NovelToon NovelToon

Rahim Pengganti

Bab 1

Malam hari, jalanan di sekitar kedai kopi mulai agak sepi. Perempuan berparas cantik, pemilik kedai kopi tersebut melihat jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya.

“Sudah jam sebelas malam, lebih baik aku tutup saja kedai kopinya. Lagian, sekitar juga sudah sangat sepi.” Gumamnya sambil membereskan gelas kotor di atas tikar dan menggulung kembali tikar-nya.

Pemilik kedai kopi itu bernama Andini. Nasib buruk menimpa dirinya sejak kepergian kedua orang tua angkatnya yang banyak sekali meninggalkan utang. Andini hanya memiliki sebuah kedai kopi kecil di emperan trotoar jalan peninggalan orang tua angkatnya. Dan, kedai kopi itu satu-satunya sumber penghasilannya setiap hari untuk melunasi utang peninggalan kedua orang tua angkatnya.

"Alhamdulillah, hasil malam ini bisa untuk menutup utang ibu di Bu Siti. Malam ini lumayan ramai pengunjung, karena aku mencoba resep kopi baru, dan Alhamdulillah, semakin laris dagangan ku. Ini uang untuk besok belanja, dan ini uang untuk melunasi utang ibu pada Bu Siti. Seperti inilah, di tinggal kedua orang tua angkatku, malah meninggalkan utang yang cukup banyak. Tapi, aku bersyukur, pernah merasakan kasih sayang bapak dan ibu, meski mereka orang tua angkatku, mereka sangat menyayangiku, dan utang yang mereka miliki juga semata-mata untuk menghidupiku." Andini berkata lirih dengan membayangkan jika kedua orang tua angkatnya masih hidup.

Andini bersiap-siap untuk pulang ke rumah, rumahnya tak jauh dari kedai kopi miliknya. Hanya masuk ke gang depan kedai kopi, kira-kira dua ratus meter. Andini memasukan uang hasil hari ini ke dalam tasnya. Dan, setelah itu dia langsung menutup kedai kopinya, lalu berjalan pulang ke rumah.

Malam semakin larut. Andini berjalan sendiri di tengah kegelapan malam, menyusuri gang kecil yang menuju ke rumahnya. Saat dia sudah hampir sampai rumahnya, tiba-tiba ada tiga orang pria menghadangnya. Mereka langsung mengambil tas milik Andini.

Andini mencoba mengejarnya. Namun, sia-sia belaka karena dia tidak memerhatikan jalan, dan akhirnya dia terserempet mobil yang sedang melaju kencang.

Andini jatuh dan tersungkur di aspal. Andini melihat sikunya yang terasa sangat sakit, dan ternyata lukanya sedikit parah. Darah segar keluar dari luka di siku tangannya kanannya yang tergores aspal.

"Awww ... sakit sekali!" Andini memekik kesakitan, dia memegangi siku tangannya yang terluka dan berdarah. Andini juga mencoba berdiri, dan akan kembali ke rumah, karena dia sudah merasa sia-sia untuk mengejar penjambret  tadi.

Terlihat seorang laki-laki dan perempuan turun dari dalam mobil yang menyerempetnya tadi. Andini hanya diam menatap mereka, dan sesekali menundukkan kepalanya saat mereka berjalan mendekati Andini.

"Mbak gak apa-apa?" tanya mereka dengan cemas.

"Ehm ... ti—tidak apa-apa, Mbak, Mas. Hanya luka ringan saja kok," jawabnya dengan menutup luka di sikunya.

“Lukanya berdarah seperti ini mbak bilang gak apa-apa?” Ucap perempuan tersebut dengan memegangi tangan Andini.

“Iya, Mbak, biar saya obati di rumah saja. Nanti juga sembuh, paling luka sedikit kok,” jawab Andini.

"Ayo saya antar ke dokter, Mbak. Ini lukanya harus segera diobati, supaya tidak infeksi.” Mereka membawa Andini ke rumah sakit terdekat, padahal Andini menolak untuk di bawa ke rumah sakit. Beruntung ada rumah sakit terdekat dari lokasi kejadian tadi.

Luka Andini diobati oleh perawat yang berjaga di IGD. Luka di sikunya cukup parah, tapi tidak perlu dijahit, dan perawat itu juga mengobati luka di telapak tangan Andini. Setelah selesai diobati, Andini juga diberi obat untuk meredakan rasa nyeri pada lukanya.

"Mas, Mbak, terima kasih atas bantuannya," ucap Andini sambil menundukkan kepalanya.

"Iya mbak, sama-sama. Oh iya nama mbak siapa? Aku Adinda panggil saja Dinda, dan ini suamiku –Rico." Meraka memperkenalkan diri pada Andini.

"Saya Andini, Mbak.” Andini memperkenalkan dirinya dengan menundukkan kepalanya.

"Mbak tinggal di mana?" tanya Dinda

"Di gang yang tadi saat aku terserempet mobil milik mbak," jawabnya

"Kenapa tadi lari-lari begitu?" tanya Rico dengan menatap tajam Andini.

"Saat pulang dari kedai kopi, saya di jambret di tengah-tengah gang kecil menuju ke rumah saya, Pak. Dan, waktu saya berlari, terus keluar dari gang, malah terserempet mobil bapak, karena saya tidak memerhatikan jalan," jelas Andini pada Rico.

Rico hanya mengangguk-anggukan kepalanya saja saat Andini menjelaskan semua kronologi kejadiannya.

"Mas, ayo antarkan Andini pulang," pinta Dinda. Dan, Rico pun menuruti apa permintaan istrinya untuk mengantarkan Andini pulang ke rumahnya.

Mereka mengantarkan Andini pulang. Sesampainya di rumah Andini, mereka langsung pamit pulang, karena sudah larut malam.

^^^

Dinda dan Rico adalah sepasang suami istri yang sudah menikah lama tapi belum di kasih keturunan. Rico baru saja mengantar Dinda ke Dokter untuk Check Up. Dinda di vonis Dokter tidak bisa memiliki keturunan karena masalah dalam rahim nya. Dinda hanya bisa menerima kenyataan pahit itu dengan ikhlas.

Dia memang selalu menyuruh suaminya untuk menikah lagi. Dinda siap dimadu dengan wanita lain, itu semua karena Dinda ingin suaminya memiliki keturunan. Namun, Rico selalu menolaknya, setiap kali membahas itu yang mereka dapatkan hanyalah sebuah pertengkaran. Dinda tak gentar mendesak Rico untuk menikah lagi karena penyakitnya semakin parah.

"Wanita itu sepertinya baik. Apa aku meminta dia yang menikah dengan Mas Rico saja? Ah, masa dia mau sih? Dan, kenapa aku tiba-tiba menginginkan dia menjadi maduku? Tapi, apa salahnya aku mencoba? Iya, kan? Aku ingin Mas Rico memiliki keturunan, meski bukan dari rahim aku. Mas Rico tidak memiliki siapa-siapa, dia anak tunggal, aku pun sama. Kedua orang tua kami sudah lama meninggal, dan keluargaku juga di luar negeri semua. Mas Rico malah tidak ada keluarga dekat di sini. Kasihan, jika nanti aku tidak ada, siapa yang akan mengurusnya? Aku harus bisa membujuk Andini, semoga dia mau,” gumam Dinda.

Dinda tidak tahu, kenapa tiba-tiba dia memikirkan lagi untuk mencarikan wanita yang tepat untuk Mas Rico suaminya setelah melihat Andini. Mungkin, karena dia ingin sekali suaminya memiliki keturuna, meski bukan dari rahimnya. Dinda berpikir kalau Andini adalah wanita yang cocok untuk Rico.

"Sayang memikirkan apa, sih? Dari tadi malah diam, dan kadang senyum-senyum sendiri,” ucap Rico.

“Mas, boleh aku meminta sesuatu?” tanya Dinda.

“Minta apa? Aku akan menurutinya, asal jangan meminta aku untuk menikah lagi, karena aku tidak akan setuju ide konyol mu itu, Sayang," ucap Rico sambil membelai pipi Dinda dengan lembut.

"Huh ... sudah kuduga!" tukas Dinda.

"Entahlah, tapi aku tetap menginginkannya, dan kamu harus mau. Aku sudah menemukan orangnya yang tepat mas,” ucap Dinda.

"Aku tidak mau!" tukas Rico dengan kesal.

"Mas, kamu harus punya keturunan walaupun bukan dari rahimku, kita tidak punya siapa siapa mas, siapa nanti yang kelak meneruskan perusahaan kita," ucap Dinda.

“Sayang. pasti aku akan cari orang kepercayaan, untuk meneruskan perusahaan kita," ucapnya dengan lembut dan mengusap kepala Dinda.

"Tidak, Mas, kamu harus menikah lagi, aku ingin kamu memiliki keturunan, walau bukan dari rahimku!" tegas Dinda.

Rico tetap bersih keras menolak permintaan Dinda. Padahal Dinda melakukan ini hanya untuk Rico, supaya kelak akan ada penerus untuk membesarkan perusahaannya yang sudah susah payah ia bangun dengan Rico dari nol.

Dinda bertengkar lagi dengan Rico gara-gara permintaan Dinda yang ingin Rico menikah lagi. Dinda terus memaksa Rico untuk menikah lagi dengan wanita lain. Tapi, Rico terus menolak dan marah pada Dinda yang terus membahasnya.

"Aku tidak mau, Dinda! Tolong hentikan membahas ini!" bentak Rico.

Dinda hanya terdiam tak menghiraukan suaminya yang sudah semakin marah karena dia tetap ingin suamiya menikah lagi demi keturunan.

"Aku ingin kamu menikah dengan Andini, Mas. Dia sepertinya wanita yang, pasti dia akan memberi keturunan yang baik pula untuk kamu. Rahimku bermasalah, Mas, dan harus diangkat,” gumam Dinda.

Rico melihat mata Dinda yang sudah berkaca-kaca karena tadi dia membentaknya. Rico menepikan mobilnya, dan mencoba menenangkan Dinda yang air matanya berangsur turun membasahi pipnya.

"Sayang, maafkan aku, bukan maksudku membentakmu. Sudah jangan memikirkan ucapan dokter tadi. Kamu tidak boleh terlalu banyak pikiran. Jangan seperti ini, Sayang. Apa pun keadaan kamu, aku tidak akan pernah menikah lagi." Rico memeluk Dinda yang menangis, dia mencoba menenangkan hati Dinda.

"Mas, aku mohon, kabulkan permintaanku, kalau mas benar-benar mencintaiku,” ucap Dinda.

"Itu akan menyakitimu sayang, kalau aku harus menikah lagi. Please jangan paksa aku." Rico memohon pada Dinda, agar dia tidak melakukan ide konyolnya yang menyuruh Rico untuk menikah lagi.

"Tidak mas, aku siap, dan aku ikhlas." Dinda menegaskan kembali agar Rico mau menikah dengan wanita pilihannya.

Rico mengembuskan napasnya dengan kasar. Dia tidak mengerti, kenapa Dinda masih terus membahas soal itu. Rico tidak bisa menerima permintaan Dinda untuk menikah lagi, karena itu akan menyakiti hati Dinda sendiri.

“Dinda hati kamu terbuat dari apa? Bagaimana mungkin aku menikahi wanita lagi selain kamu, aku tidak mau, aku sangat mencintaimu. Sampai kapan pun aku tidak akan pernah mau, Dinda. Itu akan menyakitimu,” gumam Rico.

“Sayang sudah, ya? Jangan bahas ini lahi, sekarang kamu fokus dengan kesehatan kamu, kamu pasti sembuh,” ucap Rico.

“Mas, aku mohon, menikahlah dengan wanita pilihanku,” ucap Dinda.

“Siapa wanita yang mau menjadi istri kedua, Dinda? Semua wanita di dunia ini tidak ingin dimadu atau menjadi madu, yang ada hanya seorang wanita yang tamak, ingin dengan hartanya saja, aku tidak mau memiliki anak dari wanita seperti itu!” tegas Rico.

“Aku yakin, dia tidak seperti itu, Mas,” ucap Dinda.

Rico semakin tidak mengerti apa yang ada di pikiran istrinya. Berulang kali ia menolaknya, berulang kali pula Dinda terus mendesaknya untuk menikah lagi.

^^^

Keesokan harinya, Dinda diam-diam menemui Andini di rumahnya dan membicarakan permintaannya pada Andini untuk menikah dengan suaminya. Dinda akan menjamin kehidupan Andini sebagai gantinya karena dia sudah mau menjadi rahim penggantinya. Apalagi dia sudah tahu kalau Andini sedang terlilit utang banyak, karena tadi dia melihat beberapa rentenir datang menagih utang pada Andini. Namun, Andini tetap pada pendiriannya, dia tidak mau menjadi istri kedua Rico, yang hanya disewa rahimnya saja.

"Aku memang membutuhkan uang, tapi tidak harus menikah dengan suami orang, apalagi hanya sebatas Rahim Pengganti saja," ucap Andini dalam hati.

"Mbak, maaf. Aku tidak bisa dan tidak sanggup untuk menikah dengan suami mbak. Bagaimana kaluarga Mbak Dinda dan keluarga Pak Rico kalau aku menikah dengan Pak Rico?" ucap Andini.

"Andini, aku mohon, apa yang kamu inginkan akan aku berikan, Andin. Asal kamu mau menikah dengan suamiku dan memberikan kami keturunan," pinta Dinda dengan memelas.

"Mbak, Pak Rico sangat mencintai Mbak Dinda, tidak mungkin Pak Rico mau menikah denganku," ucap Andini.

"Akan aku bujuk dia Andini, pasti Mas Rico mau." Dinda terus membujuk Andini, supaya mau menikah dengan suaminya.

"Mbak aku tidak mau, lebih baik Mbak Dinda mencari wanita lain saja, jangan aku. Aku memang membutuhkan uang untuk melunasi utang orang tua angkatku, tapi tidak begini caranya, Mbak? Aku juga masih bisa bekerja!" Andini terus menolaknya dengan tegas.

"Tidak Andin, aku hanya ingin kamu yang menikah dengan Mas Rico, kamu wanita yang pas, yang aku pilih sesuai hatiku. Please Andini ... aku butuh kamu." Dinda terus memohan pada Andini hingga berlutit di depan Andini.

“Mbak Dinda, jangan seperti ini. Aku tidak bisa, Mbak. Aku tidak mau menyakiti hati mbak,” ucap Andini.

"Tolong pikirkan lagi, Andini. Aku kasih waktu hingga besok pagi, besok aku kesini dengan suamiku. Aku pamit pulang Andin." Dinda memeluk Andini dan pamit pulang ke rumahnya.

Andini tidak tahu harus bagaimana, menolak permintaan Dinda, atau mengabulkan permintaan Dinda, dia tidak ingin merusak rumah tangga orang dengan menjadi madu. Dia memang membutuhkan uang, tapi dia tidak mau dengan cara seperti itu.

“Ya Allah, aku harus bagaimana? Kenapa harus ada kejadian semalam, yang membuat aku dipertemukan Mbak Dinda dan Pak Rico? Kenapa hidupku menjadi seperti ini?” gumam Andini dengan mengusap kasar wajahnya, dan duduk di kursi kayu yang ada di ruang tamu.

^^^

Dinda terlihat sedang menyiapkan makan malam. Rico masih berada di dalam kamarnya, karena dia baru saja pulang dari kantor. Malam ini, Dinda akan mencoba membahas lagi soal keinginan hatinya, agar suaminya menikah lagi dengan Andini.

Rico terlihat keluar dari kamarnya. Dia langsung menuju ke meja makan untuk makan malam bersama istrinya.

"Malam, sayang," ucap Rico sambil memeluk Dinda dari belakang.

"Malam, Mas. Ayo makan dulu, Mas. ini sudah aku sudah aku ambilkan nasinya.”

^^

Setelah selesai makan malam. Dinda mengupaskan Apel untuk Rico. Wajah Dinda malam ini memang terlihat sangat ceria sekali seusai menemui Andini tadi siang. Rico yang melihatnya akhirnya dia bertanya pada Dinda, karena malam ini dia terlihat sangat ceria dan bahagia.

"Sayang tumben kamu kelihatan bahagia malam ini?" tanya Rico sambil menatap wajah Dinda.

"Masa sih? Oh iya sayang bagaimana kamu mau kan soal yang aku bicarakan kemarin?" tanya Dinda.

"Maksudmu?" jawab Rico bingung.

"Menikah lagi." Dinda berkata dengan santainya yang membuat Rico membulatkan matanya di depan Dinda.

“Tidak! Aku tidak mau, Dinda!” tegas Rico.

"Mas, aku mohon, mas mau, ya? Aku yakin, wanita itu wanita yang baik. Setelah nanti dia melahirkan anak mas, dia janji akan langsung pergi. Aku hanya menyewa rahimnya saja, Mas," jelas Dinda sambil memberikan sepotong Apel untuk Rico.

"Sekali tidak, ya tidak, Dinda!" tolak Rico dengan tegas.

"Aku ikhlas mas," ucap Dinda.

"Siapa wanita itu?" tanya Rico.

"Andini, Mas. Wanita yang kita tolong kemarin malam. Aku sudah menyelidiki kehidupannya, dia masih gadis, umurnya masih muda, 7 tahun lebih muda dari aku dan kamu, Mas. Dia hidup sebatangkara dan dia cuma punya kedai kopi di pinggir jalan, tepatnya di emperan trotoar dekat dengan gang yang akan masuk ke rumahnya. Dia punya utang banyak sekali, Aku sudah bicara dengannya kalau dia mau menikah dengan mas aku akan berikan dia kehidupan yang layak dan melunasi semua utangnya. Lalu setelah melahirkan anak kamu, dia akan pergi. Dan, besok kita kesana mas," jelas Dinda.

"Terserah!" tukas Rico kesal.

"Please ... mau ya, Mas? kita masih tetap sama-sama, Mas, aku hanya ingin kamu punya keturunan." Dinda memohon pada Rico.

"Aku mau tapi menikah sirri saya ya, Sayang," pinta Rico.

"Harus sah sesuai agama dan negara, Mas. Aku mengizinkannya, mas. Kalau sirri bagaimana nasib anakmu kalau nanti lahir perempuan?"ucap Dinda.

"Terserah kamu!" Rico meninggalkan Dinda dan masuk ke kamarnya dengan kesal.

Rico duduk di tepi ranjangnya. Dia tidak mengerti, kenapa Dinda bisa yakin kalau Andini wanita baik-baik. Rico juga tidak tahu, dia harus mengabulkan permintaan Dinda, atau menolaknya.

"Aku harus bagaimana? Istriku meminta aku menikah lagi. Aku tau, itu akan sangat menyakitinya dan aku tidak mau menyakiti Dinda," gumam Rico.

Bab 2

Keesokan harinya, Andini melihat mobil berhenti di depan rumahnya. Andini tahu, itu mobil siapa. Terlihat Dinda dan Rico turun dari mobilnya. Andini tahu, mereka ke rumahnya untuk membicarakan soal permintaan Dinda kemarin siang.

“Haruskah aku menikah dengan suami orang? Aku tidak mencintainya, aku tidak mau jadi duri di antara mereka walaupun mereka yang menginginkan.” Andini berkata dalam hatinya saat melihat Rico dan Dinda menghampirinya yang sedang berada di teras rumanya.

Andini mempersilakan masuk mereka. Dan, Dinda langsung membuka pembicaraannya setelah Andini menyiapkan minuman.

“Bagaimana, Andini?” tanya Dinda.

“Maaf, Mbak. Saya tidak bisa,” jawab Andini.

“Ndin, aku mohon,” pinta Dinda.

“Mbak, aku tidak mau menjadi duri dalam rumah tangga mbak,” jawab Andini.

“Apa pun yang kamu minta, akan aku turuti, Ndin,” ucap Dinda.

“Sayang, dia tidak mau, jangan paksakan dia, dong!” tukas Rico.

“Ndin, aku mohon.” Dinda terus memohon pada Andini.

“Baik, saya mau, saya turuti permintaan Mbak sesuai perjanjian yang kemarin,” ucap Andini.

“Terima kasih, Andini. Terima kasih banyak, kamu benar-benar malaikat penolongku. Aku akan berikan apa yang aku janjikan kemarin,” ucap Dinda dengan menggenggam tangan Andini.

“Aku terpaksa, sungguh sangat terpaksa. Itu semua karena Bu Siti akan menyita rumah ini sebagai pelunas utang ibu. Ini yang kumiliki satu-satunya. Kalau aku tak butuh uang untuk membayar utangku yang banyak. Aku akan menolaknya dan pergi jauh.Tapi apa daya, aku hidup sebatangkara tidak punya siapa siapa, dan aku hanya punya rumah ini, rumah peninggalan orang tua angkatku,” gumam Andini.

Rico juga tidak bisa menolak apa yang istrinya mau. Rico mengiyakan permintaan Dinda karena paksaan Dinda. Dinda memaksanya kalau tidak mau menikah dengan Andini, Dinda mengancam tidak mau berobat untuk kesembuhannya.

Dinda terkena kanker rahim ganas. Tapi, baru di vonis dokter stadium awal dan harusnya rahim Dinda diangkat. Namun, suaminya tidak mau dan ingin mengobatinya saja. Karena, Rico ingin Dinda bisa hamil. Walaupun di obati tetap saja Dinda tidak akan bisa hamil kata dokter. Rico akan menunggu Keajaiban semoga Dinda bisa hamil.

Dinda juga menceritakan semua yang dia derita selama ini pada Andini. Penyakitnya semakin hari semakin menggerogoti kesehatannya. Dan, jika Andini atau Rico menolak permintaannya, Dinda mengancam tidak akan mau berobat lagi.

Dinda sangat lega sekali Andini mau menerima dan mau menikah dengan suaminya. Dia langsung mengajak Andini ke rumah sakit untuk memeriksaan kandungan Andini. Dan, melakukan konsultasi pada dokter kandungan apakah rahim Andini baik-baik saja atau tidak.

"Ayo kita ke rumah sakit, Mas. Kita harus perikasakan rahim Andini, sehat atau tidak, kita juga harus konsultasi dengan dokter kandungan yang paling bagus," ajak Dinda.

Setelah selesai pemeriksaan mereka kembali untuk mengantar Andini pulang. Rahim Andini sehat, dan baik-baik saja. Dinda sangat yakin kalau Andini bisa cepat hamil nantinya. Andini duduk di jok belakang. Dinda dari tadi sibuk membahas soal pernikahn Rico dan Andini.

"Pernikahan kalian akan di gelar secepat mungkin," ucap Dinda.

"Secepatnya? Kamu ini ada-ada saja, Din? Harus secepat itu?" protes Rico.

"Mas, aku tidak mau menundanya. Aku mau kamu cepat-cepat memiliki keturunan,” tegas Andini.

Andini hanya terdiam saja mendengar kedua orang yang sedang berdebat menentukan hari pernikahannya dengan Rico. Dia tahu kalau Rico tidak mau, karena sangat mencintai Dinda.

Sesampainya di rumah Andini. Dinda kembali masuk ke dalam mobilnya, mengambil sesuatu yang tertinggal di dalam mobi. Surat perjanjian. Ya, surat perjanjian yang kemarin ia tunjukkan pada Andini soal pernikahannya dengan Rico.

“Kamu ambil apa, Sayang?” tanya Rico.

“Ini, surat perjanjian kemarin. Kamu masih ingat isinya kan, Ndin?” jawab Dinda sembari bertanya  pada Andini.

“Iya, Mbak masih,” jawabnya.

Dinda memberikan surat perjanjiannya pada Andini, dan menyuruhanya membaca ulang. Di dalam surat perjanjian itu, Andini harus tinggal selama satu tahun dengan mereka, di hitung dari bulan pertama kehamilannya. Artinya, Andini boleh meninggalkan rumah Dinda setelah tiga bulan melahirkan anaknya.

Andini sebenarnya ingin menolaknya. Tapi, mau bagaimana lagi Dinda mengancam tidak akan mau berobat jika Andini tidak mengabulkan permintaannya, Dinda juga memaksanya.

“Aku memang membutuhkan uang tapi tidak seperti ini caranya. Aku bisa mencari rezeki lain daripada harus menjadi madu di rumah tangga Mbak Dinda,” gumam Andini setelah membaca ulang isi perjanjiannya.

“Ayo Andin, tanda tangani ini,” ucap Dinda dengan memberikan pena pada Andini.

Dengan berat hati, dan juga karena paksaan Dinda, akhirnya Andini menandatangi surat kontraknya untuk menjadi Rahim Pengganti.

Pernikahan Andini dan Rico akan di gelar minggu depan, tidak ada keluarga mereka yang datang, karena memang Dinda hanya punya paman di Singapura dan Rico, dia sudah tidak punya siapa-siapa. Ayah dan ibunya anak tunggal dan sudah meninggal sejak Rico selesai kuliah. Rico juga anak tunggal.

Sedangkan Andini. Ayah ibunya entah ada di mana. Sejak bayi dia tinggal di panti asuhan. Lalu saat usianya menginjak tujuh tahun. Andini di adopsi ayah dan ibu angkatnya, yang sekarang sudah meninggal.

Dinda dan Rico terus mencari informasi tentang orang tua Andini. Mereka butuh wali untuk nanti sat menikah dengan Rico. Dan, mereka pun menemukan orang tua Andini, tapi sayang mereka sudah meninggal dunia semua. Mereka tak gentar mencari pengganti ayah Andini untuk menjadi wali dalam pernikahannya, dan akhirnya mereka menemukan adik laki-laki dari ayahnya Andini.

Paman Didik namanya. Beliau menceritakan semua kenapa Andini sampai ditaruh di panti asuhan. Kata Paman Didik, ayah Andini sakit-sakitan dan ibunya meninggal saat setelah melahirkan Andini. Lalu ayahnya menaruh dia di panti asuhan. Dua tahun setelah menaruh Andini di panti asuhan, ayah Andini  meninggal dunia. Paman Didik sebenarnya ingin sekali mengambil Andini dari panti asuhan, tapi istrinya tidak mau merawat Andini, karena beliau juga harus mengurus tiga putrinya. Akhirnya Paman Didik tidak jadi mengambil Andini dari panti asuhan.

Bab 3

Andini sedang bersiap-siap untuk ke rumah Dinda dan Rico. Hari ini Andini dijemput Rico dan Dinda untuk tinggal di rumahnya, karena besok adalah hari pernikahan Andini dan Rico.

Setelah mengemasi barang-barangnya yang akan ia bawa ke rumah Dinda, Andini keluar dari kamarnya karena Rico dan Dinda sudah mengunggu nya di ruang tamu. Andini sebenarnya berat meninggalkan rumahnya, karena rumah yang ia tempati penuh dengan kenangan bersama orang tuanya, meski mereka adalah orang tua angkat Andini.

“Sudah siap, Ndin?” tanya Dinda.

“Sudah, Mbak,” jawab Andini.

Andini melihat Rico yang hanya diam dan menatapnya dengan tatapan dingin. Andini langsung menundukkan pandangannya. Andini tahu, kalau Rico tidak terima dengan keputusan yang dibuat oleh Dinda, karena Rico sangat mencintai Dinda, dan tidak ingin menyakitinya.

"Jika ini yang terbaik, kuatkan aku untuk menjalani semua ini, Ya Allah,” guman Andini.

Dinda langsung mengajak Andini untuk ke rumahnya. Entah kenapa, Dinda sangat bahagia bisa bertemu Andini, dan mejadikan dia istri kedua untuk suaminya. Bahkan dia berharap Andini tidak akan pergi dari rumahnya setelah melahirkan. Dia akan tetap menyuruh Andini untuk tinggal di rumahnya, dan Rico tidak boleh menceraikannya.

“Aku akan memikirkan semua itu nanti setelah Andini melahirkan. Kalau aku pergi, siapa yang akan menjaga Mas Rico nantinya?” gumam Dinda dengan melihat Andini yang duduk di belakang.

Tak lama kemudian mereka sampai di depan rumah yang yang sangat besar dan mewah. Tidak salah Dinda berani mengeluarkan uang banyak untuk melunasi semua utang Andini, karena Dinda dan Rico benar-benar orang kaya.

Dinda mengajak Andini masuk ke dalam rumahnya. Rumahnya begitu luas. Dinda juga menunjukkan kamar yang akan di pakai Andini.

"Andin, ini kamar kamu, dan sebelahnya kamarku dengan Mas Rico. Kamar ini tadinya persiapan untuk anak kami. Tapi, Allah belum menitipkannya pada kami," ucap Dinda.

"Terima kasih, Mbak. Maaf sudah merepotkan mbak," ucapnya.

"Iya Andin, kamu nantinya juga akan jadi istri Mas Rico, anggap aku ini kakakmu. Ya sudah, kamu tata semua pakaianmu, dan istirahatlah," ucap Dinda.

Andini masuk ke dalam kamarnya. Dia menaruh tas pakaiannya, dan dia menahan Dinda yang akan keluar dari kamarnya.

"Mbak, sekali lagi terima kasih untuk semuanya, dan Insya Allah akan aku tunaikan tugasku sesuai perjanjian," ucap Andini sambil menggenggam tangan Mba Dinda.

"Iya, Andin. Kita pasti bisa melewati ini sama-sama, Ndin. Andin aku ikhlas, aku sangat mencintai suamiku. Aku memang masih bisa menjalankan tugasku sebagai seorang Istri. Tapi, aku tidak bisa memberikannya buah hati yang harus ada di tengah-tengah keluarga kami," ucap Dinda sambil meneteskan air matanya.

"Doakan aku mbak agar bisa melewati semua ini," Andini memeluk Dinda dan menghapus air mata Dinda yang sudah membasahi pipinya.

Andini merasakan seperti mendapat seorang kakak perempuan. Begitu juga Dinda, dia pun merasa seperti mendapatkan adik perempuan yang sangat menyayanginya.

"Kamu istirahat, ya? Besok kamu akan menikah. Maaf, mbak tidak bisa memberikan kamu gaun baru, pakai gaun Mbak yang dulu menikah dengan Mas Rico gak apa-apa, kan?" ucap Dinda.

“Tidak apa-apa, Mbak, sekali lagi terima kasih, Mbak,” ucap Andini.

“Iya, aku ke kamar ya, Ndin?” pamit Dinda.

^^^

Rico tidak menyangka kalau istrinya sangat baik dengan Andini. Dan, lebih tidak menyangka, kalau istrinya akan menyuruh dia menikah lagi hanya karena ingin dirinya memiliki keturunan dari darah dagingnya sendiri.

"Ya Allah, aku serahkan ini kepada-Mu. Jika ini yang terbaik semoga aku bisa ikhlas menjalaninya, dan bisa adil dengan kedua istriku,” gumam Rico.

"Mas belum tidur?" tanya Dinda yang baru saja masuk ke dalam kamar.

"Iya sayang, kamu mengagetkanku saja, kemarilah aku ingin sekali memelukmu." Dinda langsung mendekati Rico, Rico memeluk erat tubuh Dinda.

Rico menangis dalam hatinya, dia sebenarnya tidak ingin seperti ini, tapi apalah daya, Rico terpaksa, karena Dinda mengancamnya tidak akan mau berobat kalau dirinya tidak menikahi Andini. Rico masih memeluk erat tubuh Dinda, seakan-akan dia tidak mau kehilangan wanita yang sangat ia cinta, yang sedang berada di pelukannya.

"Mas lepasin ... aku gak bisa napas,” ucap Dinda dengan manja.

"Aku takut, aku takut sekali kamu meninggalkan aku,” ucap Rico.

“Jangan pernah takut, aku akan tetap berada di sini, di sampingmu, hingga Tuhan yang menjemputku. Dan, jika aku harus pergi ke hadapan Tuhan, aku pun masih selalu ada di dalam palung hatimu yang paling dalam. Aku akan selalu bersamamu, Mas. Percaya itu,” ucap Dinda.

“Love you,” ucap Rico dengan mengecup kilas bibir Dinda.

“Love you too.” Dinda mengeratkan pelukannya pada Rico.

“Aku tidak tahu, harus bahagia atau sedih? Rasa itu bercampur jadi satu, aku bahagia karena Mas Rico mau menikah lagi untuk mendapatkan keturunan, aku sedih karena aku terlalu memaksa Mas Rico menikah lagi. Semoga ini yang terbaik, aku tidak punya cara lain agar Mas Rico bisa punya keturunan. Aku tidak bisa hanya menyewa rahim wanita saja dengan cara bayi tabung. Aku ingin anak yang sah dari suamiku, melalui ikatan suci pernikahan yang Aku Ridhoi dan Allah Ridhoi,” gumam Dinda.

Hari ini adalah hari pernikahan Andini dengan Rico. Dinda yang merias wajah Andini dan mendandaninya dengan memakaikan baju milik Dinda yang dulu Dinda pakai saat melaksanakan ijab qobul dengan Rico.

"Maafkan aku memaksa kamu menikah dengan suami ku. Andini jadilah Istri yang baik untuk suami ku, kasih dia keturunan yang baik." Dinda memeluk Andini dan tak terasa dia meneteskan air matanya.

"Iya, Mbak, Insya Allah. Doakan aku, Mbak.” Ucap Andini dengan menyeka air matanya yang jatuh.

“Sudah, jangan menangis, make-up kamu nanti luntur. Aku tinggal sebentar, ya?" Dinda keluar dari kamar Andini. Andini tahu bagaimana perasaan Dinda saat ini.

“Ya Allah, jika ini memang sudah ketetapan-Mu, ikhlaskan hatiku, dan sabarkanlah hatiku untuk menjalani semua ini,” gumam Andini.

Dinda masuk ke dalam kamar Rico. Dia melihat suaminya memakai jas yang dulu dipakai Rico saat mengucapkan janji suci dengannya. Dinda mendekatinya dan memeluk Rico dari belakang.

"Mas sudah siap?" Dinda tiba-tiba masuk ke dalam kamar dan memeluk Rico dari belakang.

"Sayang, kamu mengagetkanku saja,” ucapnya dengan menyeka air matanya. Rico memang sedang mengingat semua kenangan bersama Dinda, dia tidak menyangka hari ini dia akan menikahi wanita lain selain Dinda.

“Mas, kok nangis?” Dinda menyeka air mata Rico yang membasahi pipi.

“Aku tidak bisa, Sayang. Aku tidak bisa berbagi dengan wanita lain, aku tidak bisa.” Rico memeluk erat Dinda dan menangis di pelukan Dinda.

"Sayang, jangan seperti ini, semua ini aku lakuakn untuk kebaikan kita, kalau aku tidak menyayangimu aku akan membiarkan mu tidak punya keturunan, aku ingin kamu punya keturunan yang sah, yang aku Ridhoi dan Allah Ridhoi." Dinda menyeka air mata Rico dan menenangkan Rico. Rico tahu, sebenarnya Dinda juga sangat sakit melewati semua ini.

"Apapun akan aku lakukan asal kamu selalu ada di sisiku. Sekali lagi maafkan aku." Rico memeluk kembali tubuh Dinda, dan isakkan tangisnya semakin terdengar jelas di telinga Dinda.

"Itu pasti, Mas. Aku akan selalu di sampingmu. Jalankan tugasmu sebagai suami yang baik untuk Andini, seperti kamu menjadi suami terbaiku,” ucap Dinda.

"Insya Allah, Sayang,” jawab Rico.

"Ayo sayang keluar, di depam sudah ada penghulu." Dinda mengajak Rico keluar dari kamar menuju ke ruang tengah untuk melakukan ijab qobul dengan Andini.

Dinda menggandeng tangan Rico keluar dari kamar. Rico menggenggam erat tangan Dinda, mereka saling mentapa, mata Dinda mengisyaratkan pada Rico untuk ikhlas melakukan semua ini.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!