NovelToon NovelToon

Mengubah Takdir: Monster Girl

Bab 1 - Aku Bukan Aku

"Astaga! Lihat ada kecelakaan parah di sana!"

"Cepat panggil ambulan dan polisi!"

"Kenapa bisa terjadi kecelakaan parah kayak gini?"

"Nggak tahu, deh. Kayakmya rem mobilnya blong."

"Entahlah. Kondisinya parah banget. Kayaknya gak bakal selamat, deh."

“Hei, cepat rekam sebelum polisi datang!”

“Ngeri banget! Kayaknya itu mobil dari dokter yang terkenal itu, deh.”

“Viralkan, kuy.”

...🌺🌺🌺...

"Bau khas ini... Suara-suara ini... Aku sekarang ada di mana? Nggak mungkin ini rumah sakit, kan?"

Kyara berusaha membuka kelopak matanya. Namun terasa sangat berat. Ujung jemarinya bergerak sangat perlahan, hampir tidak terlihat.

"Sudah berapa lama aku tertidur? Apa ini benar rumah sakit? Di mana mama dan papa?"

Kepala Kyara terasa sangat sakit ketika ia berusaha mengingat kejadian yang terakhir ia alami. Sayangnya ia masih belum bisa mengingat apa pun selain mengendarai mobil menuju ke kampus.

"Maria, kenapa kau terus membawaku ke sini, sih? Kau cuma bikin orang-orang curiga sama kita."

Terdengar seorang pria berbicara disertai langkah kaki yang semakin mendekat. Kyara sangat mengenali suara itu. Tetapi gadis berusia dua puluh satu tahun itu sama sekali tidak bisa merespon.

"Duh, kita kan harus terus memantaunya. Kalau dia tiba-tiba bangun dan buat onar gimana? Melihatnya sudah dipindahkan dari Instalasi Gawat Darurat, hatiku jadi was-was."

Kyara juga sangat mengenal suara wanita yang barusan bicara. Tetapi... Apa pendengarannya kali ini nggak salah? Kok obrolan mereka tidak seperti yang biasa Kyara dengar?

“Kamu kan sudah membayar seseorang untuk mengamatinya dalam jarak dekat. Emangnya hal itu masih belum cukup?”

“Nggak tahu, deh. Hatiku nggak tenang sebelum melihatnya sendiri. Tetapi kenapa kondisinya semakin membaik, sih? Padahal waktu itu sudah sangat kritis. Kenapa dia nggak langsung mati aja?” ujar wanita yang bernama Maria itu.

“Sayang, kamu paham kan kekhawatiran aku?” wanita itu berbicara dengan nada sangat manja.

Deg!

“Apa yang barusan kudengar? Apa aku masih berada di alam mimpi?” jerit Kyara dalam hati.

“Itu suara Restu dan Kak Maria, kan? Tapi kenapa obrolan mereka seakan-akan menghianatiku dan ingin melenyapkanku?" Kyara terus bicara dalam hati.

“Ya gimana? Kita kan sudah berusaha semaksimal mungkin merekayasa kecelakaan itu. Tapi kalau kenyataannya dia tetap hidup, kita mesti gimana?” jawab Restu.

"Kita juga nggak bisa melakukan apa pun di rumah sakit ini. Terlalu banyak kamera pengawas," lanjut pria itu lagi.

“Rekayasa kecelakaan? Kayaknya aku beneran belum bangun dari mimpi. Nggak mungkin kan mereka berdua melakukan itu? Mereka benar-benar ingin melenyapkanku?” batin Kyara.

"Tidak ada siapa-siapa di ruangan ini sekarang. Dulu aku pernah melihat seseorang menyuntikkan insulin dengan dosis tinggi ke salah satu pasien untuk memberinya 'pelajaran'. Apa kita tidak bisa menggunakan cara itu?"

"Maria, kau mau menjadi seorang kriminal? Aku nggak mau punya istri mantan narapidana. Lagian kita sudah siapkan plan B kemarin. Ku rasa itu sudah cukup untuk mengatasi semuannya,” jawab Restu.

“Tapi, sayang…”

"Nanti kalau keadaan sudah tenang, kita susun rencana lagi untuk melenyapkan jejaknya," lanjut pria itu.

"Jadi maksudnya pernikahan kita ditunda lagi? Aku udah nunggu lama banget, lho. Masa harus nunggu lagi?” ucap Maria dengan nada yang semakin manja.

"Sabar dong, sayang. Kalau kita buru-buru menikah, nanti orang-orang akan curiga. Tunggulah sampai keadaan agak tenang," sahut restu.

"Menikah?" pikir Kyara. Jantungnya berdebar kencang mendengar kalimat itu. "Apa yang sudah mereka lakukan di belakangku?"

Tanpa disadari, bulir air mata jatuh ke pipi Kyara. Rasa penasarannya semakin memuncak. Ingin sekali ia melihat keadaan sekitarnya, terutama wajah bejat kedua penghianat itu. Tetapi kelopak matanya masih sangat berat untuk dibuka.

"Janji? Kau nggak akan berpaling ke wanita itu, kan?" desak Maria pada Restu.

"Iya. Aku janji, dong. Masa aku rela membuangmu demi wanita monster itu?" balas Restu.

"Wanita monster? Maksudnya aku?" batin Kyara yang mendengar jelas semua omongan tersebut. Hatinya menjerit, mendengar semua kalimat yang sangat tidak diduganya.

"Kamu beneran nggak punya rasa sama dia, kan? Abisnya kamu dekat banget sih sama dia. Sering kasih hadiah juga. Aku kan jadi khawatir kau beneran menyukainya," rajuk Maria.

"Duh, kau bilang apa? Aku selalu menahan mual saat berada di dekatnya. Susah sekali berakting menyukainya," gerutu Restu.

"Ah... Jadi semua itu cuma bohongan?" Maria kembali bicara manja.

"Tentu saja. Masa aku mesti melepas batu kerikil demi sebuah berlian? Dianya saja yang bodoh, mengira aku beneran menyukainya," jawab Restu sambil tertawa.

"Hahaha... Iya banget. Pede banget sih dia? Nggak sadar tuh badan kayak monster?" Maria tertawa kecil.

"Udah ah, pulang aja yuk. Kalau kelamaan di sini bakal bikin orang curiga," ajak Restu.

Air mata Kyara mengalir mendengar semua obrolan tersebut. Dadanya sesak. Nadinya berdenyut cepat.

"Ini hanya mimpi, kan? Iya. Ini pasti cuma mimpi. Kak Maria dan Restu tidak mungkin sejahat itu."

Kyara masih belum bisa mencerna semua yang ia dengar. Hatinya menolak untuk percaya.

Tetapi keajaiban terjadi. Perlahan Kyara membuka mata, dan melihat dua orang yang sangat ia sayangi bergandengan tangan, keluar dari ruangan.

"Astaga! Aku pasti belum terbangun dari mimpi," tangis Kyara. Hatinya tercabik-cabik melihat kenyataan di depan matanya. Kakak kembarnya dan pria yang ia cintai menghianati dirinya.

Detak jantung Kyara berdetak dua kali lebih cepat, membuat alat di ruangan tersebut mengirim sinyal ke ruangan perawat.

"Astaga! Dokter, Nona Kalisa pasien kamar 545 sudah siuman," ucap seorang perawat.

Tidak butuh waktu lama, seorang dokter pun memasuki kamar rawat nomor 545.

"Adik, bisa mendengar dan melihat saya?" tanya dokter itu.

Kyara menangguk lemah.

"Saya periksa dulu, ya." Sang dokter lalu memeriksa keadaan Kyara.

"Kondisi vitalnya cukup baik. Ia sudah memasuki masa pemulihan. Jangan lupa hubungi dokter ahli agar Dik Kalisa bisa segera pemulihan kondisi pasca operasi dan luka bakar.”

"Baik, dokter. Mbak Kalisa mau duduk atau tetap berbaring?" ucap perawat.

"Ma-af. Nama saya Kyara, bukan Kalisa," ucap Kyara sangat lemah. Seluruh wajahnya terasa nyeri dan kaku ketika ia berbicara.

"Maksudnya?" tanya dokter.

Sang perawat pun turut mengerutkan dahi.

"Nama saya Kyara," hanya itu yang bisa diucapkan oleh Kyara dengan terbata-bata.

Dokter dan perawat pun saling berpandangan.

"Hmmm... Begini. Mungkin kamu mengalami gegar otak ringan. Jadi ingatanmu sedikit terganggu. Nanti keluhan ini bisa saya sampaikan ke bagian syaraf," ucap dokter kemudian.

Kyara menggeleng beberapa kali dan meneteskan air mata. Ia sangat bingung dengan keadaannya saat ini.

"Saya ingin bertemu orang tua saya," bisik Kyara kemudian.

Lagi-lagi sang dokter dan perawat saling bertukar pandang.

"Ah, apa maksudnya orang tua angkat di panti asuhan? Polisi hanya memberikan ini ketika kecelakaan. Dan kami tidak menemukan informasi apa pun selain tempat kerja Mbak. Jadi kami belum bisa menghubungi panti asuhan.”

Kali ini perawat yang menjawab, sambil memberikan sebuah tas lusuh bernoda darah yang sebagian sudah terbakar. Di dalamnya ada sebuah dompet, HP, dan kunci rumah.

Kyara pun semakin bingung. Ia lalu meminta sebuah kertas dan pena, dan menuliskan nama berserta alamat lengkapnya.

"Kyara Andhakara? Putri dari Evander Andhakara?" gumam sang perawat dengan gemetar. "Mbak mau menipu kami, ya? Beliau kan sudah meninggal di hari kecelakaan," lanjutnya.

Cetarrr!!

Kyara seperti mendengar sambaran petir di telinganya. Apa yang sudah terjadi sejak ia tak sadarkan diri?

(Bersambung)

Bab 2 - Monster Girl

"Kyara Andhakara?" gumam sang perawat dengan gemetar. "Mbak mau menipu kami, ya? Beliau kan sudah meninggal," lanjutnya.

Cetarrr!!

Kyara seperti mendengar sambaran petir di telinganya. Apa yang sudah terjadi sejak ia tak sadarkan diri?

"Aku benar-benar Kyara. Aku bisa menjelaskan secara detail bagaimana kehidupan Kyara dan keluarganya. Kalau perlu tes DNA," ucap Kyara terbata-bata di sela isak tangisnya.

“Kalian juga bisa menelepon kedua orang tuaku sekarang. Aku ingin bicara dengan mereka,” desak Kyara.

Seluruh otot wajahnya merasa pedih yang luar biasa, ketika ia berbicara. Tetapi ia tidak ingin pasrah begitu saja.

"Mbak pikir ini novel isekai, yang gampang banget pindah ke tubuh orang lain?" ucap perawat yang kesabarannya sudah semakin tipis. Suara perawat itu bernada agak tinggi.

"Begini, dek. Mungkin saat ini kamu sedang shock dengan keadaanmu. Terlebih setelah koma selama tiga minggu,” ucap dokter muda itu pada Kyara.

"Apa? Tiga minggu?"

"Benar. Makanya lebih baik fokus pada pemulihanmu saja saat ini. Nanti setelah sembuh total, kamu bisa cari tahu lagi tentang keluargamu," ucap dokter menengahi.

"Kenapa jadi gini? Padahal ini beneran aku, Kyara.” Kyara terus meyakinkan paramedis tersebut.

"Aku juga mendengar semua obrolan Maria dan Restu. Aku mendengar semuanya, bahkan bagaimana mereka benci padaku. Aku bukan Kalisa."

Kyara menangis dalam hati. Ia pun membuka barang-barang peninggalan Kalisa yang diberikan perawat tadi.

Ia menemukan sebuah KTP, yang menunjukkan seorang wanita berusia sembilan belas tahun. Dua tahun lebih muda dari pada dirinya. Foto pada KTP tersebut masih sangat jelas.

Paras wanita itu jauh berbeda dari dirinya. Lantas, mengapa orang-orang bisa memanggilnya Kalisa?

"Mbak, bo-bolehkah saya meminta sebuah cermin?" pinta Kyara tepat sesaat sebelum dokter dan perawat itu meninggalkan ruangan.

Setelah saling berpandangan dengan sang dokter, akhirnya perawat bertubuh mungil itu menganggukkan kepala.

"Baiklah, akan saya ambilkan. Tunggu sebentar, Mbak," ucapnya.

Tak sampai lima menit, perawat itu pun kembali dengan membawa sebuah cermin kecil. Tangannya gemetar ketika menyerahkan cermin itu pada Kyara. Dengus napasnya terdengar jelas.

“Ada apa, ya?” pikir Kyara curiga. Ia pun menguatkan hatinya.

“Kyaaa!”

Tangis Kyara pecah, ketika melihat wajahnya di cermin. Tak sepatah kata pun keluar dari bibirnya selain jeritan histeris.

Hatinya kian menjadi berkeping-keping, melihat wajahnya penuh bekas luka bakar dan hampir tidak dikenali.

...🌺🌺🌺...

“Hei, itu pasien yang dibilang orang-orang di IGD kemarin, ya?”

“Kayaknya iya, deh.”

“Astaga, serem banget. Kayak monster gitu…”

“Makanya dia memakai kamar itu seorang diri. Tidak ada pasien lain yang mau berbagi kamar dengannya.”

Para perawat yang melewati kamar Kyara saling berbisik. Mereka semua memandang Kyara dengan sebelah mata. Namun pada akhirnya, mereka malah jadi berkumpul dan mengobrol di depan kamar Kyara.

“Aku juga kalau jadi pasien gak bakal mau berbagi kamar dengannya. Untung saja bukan aku yang menjadi perawatnya. Bisa-bisa aku kesurupan di dalam.”

“Hush, itu keterlaluan banget nggak, sih? Memangnya dia dedemit?”

Para perawat tersebut tertawa sambil membicarakan Kyara.

“Meski gajinya besar untuk merawat dia, kalau aku sih masih mending merawat gorilla, dari pada cewek jadi-jadian kayak gitu.”

“Tapi kasihan nggak, sih? Selama dia dirawat di sini nggak ada yang mengunjunginya, lho. Cuma ada beberapa orang dari perusahaan dan keluarga dokter Evan yang datang untuk memberi santunan.

“Lho, kan katanya dia yatim piatu dari panti asuhan? Jadi siapa orang yang mau datang menjenguknya?”

“Jangan-jangan orang tuanya sengaja membuangnya waktu kecil. Hahaha… Memangnya siapa sih, yang mau merawat anak aneh kayak gitu? Yang ada malah bikin sial.

“Hei kalian para gadis! Memangnya kalian nggak punya pekerjaan? Para pasien sudah dikunjungi?”

Seorang dokter senior menegur dan membubarkan para perawat yang sedang ngerumpi tersebut.

“Haah… Dasar dokter tua, kolot. Gak bisa lihat orang santai sebentar saja,” celetuk salah seorang perawat dengan suara pelan.

“Saya bisa mendengar itu, ya. Siap-siap saja dipindahkan ke bagian IGD, kalau kalian nggak punya pekerjaan,” kata sang dokter memberi peringatan.

Kyara membalikkan tubuhnya membelakangi pintu kamar. Ia mendengar semua obrolan itu dengan jelas. Hatinya merasa teriris.

Sejak duduk di bangku sekolah, ia sudah sering mendengar kata-kata yang merendahkannya seperti itu. Anak monster, makhluk jadi-jadian, manusia purba, begitulah yang selalu didengar Kyara setiap hari.

Kyara Zevania Andhakara, begitulah nama lengkapnya. Ia terlahir dari keluarga terpandang pasangan Dokter ahli bedah ternama, Evander Andhakara, dan Psikolog terkenal Rhea Alenka Andhakara.

Semasa kecilnya, Kyara harus hidup bergantung pada orang lain. Penyakit langka yang dideritanya, membuat tumbuh kembangnya jauh lebih lambat dari pada anak-anak lain. Bahkan untuk berjalan dan berbicara saja, ia membutuhkan bantuan.

Jemarinya yang tumbuh tidak sempurna. Tinggi badannya di bawah rata-rata. Kulit gelap dan bersisik. Bibir tebal dan barisan gigi tidak rata, membuat Kyara telihat menakutkan di mata orang-orang.

Jauh berbeda dengan Kyara, Maria Zephyra Andhakara tumbuh menjadi gadis yang sangat cantik. Rambut hitam dan panjang, halus bagaikan sutera. Mata biru yang indah. Kulit mulus tanpa cacat, serta sikapnya yang lemah lembut, membuat semua orang menyayanginya.

Tidak ada yang percaya, jika Maria dan Kyara adalah saudara kembar, bahkan saudara kandung. Tak sedikit pula orang yang mencaci Kyara, yang tumbuh sangat berbeda dari keluarganya. Bahkan tak jarang mereka meragukan bahwa Kyara adalah anak kandung Evan dan Rhea.

Meski demikian, Kyara tumbuh dalam kasih sayang yang cukup. Kedua orang menyayanginya. Kakak kembarnya pun demikian. Kyara diperlakukan sama dengan Maria, bahkan menempuh pendidikan di sekolah yang sama.

Tidak hanya dari segi fisik, tingkat kecerdasan mereka pun jauh berbeda. Kyara berusaha belajar keras dan disiplin demi mencapai nilai di atas standar minimum, yang telah ditetapkan sekolah.

Tapi, setelah semua usaha itu, Kyara hanya mampu menyabet peringkat ke lima dari bawah. Kyara tertinggal jauh dari sang kakak yang langganan juara umum sekolah.

"Jangan bersedih, Kyara. Kamu tetaplah adikku." Begitulah ucapan Maria kala itu. Kakak yang hanya lebih tua selama dua puluh lima menit itu, selalu menyayangi sang adik kembar.

Tapi itu dulu, sebelum Kyara mendengar langsung obrolan Maria dan sang kekasih. Mereka yang bersekongkol untuk melenyapkan Kyara.

“Ingin membunuhku? Ah, memangnya aku salah apa pada mereka berdua?” marah Kyara.

Waktu terus bergulir. Sang surya mulai turun dari peraduannya, digantikan Sang Dewi Lunar yang memancarkan sinar lembut.

Udara sejuk pun mulai menyapa. Kyara menarik selimutnya lebih erat lagi. Hatinya yang kosong menambah pilu dan dinginnya suasana kamar itu.

“Ini sudah malam, tetapi tidak seorang pun datang mengunjungiku selain Maria dan buaya darat tadi. Ke mana papa dan mama?” pikir Kyara sedih.

“Apa karena aku sudah dinyatakan meninggal dunia, makanya tidak ada yang mengunjungiku?” pikir Kyara sedih.

(Bersambung)

Bab 3 - Gangguan Mental

Duk! Duk! Duk! Duk!

Maria terus menerus menggoyangkan kakinya, membuat meja berisi makanan itu bergetar. Kukunya yang baru saja menerima perawatan dari salon, rusak karena ia gigit sejak tadi.

"Kamu kenapa, sih? Berisik tahu," gerutu Restu yang sedang mengetik sebuah dokumen.

"Ckk! Aku masih nggak nyangka dia beneran sadar," gumam Maria dengan nada sangat rendah.

"Ya terus?" tanya Restu datar.

"Apa kamu nggak khawatir sama sekali?” kesal Maria.

“Khawatir dia akan membocorkan identitas aslinya?” sahut Restu tanpa menoleh ke arah wanita cantik tersebut.

Maria menganggukkan kepala, “Apa kita perlu mengirim seseorang untuk mencabut infusnya?" ucap Maria lagi.

"Jangan! Itu sangat berbahaya. Gimana nanti kalau ketahuan?" larang Restu. Kali ini ia berpindah ke sisi Maria dan menggenggam tangannya.

"Terus gimana? Emangnya kamu punya ide lain?" tanya Maria.

Restu hanya diam sambil mengangkat kedua bahunya.

"Tuh, kan... Kamu juga nggak punya ide. Kalau kita biarin aja, ini bisa berbahaya. Gimana kalau dia bocorin semuanya?" Maria kembali menggigit ujung kukunya, untuk menghilangkan rasa gelisah.

"Aku yakin, dia nggak akan berani bocorin semuanya. Emang siapa sih yang bakal percaya sama dia?" ucap Restu. "Selama ini belum terjadi apa-apa, kan?" lanjutnya.

"Ini kan baru sepuluh jam sejak dia sadar. Makanya belum ada apa-apa. Tapi nanti dia pasti bakal bertanya ke sana-sini, terus bikin rusuh," ucap Maria cemas.

“Nggak semudah itu dia mengacaukan rencana, yang sudah kita susun dengan sangat matang. Bahkan pihak rumah sakit juga percaya, kan?" Restu memeluk wanita bermata biru di hadapannya, untuk menenangkannya.

"Makanya kamu jangan sering-sering ke sana biar nggak ada yang curiga," lanjut Restu.

“Ya tapi tetap aja, kan…?”

“Kalau kamu ikuti insting kamu itu, kita pasti bakal hancur,” marah pria pemilik mata cokelat, dengan garis mata yang tajam itu.

“Jadi kamu membiarkannya begitu saja, dan menghancurkan rencana yang sudah kita susun?” ujar Kyara gusar.

“Duh, kau kenapa, sih? Kita kan sudah menyusun semua rencana dengan baik. Apalagi yang engkau khawatirkan?” ucap Restu dengan nada tinggi. Pria itu sudah mulai kesal dengan Maria.

...🌺🌺🌺...

Dua hari berlalu sejak Kyara tersadar dari komanya. Selama itu pula, gadis dua puluh satu tahun itu berada di bawah pengawasan ketat dari tim medis.

Bukan karena kondisinya yang masih parah. Bukan pula karena komplikasi yang timbul pasca operasi. Melainkan karena dirinya yang terus mengaku sebagai Kyara Zevania Andhakara, seorang putri bungsu dari pasangan dokter dan psikolog terkenal.

Semua gerak-gerik Kyara pun dibatasi. Ia dilarang keluar kamar seorang diri. Dia juga hampir saja ia dimasukkan ke bangsal gangguan mental, karena terus berteriak histeris ingin bertemu dengan kedua orang tuanya. Para dokter pun menganggap kondisi mentalnya memburuk.

Tetapi meskipun sudah berganti hari, masih tidak ada seorang pun yang datang mengunjunginya, terutama kedua orang tuanya. Hal itu membuat Kyara benar-benar frustrasi.

Hatinya sudah penuh sesak berada di kamar ini. Tapi dirinya tidak berdaya. Tubuhnya kian lemah. Selang-selang yang terpasang di sekujur tubuhnya, bagaikan belenggu yang merenggut kebebasannya. Kyara masih berada di bawah pengawasan ketat dari tim medis.

“Apa aku sudah benar-benar menghilang dari dunia ini? Tidak seorang pun yang ingat padaku?” bisik Kyara di sela isak tangisnya.

Satu-satunya yang menjadi teman gadis malang itu, adalah sebuah ponsel model lama milik Kalisa. Gadis misterius yang kini menjadi identitas barunya. Berkat bantuan salah seorang cleaning service baik hati, ponsel itu kini sudah memiliki pulsa. Cukup untuk menjadi modal mencari informasi baginya.

“Nomor yang anda tuju tidak dapat dihubungi. Cobalah beberapa saat lagi.”

Berkali-kali jawaban dari mesin otomatis itu didengar oleh Kyara. Belasan nomor yang Kyara hubungi, tidak satu pun yang tersambung.

“Ke mana Mama dan Papa? Ke mana mereka semua? Padahal aku yakin mengingat nomor telepon mereka dengan baik,” gumam Kyara.

Tidak hanya kedua orang tuanya. Para asisten rumah tangga, supir, serta dan beberapa rekan kuliahnya, semuanya dihubungi oleh Kyara. Gadis itu mulai frustrasi. Semuanya menghilang bagai ditelan bumi.

Maria Zephyra Andhakara, kakak kembar Kyara, adalah orang terakhir yang Kyara hubungi. Tetapi hasilnya sama, tetap tidak dapat tersambung.

Saudara kembar Kyara, yang dulu sangat ia sayangi, tidak pernah muncul kembali setelah Kyara terbangun. Padahal Kyara telah memiliki sejuta pertanyaan, untuk dilontarkan pada wanita cantik tersebut.

“Tolong jangan tinggalkan aku seperti ini. Aku masih hidup,” gumam Kyara berulang kali.

 Jegrek!

Pintu kamar Kyara dibuka mendadak oleh seseorang.

“Permisi Mbak Kalisa. Saya Lola dari tim Administrasi,” ujar wanita muda itu mengenalkan diri. Di tangannya terlihat beberapa berkas berstempel rumah sakit.

“Ya?”

“Saya mau membicarakan masalah biaya rumah sakit,” ucap wanita bernama Lola tersebut.

Astaga! Karena terlalu memikirkan keadaannya yang membingungkan, Kyara sampai lupa tentang biaya rumah sakit.

“Ja-jadi gimana, Mbak?” tanya Kyara cemas. Tentu ia tidak mau, kan? Tiba-tiba memperoleh tagihan berlipat ganda saat keluar rumah sakit nanti. Terlebih nasibnya masih belum jelas.

“Mbak tahu, kan? Seharusnya urusan administrasi itu diurus sendiri sama pasien atau keluarganya. Tapi karena penampilan Mbak kayak gini, terpaksa saya yang datang ke sini. Dari pada para pasien kabur,” kata Lola ceplas ceplos.

“Iya, Mbak. Saya mengerti,” kata Kyara menahan diri untuk tidak emosi.

“Jadi dengarkan omongan saya baik-baik. Saya tidak mau mengulang-ngulang omongan ini,” kata Lola lagi.

“Ya, Mbak.” Kyara menarik napas panjang.

“Begini Mbak, tentang biaya rumah sakit. Selama ini kan biaya pengobatan Mbak ditanggung dari dapat asuransi kesehatan dari tempat Mbak kerja,” Lola menjeda kalimatnya sejenak.

“Dan ada sedikit santunan juga dari Nona Maria Zephyra Andhakara. Ia merasa bertanggung jawab atas kelalaian yang dilakukan adiknya.” Pegawai Administrasi rumah sakit itu kembali melanjutkan kalimatnya.

"Cih, santunan? Yang benar aja? Padahal  dia yang sengaja ingin membunuhku," gerutu Kyara dalam hati.

“Jadi, semua biaya tersebut masih tidak cukup untuk menutupi biaya perawatan Mbak hingga sembuh,” kata Lola.

Kyara hanya menelan ludah mendengarnya, “Jadi, saya harus bayar berapa?” tanyanya.

“Biaya yang sudah dideposit hanya cukup sampai besok pagi. Sedangkan menurut dokter, Mbak harus mendapat perawatan setidaknya satu minggu lagi. Dan estimasi biaya perawatannya tiga juta per hari,” jelas Lola.

“Kalau aku tidak mampu membayarnya? tanya Kyara Lugas.

“Terpaksa kami menghentikan perawatan Mbak, sampai biayanya dilunasi.”

“Itu dia! Aku bisa menggunakan alasan itu untuk keluar dari sini. Mereka nggak akan terus mengawasiku, kan?” pikir Kyara dalam hati.

(Bersambung)

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!