"Selamat pagi ... perkenalkan nama saya Maisha Setyorini, saya biasa dipanggil Shasa. Umur dua puluh tiga tahun. Saya lulusan terbaik dari Universitas Mangga muda. Hobi saya menghalu di sebuah platform online dan cita-cita saya adalah menjadi istri CEO seperti anda!"
"Stooop!!" teriak ketiga orang yang sedang duduk sambil menatap gadis yang sedang latihan memperkenalkan diri sebelum berangkat interview.
Ya, gadis cantik berkulit putih yang memiliki rambut hitam lurus. Hidung mancung, bibir tipis berwarna merah muda menjadi pelengkap kecantikan gadis bernama Maisha atau biasa dipanggil dengan Shasa itu. Pagi ini ia sedang berlatih memperkenalkan diri dihadapan anggota keluarganya yang tak lain adalah mama, ayah dan kakaknya sebelum berangkat interview.
"Mana ada memperkenalkan diri seperti itu!" protes Yulia yang tak lain adalah kakak perempuan Shasa.
"Ihh bikin malu Mama saja!" sahut bu Komariyah atau biasa dipanggil bu Kokom.
"Shasa ... kalau kamu seperti itu, Ayah pastikan kamu akan ditertawakan semua orang!" pak Cipto iku mengomentari putri bungsunya.
Shasa mendengus kesal melihat komentar ketiga keluarganya itu. Bibirnya mengerucut hingga terlihat seperti pantat ayam, "terus Shasa harus bagaimana? ini kan pertama kalinya Shasa interview kerja!" keluh Shasa seraya menghempaskan diri di samping kakaknya.
"duh!!" Yulia menepuk jidatnya ketika melihat Shasa, "waktu kuliah kamu ngapain aja sih, Sha? masa memperkenalkan diri aja minta diajarin!" Yulia berdecak kesal melihat tingkah adiknya.
Yulia segera berdiri dan memberi contoh yang benar, bagaimana cara memperkenalkan diri saat interview. Sikap anggun yang dicontohkan Yulia membuat Shasa mengernyitkan keningnya.
"Harus se kalem itu ya, Kak?" tanya Shasa setelah Yulia selesai memberi contoh kepada Shasa.
"Ya iya lah! kamu kan melamar kerja bagian sekretaris, jadi harus bersikap anggun dan ramah. Jangan sampai murung dihadapan atasan!" ujar Yulia seraya menatap Shasa.
Sekali lagi Shasa mencoba memperkenalkan diri seperti yang dicontohkan oleh Yulia. Ia terlihat kikuk dan aneh karena bersikap anggun. Shasa menghentikan ucapannya saat ketiga anggota keluarganya malah tertawa.
"Ihh! kenapa sih? apanya yang lucu?" protes Shasa dengan bibir yang mengerucut kembali.
"Sha! biasa aja! anggunnya gak usah lebay gitu ih!" cibir Yulia di sela-sela gelak tawanya.
Bu Kokom menatap penunjuk waktu yang ada tertempel di dinding ruang tamu, beliau beranjak dari tempatnya saat ini dan menghampiri Shasa yang sedang bersandar di dinding.
"Lebih baik kamu berangkat sekarang, Sha! daripada terlambat dan kamu gagal diterima di perusahaan itu!" ucap bu Kokom seraya merogoh saku dasternya.
Shasa membelalakkan mata kala melihat bu Kokom mengeluarkan dua lembar rupiah berwarna biru. Mata indah Shasa berbinar saat melihat pemandangan yang tak biasa apalagi saat bu Kokom menyerahkan dua lembar berwarna biru itu kepadanya
"kamu berangkat naik bus saja ya, Ayahmu tidak bisa mengantar karena di bengkel banyak pekerjaan!" ucap bu Kokom setelah Shasa menerima uang pemberiannya, "Ingat, Sha!" lanjut bu Kokom yang membuat senyum merekah Shasa pudar seketika, perasaannya mulai tidak tenang.
"Jangan dihabiskan! jangan dibuat beli parfum apalagi kuota internet!" ujar Bu kokom seraya menatap Shasa.
Shasa menghela napasnya kasar setelah mendengar peringatan dari mama nya itu. Baru saja ia bahagia karena melihat uang saku pemberian dari mama nya tapi kebahagiaan itu langsung pudar karena ultimatum dari bu Kokom.
"Ya sudah Shasa berangkat dulu!" ucap Shasa dengan wajah yang tertekuk.
Shasa menjabat tangan ketiga anggota keluarganya itu sebelum berangkat. Ia berjalan lunglai keluar dari rumah—melewati warung kopi tempat Bu kokom bekerja setiap hari. Kini, Shasa berdiri di bahu jalan untuk mencari ojek yang biasa mangkal di dekat bengkel pak Cipto.
"ish! kenapa ojeknya gak ada sih! padahal mereka biasa standby di waktu seperti ini!" gerutu Shasa ketika tak menemukan satu orangpun di pangkalan yang ada di bawah pohon asem.
Beberapa menit kemudian Shasa mengalihkan pandangannya ketika mendengar suara klakson mobil dari arah timur. Ia menaikan satu alisnya ketika sebuah mobil sedan berhenti tepat di depannya.
"selamat pagi, Neng geulis ...." sapa seorang pria yang duduk dibalik kemudi setelah menurunkan kaca mobilnya.
"Heh! gak usah senyum seperti itu! bikin silau aja!" cibir Shasa saat melihat pria di hadapannya tersenyum lebar hingga deretan gigi yang tak seberapa putih itu terlihat.
Burhan, itulah nama pria yang saat ini turun dari mobilnya. Dia adalah anak tunggal pak lurah di daerah tempat tinggal Shasa. Sudah lama Burhan tergila-gila dengan Shasa karena kecantikan dan keindahan tubuh Shasa yang sempurna—good looking, itulah penggambaran sosok Shasa yang mampu membuat Burhan tergila-gila padanya.
"Neng geulis mau kemana atuh? masih pagi kok udah rapi dan cantik!" tanya Burhan setelah mengamati penampilan Shasa saat ini.
"bukan urusanmu!" ujar Shasa dengan raut wajah yang tertekuk.
Shasa semakin terlihat kesal setelah melihat Burhan di waktu yang tidak tepat. Kekesalan karena uang saku dari bu Kokom sepertinya semakin menggebu setelah kehadiran Burhan.
"Aduh ... aduh ... aduh! neng geulis jangan ketus-ketus atuh! makin keliatan cantik loh!" goda Burhan yang membuat wajah Shasa bersemu merah, bukan karena tersipu tapi karena menahan emosi.
"Aa lagi mencoba mobil baru nih! neng geulis mau gak Aa antar?" tanya Burhan seraya menaik turunkan satu alisnya.
Shasa terlihat memikirkan tawaran dari Burhan. Ia hanya diam seraya menatap mobil sedan hitam dan Burhan beberapa kali. Hampir sepuluh menit Shasa berpikir hingga seulas senyum manis terbit dari bibirnya.
"Sebaiknya aku terima tawaran si Bubur ini, kan lumayan nanti ongkos bus bisa buat beli kuota!" gumam Shasa dalam hatinya.
Wajah yang sempat muram kini kembali bersinar. Shasa terpaksa mengembangkan senyum terbaiknya untuk agar Burhan mau menuruti keinginannya.
"emang kamu mau nganterin aku ke perusahaan Lacto Crop? aku mau interview kesana!" ucap Shasa seraya menatap Burhan dengan pesonanya.
Burhan tertegun ketika melihat sikap Shasa yang berbeda dari biasanya. Bibirnya sedikit terbuka karena terpana pesona Shasa yang tiada duanya. Baru kali ini Shasa bersikap manis kepadanya setelah beberapa tahun mengejar gadis ini.
"ini orang malah bengong! mau gak?" Shasa mulai kesal karena Burhan hanya diam saja.
"eh iya! pasti mau lah Neng geulis! apapun akan Aa Burhan lakukan demi Neng geulis Shasa, inces pujaan hati Aa!" ujar Burhan sebelum berjalan ke sisi lain mobilnya untuk membukakan pintu untuk Shasa.
Mobil yang dikendarai Burhan akhirnya melaju membela jalan yang mulai padat. Shasa tak sedikitpun menoleh ke arah Burhan. Senyumnya terus mengembang ketika membayangkan nanti malam akan nonton film Hollywood yang sudah berkali-kali ia putar. Bayangan wajah aktor tampan dan sexy yang berperan dalam film itu membuat Shasa senyum manis itu tak kunjung pudar dari wajahnya.
"Sepertinya Neng geulis mau menerima lamaranku setelah ini! senyumnya sangat manis tanpa pemanis buatan! Shasa ... Aa Burhan semakin mencintaimu!" gumam Burhan dalam hati ketika memandang Shasa saat berhenti di perempatan lampu merah.
🌹Terima kasih sudah membaca karya ini, semoga suka 😍♥️🌹
Selamat datang untuk para reader kesayangan othor😍 semoga kalian suka ya dengan karya othor kali ini😎**Jangan lupa tekan favorit agar tidak ketinggalan update othor ya😍**
...🌷🌷🌷🌷🌷...
Keramaian di pusat kota telah dilewati oleh Shasa dan Burhan. Kini, mobil sedan itu terarah ke salah satu kawasan industri yang ada di Bandung. Burhan mengurangi kecepatan mobilnya saat Shasa menunjuk gedung raksasa yang semakin dekat.
"Aa akan menunggu Neng geulis sampai selesai interview!" ujar Burhan sebelum Shasa membuka pintu mobil.
"kamu yakin?" Shasa menaikkan satu alisnya, ia mengurungkan niatnya turun dari mobil setelah mendengar ucapan Burhan.
"tentu saja!" jawab Burhan dengan yakin, "sampai malam pun Aa rela menunggu Neng geulis!" Burhan menampakkan senyum yang paling manis hingga membuat Shasa bergidik ngeri.
"Dih! ini orang kenapa coba!" Shasa bergumam dalam hati.
Tanpa pamit dan tersenyum kepada Burhan, Shasa keluar begitu saja dari mobil. Shasa mengayun langkah memasuki pintu gerbang gedung raksasa yang bertuliskan Lacto Crop di bagian atas gedungnya. Wajahnya semakin terlihat cantik kala sudut bibir itu tertarik ke dalam.
"Waw ... mewah banget interior lobby nya!" gumam Shasa dalam hati saat bola matanya mengedarkan pandangan ke sekeliling.
"Selamat pagi ...." sapa Shasa saat berhenti di depan meja resepsionis.
"Pagi ...." sapa wanita cantik yang berdiri saat Shasa mendekat ke mejanya.
Resepsionis tersebut menunjukkan jalan menuju ruangan HRD setelah Shasa mengutarakan maksud kedatangannya ke kantor ini. Tak lupa Shasa mengucapkan terima kasih setelah mengetahui letak ruangan HRD.
Langkah demi langkah telah Shasa lalui, akhirnya ia menemukan lift menuju lantai tiga, tempat ruangan HRD berada. Shasa membuka map yang ada di dalam tasnya untuk memeriksa kembali berkas yang akan diserahkan kepada HRD nanti. Ia segera keluar dari lift setelah sampai di lantai tiga.
brugh ....
"Aduh!" jerit Shasa saat tubuhnya terjerembab di lantai bersama berkas-berkas yang ia bawa.
Shasa tertegun setelah melihat sepasang kaki berdiri di hadapannya. Bola matanya menatap ke atas untuk melihat siapa gerangan yang menabrak tubuhnya hingga jatuh. Beruntung di sana tidak ada orang yang melihatnya.
Shasa tercengang kala tatapan matanya bersirobok dengan sosok pria yang tampan yang memakai kemeja berwarna navy. Mata sipit, hidung mancung serta bibir yang sedikit bervolume terbingkai indah dengan garis rahang yang ditumbuhi jenggot tipis. Tubuhnya yang tegap dan atletis mampu menghipnotis Shasa saat ini.
"Suami idaman!" seru Shasa dalam hatinya.
Mata Shasa semakin berbinar kala pria tampan itu mengulurkan tangannya. Shasa segera meraih tangan itu, ia tidak mau menyianyiakan kesempatan emas yang diberikan Tuhan untuknya.
"Maaf, aku tidak sengaja menabrakmu!" ujar pria tersebut seraya menatap Shasa. Pria itu pun mengambil berkas Shasa yang berserakan di lantai.
Pria tampan itu berlalu dari hadapan Shasa setelah memberikan berkas tersebut kepada Shasa. Pandangan Shasa terus mengikuti kemana arah pria tampan tersebut.
"Hah!! apa dia CEO perusahaan ini?" gumam Shasa saat melihat pria tersebut masuk ke dalam ruangan di ujung koridor. Bagian depan ruangan tersebut terlihat jelas tulisan 'CEO Lacto Crop'.
"Yes!! cita-citaku akan terwujud setelah ini!!" ujar Shasa dengan suara yang lirih. Ia merapikan rambutnya terlebih dahulu sebelum berjalan menuju ruangan HRD.
Semangat tinggi berkobar dalam diri gadis berparas cantik itu. Setelah mengetuk pintu ia masuk ke dalam ruangan HRD dengan percaya diri.
"Silahkan bergabung dengan rekan-rekan Anda di dalam ruangan tersebut!" ucap seorang wanita yang duduk di balik meja bertuliskan HRD.
Shasa mengayun langkah menuju ruangan yang ditunjuk oleh HRD tersebut. Ia menaikkan satu alisnya karena di sana ada sepuluh wanita cantik yang duduk di kursi masing-masing.
"Selamat pagi ...." ucap HRD yang baru saja masuk setelah Shasa duduk di kursinya.
Wanita bernama Erlin, yang tak lain adalah HRD itu menjelaskan satu persatu prosedur sebelum melakukan interview. Ia menjelaskan ujian tulis yang akan dilangsungkan setelah ini.
"Saya beri waktu sepuluh menit untuk mengisi soal yang sudah disediakan!" ucap Erlin seraya menatap satu persatu wanita yang duduk di hadapannya.
Pintu ruangan tersebut terbuka saat ujian baru berjalan dua menit. Semua mata tertuju pada sosok tampan yang sedang berjalan menuju tempat Erlin berada. Entah mengapa Erlin dan pria tampan yang menabrak Shasa beberapa menit yang lalu sedang berbisik sambil menatap ke arah Shasa.
"Maaf saya mengganggu waktu kalian!" ujar Erlin yang membuat semua wanita tersebut mengalihkan pandangan, "siapa namamu?" Erlin menunjuk Shasa.
Shasa berdiri dari tempat duduknya, ia tersenyum manis sebelum memperkenalkan diri, "nama saya Maisha Setyorini, bisa dipanggil Shasa," ucap Shasa dengan suara yang terdengar sangat lembut.
"Baiklah Shasa, tinggalkan tempatmu dan sekarang ikutlah Pak Daniel ke ruangan CEO!" ujar Erlin yang membuat Shasa terkesiap karena tidak percaya akan dijemput pria tampan.
"oh my god! aku dijemput CEO nya langsung!" batin Shasa menjerit saat pria tampan itu mengulas senyum sebelum pergi.
Bahagia, ya Shasa bahagia karena impian terbesarnya sebentar lagi akan terwujud. Mendekati CEO agar bisa menjadi istrinya seperti kisah di novel-novel yang ia tulis selama ini. Selama dalam perjalanan menuju ruangan CEO, Shasa terus membayangkan nasibnya akan seperti Anastasya di film holywood favoritnya.
"Oh Ana ... aku akan mengikuti jejakmu meskipun suamiku nanti tidak setampan christian!" gumam Shasa sebelum mengetuk pintu ruangan yang tertutup rapat itu.
Shasa berhenti tepat di depan meja besar di mana ada seorang pria yang sedang duduk di kursi yang membelakanginya. Wajahnya merona membayangkan pria bernama Daniel yang sedang duduk di hadapannya. Namun, senyumnya seketika pudar ketika melihat sosok yang ada di kursi itu sedang menatapnya.
"perkenalkan dirimu, Cantik!" perintah pria matang itu seraya tersenyum di hadapan Shasa.
Shasa tertegun menatap pria botak yang seumuran dengan ayahnya. Pria itu menatapnya dengan tatapan penuh arti, menyusuri tubuhnya dari rambut hingga ujung kaki. Deretan gigi yang tak putih itu terlihat dengan jelas saat pria tersebut tersenyum kepada Shasa.
"Daniel! bawa suratnya kesini!" ujar pria tersebut seraya menatap pintu ruangan yang tak jauh dari kursi kebesarannya.
Shasa masih bungkam, ia menatap pintu yang terbuka, di mana Daniel keluar dari sana. Manik hitamnya terus mengawasi langkah Daniel hingga berhenti di sisi kursi pria setengah abad itu seraya membungkukkan tubuhnya.
"Ini surat yang Tuan Budi inginkan!" ucap Daniel setelah menegakkan tubuhnya. Ia meletakkan kertas tersebut di hadapan pria setengah abad bernama Budi itu.
"Bagus! kamu memang Asisten yang bisa diandalkan!" Pak Budi mengacungkan jempolnya kepada Daniel.
Pria yang duduk bersandar di kursinya itu kembali menunggu Shasa yang hanya diam dengan pandangan tak lepas dari Daniel. Ia shock karena CEO perusahaan ini bukanlah Daniel melainkan pria yang seumuran dengan ayahnya itu.
"Hah ... jadi pria tampan itu hanya asisten CEO! dunia haluku sirna seketika! oh Ana ... sepertinya aku tak seberuntung dirimu yang bisa memiliki Christian!" jerit Shasa dalam hatinya seraya mengalihkan pandangan ke arah pria bernama Budi itu.
🌹Terima kasih sudah membaca karya ini, semoga suka ♥️😍 Aiih kasian sekali si Shasa ini😂🌹
...🌷🌷🌷🌷🌷...
"apa-apaan ini!" gerutu Shasa dalam hati setelah membaca surat perjanjian yang tertulis disana.
Setelah memperkenalkan diri di hadapan pak Budi dan Daniel, selembar kertas yang tadi di bawa Daniel, kini beralih di tangan Shasa. Matanya membulat sempurna ketika mengetahui isi surat tersebut.
"Bagaimana Sha? apa kamu menerima tawaran saya?" tanya pak Budi setelah melihat Shasa hanya diam dengan tatapan mata yang kosong.
Hening, ya ruangan tersebut terasa hening karena Shasa hanya diam. Kedua pria berbeda usia itu menunggu jawaban yang diucapkan oleh Shasa. Pak Budi sendiri terlihat gusar karena menunggu kepastian dari gadis yang bisa membuatnya tertarik hanya karena melihat foto yang tercantum dalam daftar riwayat hidup Shasa.
"Nona Shasa!" Suara bariton Daniel akhirnya terdengar di ruangan itu untuk menyadarkan Shasa dari lamunannya.
"i-iya, Pak!" Shasa terkesiap, ia mulai sadar dari lamunan setelah mendengar suara Daniel.
Pandangan Shasa beralih ke pria yang ada di hadapannya. Ia mencengkram ujung span hitam yang dipakainya saat ini karena kesal melihat kelakukan ABG tua yang ada di hadapannya itu.
"Maaf, Pak! saya tidak bisa menerima tawaran dari Bapak!" ucap Shasa tanpa ragu.
"Why?" Pak Budi menaikkan satu alisnya, "apakah masih kurang uang saya tawarkan untukmu? katakan saja berapa yang kamu inginkan!" ujar pak Budi seraya menatap Shasa dengan senyum smirk.
"kurang ajar ini orang!" umpat Shasa dalam hati.
Shasa berdiri dari tempat duduknya, ia menatap pak Budi dengan wajah yang muram karena merasa direndahkan oleh pria berumur setengah abad itu.
"Bapak pikir saya wanita murahan hemm!! asal bapak tau, saya tidak tertarik sedikitpun dengan uang yang bapak tawarkan biarpun itu satu koper!" ujar Shasa dengan suara yang lantang.
Pak Budi berdecak setelah mendengar penolakan dari Shasa. Beliau menatap Shasa dengan intens dan tersenyum kecut, seakan tengah menertawakan jawabannya.
"Saya permisi!" ujar Shasa sebelum membalikkan tubuhnya dan berjalan meninggalkan pak Budi.
Hati Shasa bergemuruh karena di rendahkan oleh Pak Budi. Rasanya, ingin sekali ia memaki pria botak itu tapi ia takut semua itu akan menambah masalah hidupnya. Shasa menarik handle pintu ruangan tersebut. Namun, langkahnya harus terhenti karena mendengar suara Pak Budi.
"Berani sekali kamu menolak Saya, Shasa! jika kamu tetap pergi tanpa menerima tawaran dari saya, maka saya pastikan kamu akan menjadi pengangguran! namamu akan saya blacklist agar tidak ada perusahaan yang menerima mu bekerja!" Pak Budi mengancam Shasa dengan cara yang licik.
Takut? Tentu saja tidak. Shasa tidak takut sedikitpun dengan ancaman pria botak itu. Ia semakin marah dan ingin mengumpat dengan kata-kata kotor di hadapan pria bernama Budi tersebut.
"Lebih baik saya menjadi pengangguran daripada harus menjadi simpanan Bapak!" ujar Shasa dengan suara yang lantang,
"Bapak itu sudah berumur! harusnya sadar diri dong!" cibir Shasa tanpa rasa takut sedikitpun.
"Tobat Pak ... tobat! hati-hati, Pak! jangan terlalu sering selingkuh di belakang istri! kena penyakit prostat baru tau rasa Anda!" sekali lagi Shasa mengumpat hingga membuat Daniel tersenyum tipis karena baru kali ini ada gadis pemberani seperti Shasa.
Brak! Shasa menutup pintu ruangan itu dengan keras setelah puas memaki Pak Budi. Ia tidak menyesal sedikitpun jika setelah ini benar-benar pengangguran. Berkali-kali ia mengumpat saat menganyun langkah keluar dari gedung ini, ia tidak perduli meski banyak mata yang memandang ke arahnya.
"Neng geulis kok cepat sekali interviewnya?" tanya Burhan ketika Shasa masuk ke dalam mobilnya.
"Apa Neng geulis diterima? setelah ini kita langsung pulang atau jalan-jalan dulu keliling Bandung? atau Neng geulis mau shopping ke emol?" Burhan memberondong Shasa dengan beberapa pertanyaan.
Kekesalan Shasa semakin memuncak kala mendengar suara Burhan. Shasa menatap Burhan dengan mata yang membulat, bola mata itu seperti mau keluar saja.
"Kita pulang! jangan bicara apapun lagi atau aku akan turun di sini!" ujar Shasa dengan rahang yang mengeras.
Sekuat tenaga Burhan menahan tawanya setelah mendengar ancaman dari Shasa. Bagaimana bisa Shasa mengancam akan turun di tempat ini sedangkan ia datang ke tempat ini di antar oleh Burhan.
"Neng geulis makin lucu pisan euy!" gumam Burhan dalam hatinya.
"ingat ya, Bubur! kita pulang! aku tidak mau kemana-mana!" ujar Shasa ketika Burhan mulai melajukan mobilnya.
Burhan hanya mengulum senyum ketika mendengar ucapan Shasa. Ia tak pernah sakit hati meski berkali-kali mendapat cacian dari Shasa. Terkadang cinta memang bisa membuat orang bersikap bo-doh hingga membiarkan rasa sakit hati hilang begitu saja.
Shasa merogoh ponsel yang ada di dalam tasnya.Ia mencoba mengusir rasa kesal itu dengan melihat film koreyah di entub. Namun, beberapa menit kemudian ia mendengus kesal karena kuota internetnya habis.
"iih kenapa semua nyebelin sih! ini lagi! kenapa kuota pakai habis segala!" gerutu Shasa saat memasukkan kembali ponselnya ke dalam tas.
"Neng geulis mau Aa beliin kuota gak?" tanya Burhan seraya menatap Shasa sekilas.
"Kalau Neng geulis mau, sekarang Aa belikan nih, sepuluh GB untuk Neng geulis!" Burhan benar-benar memanfaatkan momen kali ini untuk mendapatkan nomor ponsel Shasa.
Shasa tampak berpikir, ia memutar bola matanya ke kiri dan ke kanan untuk mencari sebuah jawaban. Haruskah ia menerima tawaran dari Burhan? jawabnya adalah iya. Entah apa yang merasuki Shasa saat ini hingga gadis cantik itu akhirnya menerima tawaran Burhan. Beberapa menit kemudian notifikasi kuota sepuluh GB terlihat di ponsel Shasa.
Gadis berponi itu segera membuka aplikasi yang biasa ia pakai untuk melihat film-film romantis. Ia lupa berterima kasih kepada sosok yang sedang tersenyum penuh kemenangan di sampingnya.
"Yes! akhirnya aku dapat nomor ponsel Neng geulis!" Burhan bersorak-sorai dalam hati.
Setelah membelah jalanan selama empat puluh lima menit akhirnya mobil sedan itu mulai dekat dengan tempat tinggal Shasa. Mobil itu langsung dihentikan oleh Burhan tatkala Shasa mulai mengintruksi.
"Stop! Stop! Stop!" teriak Shasa.
"ada apa Neng geulis?" tanya Burhan setelah mobilnya berhenti di bahu jalan.
"Aku mau turun di sini saja!" ujar Shasa seraya melepas sabuk pengaman yang melingkar di tubuhnya.
Burhan termangu ketika Shasa sudah berada di luar. Tatapannya mengikuti Shasa yang sedang berjalan mengelilingi mobil. Burhan segera membuka kaca mobilnya saat Shasa mengetuk kaca mobil.
"Buruan pulang sana! jangan sampai ada melihat kita!" ujar Shasa tanpa rasa bersalah sedikitpun, "Makasih atas tumpangan dan kuotanya, aku pergi dulu!" ucap Shasa sebelum berlalu begitu saja tanpa menunggu jawaban dari Burhan.
Bibir tipis Shasa melengkung indah setelah teringat uang saku pemberian bu Kokom. Selembar rupiah berwarna biru akan masuk ke dalam dompetnya, kemenangan hanya miliknya saat ini. Rasa kesal karena direndahkan CEO Lacto Crop teralihkan dengan kuota internet sepuluh GB dari Burhan.
"Heh beban orang tua!" teriak seorang gadis yang menghentikan motornya di sisi Shasa, "udah gak waras ya kok senyum-senyum sendiri di pinggir jalan!" cibir gadis cantik dengan dandanan menor dan bulu anti badai serta blash on merah.
Shasa berdecak saat melihat sosok yang selalu menghantuinya sejak kecil hingga dewasa seperti saat ini. Luna, itulah nama gadis seumuran dengan Shasa yang menjabat sebagai seorang sekretaris desa(SEKDES) di tempat tinggal Shasa. Sejak masih SD, Luna selalu mengganggu Shasa. Ia selalu iri kepada Shasa padahal Luna sendiri dari kalangan keluarga menengah ke atas, sangat berbeda dengan Shasa yang berasal dari keluarga menengah ke bawah.
"Eh Culun! kamu gak ada kerjaan ya selain menjadi fans setia ku?" sarkas Shasa seraya berkacak pinggang menghadap Luna.
🌹Terima kasih sudah membaca karya ini, semoga suka 😍♥️ 🌹
...🌷🌷🌷🌷🌷...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!