Hallo teman-teman pembaca. Disini aku akan melanjutkan kisah anak-anak Adam, alias Lucifer. Seperti kisah Bellova dan Abraham, juga dua anak Lucifer yang lainnya. Maaf karena baru saat ini aku sempat menulis melanjutkan kisahnya lagi.
Bagi yang belum tahu atau bingung karena langsung membaca kisah ini, bisa mampir dulu di Sang Bos Mafia Jatuh Cinta, lalu lanjut ke Ketika Jatuh Cinta. Karena dari sana lah kisah ceritanya dimulai.
Jujur saja, aku harus membaca kisahnya lagi di Ketika Jatuh Cinta, karena aku sudah lupa dengan bagaimana kisah mereka yang aku tinggalkan.
Aku harap, di novel berikut ku ini, bisa membuat teman-teman pembaca menikmati dan terhibur.
Oh ya, jangan lupa untuk tinggalkan jejak Like dan Komentarnya ya.
Terima kasih.
****
21 tahun yang lalu, ketika Denis Alean, berusia 6 tahun. Saat itu dia dibuang oleh orang tuanya karena di sebut sebagai anak pembawa sial. Tanpa sedikit uang atau pakaian, terlantar di pinggiran kota Singapura.
Denis berusaha menghidupi dirinya dengan memungut sisa makanan dan mengorek-ngorek tempat sampah. Bahkan tidak ragu-ragu mencuri untuk mengisi perutnya.
Ketika dia sedan duduk di trotoar sambil menyentuh perutnya yang sudah kelaparan, tiba-tiba seorang pria kurus dan tinggi menghampirinya.
“Hallo Nak, apa yang kau lakukan disini?” tanya pria itu langsung duduk disamping Denis.
Denis melihat pria itu. Awalnya dia tidak ingin terlibat dalam obrolan, itu makanya dia menggeserkan dirinya kesamping, menjauh dari pria yang menyapanya tadi.
Pria itu malah mendekatkan dirinya lagi pada Denis, padahal anak laki-laki kecil itu sudah berdecak kesal dengan wajah yang marah.
Pria itu malah tersenyum, dan mengeluarkan sebungkus roti dari saku jasnya.
Pria itu membuka bungkusan didepan Denis, berlagak untuk memamerkan roti yang berukuran panjang dan besar itu. Tentu saja Denis mengusap bibirnya saking tergiur dengan roti yang mengeluarkan aroma enak itu.
“Kau mau ini Nak?”
Denis menjawab dengan menganggukkan kepalanya. Tidak melihat pada sipemilik roti.
“Hm, kau bisa memiliki roti ini, tapi ada syaratnya,” ucap pria itu sambil menggoyangkan roti, memancing nafsu Denis yang kelaparan.
“Syarat apa?” tanya ketus Denis menatap pria itu.
‘Wah, aku suka caramu menatapku Nak.’
“Syaratnya, kau harus ikut denganku. Aku akan merawat dan membesarkanmu dengan nyaman.”
Denis mengernyitkan dahinya, heran dan bingung, apa yang dikatakan pria itu.
“Bagaimana? dengan ikut bersamaku, kau tidak khawatir lagi dengan makan dan dimana kau akan tidur. Semuanya akan aku siapkan untukmu,” bujuk pria itu. Suaranya sangat lembut dan pelan.
Denis, memikirkannya. Sebenarnya dia ragu, tapi suara perutnya tidak bisa disembunyikan lagi. Apalagi, pria itu semakin memancingnya dengan roti yang baru dibeli itu.
“Kenapa kau mau membawaku? Pasti ada yang kau inginkan dariku kan?” pertanyaan pintar dari Denis. Walau dia masih kecil, dia tahu kalau di dunia ini tidak ada yang gratis, bahkan pada dirinya yang masih kecil.
Ujung bibir pria itu terangkat, “Hm, tentu saja aku menginginkan sesuatu darimu Nak. Tapi aku yakin, kau tidak sulit memberikannya.”
“Sebaiknya kau makan dulu ini, nanti kau bisa pertimbangkan lagi. Suara perutmu sangat keras sampai orang-orang yang lewat bisa mendengarnya.”
Tidak menunggu lama, Denis langsung menarik roti itu dari tangannya. Aromanya yang menggiurkan dengan cepat dimasukkan kedalam mulut. Terasa sangat lembut dan manis. Pria yang disampingnya tersenyum puas padanya.
Pikirnya, asalkan perutnya terisi penuh dan bisa bertahan beberapa hari, dan mempertimbangkan tawaran orang itu.
“Bagaimana? rotinya enak kan? Tapi, dirumahku masih banyak makanan lainnya yang lebih enak dari ini,” ucap pria itu sambil mengelus kepalanya. Denis hanya memperhatikan pria itu berbicara padanya sambil mulutnya terus mengunyah menikmati setiap gigitan roti lembut itu.
Hanya beberapa menit saja, roti itu sudah hambis disantapnya. Wajahnya yang sebelumnya pucat, terlihat lebih hidup.
Pria itu bersikap ramah dan terus tersenyum padanya.
“Baiklah, aku akan ikut denganmu.” Jawaban dari Denis.
Pria itu tersenyum senang, “Nah, begitu dong. Daripada kau hidup tidak jelas dijalanan ini, kan lebih baik tinggal bersamaku.”
Pria itu berdiri, “Namaku Felix, apa kau punya nama?” pria bernama Felix itu mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan.
Denis juga ikut berdiri. Sebelum bersalaman, dia membersihkan telapak tangannya lebih dulu, sadar kalau tangannya sangat kotor.
“Denis, namaku Denis Alean,” balas Denis.
“Oh, denis ya. Nama yang bagus. Aku tidak akan menanyakan asal nama dan bagaimana kau bisa ada disini. Karena ini sudah malam, ayo kita pulang,” ajak Felix setelah melihat jam ditangannya.
Denis mengangguk dan mengikuti Felix. Walau ada yang ingin merawatnya, Denis tidak terlihat senang atau benci, biasa saja. Itu karena dia tahu, apa yang didapatkannya pasti ada yang harus dia lakukan.
****
Denis yang berada didalam mobil Felix, heran karena arah yang akan mereka masuki adalah sebuah bangunan yang sangat tua dan sedikit gelap. Hanya ada dirinya dan Felix didalam mobil itu. Felix tahu, kalau anak kecil itu mulai panik, namun tetap Denis berusaha untuk tenang.
“Apa ini rumahmu?” pertanyaan pertama dari mulut Denis setelah selama perjalanan mereka.
“Bukan. Ini akan menjadi tempatmu yang sekarang,” jawab Felix sambil memutar kemudi setirnya.
Denis terkejut, dia langsung menoleh melihat Felix. Apa mungkin dia salah dengar? Itulah yang ada dalam pikirannya.
“Apa yang akan kau lakukan padaku?”
“Hm, nanti disana kau akan tahu sendiri kok, Denis.” Jawab santai dari Felix. Wujud karakter aslinya sudah terlihat.
Mobil Felix akhirnya berhenti didepan pintu masuk yang sudah dijaga beberapa pria lain dengan pakaian berwarna gelap.
“Cepat turun!” suruh Felix. Felix turun lebih dulu, menghampiri anak buahnya yang berdiri menghampirinya memberi hormat. Denis yang masih berada didalam mobil melihat aksi mereka.
Tiba-tiba Felix menunjuk arah dimana dia masih duduk, dan rekannya langsung datang menghampirinya.
Pintu mobilpun dibuka, “Cepat turun!” teriak pria itu sambil menarik tangan Denis dengan kasar.
Denis hampir saja terjatuh ketanah, kalau kakinya tidak langsung menahan keseimbangan tubuhnya.
“Bos, jadi ini mangsa barumu?” ucap anak buah Felix, menunjuk Denis.
‘Mangsa?’ ucap Denis dalam hati. Wajahnya sudah mulai khawatir.
“Iya, tentu saja. Dia belum terlalu kotor dan aku yakin tubuhnya masih sehat. Cepat bawa dia masuk, kumpulkan dengan yang lainnya.”
“Oke Bos,” Denis pun dibawa paksa mereka untuk masuk. Denis berusaha berontak, tapi tenaga orang yang menariknya lebih keras daripada tenaganya.
Sementara yang lainnya mengikuti mereka dari belakang.
“Tempat apa ini? Apa yang kalian lakukan?” tanya Denis. Dia melihat ternyata bukan hanya dirinya saja yang ada disana. Ada banyak anak-anak sebayanya berada didalam. Ada yang dirantai, ada yang dimasukkan dalam kandang seperti kandang ayam, ada juga yang diletakkan bersama anak-anak lain dan keadaannya sudah lemah tidak berdaya.
Denis semakin terkejut, karena kaki dan tangannya diikat. Hanya mata dan mulutnya tidak ditutup. Sekarang, tidak mungkin dia berpura-pura tidak takut atau berlagak berani. Saat ini, dia benar-benar sangat takut hingga wajahnya pucat dan basah karena keringat saking ketakutannya.
Felix, yang sebelumnya terlihat hangat dan baik, malah mengabaikan dirinya sambil tertawa puas dihadapannya.
“Apa yang kau lihat bocah jelek?” bentak Felix, berdiri dihadapan Denis. Denis tidak melawan, dia diam dan menundukkan wajahnya.
“Kau pintar, awalnya, tapi ternyata, kau sama saja seperti mereka, bodoh!” tunjuknya pada anak-anak yang berhasil diculik.
******
Anak perempuan yang sekitar berumur 4 tahun datang menghampiri Denis.
“Hai, apa kau dibawa paksa kesini juga? Atau, apa kalena kau benal-benal bodoh asal ikut dengan olang itu?” tanya wanita kecil itu. Dia jongkok dihadapan Denis yang menundukkan wajah. Kedua tangannya diikat kebelakang, membuat bahu dan lengannya merasa sangat kesakitan.
Karena mendengar suara gadis kecil itu, Denis mengangkat wajahnya, ingin melihat anak mana yang berbicara padanya seperti itu.
‘Kenapa anak ini ada disini dan tidak diikat? Tidak seperti yang lainnya?’ batin Denis berbicara.
Padahal, bukan karena tidak ada orang-orang yang berjaga-jaga sehingga gadis kecil itu bisa berjalan kemana saja.
“Kau siapa? Apa kau anak dari pria tua itu?” wajah Denis kesal melihat gadis yang masih jongkok dengan wajah lugunya.
“Bukan. Papaku sangat kuat dan tampan, bukan sepeyti meyeka. Udah jeyek, gendut lagi.” dengan bangganya gadis itu membanggakan Papanya.
Hampir saja Denis tidak mengerti apa yang dikatakan anak itu. Karena cadelnya dan tidak bisa mengatakan huruf ‘R’.
“Kau sudah makan? Aku punya yoti, ini ambil untuk kamu,” dia memberikan potongan roti pada Denis. Roti yang sudah dimakannya setengah.
Denis menolaknya. Dia memalingkan wajahnya kesudut lain.
“Shinta! Kemari! Apa yang kau lakukan disana?” panggil Nathan. Dia khawatir pada temannya sesama korban diculik. Walau suara Nathan terdengar seperti berbisik, Ina dan Shinta mendengarnya dengan jelas.
Denis melihat Nathan, dimana keadaannya sama seperti dirinya, terikat, lalu melihat Shinta lagi yang malah masih tersenyum menatapnya tanpa rasa takut.
‘Siapa sebenarnya anak perempuan ini?’
“Ini makanlah, jangan malu. Kamu jangan takut juga, kayna bentayl lagi Papaku yang kuat akan datang menolong kita,” Shinta meletakkan potongan roti itu dihadapan Denis. Kalau Denis ingin memakannya, pasti tidak akan kesulitan dan ada caranya.
“Hey! Kenapa tangan dan kakimu tidak diikat? Kenapa kau tidak membantu kami untuk melepas ikatan ini? Apa kau-
Arshinta berhenti melangkah dan berbalik melihat Denis, “Sssshhh, tenang saja,” ucap Arshinta berbisik dengan jari telunjuknya dimulut.
Shinta berdiri sambil melambaikan tangannya pada Denis, sebelum akhirnya dia kembali pada Nathan dan
duduk disamping anak laki-laki kecil itu.
***
Denis yang kecil itu dengan jelas memperhatikan Arshinta kecil. Nathan, yang tidak suka dengan lirikan Denis, memasang wajah beringasnya pada Denis. Seandainya ada orang dewasa yang menyaksikannya, pasti hanya melihat wajah lucu dan menggemaskan dari Nathan.
Saat tengah malam, terdengar suara jeritan anak kecil, dan Arshinta terbangun dari tidurnya.
“Ada apa? Siapa yang menjeyit?” tanya Arshinta mengusap matanya yang baru terbangun.
“Sepertinya ada anak yang disiksa.” Jawab Nathan ketakutan.
Arshinta berdiri, “Hey, kau mau kemana? Apa kau mau kita disiksa juga? Cepat kesini,” suruh Nathan khawatir. Dia menahan Arshinta agar tidak menghampiri lokasi anak yang menjerit kesakitan itu.
“Aku ingin melihatnya, kenapa dia menangis,” jawab Arshinta tetap melanjutkan langkahnya.
“Hey, cepat kesini!” bisik Nathan memanggil Arshinta. Tapi gadis kecil itu malah terus berjalan. Denis, Ina dan yang lainnya menatap pada Arshinta.
‘Berani sekali anak itu. Sebenarnya anak siapa dia?’ ucap Denis dalam hati.
“Om, apa yang kau lakukan? Kenapa kau membuka celananya?”
Pria yang dipanggil ‘Om’ itu menoleh melihat kebelakang, yang ternyata ada Arshinta sedang berdiri menatapnya dengan berani.
“Om jahat sekali. Kenapa Om menyakiti anak kecil? kata Papaku, orang dewasa yang menyakiti anak kecil, itu namanya pengecut.”
Pria itu menaikkan celananya dan melepas korbannya yang ingin dilecehkan,seorang anak lak-laki, dan dia adalah Leo. Leo segera memakai celananya sambil menangis dan merasa sakit dipinggangnya akibat digenggam sangat erat.
“Nona manis, kenapa kau ada disini? Kenapa belum tidur?” tanyanya dengan jongkok dihadapan Arshinta.
Gadis kecil itu menangkis tangan pria itu, “Om, tanganmu bau dan joyok, Om jayang mandi ya?” Arshinta menutup hidungnya.
‘Sialan\, kalau Bos besar tidak menyukai wanita ini\, akan aku per***a saja dia.’
“Iya, Om minta maaf ya.”
“Om, aku mau bawa temanku belsamaku. Aku mau bobok dengannya,” pinta Arshinta menunjuk Leo yang masih merintih kesakitan.
Si pria itu melihat Leo lalu melihat Arshinta lagi, “Baiklah, Nona cantik ini boleh membawanya,” ucapnya dengan wajah menahan kemarahannya.
******
“Shinta, kenapa kau berani sekali menghampiri orang jahat itu? kalau kau nanti dibunuh bagaimana?”
“Kau berlagak seperti Papamu mafia saja.” gerutu Nathan yang sangat khawatir.
“Papaku oyang baik kok, tapi mungkin Pamanku yang mafia. Sudahlah, aku punya…. Ini!” Arhinta mengeluarkan ponsel dari belakang tangannya.
“Shinta, kenapa barang itu ada bersamamu? Dari mana kau mendapatkannya?”
“Nanti saja aku jeyaskan. Aku mau telepon Papaku duyu.”
“Cepatlah! Sebelum mereka datang,” Nathan berjaga-jaga mengawasi agar tidak ketahuan.
Semua anak-anak hanya diam dan berharap agar apa yang dilakukan Arshinta berhasil dan mengeluarkan
mereka.
“Nathan, kamu tahu nomoyl Papamu?”
“Tidak, aku tidak ingat,” Nathan menggelengkan kepalanya. Arshinta malah menepuk jidatnya saat mendengar jawaban temannya itu.
******
Setelah Arshinta menghubungi Papanya, Lucifer, dengan santainya dia menyimpan ponselnya agar tidak ketahuan. Lucifer menyuruh puterinya agar tidak takut dan jangan sampai melawan. Dan akan menjanjikan datang dengan cepat untuk menyelamatkannya.
Denis juga melihat Bos besar yang datang, yaitu Bossa menghampiri dan memberi makanan enak pada Arshinta, ‘Kenapa anak perempuan ini diperlakukan dengan baik dan manja? Apa dia puterinya?’
Banyak pertanyaan dalam kepalanya tentang Arshinta. Seakan tidak percaya kalau anak itu adalah korban penculikan sama sepertinya.
Setelah beberapa hari kemudian pun, Arshinta mengambil foto dirinya ditempat itu,
‘Apa yang dia lakukan? Disaat seperti ini dia malah berfoto? Apa dia tidak tahu kalau dirinya dalam bahaya?’
Keesokan malamnya.
“Nomornya masih aktif, sepertinya ada yang mengambil Hpmu.” Ucap teman sipemilik Hp. Dia sedari tadi mencoba menghubungi nomor telepon rekannya, yang berada pada Arshinta.
Suara getarannya terdengar jelas, yang ternyata mengarah pada Arshinta dan Nathan. Mereka langsung berjalan menghampiri Arshinta dan Nathan. Bukan hanya Nathan saja yang ketakutan, semuanya takut kecuali Arshinta, masih berusaha tenang.
“Mana Hp itu? cepat berikan?” bentak pria sipemilik Hp pada Nathan.
“Aku, aku tidak tahu Om, aku tidak melihatnya.” Jawab Nathan gemetaran.
Plak!
Tamparan keras diwajah Nathan. Semuanya ketakutan, termasuk Denis. Pasti semua anak-anak akan terkena imbasnya.
“Om jangan pukul temanku!” teriak Arshinta.
Suasana menjadi ribut. Saling berkejar-kejaran. Dan yang mereka kejar adalah seorang anak kecil yang
ketahuan sudah menghubungi seseorang.
“Cepat kejar anak itu, kalau tidak, Bos besar akan marah!” teriak si pemilik ponsel menunjuk Arshinta yang terus berlari.
Gadis kecil itu berlari dengan semangat, dan sambil memegang ponsel, berbicara dengan Lucifer, Papanya.
“Papa, cepat, meyeka udah banyak. Shinta… hah… shinta udah capek,” pinta Arshinta yang sedang bersembunyi dibawah meja. Tidak ada yang bisa masuk menarik Arshinta karena tubuhnya yang kecil.
Salah satu dari orang jahat itu malah menyodok-nyodok kebawah meja agar Arshinta segera keluar. Mau tidak mau, gadis kecil itu akhirnya keluar. Mereka segera menangkap Arshinta yang mulai kelelahan.
Greb!
“Akhirnya dapat juga kau! Dasar anak kurang ajar!”
Rambut Arshinta sudah berada ditangan pria teman pemilik ponsel.
Plak! Plak!
Karena kesalnya, dia menampar Arshinta dengan keras. Semua anak-anak terkejut dan ketakutan. Kasihan
melihat Arshinta, bahkan sampai ada yang menangis, namun Arshinta tidak mengeluarkan air matanya sedikitpun.
Brugh!
Nathan memukul pria jahat itu dari belakang, hingga Arshinta yang berada dalam genggamannya terjatuh menyentuh tanah.
Arshinta berdiri, layaknya seperti pemimpin kecil dia berteriak, “Teman-teman, ayo kita seyang meyeka! Sebentayl lagi Papaku datang,” perintah Arshinta dengan percaya dirinya.
Awalnya Nathan yang berdiri, seakan mendukung dan membantu Arshinta. Tidak lama, Ina, Leo dan anak-anak lainnya pun ikut membantu Arshinta. Walau ketakutan, anak-anak itu terus berjuang menghajar para penculik. Ada yang melempar dengan pasir, ada yang memukul dengan kayu, ada yang yang melempar dengan batu-batu kecil. Denis saat itu tidak bisa melakukan apa-apa karena kaki dan tangannya masih terikat. Namun dia berharap agar Arshinta bisa selamat.
“Aku akan membunuhmu anak sial!” teriak orang yang sudah sangat benci dan dendam pada Arshinta.
Rekan-rekannya yang lain sibuk mengurus anak-anak yang lain, sedangkan dia mengejar Arshinta.
“Akkhh..”
Lagi, Arshinta tertangkap lagi. Rambutnya ditarik dari belakang.
“Mau kemana kau setan kecil? kau pikir kau bisa kabur dariku? Hah?” bentaknya menarik Arshinta dengan rambut panjang gadis itu.
Arshinta merintih menahan sakit sambil terus berontak melepaskan diri. Namun, semakin dia berontak, maka tenaga orang itu akan semakin kuat menahan gadis kecil.
“Kau harus mati ditanganku setan kecil!” pria itu mencekik leher Arshinta hanya dengan satu tangannya saja. Mengangkat tubuh kecil itu keatas, membuat Arshinta semakin kesulitan bernapas.
‘Gawat, jangan sampai Arshinta mati.’ Ucap Nathan dalam hati.
Karena Arshinta sudah berhasil mereka tangkap, anak-anak yang lainnya menjadi semakin takut dan kalah. Seakan semangat mereka untuk bebas dan hidup hilang setelah melihat Arshinta tertangkap.
Bragh!
Brugh!
Bragh!
“SIAPA.YANG.KAU.SEBUT.SETAN.KECIL?”
Terdengar suara dari arah pintu. Tidak hanya itu, tiba-tiba ada banyak suara seperti orang yang sedang berkelahi diluar.
‘Siapa dia?’
Pertanyaan-pertanyaan dari orang-orang yang memperhatikannya, termasuk anak-anak.
Lucifer yang muncul dengan wajah beringas, bahkan kedua matanya terlihat memerah menatapnya dengan
tajam. Berdiri dengan tegak, sementara tangannya sudah memegang kapak dengan dua mata disisinya. Kapak yang sangat tajam, dan sudah ada bercak darah membasahi kapak tersebut.
“Pa… Papa,” panggil Arshinta mengulurkan tangannya pada Lucifer agar segera dilepaskan. Wajah Arshinta sudah memerah akibat kekurangan napas.
“LEPASKAN TANGANMU ITU!!!” teriak Lucifer. Suaranya yang keras menggema disetiap ruangan.
Hingga tanpa sadar, Arshinta dilepas hingga jatuh ketanah.
“Uhuk, uhuk, uhuk,”
Arshinta berlari dan memeluk kaki Lucifer.
Suasana yang mencekam dan menegangkan. Lucifer melihat Arshinta batuk dan mengatur napasnya. Dia
berusaha mengendalikan emosinya. Namun, saat melihat wajah Arshinta memerah, seperti gunung yang ingin meletus, begitulah yang sekarang dirasakan Lucifer.
‘Siapa dia? Kenapa aku tidak bisa bergerak?’
Bukan hanya dia, tapi semua rekan-rekannya langsung diam tidak bisa bergerak atau melangkah.
“Hai keponakanku,” Revand datang, muncul dari belakang Lucifer.
“Revand, segera bawa Arshinta dan lainnya dari sini,” suruh Lucifer.
Revand menggendong Arshinta yang sudah lemas. Dia menyandarkan kepalanya didada Revand.
“Sekarang kita keluar, biarkan Papamu yang menyelesaikan semuanya,” ajak Revand.
Dengan anak buah Revand, mengeluarkan dan melindungi anak-anak yang lainnya.
Pintu kembali ditutup, walau sebenarnya sudah rusak dan tidak bisa ditutup dengan rapat.
Sekarang, hanya tinggal Lucifer dan mereka-mereka yang sudah berani menyakiti dan menculik puteri kesayangannya.
Kini bibirnya terangkat, tersenyum sinis dengan tatapan yang tajam. Menggenggam erat kapak, yang artinya bersiap untuk menyerang mereka.
“Sekarang, mari kita akhiri ini!”
“Aaakkhhh…”
“Ammppunn…”
“Aaakkhh, tolong… tolong aku… akkhhhh..”
Anak-anak diluar mendengar suara jeritan kelompok jahat itu. Mereka tidak tahu apa yang terjadi dengan mereka, dan apa yang dilakukan orang tua Arshinta itu. Kecuali Nathan, Denis, Leo dan Ina. Mereka bisa melihat dengan jelas, kalau monster dalam tubuh manusia itu dengan asiknya mengayunkan kapak kebagian-bagian tubuh pria penculik itu.
*****
Setelah beberapa hari sejak kejadian penculikan itu, system keamanan diperketat agar tidak terulang lagi.
Anak-anak korban penculikan akan dikembalikan pada orang tuanya, dan bagi yang tidak memiliki keluarga atau saudara lain, Lucifer besarkan bersama Revand dan yang lainnya.
Di didik secara pendidikan, makanan, tempat tinggal dan kebutuhan lainnya.
Walau Lucifer jarang untuk melihat dan datang kesana, bukan berarti dia tidak perduli. Ada yang mengaku sebagai keluarga dari anak-anak yang mengaku tidak memiliki siapa-siapa, tidak dilepas Lucifer begitu saja. Jadi, tidak ada yang bisa membawa atau menggunakan mereka untuk memeras uang Lucifer atau yang lainnya.
****
Denis Alean salah satu dari anak-anak malang itu. Walau dia hanya sebagai penonton saja saat kejadian,
tapi satu hal yang ada dalam tujuannya setelah melihat Papa Arshinta, adalah membalas kebaikannya, bagaimana pun caranya.
Seperti yang diperintahkan Lucifer, siapapun yang ingin sekolah ditingkat lebih tinggi, mau sampai ke universitas diluar atau dalam negeri sekalipun, Lucifer akan membiayai mereka. Sebesar apapun biayanya.
Setelah lulus tingkat SMU, Denis kuliah dengan jurusan hukum. Dia ingin menjadi seorang Pengacara.
Itu diputuskan sejak dia melihat Lucifer yang datang dengan berani dan dia juga ingin mengatasi kejahatan yang marak terjadi khususnya pada anak-anak kecil yang tidak memiliki siapa-siapa.
Sekitar beberapa minggu setelah Arshinta kembali pada orang tuanya, mereka kembali ke Indonesia.
Dan saat itu, Denis tidak mengetahui sama sekali tentang keberangkatan orang yang sudah menyelamatkannya.
Denis sempat marah dan kesal. Untungnya Revand langsung menenangkan kemarahannya dan memberitahukan padanya kalau orang yang dicari sudah berada di Jakarta.
Setelah beberapa tahun, akhirnya Denis bisa menjadi pengacara handal. Banyak kasus selesai dipecahkan. Dia benar-benar melakukan pekerjaannya dengan baik. Sering juga dia membela klient tanpa adanya bayaran.
Karena tujuannya ingin bertemu dengan Lucifer, akhirnya dia memutuskan untuk datang ke Indonesia.
Bertemu dengan keluarga Lucifer, orang tua dari gadis kecil yang sempat membuatnya tertarik dan penasaran.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!