur umum.
Lidya juga selalu membully sang adik ketika di sekolah maupun di rumah, karena entah mengapa si ibu ketika melihat itu hanya diam dan seperti acuh sangat tak peduli sama sekali dengan keadaan Vidya.
Kesempatan itu Lidya gunakan untuk semakin membuat Vidya menderita.
Padahal mereka itu sama-sama cantik hanya saja berbeda akhlak.
Dan Lidya sangat suka sekali mencari perhatian orang di sekitar serta menjelek-jelek kan Vidya.
Seolah ia yang tertindas hingga yang orang lain tau ia bagaikan anak yang sangat baik hati, penurut dan sayang kepada anak pembantu karena yang orang lain tau seperti itu.
"Gak kok kak, kan aku juga baru bangun" Ucap Vidya.
"Emang ada apa sih, lagian kakak ngapain pagi-pagi udah nyamper ke kamar aku" Lanjut nya berucap
"Emang gue mau ngapain, kayak gak biasa aja" Dengan nada jengkel nya, Lidya pun menanyakan balik kepada sang adik.
"Gak tau kak" Jawab Vidya.
"Hih loe itu pura-pura lupa atau emang pikun"
"Sini biar gue jelasin" Sembari menarik telinga Vidya dan berbicara.
"Gue kalau sudah ketuk pintu kamar loe, ya ingetin tugas loe lah"
"Belum lagi loe kan belum bikin sarapan buat gue, udah jam berapa ini Vidya"
"tolo* banget sih loe" Sembari menoyor kepala sang adik.
"Ish sakit kak"
"Maaf Vidya beneran lupa kak, bukan di sengaja juga kok" Berucap sembari menunduk ketika melihat mata sang kakak melotot ke arah nya.
"Gue gak butuh maaf loe, udah buruan sana ambil baju seragam gue terus loe setrika itu" Memerintah nya seperti nyonya rumah.
"Iya kak, tapi Vidya mau ke kamar mandi dulu bentar. Boleh kan" Vidya pun berucap sangat pelan dan menautkan jari-jemari nya takut sang kakak kembali murka.
Padahal menurut nya itu masalah sangat sepele dan bisa di kerjakan juga oleh asisten rumah tangga.
Ya mereka tinggal di satu rumah itu dan mereka juga dari keluarga yang terpandang serta cukup berada. Mereka tak semiskin dan sesederhana itu sampai tak memiliki art serta sopir.
Toh di rumah tersebut pun art bukan hanya satu orang saja.
"Apa, coba ngomong yang kenceng" Lidya pun pura-pura tak mendengar ucapan Vidya.
Dan Vidya pun ragu untuk mengucapkan kembali, tapi di sisi lain ia sangat ingin ke kamar mandi karena sudah tak tahan.
Akhirnya setelah mengumpulkan keberanian nya, Vidya pun kembali berucap "Kak, Vidya mau ke kamar mandi dulu baru setelah itu Vidya ke kamar kakak kok buat ambil baju seragam kakak"
"Enak aja loe ngomong, gak ada pake ke kamar mandi segala. Yang ada tar loe lama lagi"
"Udah ih buruan sana" Sembari mendorong tubuh Vidya agar keluar dari kamar.
"Iya kak" Vidya pun mau tak mau harus menahan rasa ingin ke kamar mandi nya.
Dengan berjalan gontai ke kamar sang kakak. Ketika sudah sampai pun segera saja Vidya mencari letak dimana seragam sang kakak di simpan.
"Alhamdulillah akhirnya ketemu juga" Saat menemukan seragam yang dicari.
Ternyata berada di tumpukan baju di lemari yang berserakan itu.
"Perasaan kemarin aku udah beresin baju di lemari kakak deh " Sembari berfikir
"Tapi kok, sekarang malah berantakan lagi"
Tiba-tiba sang kakak pun masuk ke kamar nya dan kebetulan melihat Vidya hanya bengong sembari memegang seragam sekolah nya.
Makin kesal lah Lidya melihat itu. Ia pun segera saja menghampiri sang adik yang hoby sekali bengong itu.
Di dorong lah Vidya sampai menabrak lemari kayu yang ada di depan nya.
"Astaghfirullah" hanya berucap dalam hati. Karena Vidya pun tau pasti itu kelakuan sang kakak.
"Aduh kok sakit, jangan bilang jidat aku benjol ini"
"Emang kakak sangat keterlaluan" berucap tanpa sengaja dan di dengar Lidya.
"Apa loe bilang, coba sekali lagi siapa yang loe kata keterlaluan" Sembari tangan nya berada di pinggang.
"Lagian di suruh ambil seragam, ngapain juga loe malah bengong doank di sini"
"Jangan bilang loe mau nyuri barang-barang gue. Iya kan ngaku gak loe" Tuduh nya tanpa perasaan.
"Gak kok kak. Vidya gak ada nyuri apapun, sama sekali gak" Bergetar tubuh nya karena terkejut dengan tuduhan Lidya.
"Halah mana ada maling ngaku"
"Coba sini gue periksa sendiri di saku piyama loe" Ucap nya dengan nada ngegas sembari sibuk merogoh saku celana piyama yang di kenakan Vidya.
Dan emang terbukti mau di cari berapa kali pun, saku celana itu tetap kosong. Lidya tak menemukan apa-apa.
"Yaudah sana keluar, sekalian tuh bawa juga cucian kotor gue" berucap tanpa perasaan.
"Eh tapi tunggu dulu, mending loe beresin baju berantakan yang ada di lemari gue, loe juga beresin itu tempat tidur, gue mau mandi dulu"
"Awas kalau gue balik belum rapih" Lidya pun sembari berlalu menuju ke kamar mandi.
Padahal kejadian seperti itu selalu terjadi di tiap pagi hari kehidupan Vidya. Tapi entah kenapa di pagi ini, ia bisa melupakan hal tersebut hingga membuat sang kakak marah.
Masih beruntung nya, sang ibu tak mendengar keributan tersebut. Kalau sampai mendengar nya, ia bisa lebih di marahin lagi.
"Iya kak" jawabnya.
Vidya pun akhirnya memunguti baju yang berserakan di lantai, entah itu baju kotor atau pun bersih. Ia tak tau, biarlah nanti memilah kembali.
Saat sudah terkumpul, di lanjut dengan membongkar semua baju di lemari. Dan mulai menyusun nya dari awal lagi agar menjadi rapih.
"Huh, akhirnya selesai juga" Sembari mengelap keringat yang ada di dahi nya.
"Sekarang saat nya aku membersihkan tempat tidur, jangan sampai kakak marah lagi"
"Semangat Vidya"
Itu semua hanya bisa ia ucapkan di dalam hati nya. Karena kalau sampai sang kakak dengar pasti akan kena omelan lagi.
Vidya pun membersihkan tempat tidur tersebut, dengan menggantikan sprei dan sarung bantal serta guling nya. Karena selalu seperti itu, Lidya sangat tak suka ketika sehari saja tempat tidur nya tak ganti sprei.
Pernah sekali Vidya lupa mengganti nya, hingga akhirnya di hukum, tak boleh tidur di kamar nya sendiri.
Karena entah mengapa Lidya mempunyai kulit yang sangat sensitif.
"Done, alhamdulillah akhirnya semua selesai juga"
"Aku harus cepat-cepat keluar dari kamar ini, sebelum kakak selesai mandi" Ucap nya sembari membawa seragam sekolah dan keranjang cucian kotor.
Setelah sampai di luar kamar, Vidya pun bisa menarik napas lega.
Ia pun segera saja bergegas menuju ke arah dapur untuk menyimpan keranjang, lalu setelah itu segera saja menuju tempat yang biasa di gunakan untuk menyetrika.
"Non Dy, itu seragam punya non Li kan" Ucap salah satu art yang menyayangi Vidya
"Iya bi, ini punya kakak. Mau aku setrika" Jawab nya.
"Yaudah sini biar bibi aja yang setrikain. Non mandi aja sana"
"Lagian ini kan udah jam 06.00, nanti yang ada terlambat lagi ke sekolah"
"Gak usah bi, nanti kakak bisa marahin bibi. Biar aku aja" Sembari mencolokan kabel setrika.
"Yaudah kalau gitu biar bibi bantu siapkan sarapan saja ya" Kekeh nya ingin sekali membantu.
Karena si bibi sudah menganggap Vidya sama seperti anak kandung nya.
"Jangan bi, nanti bibi juga di marahin" cegah nya
"Yaudah kalau gitu bibi mau nyapu halaman saja"
"Kalau butuh bantuan panggil bibi ya non"
"Siap bi"
Vidya pun fokus menyetrika seragam yang akan di gunakan oleh Lidya ke sekolah. Lidya itu setahun lebih tua dari Vidya yang berarti ketika di sekolah menjadi kakak kelas nya.
Dan yang lebih parah nya, orang-orang tidak ada yang tahu kalau sebenarnya Vidya itu, adik dari seorang Lidya anak konglomerat.
Yang mereka tau Vidya hanya lah anak pembantu di rumah Lidya. Hingga kerap kali hal tersebut harus menjadi bahan cemoohan dari orang yang tidak menyukai nya.
Ketika sudah selesai menyetrika, Vidya pun segera menggantung seragam tersebut dan membawa nya menuju ke kamar Lidya.
"Selesai juga akhirnya" gumam nya seorang diri.
"Tap tap tap" Suara ketika Vidya menaiki undakan anak tangga.
Pada saat sudah berada undakan anak tangga yang terakhir ternyata Lidya sudah menunggu nya dari tadi.
Vidya pun sangat terkejut karena ia berjalan sambil menundukkan kepala nya.
"Vidya, loe itu ngapain aja sih. Di suruh nyetrika gitu aja lama banget" Ucap Lidya berkacak pinggang.
"Nyetrika seragam gue dimana loe" dengan wajah pongah nya.
"Maaf kak lama ya" Ucap nya.
"Udah tau loe itu lelet, pake nanya lagi"
"Udah siniin tuh seragam gue"
"Ini kak" Sembari menyodorkan seragam nya dan Lidya pun mengambil nya dengan kasar.
Setelah itu Lidya pun berlalu, tapi tiba-tiba ia pun berbalik badan kembali menghadap Vidya.
"Sarapan gue udah loe siapin kan"
"Maaf kak, belum sempat tadi kan" ucap Vidya menjeda.
"Tadi apa heh"
"Tadi cuma baru beresin baju di lemari kakak agak lama. Jadi baru sempat nyetrika seragam sekolah doang"
"Hih loe itu, emang kalau di suruh selalu aja lama"
"Kapan sih berubah jadi bertindak cepat"
"Vidya.. Vidya.. Ckckck"
"Maafkan Vidya kak"
Di sini sekali pun umur Vidya sudah 17 tahun. Tapi ia tak pernah berani melawan atau pun membantah.
"Yaudah sana loe, bikinin gue sarapan. Gue kasih waktu 15 menit, awas aja kalau gak beres juga"
"Ingat tuh 15 menit doang Vidya"
"Iya kak"
Vidya pun buru-buru langsung ke dapur. Tak pernah sedikit pun Vidya mengeluh kepada orang lain, ia pun tak mempedulikan sakit di kaki maupun kepala nya.
Yang ia pikirkan saat ini hanya lah membuat kakak nya tak marah kepada nya itu saja.
Setelah sampai dapur. Vidya segera membuka kulkas dan melihat bahan yang ada di dalam nya.
"Aku mau masak apa ya" monolog nya seorang diri.
"Ada sayur dan telor doang. Mungkin bibi belum belanja kali ya"
"Apa mending aku bikin nasi goreng aja deh. Lagian di kasih waktu singkat gitu mana cukup buat masak lain nya"
Akhirnya Vidya memutuskan untuk membuat nasi goreng selimut saja yang gampang.
Iya Vidya itu sudah terbiasa memasak dari duduk di bangku sekolah menengah pertama. Ia sudah di tuntut untuk bisa mandiri entah karena alasan apa, ia pun tak mengetahui nya hingga detik ini.
"Non Dy, masak apa" ucap art 2 yang bernama bi yati.
"Astaghfirullah, bibi ih ngagetin aku aja" ucap nya sembari mengelus dada nya karena terkejut.
"Eh maaf non, habis dari tadi di panggil gak nyaut sih" ucap bi yati.
"Iya kah bi, mungkin karena aku terlalu fokus kali ya bi"
" Iya mungkin non"
Setelah menyiapkan sarapan untuk Lidya, Vidya pun segera saja bergegas kembali ke kamar nya untuk mandi karena jam untuk ke sekolah sudah sangat mepet.
"Saat nya aku mandi setelah itu sarapan lalu berangkat ke sekolah"
Setelah itu Vidya pun masuk ke kamar mandi dan mandi secepat kilat yang ia bisa. Kemudian turun ke bawah untuk sarapan di dapur.
Ketika sampai di pembatas antara ruang tengah dan di dapur, ia melihat ibu nya dan Lidya sedang sarapan sembari bercanda tawa.
"Huh mending aku gak usah sarapan, dari pada membuat mood mereka jelek"
Tapi tiba-tiba seorang art melihat nya dan segera menghampiri.
"Non Dy mau sarapan ya? " tanya art yang sering di panggil bi yuna. Art yang paling tua di rumah nya.
"Ayo biar bibi yang siapkan" lanjut nya.
"Gak jadi bi"
"Kenapa non, pasti karena nyonya dan non Lidya kan" tanya memastikan nya.
"Gak kok bi, Dy buru-buru berangkat ke sekolah" alasan nya.
"Bibi tau kok non, itu hanya alasan doang. Nona Dy gak bisa bohong sama bibi karena kelihatan dari matamu" berucap dalam hati.
"Owh kalau begitu biar bibi siapkan bekal saja untuk makan di sekolah. Tunggu sebentar ya non"
"Eh gak usah bi"
"Gak ada penolakan loh non" dengan sedikit memaksa.
"Iya deh bi, tapi Dy tunggu di teras depan aja ya" ucap nya sembari berlalu menuju ke depan.
"Iya non, tunggu bibi" berucap sambil menuju dapur.
"Ngomong sama siapa sih bi" ucap sang nyonya rumah
"Owh itu nyah, non Dy tadi"
Tanggapan sang nyonya pun hanya anggukan kepala doang. Bibi pun segera mencari tempat kotak bekal yang di simpan nya di laci dapur. Setelah menemukan nya segera saja bi yuna memasukkan beberapa potong sandwich untuk bekal nona nya di sekolah.
Setelah siap, bibi pun menuju teras untuk memberikan bekal nya.
"Non Dy, ini bekal nya. Jangan lupa di makan ya" ucap nya ketika sampai teras depan sembari menyodorkan kotak bekal nya kepada nona nya.
"Iya bi, makasih ya. Kalau gitu Dy pamit berangkat ke sekolah dulu" sembari mencium punggung tangan sang bi yuna.
Biar pun bi yuna hanya art, tapi Vidya tak pernah membedakannya dan justru ia tak pernah pamit kepada sang ibu.
Sang ibu tak pernah mau ketika Dy hendak mencium punggung tangan nya. Dan ketika hanya sekedar pamit pun tak ada respon sama sekali.
Berbeda sekali ketika Lidya yang pamit, pasti langsung ia antar sampai teras depan rumah.
Tapi ia tak pernah membenci sang kakak. Ia selalu menyayangi keluarga nya sekali pun mereka tak menganggap nya.
"Hati-hati di jalan ya non, jangan ngebut apalagi ugal-ugalan bawa motor nya" pesan sang bibi.
"Iya bi, assalamu'alaikum" Sembari menuju ke motor nya yang sudah di keluarkan dari garasi oleh mang firman, si sopir yang bekerja di rumah nya untuk mengantar sang nyonya rumah kemana pun.
"Waalaikumsalam non" ucap bibi kembali masuk ke dalam rumah untuk mengerjakan tugas nya sebagai art.
...****************...
Sampai di sekolah, saat di parkiran Dy pun harus bertemu dengan sang kakak. Tapi seolah mereka tak saling kenal hanya orang asing.
"Li, itu adik kelas yang aku ceritain kemarin. Dia beneran pinter + cantik kan" ucap salah satu teman satu genk Lidya.
"Hih masih cantikan juga gue kemana-mana tau" songong nya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!