NovelToon NovelToon

Until The End

1

Lelaki bertubuh atletis dengan rahang tegas itu tengah menyesap rokok nya begitu dalam seolah-olah benda kecil di bibirnya itu adalah hal paling menyenangkan di dunia ini. Matanya terpejam, alis tebalnya bertaut menggambarkan bahwa ia tidak dalam keadaan baik.

Bubuk putih berserakan di sekitar lelaki itu lengkap dengan alat hisap dan jenis narkotika lainnya. Entah sudah berapa banyak pil yang ia masukkan ke dalam tubuhnya hanya dalam satu malam. Dunia begitu menarik hanya setelah ia minum pil ekstasi tersebut.

Memangnya apa yang lebih menarik selain pil ini? Lelaki bernama Arkan Fahreza itu tersenyum miring

Semalam Arkan mendengar suara ribut lagi dari lantai dasar rumahnya. Suara yang selalu menusuk gendang telinganya, membuat Arkan gila dan ingin lenyap dari dunia ini secara perlahan.

Apakah mereka tidak bisa melakukan hal berguna lagi selain membuat seluruh isi rumah seperti kapal pecah?

Arkan membuka pintu kamarnya dengan wajah dingin tanpa ekspresi turun melalui tangga yang menggabungkan lantai dasar dan lantai dua dimana kamarnya berada. Ia berjalan tanpa melihat orangtuanya yang tengah bertengkar hebat. Sesekali terdengar suara benda pecah akibat dilempar oleh Alex, Papa Arkan.

Mereka sudah terlalu sering bertengkar untuk membuat Arkan peduli. Arkan jengah pada orangtuanya. Ia ingin menikmati hidupnya sendiri, dengan caranya sendiri lagi pula mereka tak pernah peduli terhadap Arkan.

Area permainan biliar adalah tempat yang biasa Arkan datangi bahkan lebih sering dari pada rumahnya sendiri. Dimana ia bisa menemukan kebahagiannya sendiri dengan pil ekstasi dan rokok. Ia bisa berdiam disini semalaman bersama teman-temannya sesama pengguna narkoba. Tidak akan ada yang mengusik kehidupannya, itulah alasan Arkan kerasan berada disini.

Ponsel Arkan berdenting pendek tanda ada pesan masuk. Arkan yang baru bangun dari tidur panjangnya meraih ponsel dengan malas. Terdapat nama 'Gysta' di depan layar ponsel.

Kamu bolos lagi?

Arkan memejamkan matanya sembari menyandarkan kepalanya yang terasa pening akibat alkohol bercampur pil yang ia minum semalam. Ia menyesap sekali lagi rokoknya sebelum membuang puntung sembarangan. Ibu jari Arkan bergerak lincah di atas layar ponselnya mengetikkan sesuatu.

Kita ketemu di tempat biasa pulang sekolah

Arkan memasukkan ponsel ke dalam saku jeans nya kemudian beranjak dari posisi duduk. Ia harus kembali ke rumah sebelum bertemu kekasihnya untuk mengganti pakaian agar gadis itu tidak mencium bau rokok di badannya. Selama ini ia berusaha menyembunyikan kebiasaan buruknya dari Gysta. Arkan tidak ingin perempuan itu meninggalkannya sebab hanya Gysta yang ia miliki. Hanya Gysta tempat bersandarnya selama ini.

Gysta lebih menarik dari pada ribuan pil ekstasi manapun

Cocorico tampak ramai oleh sebagian besar remaja yang sedang menghabiskan waktu bersama. Tempat yang nyaman di dataran tinggi membuat siapapun betah ketika berada disini.

Gysta sudah memesan 3 porsi chicken katsu dengan lemonade menu favoritnya dan Arkan. Gysta yakin kekasihnya itu belum makan dari pagi jadi ia sengaja memesan semua makanan ini untuk Arkan.

"Arkan!" Gysta memekik ketika matanya ditutup oleh tangan besar dari belakang. Ia sudah tidak asing dengan wangi maskulin Arkan. "Lepasin deh." Gysta memegang jari-jari Arkan berusaha melepasnya sedang di belakang tubuh Gysta, Arkan menahan tawanya yang sebentar lagi akan meledak.

"Kamu lama nunggu aku?" Arkan menarik tangannya dari mata Gysta lalu duduk di kursi tepat di hadapan gadis mungil yang wajah nya memerah akibat kejutan Arkan yang datang tiba-tiba.

"Lumayan, sampe jamuran." Gysta pura-pura memasang wajah marah membuat Arkan gemas ingin menggigit pipi kekasihnya yang merona. "Kok kamu bolos lagi?" Gysta menatap Arkan.

"Aku kesiangan." Dusta Arkan.

Gysta terdiam walaupun jawaban Arkan tidak bisa ia percaya begitu saja tapi ia tidak mau bertanya lebih jauh karena pasti lelaki itu tidak akan menjawabnya. Arkan bukanlah orang yang terbuka sekalipun itu pada kekasihnya sendiri. Gysta yang mengerti sifat Arkan selalu bersikap seolah-olah ia percaya pada alasan yang seringkali Arkan lontarkan.

"Ayo makan." Gysta tersenyum lebar, ia menyendok chicken katsu dengan nasi lalu menyuapkannya pada Arkan. "Kamu belum makan dari pagi kan?" Duga Gysta yang langsung mendapat anggukan dari kekasihnya itu.

"Besok aku jemput ya, kita berangkat bareng." Arkan menyangga tangannya di dagu sambil tetap mengunyah makanannya. Ia menatap gadis cantik di hadapannya intens.

"Aku minta jemput setiap hari" Gysta menyuapkan nasi ke mulutnya sendiri, mereka biasa berbagi makanan seperti ini, di tempat yang sama.

"Hm?" Arkan mengangkat kedua alisnya, ia tahu Gysta hanya pura-pura karena gadis itu jarang sekali mau dijemput karena harus berangkat lebih pagi ke sekolah untuk mengikuti ektrakurikuler dan mengurus kegiatan OSIS "Apa kamu takut cewek lain naksir aku makanya mau nempel terus?" Arkan terkekeh lalu membuka mulut untuk menyambut suapan dari Gysta.

"Apa sih." Gysta benar-benar sebal sekarang. Ia mengalihkan pandangan pada pepohonan hijau yang berada di sekeliling cafe. Bukan Gysta lebay, tapi hampir seluruh murid perempuan di SMA Limerick Hull mengidolakan Arkan yang terkenal paling tampan. Mereka tidak mau berhenti menatap Arkan ketika lelaki itu berjalan melewati koridor sekolah. Para adik kelas dan murid kelas lain iri karena tidak bisa satu kelas dengan si idola sekolah. Dan lagi, mereka paling iri pada Gysta yang sudah menjadi pacar Arkan sejak kelas 11.

"Jangan telat besok." Gysta kembali melihat Arkan dan lanjut menyuapi Arkan hingga habis 3 porsi serta lemonade kesukaan lelaki itu.

"Kamu minta jemput sebelum shubuh aku pasti dateng." Arkan tersenyum lebar sedangkan Gysta sedikit tertawa karena candaan lelaki yang hari ini mengenakan jaket kulit berwarna hitam itu. Jika diperhatikan, Arkan tidak pernah tersenyum selebar itu jika bersama orang lain. Arkan hanya bisa tersenyum dan tertawa bebas saat bersama Gysta. Orang lain menilai Arkan lelaki yang dingin, angkuh dan sombong tapi Gysta punya penilaian yang jauh berbeda, ia punya penilaian berdasarkan sudut pandang nya sendiri.

Ponsel Arkan berdenting pendek, terdapat tulisan Sarah di layar depan ponselnya yang menyala. Dengan cepat Arkan meraih ponsel nya yang terletak di dekat gelas minumannya. Sedangkan Gysta tidak terlalu penasaran pada si pengirim maupun isi pesan karena itu privasi Arkan. Tidak semuanya berhak Gysta ketahui.

Ayo makan siang

Arkan memasukkan ponsel ke dalam saku jaketnya lalu minum lemonade hingga habis sedang Gysta bingung melihatnya.

"Mau kemana?" Gysta mengerutkan kening.

"Aku harus pergi sekarang, kamu bisa pulang sendiri kan?" Arkan beranjak dari duduknya, mengusap puncak kepala kekasihnya lalu meninggalkan gadis itu bahkan sebelum Gysta memberikan jawaban. Gysta memutar kepala tapi Arkan sudah tidak terlihat.

Gysta membuang napas kasar dan tertunduk lesu, ia jadi penasaran pada isi pesan yang Arkan terima baru saja. Gysta ingin tahu siapa pengirimnya hingga membuat Arkan langsung meninggalkannya.

"Arkan selingkuh?" Gysta bertanya pada dirinya sendiri. Ia mengaduk-aduk lemonade di depannya. Gysta frustasi karena Arkan tidak mau bercerita tentang apapun padahal banyak hal yang ingin Gysta ketahui.

2

Hampir seluruh murid terpaku pada Arkan dan Gysta yang baru saja turun dari motor ninja 250 R berwarna hitam. Seperti adegan slowmotion mereka memperhatikan setiap langkah Arkan yang lebar. Sedangkan Gysta berjalan di samping Arkan sudah terbiasa dengan tatapan dan sorakan dari murid lain. Arkan dan Gysta bagai pasangan paling top se-SMA Limerick Hull. Mereka tidak saling bergandengan tangan namun Gysta sukses membuat siswi lain iri melihatnya. Bagaimana tidak iri, siswi yang menyapa Arkan setiap hari tak pernah Arkan lihat barang sebentar. Tampan dan angkuh, itu lah yang menggambarkan sosok Arkan.

"Si mojang dan jajaka Bandung dateng jadi perhatian seluruh penduduk Limerick Hull." Celoteh Noura yang duduk di meja dekat pintu. Nindy yang berada di samping Noura hanya tertawa mendengar candaan sahabatnya.

"Mulai ya." Gysta meletakkan tas punggung nya di kursi paling depan dimana Noura duduk meja nya. Sedangkan Arkan berjalan ke arah kursi paling belakang di samping Alan yang merupakan teman Arkan satu-satunya di sekolah.

"Dari kejauhan aja udah bisa ditebak kalau yang dateng tuh kamu sama Arkan." Ujar Nindy pada Gysta yang duduk di kursi.

"Kok bisa?" Gysta melihat dua sahabatnya bergantian.

"Soalnya mereka selalu ribut kalau ada Arkan dateng." Sahut Noura. "Aduh ya ampun pangeran ku datang, aduh duh oksigen dimana oksigen?" Noura menirukan gaya murid yang histeris ketika Arkan melewati mereka sontak membuat Gysta dan Nindy tertawa.

Sedangkan Arkan melipat tangannya di atas meja dan menenggelamkan kepalanya disana. Ngantuk, ingin tidur. Arkan hanya menjadikan sekolah sebagai tempatnya tidur. Walaupun sudah berkali-kali diperingati oleh guru, Arkan tetap sering tidur di kelas dan membolos. Namun pihak sekolah tidak pernah memberikan hukuman berarti karena orangtua Arkan merupakan donatur utama SMA Limerick Hull.

Kelas hening ketika guru kimia masuk ke dalam kelas untuk memulai pelajaran. Noura yang semula duduk di atas meja sudah kembali ke kursi di samping Gysta sedangkan Nindy duduk di belakang mereka. Gysta mengeluarkan buku kimia miliknya dengan malas. Gysta pandai di semua pelajaran kecuali kimia bahkan Nindy menyebut bahwa kimia adalah obat tidur bagi Gysta.

***

"Kamu denger nggak kalau Arkan suka ngerokok dan mabuk-mabukan kalau lagi bolos sekolah."

Ucapan beberapa murid di koridor sekolah saat jam istirahat terus terngiang di telinga Gysta. Ia duduk di kursi ruang OSIS resah, rapat kali ini tidak bisa membuatnya fokus karena terus memikirkan gosip yang tersebar di antara murid Limerick Hull.

"Apa Arkan terlihat baik sampai kamu nggak percaya kalau dia ngerokok dan suka mabuk-mabukan?" Nindy berkata lantang di samping Gysta sehingga membuat gadis itu tersadar dari lamunannya. Gysta melihat ke seluruh isi ruang OSIS yang luas, tidak ada orang lain kecuali dirinya dan Nindy. "Rapatnya udah selesai." Ucap Nindy seolah tahu pada apa yang Gysta pikirkan.

"Dia baik." Jawab Gysta singkat dan yakin bahwa hanya ia yang tahu seperti apa Arkan sebenarnya.

"Jangan sampai kamu buta sama cinta Gys, kamu inget nggak waktu Arkan mukulin anak kelas dua belas pas kita kelas sepuluh."

Gysta jelas ingat hal tersebut tapi itu sebelum mereka berpacaran. Seingat Gysta, Arkan tidak pernah melakukan pelanggaran sekolah, ah tidak.. lelaki itu masih sering bolos tapi sudah tidak pernah terlibat dengan pertengkaran dengan murid lain.

"Sekarang Arkan udah nggak gitu." Gysta membereskan peralatan tulis nya ke dalam tas lalu beranjak dari duduk nya.

Gysta berjalan cepat melewati koridor yang sepi meninggalkan Nindy. Gysta meremas tali tas punggungnya masih memikirkan gosip yang tersebar di seluruh sekolah. Apa hanya ia yang bodoh sehingga tidak tahu hal tersebut.

Gysta ingat ketika Arkan mengungkapkan perasaannya pertama kali pada perempuan itu.

Aula Limerick Hull ramai oleh seluruh siswa yang baru saja selesai mendapat pengumuman tentang liburan sekolah usai Ujian Kenaikan Kelas seminggu yang lalu. Raport sudah dibagikan, mereka tinggal pulang ke rumah masing-masing dan menikmati libur panjang.

Tiba-tiba aula hening ketika Arkan berada di panggung memetik gitar sambil menyanyikan lagu.

I found a love for me

Darling just dive right in

And follow my lead

Well I found a girl beautiful and sweet 

I never knew you were the someone waiting for me

Intro lagu Perfect dari Ed Sheeran itu membius seluruh murid yang duduk di kursi aula. Mereka berteriak kegirangan mendengar suara Arkan, cowok paling tampan seantero sekolah menyanyikan lagu. Walaupun Arkan anggota grup band sekolah tapi biasanya ia berada di bagian gitaris namun sekarang lelaki itu merangkap jadi vokalis sekaligus memainkan gitar.

'Cause we were just kids when we fell in love

Not knowing what it was

I will not give you up this time

But darling, just kiss me slow, your heart is all I own

And in your eyes you're holding mine

Gysta yang dari tadi memperhatikan Arkan hanya melongo bahkan ia sampai harus menutup mulut dengan kedua tangan saking terkejutnya. Murid cewek lain berteriak histeris namun pandangan Arkan hanya tertuju pada satu orang, Gysta.

"Sumpah demi apa suara Arkan bikin aku terbang!" Noura meremas rok sekolah Gysta. Siapa yang tidak histeris mendengar lagu romantis dibawakan oleh cowok yang notabene paling tampan satu sekolah.

Baby, I'm dancing in the dark with you between my arms

Barefoot on the grass, listening to our favorite song

When you said you looked a mess, I whispered underneath my breath

But you heard it, darling, you look perfect tonight

Well I found a woman, stronger than anyone I know

She shares my dreams, I hope that someday I'll share her home

I found a love, to carry more than just my secrets

To carry

Pandangan Arkan dan Gysta bertemu lalu terkunci cukup lama. Suara riuh tepuk tangan dan sorakan seluruh siswa di aula tidak terdengar oleh Gysta. Jantung Gysta berdetak kencang, tangannya saling meremas satu sama lain.

"Nadia Gysta Finleza, mulai sekarang kamu jadi milik aku.." Arkan menatap Gysta disambut sorakan histeris dari yang lain. Betapa beruntungnya Gysta, begitu pikir murid yang berada di aula.

Gysta memejamkan mata diikuti oleh cairan bening yang menetes di pipi mulusnya.

"Mulai sekarang Gysta cewek aku, jangan ada yang berani sentuh dia." Arkan berkata dengan gaya cool nya. Cowok itu beranjak dari duduknya untuk menghampiri Gysta sedangkan yang lain sibuk bersorak, mereka terbawa perasaan dan ikut terharu pada apa yang Arkan lakukan.

Sejak saat itu seisi sekolah menyebut Arkan dan Gysta adalah goal relationship. Pasangan paling populer di Limerick Hull.

"Ahhh!" Gysta memekik ketika tubuhnya jatuh membentur paving halaman sekolah. Ia telah menginjak tapi sepatunya yang terlepas. Gysta tersadar dari lamunan panjang nya tentang Arkan.

Gysta mengikat tali sepatunya dengan terburu-buru karena hujan mulai turun. Tiba-tiba ada tangan lain yang membantunya mengikat tali sepatu. Gysta mendongakan kepalanya demi melihat orang di depannya.

"Arkan." Senyum Gysta mengembang melihat sang kekasih berada di depannya.

"Jangan ceroboh Gys." Arkan berdiri dan mengulurkan tangan pada Gysta untuk membantu perempuan itu berdiri. "Ayo pulang." Arkan menarik tangan Gysta lembut membawanya ke tempat parkir sekolah dimana sepeda motornya berada.

"Aku kira kamu udah pulang." Ujar Gysta di sela langkah nya.

"Aku pulang terus kesini lagi buat ngecek kamu, ternyata kamu masih di sekolah." Arkan menoleh sejenak melihat Gysta yang berjalan di sampingnya. "Lain kali hati-hati, jangan sampai jatuh kayak tadi." Arkan meremas tangan Gysta yang berada dalam genggamannya.

Gysta tidak membalas ucapan kekasihnya, ia menggigit bibir, menimbang-nimbang apakah ia akan menanyakan kebenaran gosip di sekolah langsung pada Arkan atau tidak. Ia takut Arkan marah.

"Arkan .... " panggil Gysta ragu-ragu.

"Hm?" Arkan kembali melihat Gysta, mereka sudah hampir dekat dengan motor Arkan.

"Kamu ngerokok?" Lirih Gysta, hampir tidak terdengar tapi Arkan dapat mendengar ucapan itu dengan jelas, jelas sekali hingga terasa menusuk ke dalam jantungnya.

Arkan melepaskan genggamannya di tangan Gysta. Kebenaran yang selama ini ia sembunyikan dari Gysta akhirnya terbongkar juga. Arkan hanya ingin Gysta tetap berada di sisinya. Arkan takut jika Gysta tahu bahwa dirinya bukanlah lelaki baik-baik.

Arkan selalu mengganti pakaiannya jika hendak bertemu Gysta agar kekasihnya itu tidak dapat mencium bau rokok di tubuhnya. Arkan menggosok gigi berulang-ulang dan menggunakan obat kumur agar bau alkohol di mulutnya hilang. Sekarang, bagaimana jika Gysta tahu kebenarannya.

Bukankah cinta menerima pasangan kita apa adanya?

3

Ruangan temaram itu penuh dengan tawa. Mereka sedang bermain billiard, sebagian lainnya tengah duduk di sofa abu-abu gelap sambil bercumbu dengan pasangannya masing-masing. Botol anggur dan bir berserakan dimana-mana lengkap dengan puntung rokok dan plastik bekas wadah pil ekstasi.

"Bengong aja lu!" Seorang lelaki dengan rambut keriting mengembang melempar kulit kacang tepat di kepala Arkan.

Arkan hanya menyeringai dan menatap tajam lelaki yang telah mengganggu ketenangannya. Tangan Arkan yang terasa nyeri itu mengepal kuat. Telapak tangannya seperti baru saja terkena luka benda tajam entah apa.

"Lu liat lah, banyak cewek disini jangan dianggurin." Seru laki-laki lain yang duduk di depan Arkan disambut sorakan manja cewek-cewek yang berada disana. Mereka berpakaian mini dengan make-up berlebihan.

Arkan bergeming. Arkan sama sekali tidak melirik cewek-cewek yang sebenarnya sudah ngiler dengan ketampanannya.

"Bagi rokok dong!" Lelaki berkepala plontos berpindah melompat ke samping Arkan.

"Ambil semua." Arkan melemparkan sekotak rokok yang belum dibuka sama sekali ke atas meja membuat mereka berebut rokok gratis.

Arkan ingat ucapan Gysta sore tadi.

"Berhenti ya." Gysta menggenggam tangan Arkan, memohon pada lelaki itu agar berhenti merokok.

"Hmm." Arkan mengangguk pelan. Ia tak yakin pada jawaban tersebut. Ia ingin marah pada semua orang yang telah menyampaikan kebenaran tersebut pada gadisnya, ia ingin membasmi orang-orang tak berguna itu.

Bagaimana mungkin Arkan tega menolak permintaan Gysta jika sudah memandang sepasang mata indah gadis itu.

Arkan menenggak bir di gelas bening dengan rakus seperti tengah minum air putih hingga habis tidak tersisa. Ia benci dunia yang kejam ini.

"Jalan yuk." Perempuan yang mengenakan terusan merah menyala selutut mengalungkan tangannya pada leher Arkan.

"Minggir!" Desis Arkan dingin, ia menyingkirkan tangan wanita tersebut dari lehernya. Walaupun dalam keadaan sedikit mabuk, Arkan sama sekali tidak tertarik pada wanita-wanita di dalam sana.

"Ayolah Kan, sekali-kali.." wanita itu tidak menyerah kembali mengalungkan tangan di leher Arkan membuat lelaki itu geram dan langsung mendorong wanita yang lipstick nya merah menyala senada dengan baju.

Arkan beranjak dari duduknya, langkah nya sedikit limbung karena pengaruh alkohol. Pikirannya kacau, ia memang lemah karena selalu melarikan diri dari masalah dengan selalu kembali minum alkohol hingga tidak sadarkan diri. Namun malam ini ia tidak ingin minum banyak. Tubuhnya tidak memperbolehkan Arkan minum alkohol lebih banyak lagi.

Sebuah mobil Ford Fiesta putih berhenti mendadak tepat di depan Arkan yang berdiri di dekat motornya. Mobil itu turun ke pinggiran jalan agar tidak mengganggu kendaraan lain di belakangnya. Sesaat kemudian, seorang gadis yang mengenakan atasan hitam dan celana panjang krem turun dari mobil.

"Arkan!" Gysta berseru melihat Arkan. "Kamu ngapain disini?" Gysta menghampiri Arkan yang sedang menunduk bersandar pada motor hitam nya.

"Hmm?" Arkan memutar kepala, pandangannya tidak terlalu jelas karena pengaruh alkohol.

"Arkan!" Gysta memegang kedua lengan Arkan agar menghadapnya namun kepala lelaki itu tetap tertunduk. "Lihat aku!" Bentak Gysta, ia memegang dagu Arkan untuk menegakkan kepalanya.

"Sarah.." Gumam Arkan tidak terlalu jelas tapi Gysta masih bisa mendengar dengan jelas bahwa bukan namanya yang keluar dari mulut Arkan. Mata Gysta memanas, ia mengerjapkan matanya berkali-kali dan menarik napas dalam.

Sarah? Siapa Sarah?

Melihat keadaan Arkan yang tidak sepenuhnya sadar itu membuat Gysta semakin yakin bahwa ada perempuan lain di hati Arkan. Dada Gysta ikut memanas, perlahan ia melepas pegangannya pada lengan Arkan.

"Ngapain malem gini kamu keluar Gysta?" Arkan mendekatkan wajahnya ke wajah Gysta, Arkan menyentuh pipi mulus kekasihnya dengan telunjuk. Gysta dapat mencium aroma alkohol dengan jelas di mulut Arkan.

"Kamu kenapa disini? Kamu ngapain? Tadi sore kamu bilang mau berhenti merokok tapi kenapa malam ini aku malah lihat kamu mabuk kayak gini?" Tangis Gysta pecah. Ia tidak sanggup menahan tangisanya lagi melihat Arkan dalam keadaan mabuk dan menyebutkan nama perempuan lain.

"Hmm?" Arkan benar-benar tidak sadar, ia hanya melihat gadis nya dengan tatapan sayu, menyiratkan kesedihan luar biasa di dalam sana. Arkan menangkup wajah Gysta tanpa menjauhkan wajahnya bahkan hidung mereka saling menempel. Sekarang bukan hanya bau alkohol yang menghampiri indra penciuman Gysta melainkan bau anyir darah. Gysta menurunkan tangan Arkan dari wajahnya dan baru sadar bahwa tangan lelaki itu terluka.

"Tangan kamu!" Gysta terkejut namun Arkan tetap tidak bergerak. "Ikut aku!" Gysta menarik tangan Arkan paksa masuk ke dalam mobilnya. Arkan diam saja karena ia dalam keadaan setengah sadar.

Gysta mengambil kotak P3K di jok belakang lalu segera mengeluarkan antiseptik dan kapas untuk membersihkan luka goresan cukup dalam di telapak tangan Arkan.

"Kamu habis berantem?" Tanya Gysta disela-sela aktivitasnya mengobati luka di tangan Arkan.

"Hmm.." Arkan bergumam tidak jelas sambil menggelengkan kepala berkali-kali.

"Terus kenapa tangan kamu bisa luka gini huh?" Gysta benar-benar emosi melihat sikap Arkan. Gadis itu ingat janji Arkan sore tadi bahwa perlahan lelaki itu akan berhenti merokok tapi sekarang justru ia melihat Arkan tengah dalam keadaan setengah sadar lengkap dengan luka di tangan nya.

"Sarah.." Suara serak Arkan mengucapkan nama itu lagi membuat Gysta semakin kesal.

"Siapa Sarah?!" Nada bicara Gysta meninggi, ia menatap Arkan yang menunduk sambil membalut luka Arkan dengan plester kecil kecil.

"Jangan berteriak." Arkan menyentuh bibir Gysta dengan jari-jarinya yang sudah selesai diobati.

Gysta mendengus, walaupun kesal tapi melihat keadaan Arkan sekarang membuatnya tidak tega meninggalkan kekasihnya sendiri malam ini. Ia tidak peduli dengan perempuan lain, alkohol ataupun luka di tangan Arkan, apapun yang terjadi saat ini, Gysta akan terus menemani Arkan.

"Aku benci orang yang berteriak." Geram Arkan, ia memejamkan mata dan menyandarkan kepala pada jok mobil bersamaan dengan tangannya yang turun ke paha Gysta.

"Apa yang terjadi Arkan?" Tanya Gysta dengan suara lirih ragu-ragu takut membuat Arkan marah. Seharusnya Gysta yang marah karena melihat Arkan minum alkohol tapi melihat keadaan lelaki itu saat ini, hatinya tak tega jika marah-marah, sekarang yang harus ia lakukan adalah menekan ego nya dan menenangkan Arkan.

"Gys, kamu harus janji satu hal." Arkan berkata seperti orang mengigau, ia sama sekali tidak menjawab pertanyaan Gysta.

"Apa?" Gysta menurut saja.

Arkan bergerak mendekat pada Gysta yang berada di kursi kemudi. Arkan memegang kedua lengan Gysta lemah lalu mendekatkan wajahnya hingga nafasnya terasa di wajah Gysta.

"Jangan tinggalin aku Gys, jangan pernah." Suara Arkan serak namun tegas lalu ia jatuh ke dalam pelukan Gysta dan memejamkan mata.

"Umm." Gysta mengangguk. Entah apa yang baru saja menimpa Arkan hingga Gysta harus berjanji seperti itu. Gysta mengusap punggung Arkan lembut, terdengar suara dengkuran halus dari lelaki itu. "Cepat sekali kamu tidur." Gumam Gysta, ia membiarkan saja Arkan tidur dengan bersandar pada tubuhnya seperti itu, ia rela menahan tubuh Arkan yang tidak ringan semalaman.

Dengan gerakan perlahan, Gysta meraih ponsel di dalam sakunya untuk menghubungi Mama nya.

"Ma, aku nginep di rumah Nindy." Ujar Gysta saat Mama nya menjawab telepon. Dalam hati Gysta minta maaf pada Mama nya karena ia tak pernah berbohong sebelumnya. Tadi ia pamit pergi ke tempat foto copy untuk menyelesaikan tugas sekolah dan tidak sengaja menemukan Arkan di depan bangunan ini.

"Besok pagi pagi sekali Aku janji akan pulang." Tambah Gysta. Dengan mudah, Mama nya memberi izin karena memang orangtua Gysta sangat mempercayai anak mereka satu-satu nya itu. Ini membuat Gysta semakin merasa bersalah tapi ia tak tega meninggalkan Arkan sendiri. Gysta tidak mungkin mengantar Arkan pulang karena lelaki itu belum pernah memberitahu alamat rumahnya. Gysta kesal karena Arkan begitu tertutup bahkan pada kekasihnya sendiri.

Gysta meletakkan ponsel pada dashboard mobil setelah mendapatkan izin dari Mama nya. Ia sedikit bernapas lega karena berhasil membuat Mama nya tidak curiga sedikitpun atas izin yang sangat mendadak itu.

"Gys..."

Gysta menunduk melihat Arkan yang memanggilnya, ia menunggu kata selanjutnya yang akan lelaki itu katakan tapi tidak ada. Hening. Hanya terdengar suara napas Arkan yang beraturan. Sudut bibir Gysta terangkat membentuk senyuman ketika menyadari bahwa Arkan hanya mengigau. Rasa penasarannya terhadap perempuan bernama Sarah hilang sesaat karena hal tersebut.

Posisi Gysta tidak lah nyaman untuk ikut terlelap dengan Arkan tapi entah kenapa kenyaman yang diberikan sosok Arkan membuat gadis itu juga terlelap sambil tetap memeluk lelaki bertubuh atletis itu. Tubuh Arkan tidak ringan tapi Gysta tak masalah. Mereka sama-sama tertidur dengan saling menghangatkan satu sama lain.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!