"Ki...Yuki"
Siapa itu ?
Begitu membuka mata, Yang pertama kali dilihatnya adalah bulan purnama berwarna biru es. Mendominasi langit tanpa bintang.
"Yuki...."
Gadis itu berpaling ke belakang. Rambut bergelombang berwarna coklat tanah terurai bebas di punggungnya, menyapu sebagian wajahnya. Dia menyibakkan rambut itu ke belakang telinga untuk memusatkan pendengaran. Suara yang memanggil namanya, hilang timbul seolah menyatu dengan suara angin yang menggesek rumput setinggi lututnya.
Angin dingin bertiup membuatnya menggigil. Gaun tidur putih yang dikenakannya jelas tidak mampu menahan dinginnya angin yang seolah menusuk setiap sendi tubuhnya. Embun dingin menjalari jemari kaki yang tidak mengenakan alas.
Kenapa Aku disini ?
Dalam kebingungan Dia mulai memperhatikan sekelilingnya. Akhirnya ketika kesadarannya sepenuhnya pulih, Dia memutuskan tetap berdiri diam di tempat, menarik nafas perlahan dengan menghitung dalam hati. Mencoba untuk bersikap tenang.
Yuki mendapati dirinya berada di sebuah padang rumput yang luas tanpa batas, Tidak ada apapun disini selain padang rumput setinggi lutut yang menyatu dengan langit di ujung mata memandang. Membentuk garis batas horizon yang tegas.
Tangannya terkulai di kedua sisi tubuhnya. Menyapu ilalang yang bergoyang tertiup angin.
Dimana ini ?
Dia bertanya lagi pada dirinya sendiri. Merasa tidak menemukan sesuatu yang membahayakan, Dia memutuskan untuk berjalan. Mencari sesuatu yang bisa menjawab pertanyaannya. Tapi sejauh apapun Dia berjalan, Dia merasa hanya berputar-putar saja di tempatnya semula. Atau ini hanya perasaannya saja karena saking luasnya tempat ini ?
Tidak ada apapun disini ?
Gadis itu kembali menghentikan langkahnya. Kebingungan kembali mengisi pikirannya. Dia berusaha mempertahankan ketenangan.
Jangan panik !! Hardiknya memarahi diri sendiri.
"Yuki.."
"Siapa..Siapa di sana ?!" Teriaknya kencang.
Suara itu seolah datang dari tempat yang jauh. Dia tidak menemukan orang lain di sekitarnya.
Yuki tidak percaya, Bagaimana ada suara tanpa sumbernya. Dia perlahan melangkahkan kakinya kembali. Sesekali menoleh ke kanan dan ke kiri. Dia tidak sedang berhalusinasi. Dia sangat yakin suara itu nyata.
Jika dipikirkan lagi seharusnya Gadis itu takut. Dia tiba-tiba terbangun dan mendapati dirinya berada di tempat asing ini. Ditambah suara laki-laki yang entah berada di mana, Namun suaranya sangat familiar di telinga. Suara yang sarat akan kesepian dan penderitaan.
Suara itu terus terdengar, memanggilnya berulang kali
Tapi anehnya Dia tidak takut sama sekali. Perasaan aneh menggerogot didalam dirinya, Memacunya untuk menemukan Pria itu. Dia terus berjalan mencari suara itu. Gaunnya sudah mulai basah terkena embun. Bahkan buku--buku jarinya menciut karena kedinginan.
Saat Dia sibuk mencari. Dia merasakan hembusan angin keras menerjangnya. Detik berikutnya, Kesunyian menghantamnya.
Tidak ada suara apapun bahkan suara deru angin. Tidak ada lagi suara Pria yang memanggil namanya. Semua menghilang.
Yuki terdiam membantu beberapa saat.
Apa yang terjadi ?
Kepanikan mulai menjalarinya dengan cepat saat menyadari dia sekarang sendirian. Dia melangkahkan kaki tidak tentu arah, Setengah berlari.
Tiba-tiba...
Terasa getaran hebat di tanah yang dipijak. Gadis itu kehilangan keseimbangan dan terjatuh. Dia mengaduh saat lututnya membentur batu. Pikirannya sangat kacau. Dia ingin berteriak tapi tenggorokannya seolah tercekat.
Ada apa ini ?
Seberkas cahaya terang berwarna biru es muncul dari dalam tanah, membentuk lingkaran yang mengelilinginya. Menjadikannya pusat lingkaran. Dia memandang panik ke arah cahaya. Pikirannya mengatakan Dia harus lari, Tapi kakinya serasa lumpuh.
Dia menggigil semakin keras.
Dari lingkaran itu, perlahan menjalar sulur yang saling bertaut membentuk simbol didalamnya. Berpendar ringan disekelilingnya.
Diatas langit kilatan cahaya yang sama muncul membentuk formasi burung yang besar.
Sekarang, Dia dikelilingi oleh cahaya biru es baik dari atas maupun bawah. Tidak ada tempat untuk melarikan diri sementara getaran dibawah tanah justru semakin kencang.
Apa yang terjadi ?
Dia kembali bertanya kebingungan.
Suara menggelegar terdengar dari atas langit. Kilat saling bersahut-sahutan seolah membelah awan. Gadis itu mendongak, Mata bulat besarnya, Semakin terbuka lebar ketika Dia menyaksikan pemandangan itu.
"Kau yang terpilih" Sebuah suara lain terdengar diatas langit. Menggelegar nyaring memenuhi setiap inci udara dibawahnya.
Suara yang 180 derajat berbeda dengan suara Pria yang terus memanggil namanya tadi. Suara yang sekarang di dengarnya jauh lebih mengintimidasi dan tidak terbantahkan.
Dia belum mencerna apa maksudnya ketika secara mendadak, seluruh cahaya yang mengelilinginya melesat keatas langit. Berkumpul menjadi satu titik besar, Lalu sedetik kemudian, meluncur tajam kearah gadis itu.
Gadis itu sudah sangat ketakutan, Dia hanya bisa menutup kedua matanya, Menanti benturan yang akan menghantamnya.
"Tidakkkkkk!!!"
Sraaakkkk
Yuki mengerjap saat cahaya menyilaukan dari jendela kamar didepannya menyorot wajahnya. Terdengar suara benda jatuh berdebam di lantai ketika Dia bergerak bangun. Buku novel yang dibacanya sebelum tidur rupanya merosot jatuh dari tempatnya. Suara jam beker berbentuk doraemon diatas kepalanya menyanyikan lagu yang memekakkan telinga.
Sesosok perempuan berusia sekitar tiga puluh lima tahun berdiri didepan jendela, berkacak pinggang. Rambutnya disanggul kebelakang khas seorang perawat rumah sakit. Sosoknya tidak terlihat karena terhalang cahaya matahari pagi di belakangnya.
"Pagi Bibi" Kata Yuki setelah mengenali wanita itu, sembari merenggangkan otot-ototnya yang kaku. Dia merasa semua badannya pegal terutama betisnya. Seolah Dia baru saja berjalan kaki cukup jauh dan bukannya baru bangun tidur.
"Mau tidur sampai kapan, Apa kau tidak mendengar suara jam beker berteriak di atasmu dari tadi ?" Bibi Sheira langsung mengeluarkan jurus mautnya. Dia senang sekali mengomel setiap hari.
"Iya..iya Aku bangun, Astaga jam berapa ini ?" Yuki beringsut mengambil jam beker. Dia tertegun saat menyadari jam ini sudah berbunyi sekitar sepuluh menit yang lalu.
Biasanya Dia akan terbangun begitu mendengar suara doraemon bernyanyi. Selelah apapun Dia. Yuki sudah terbiasa bangun dengan cepat jika mendengar suara-suara berisik disekitarnya.
Gadis itu mendesah pelan. Hari ini semua sangat aneh. Termasuk mimpi itu. Rasanya semuanya nyata, bau angin yang tercium, dinginnya embun di sela jarinya dan juga suara itu, terlihat jelas seolah bukan mimpi. Dia menekan tombol di kepala doraemon, Seketika suara melengking yang terus dinyanyikannya berhenti. Meletakkan kembali ke tempatnya dan bergegas turun dari tempat tidur, Menyadari Bibi sheira masih berada di kamarnya dengan mata melotot memandangnya, Dia tidak mau mendengar omelan Bibi.
Disambarnya handuk yang tergantung di sisi tempat tidur, Bibi Sheira mengikutinya keluar kamar. Yuki menuju kamar mandi sementara Bibi Sheira meneruskan langkahnya menuju tangga ke bawah.
Yuki masih mendengar Bibi Sheira menggerutu ketika Dia akan menutup pintu. Dia meletakkan handuk dan mulai melepaskan pakaiannya. Bergegas, Dia menyalakan shower, Air hangat memancar keluar membasahi tubuhnya. Dia meringis. Ada rasa nyeri di lututnya. ketika membungkuk, Dia mendapati ada guratan luka seperti tergores di sana.
Apa orang yang bermimpi jatuh saat berjalan lalu ketika bangun Dia benar-benar terluka ?
Gadis itu memandangi lukanya sejenak. Tapi Dia memutuskan untuk tidak ambil pusing. Jam yang diletakkan Philips di kamar mandi memberitahunya bahwa Dia akan benar-benar kesiangan jika tidak segera bergegas.
Gadis itu bernama Yuki Orrie Olwrendho. Gadis remaja lima belas tahun yang sebentar lagi akan mengakhiri pendidikan di SMP.
Jika tidak mengenal gadis itu, Orang akan beranggapan bahwa Dia masih berusia dua belas tahun. Posturnya pendek, dengan tinggi hanya 151 cm dan berat 38 kg. Dia memiliki wajah oval, kulit kuning langsat, rambut sepunggung bergelombang berwarna cokelat tanah. Bibir tipis yang diolesi lipgloss berwarna pink lembut, alis melengkung serta mata besar seperti bambi yang dibingkai bulu mata lentik disekelilingnya.
Dia memiliki kecantikan khas yang jarang dimiliki, orang akan selalu bisa mengingatnya jika bertemu kembali meski mereka sudah melupakan nama gadis itu.
"Yuki jam berapa ini ? apa Kau sudah siap ?" Teriak Bibi Sheira membuyarkan lamunan Yuki ketika gadis itu sedang mematut diri didepan cermin.
Bibi Sheira adalah sahabat baik Mamanya, Dari cerita Ibunya, Ayahnya sudah lama meninggal saat Yuki masih berada di kandungan. Sementara lbunya yang seorang aktris terkenal meninggal dunia dalam kecelakaan lalu lintas enam bulan lalu. Semenjak itu Yuki dirawat oleh Bibi Sheira dan Phil suaminya.
"lya..iya Aku datang Bi.." Yuki bergegas menyambar tasnya. Berlari menuruni tangga.
Bibi Sheira menggerutu panjang, Dia meletakkan sepotong roti bakar yang diminta suaminya ke atas piring. "Benar-benar anak itu"
"Jika Kau terus marah-marah begitu Aku yakin ubanmu akan tumbuh bahkan sebelum Kamu menginjak usia empat puluh tahun" Phil menerima piring yang disodorkan istrinya. Mengambil garpu dan pisau yang diletakkannya sebelumnya. Dia tidak ada jadwal operasi pagi ini atau panggilan darurat yang mengharuskannya datang karena resiko pekerjaannya sebagai dokter bedah syarat, Jadi pagi ini Dia bisa sedikit bersantai sambil menikmati sarapannya.
Tapi Yuki akan terlambat jika Dia naik kereta sekarang. Hari ini hari senin. Phil memutuskan untuk mengantarkan anak angkatnya itu daripada membiarkan gadis itu berjejal di kereta pagi ini.
"Dia harus diajarkan disiplin" Bibi Sheira bekerja sebagai kepala perawat di rumah sakit yang sama dengan Phil, Sejak kecil Dia sudah dituntut untuk selalu disiplin, Sehingga kedisiplinan sudah tertanam dalam otaknya dan mendarah daging dalam hidupnya.
"pagi Phil" Sapa Yuki ketika datang.
"Pagi Sweet Heart"
Yuki langsung duduk, Menyambar roti diatas meja, memakannya dengan tiga kali gigitan besar.
"Kau bisa tersedak jika makan seperti itu sayang" Tegur Phil melihat cara makan Yuki.
Yuki memukul dadanya, Dia menyambar segelas susu dan langsung meneguknya. "Aku akan terlambat jika tidak bergegas"
"Siapa suruh Kau membaca novel sampai malam" Gerutu Bibi Sheira sembari meletakkan kotak bekal ke dalam tas Yuki. Meski Dia sering memarahi gadis itu, namun itu hanya di mulut saja. Dia sebenarnya sangat menyayangi dan bahkan bersedia melakukan apapun untuk gadis itu. Ibunya sudah menugaskannya untuk menjaganya, Dia harus menjaga amanat itu baik-baik.
Melihat Yuki selalu mengingatkannya dengan sahabatnya, Yuki sangat mirip dengan ibunya tapi gadis itu selalu menyangkal.
"Ibuku memiliki postur yang tinggi dan langsing,kulitnya juga putih berkilau..rambutnya tidak cokelat sepertiku..bagaimana bisa Aku dibandingkan dengan ibuku itu" Selorohnya setiap Kali Bibi Sheira mengatakan Dia sangat mirip dengan ibunya.
Tapi Bibi Sheira tahu, Baik sikap dan watak Yuki didominasi oleh gen ibunya. Dia tidak mungkin salah.
Kulit dan rambut Yuki diwariskan dari ayahnya Tapi semua hal dalam diri Yuki adalah milik Ibunya.
Phil baru saja masuk ke dalam mobil ketika Yuki justru meloncat keluar dari kursi penumpang disampingnya. "Astaga, Aku lupa tanamanku" Katanya panik.
Dalam sekejap Yuki menghambur melewati Bibi Sheira, berlari menuju lantai dua.
"Untung bukan hidungmu yang tertinggal" sunggut Bibi Sheira di belakangnya. Bibi Sheira lebih memilih menemani Phil ketimbang mengikuti Yuki.
Yuki berlari sehingga menimbulkan suara berdebam dilantai. Kamarnya terletak di ujung lorong bersebelahan dengan cendela yang menjulang tinggi sampai nyaris menyentuh atap.
Pohon cabai yang akan digunakannya sebagai laporan tugas sekolah. Berdiri tegak diatas sebuah pot tanah liat. Yuki meraihnya setengah tergesa-gesa, Memasukkannya ke dalam tas kain terbuat dari kain katun tebal.
Dia tidak bisa membayangkan jika sampai lupa membawanya. Pasti Pak guru akan menyuruh siswanya yang tidak mengerjakan tugas berdiri di sepanjang koridor sekolah sampai istirahat makan siang usai.
Sangat memalukan jika itu sampai terjadi.
Guru biologinya yang juga merupakan wali kelasnya adalah sosok yang humoris tapi Dia juga disegani karena disiplinnya. Anehnya, Tidak ada satupun murid yang membencinya.
Namun, Ketika Yuki berbalik Dia langsung berdiri mematung. Ada perasaan aneh yang tiba-tiba menyelimutinya. Dia mengenal perasaan ini. Auranya seperti berada di padang rumput semalam.
Pandangannya tertuju pada sebuah pintu, tepat di samping kamarnya. Yuki tidak pernah mengetahui apa isi didalam kamar itu atau mengapa Ibu dan Bibi Sheira melarang keras Dia untuk memasuki ruangan itu. Ibunya bahkan pernah menyuruhnya bersumpah bahwa Dia tidak akan mencoba membuka atau memasuki kamar itu tanpa izin darinya.
Pada dasarnya, Yuki tidak terlalu peduli, tidak sebenarnya Dia peduli, Dia penasaran dengan isi kamar itu. Kenapa Ibu dan Bibinya begitu keras melarangnya memasuki kamar itu. Mereka selalu ketakutan dan cemas, seolah ada hantu didalamnya.
Tapi Dia tidak ingin membuat masalah dengan ibu atau Bibi. Beban Mereka sudah terlalu banyak, Bertahan hidup di tengah kerasnya persaingan kerja bagi dua orang yatim piatu seperti Ibu dan Bibi, Tanpa saudara maupun harta, Mereka sudah terlalu banyak masalah tanpa menemukan pelindung. Yuki tidak ingin menambah masalah untuk Mereka, jadi Dia mengubur rasa penasaran itu dalam-dalam.
Tapi Dia bersyukur pada akhirnya Bibi Sheira menemukan Phil dan bersedia menerima lamarannya. Phil cukup banyak berjuang untuk mendapatkan hati Bibi Sheira.
Yuki menghela nafas mencoba menenangkan pikirannya. Perasaan aneh seolah mendorongnya untuk membuka pintu itu. Perasaan yang sangat kuat.
"Apa yang Kau lakukan, Kenapa benggong di sana, Phil sudah menunggumu dari tadi"
Dia tersentak.
Kepala Bibi Sheira muncul di ujung tangga teratas, Dia menyimpitkan mata menatap Yuki yang masih benggong.
"Aku pergi dulu Bi" Yuki tersadar dari lamunannya. Isi kepalanya yang sesaat kosong kembali berfungsi. Dia bergegas lari menuju mobil Phil yang sudah menunggu.
Bibi Sheira memandang sosok Yuki sebelum akhirnya Dia menoleh ke kamar Yuki.
Jantungnya seolah berhenti seketika.
"Bi...Kami berangkat yaa...Da..." Yuki berteriak nyaring dari kursi penumpang disamping supir bersamaan dengan Phil yang menekan klakson sebelum akhirnya Dia menginjak gas, Mobil berjalan meninggalkan plataran rumah.
Bibi Sheira masih memandang ke tempat yang sama. Di sana cahaya putih kebiruan yang menyerupai es...berpendar ringan dari bawah pintu yang selama ini dirahasiakan isinya dari Yuki. Dia masih mematung saat kemudian terdengar suara klik dari gagang pintunya.
Seseorang berada dibaliknya dan sedang berusaha membuka pintu.
Kelas sangat ribut siang ini. Karena ada rapat mendadak, Guru hanya memberikan tugas untuk dikumpulkan sebelum pulang. Alhasil, Setelah beberapa murid pintar menyelesaikan tugas Mereka, murid lain pun akan bahu membahu bekerja sama menyalin jawaban Mereka. Setelah semua kerjasama selesai, keributan didalam kelas tidak terhindarkan.
Yuki menutup kotak makan siang, Dia memakan bekalnya sebelum istirahat. Perutnya keroncongan dari pagi, Dia hanya makan satu lapis roti bakar dengan selai cokelat dan segelas susu.
Badannya masih terasa pegal semuanya. Dia berencana cepat pulang dan tidak ingin mampir kemanapun hari ini. Dia butuh istirahat. Sekaligus menemui Bibi Sheira, Wanita itu sangat aneh saat Mereka pergi meninggalkannya tadi. Wajahnya seperti melihat hantu. Yuki sempat membahasnya dengan Phil di sepanjang jalan,menanyakan apa Mereka perlu kembali mengecek Bibi.
Phil menjawab tidak perlu. Dia akan menelepon Bibi Sheira begitu mengantar Yuki.
Sampai saat ini tidak ada kabar dari Mereka berdua, Jadi Yuki berasumsi Bibi Sheira baik-baik saja.
Yuki membuka handphone miliknya.
"Bibi Kau sedang apa ?"
Dia baru saja mengirimkan pesan ketika seorang gadis menepuknya dari belakang, penuh semangat.
"Yuki apa Kau sibuk hari ini" Tanya Haswa yang merupakan teman sebangkunya.
"Aku belum tahu, Ada apa ?"
Handphone di tangannya bergetar mengirimkan notif pesan dari Bibi Sheira. Yuki menunduk untuk membaca pesan.
"Aku dirumah, Kau tidak belajar ?"
"Kelas kosong, Apa Kau baik-baik saja ?" Yuki kembali membalas pesan Bibi Sheira.
"Hari ini klub basket akan mengadakan perayaan kemenangan mereka, mengundang Kita untuk ikut acara karaoke bersama. Apa Kau mau pergi ?" Haswa menatap Yuki penuh harap.
Yang ditatap hanya menghela nafas pelan.
Klub basket. Dia sudah tahu bahwa pasti Raymon Gernadus, Mantan pacarnya ketika duduk di kelas dua SMP yang menyuruhnya.
Tidak ada yang salah dengan cowok itu. Cowok populer di sekolah. Memiliki perilaku yang baik, pintar dan dari keluarga terhormat.
Tapi tampaknya semua itu tidak cukup meluluhkan hati ibunya. Dia langsung menolak ketika Yuki memperkenalkan padanya. Menurut Ibunya Mereka masih terlalu kecil. Ibunya melarang keras Yuki berhubungan dengan lawan jenis dalam arti khusus.
Hubungan Mereka hanya bertahan sekitar delapan belas bulan. Perselingkuhan kecil dari Raymond mengakhiri semua.
Yuki tidak sepenuhnya menyalahkan Raymond. Ibunya terlalu keras padanya. Dia sadar bahwa saat ini Mereka masih sebagai anak remaja yang labil. Jadi, Ketika Raymond dikabarkan berpacaran dengan gadis lain, Dia cukup lapang menerimanya.
Sayangnya, Raymond masih belum menyerah. Dia terus dengan gencar mendekati Yuki. Berusaha memperbaiki hubungan. Yuki sudah menolak baik secara halus maupun tegas. Raymond seolah tidak peduli, Bahkan ketika yang di khawatirkan Yuki terjadi.
Pacarnya pernah datang kepadanya, merudungnya dan menuduhnya berusaha merusak hubungan Mereka hanya karena Yuki dan Raymond satu kelompok belajar yang nyatanya semua bukan karena keinginan Yuki, kelompok itu ditentukan oleh wali kelasnya sendiri.
Sialnya Raymond tetap tidak peduli dan terus mengejar Yuki. Terakhir terdengar kabar Raymond memutuskan gadis itu dengan kejam.
Notif handphone kembali muncul dari layar handphone. Yuki membacanya sejenak dan menunjukan ke Haswa. Dia tersenyum berpura-pura tidak berdaya. "Maaf Aku tidak bisa. Bibi Sheria menyuruhku segera pulang sekarang. Sepertinya ada masalah serius di rumah"
Yuki bangkit dan membereskan peralatannya. Bibi sudah menelepon wali kelas, Meminta izin agar Yuki bisa pulang dengan cepat. Dia mendesak Yuki agar mau pulang sesegera mungkin.
"Ah Baiklah..." Haswa membaca pesan yang ditunjukan Yuki, wajahnya jelas kecewa.
Yuki selesai membereskan buku, Ketika keluar, Dia nyaris bertabrakan dengan Raymond yang langsung membuat heboh seisi kelas.
Yuki hanya menganggukkan kepala menyapa Raymond tanpa suara. Mengabaikan sorak-sorak dibelakangnya.
Hubungan kami sudah berakhir bisik gadis itu pada dirinya sendiri.
Bibi Sheira masih menangis. Dia meringkuk disamping suaminya yang saat ini memeluknya. Tubuhnya bergetar.
"Hentikan tangisanmu, Kau akan menakuti Yuki ketika Dia pulang nanti" Tegur Phil lembut.
Bibi Sheira mengangguk, Dia mengusap air mata di wajahnya dengan tissue yang disodorkan oleh Phil.
Benar, Dia tidak boleh menangis. Bukannya hari ini adalah hari yang ditunggu. Sudah lima belas tahun lebih mereka menanti saat ini. Jadi ketika hari itu akhirnya datang, tidak ada yang perlu ditangiskan.
Orang itu juga membebaskannya dan membiarkannya tinggal disini.
Yuki pun akan aman disana.
Berbagai pikiran mengelayutinya, tak sengaja air matanya kembali tumpah.
Terdengar pintu gerbang di dorong. Phil menjulurkan kepalanya untuk melihat ke arah jendela yang langsung menghadap gerbang. Yuki masuk kedalam. Dia kembali menutup gerbang. Wajahnya tampak heran saat melihat mobil Phil terparkir.
Tak lama pintu ruang tamu terbuka.
Yuki tertegun saat melihat Bibi Sheira mencoba menghapus air mata. Wajahnya sembab menandakan Dia sudah cukup lama menangis.
"Bibi ada apa ?" Tanyanya langsung dengan panik menghampiri kedua orang tua angkatnya.
Bibi Sheira tidak mampu membendung perasaannya, Dia berlari memeluk Yuki sembari menangis. Yuki menatap Phil tidak mengerti. Dia memutuskan menunggu Bibi Sheira tenang karena Phil tidak mengatakan apapun padanya.
Sepuluh menit kemudian Bibi Sheira mulai tenang. Dia menghapus air matanya, menggandeng tangan Yuki lembut.
"Ada yang ingin Bibi tunjukan padamu, Ayo ikut" Yuki ditariknya untuk mengikutinya. Phil mengekor di belakang Mereka. Dia menghindari tatapan mata gadis didepannya, yang berkali-kali mencuri pandang ke arahnya menuntut penjelasan.
Yuki agak terkejut ketika Mereka berhenti di depan pintu kamar yang selama ini tertutup. Dorongan kuat untuk masuk kedalam kembali memenuhinya. Dia menatap Bibi Sheira tidak mengerti.
Bibi Sheira mengulurkan tangan membuka pintu yang ternyata tidak terkunci. Seketika angin dingin menghembus kearah mereka bertiga. Hawanya sangat berbeda. Seolah ruangan ini berasal dari tempat lain dan bukan bagian rumah ini. Tanpa keraguan Bibi Sheira masuk, tangannya masih menggengam tangan Yuki.
Yuki memandang sekeliling dengan campuran ekpresi binggung, kaget, takut namun juga kagum.
Dinding dan lantai ruangan ini seluruhnya dilapisi oleh cermin. Atapnya juga terbuat dari cermin. Di tengah ruangan hanya ada patung seorang Pria tua berjanggut, Mengenakan jubah panjang, Duduk bersila, satu tangannya memegang cawan dan tangan yang lain terangkat seolah memberi restu. Kedua mata pria itu tertutup kain hitam.
Tidak ada apapun disini selain patung itu. Anehnya, Meski dalam ruangan ini dipenuhi cermin, tidak ada satupun bayangan mereka memantul didalamnya.
Sementara Yuki memutari ruangan, kedua orang yang lain berdiri diam dengan jarak yang cukup dekat. Phil meletakan tangan di bahu Istrinya, seolah takut istrinya tiba-tiba akan menghilang meninggalkannya.
"Tempat apa ini Bibi ?" Yuki selesai memutari ruangan. Dia berbalik memunggungi patung pria tua di belakangnya.
Ketika mendongak keatas, Dia terkejut menemukan sulur cahaya berwarna biru es mulai menjalar. Merangkai membentuk simbol besar persis di mimpinya semalam.
"Apa ini semua ? Kenapa.." Yuki tidak meneruskan kata-katanya. Dia terlalu bingung untuk berbicara. Otaknya sedang mencerna semua keanehan yang terjadi hari ini. Semua yang terjadi sungguh aneh dan tidak masuk akal.
Mimpi itu dan ruangan ini.
Seolah satu bagian yang saling bertautan. Namun, Yuki tidak menemukan hubungan dari keduanya saat ini.
Bibi Sheira berdiri tegak, Sikapnya tiba-tiba menjadi tenang.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!