🌻H 4 P P Y R 3 4 D I N G🌻
•
•
•
✨🌹💞🌹✨
Derap langkah kaki kembali beradu dengan waktu. Dan setiap entakkan kaki tak seirama lagi dengan hembusan nafas. Batinnya sesak. Irama jantung nya tak seirama denting piano lagi.
Ke mana lagi angin harus membawanya? inilah ritme hidup yang terlukis indah dalam setiap goresan jurnal hariannya? Aneka pertanyaan berkecamuk dalam benaknya.
Setiap pertanyaan hanya melahirkan pertanyaan baru. Setiap detik jarum jam yang terus berputar adalah setiap siksaan yang memaksanya untuk bangkit.
Tak terasa tiga bulan telah berlalu. Kini Dinda tak lagi menginjak kaki di Sekolah.
Dinda Anjani Kharisma nama seorang wanita yang baru lulus SMA di usia 17 tahun.
Banyak orang tak menyangka di usia yang menginjak 17 Tahun sudah lulus bahkan mendapat peringkat terbaik, sempat di tawarkan melanjutkan pendidikan di jenjang berikut dengan bantuan beasiswa.
Namun hal tersebut di tolak mentah oleh Mama tiri dan Papa kandung entah apa alasan. Dinda tidak mengetahui.
Nasib saat ini sedang menguji betapa sabar dia menjalani kehidupan yang penuh cobaan entah kapan berakhir, akan dia hadapi meski akhirnya dia akan terjatuh dan kalah.
Dinda lebih dominan dengan sikap patuh, turut tanpa banyak berkata. Semua akan dia keluar kan jika semua sudah tidak bisa ditahan.
Dinda di kamar duduk termenung, semenjak lulus sekolah hari-hari Dinda hanya berdiam di rumah bagai pembantu yang harus mengerjakan semua pekerjaan rumah.
Dinda tak protes dengan kelakuan mereka menjadikan dirinya pembantu.
"Dinda!" Teriak Papa Bara, mungkin saat teriakan nya berlangsung benda kecil yang berada di rumah ini ikut bergetar dan bergoyang akibat teriakan nya seperti di bantu toa masjid yang biasa di gunakan untuk berkumandang.
Dinda yang saat ini sedang duduk termenung kaget mendengar teriakan Papa nya yang besar hingga menyadari dirinya yang sedang melamun.
Dirinya langsung bergegas keluar kamar dan berlari menuju tempat keberadaan Papa nya saat ini.
"Iya Pa." Jawab Dinda saat tiba di hadapan nya.
"Cepat bersiap hari ini kamu akan menikah." Kata Papa Bara yang enteng dengan kalimat nya, seakan kalimat yang tak bermakna.
Apa di otaknya kata pernikahan adalah kata permainan yang sering di mainkan anak kecil.
Pernikahan adalah sebuah janji suci yang sakral.
Pernikahan bukan tentang kata mau menikah atau tidak, menikah juga tentang tekad siap atau tidak. Menikah harus saling mengenal satu sama lain bukan seperti ini mengenal saja tidak apalagi lainnya.
"Maksud Papa apa, jangan becanda ini tidak lucu Pa." Tidak percaya Dinda.
"Siapa yang becanda, ini serius! hari ini kamu akan menikah." Lantang nya serius tidak terlihat di wajah sedang becanda.
Dinda mendengar kata Papa tidak terlihat becanda, kaget tanpa bisa berkata lagi. Kini otak nya tak bisa berpikir jernih selain berpikir apa saja yang ada di otak Papa nya hingga mudah memutuskan pernikahan secara sepihak dan mendadak seperti ini.
Kenapa harus dirinya yang menikah? apa alasannya?
"Aku tidak mau Pa, Aku masih mudah masih banyak impian yang ingin aku gapai! Kenapa harus aku? kenapa juga mendadak seperti ini?" Tanya Dinda melempar banyak pertanyaan bertubi-tubi yang kini berputar di otaknya.
"Banyak impian yang kamu kata?" Ucap ulang Papa Bara menatap tajam Dinda.
"Iya Pa, bukannya selama ini aku sudah nurut dan mengikuti semua perkataan Papa dan Mama. Dan untuk yang satu ini maaf Aku gak bisa ikuti." Tolak Dinda tidak ingin menikah.
"Jangan membantah perkataan Papa. Apa kau mau sama seperti Mama mu yang egois demi impian, pergi meninggalkan kita. Apa kau pikir setelah sukses semua akan baik saja?" Tegas nya bertanya.
Dinda bosan setiap membantah perkataan Papa selalu saja hal ini yang akan di ingatkan, seperti tidak ada kata lain dalam hidup nya.
Tak ada kata yang bisa dia ucapkan selain diam, yang di katakan Papa semua emang benar adanya. Hingga saat ini Mama pergi tak kembali hingga Papa kembali menikah.
"Jangan membantah kalau tidak ingin sama seperti Mama kamu. Sana pergi siap, 2 jam lagi kita akan pergi ke rumah calon suami kamu." Perintah nya tanpa memperdulikan perasaan anak nya.
Dinda diam menuruti tanpa membantah, kini hidup nya semakin tidak terarah. Apa pernikahan ini akan membawa dirinya bahagia atau sebaliknya, dirinya hanya akan bisa pasrah ke depan yang akan terjadi pada kehidupan yang akan mendatang.
Mama tiri nya tersenyum bahagia melihat anak dari Yuna akan menderita setelah hari ini. Pernikahan ini akan menjadi hari terpuruk dari awal kisah kehidupan nya.
Mama tiri Dinda bernama Rita Permata. Mama Rita sangat membenci Dinda karena Mama kandung Dinda adalah penghalang cinta nya dulu.
Meski kini sudah bersama dengan cinta nya, rasa tidak akan pernah berubah karena Cinta sejati memiliki buah hati dari wanita yang amat dia benci.
"Ayo kita segera siap, tidak enak kalau kita terlambat, apa yang akan di pikirkan pengantin pria menunggu pengantin wanita." Kata Mama Rita senyum bahagia, siapapun yang melihat tidak bisa mengartikan arti dari senyuman nya itu.
Mama Rita bangun merangkul Dinda berjalan menuju kamar.
30 menit mendadani Dinda sama persis seperti pengantin, Mama Rita tersenyum puas.
"Cantik." Ucap nya memandang hasil make-up pada riasan di wajah Dinda.
Dinda diam tak berkata, hati nya sedih tidak seperti pengantin lain yang akan bahagia dengan hari pernikahan nya sendiri.
Ingin rasanya dia kabur saat ini, tapi kemana dia harus kabur dia tak mempunyai banyak bekal di luar sana. Hidup yang di jalani setiap hari sekolah dan bekerja di rumah seperti pembantu tanpa sedikit jalan ke luar meski hanya sebentar untuk refresing atau lainnya.
Berbeda dengan Rima adik tiri nya, bebas melakukan apa saja, tanpa di suruh bekerja. Bahkan apapun yang di minta selalu diberikan, tanpa ada kata pusaka dari Papa seperti dirinya pada Rima.
Kadang Dinda merasa Papa nya pilih kasih, namun hal tersebut langsung di singkirkan Dinda untuk tidak meneruskan otak negatif.
"Ayo bangun, kita harus segera pergi ke rumah calon suami mu. Jangan melakukan hal yang sama seperti Mama kamu yang murahan itu." Hina Mama Rita memaki Ibu kandung Dinda.
"Iya Ma." Dinda tidak bisa membela Ibu kandung nya, karena dia tidak tau apapun tentang nya, Dia hanya mendengar cerita dan cacian Papa dan Mama menghina buruk tentang Ibu kandung nya.
Dirinya hanya mengenal Ibu kandung dari bingkai foto. Dari situ dia bisa mengenal wajah cantik ibunya.
Saat tiba di ruang bawah, Papa Bara memandang Putri nya yang cantik mengingatkan dirinya pertama kali menikah dengan Ibu kandung Dinda.
Wajah dan kecantikan Dinda menurun dari Yuna. Bahkan kepintaran nya juga. Bagai pinang di bela dua.
Melihat pandangan terpanah Papa untuk pertama kali memandang seperti ini membuat Dinda merasa adem dan tenang karena selama ini tak pernah sekali Papa memandang lama dirinya.
"Jika dengan ini dapat membuat Papa bahagia, Aku akan melakukan nya." Batin Dinda menangis sedih.
...Bersambung...
...💞____________🥀🥀🥀_____________💞...
🌻H 4 P P Y R 3 4 D I N G🌻
•
•
•
✨🌹💞🌹✨
Menyadari tatapan begitu dalam pada Dinda mengingatkan nya pada Mantan Istri, Papa Bara langsung membuang arah pandang ke tempat lain.
"Ayo kita segera pergi tidak baik membuat calon suami kamu menunggu lama." Ajak nya bangun dari bangku, langsung di tahan Dinda.
"Pa." Tatap Dinda lekat.
"Ada apa? kita harus segera berangkat, jika ada yang ingin dikata kan, silakan katakan sekarang karena setelah menikah, kamu akan langsung tinggal bersamanya."
"Apa alasan Papa menikahi aku mendadak seperti ini?" Tanya Dinda penasaran.
"Kamu mau tau alasannya, Oke akan Papa jelaskan." Tatap serius lalu menceritakan alasannya." Perusahaan Papa saat ini sedang berada di ujung kebangkrutan, Jadi Papa meminta calon suami kamu menginvestasikan ke perusahaan Papa dengan ganti kamu harus menikah dengan nya." Jawab santai tanpa memikirkan perasaan Dinda betapa sakit hatinya mengetahui dirinya di jadikan barang untuk mendapatkan keuntungan dari kedua belah pihak.
Air mata Dinda tanpa permisi terjatuh, mendengar alasan dari Papa nya. Apa dirinya tak berarti hingga rela mengorbankan anaknya demi kekuasaan.
"Apa Aku gak berarti di mata Papa?" Dinda tidak bisa berkata apapun selain mengikuti pertanyaan yang berada di otak setelah mendengar alasan menyakitkan Papa.
Papa Bara diam tak berkutik bingung harus menjawab apa, bagaimana juga Dinda tetap anak kandung nya, meski dirinya kecewa dan benci terhadap Yuna, Dinda tidak ada sangkut paut atau salah.
Melihat diam Papa tak menjawab, Dinda dapat menyimpulkan jika Papa nya juga menyayangi dirinya.
"Papa tidak usah menjawab, aku tau jawabannya." Kata Dinda meminta untuk tidak menjawab." Ayo kita berangkat bukan nya kata Papa tidak baik membuat mereka menunggu."
Lagi dan lagi Papa Bara diam tidak menyangka setelah apa yang di lakukan selama ini hingga sekarang anak nya tetap saja bisa terlihat tegar seperti tidak terjadi apa-apa.
Namun karena gengsi yang lebih besar menutupi perasaan hati hingga terus membohongi diri sendiri.
Mama Rita melihat Dinda yang terlihat biasa tidak menampakkan wajah sedih bingung.
"Terbuat dari apa anak ini, kenapa tidak sedih dengan kehidupan yang mungkin mulai hari ini akan tersiksa." Batin nya.
"Benar kata Dinda, kita langsung berangkat saja Pa, tidak bagus pengantin pria menunggu lama pengantin wanita."
Di dalam mobil Dinda tidak berkata, mata nya memandang pemandangan jalan yang di lewati, tak sekali dia ikut nimbrung pada pembahasan Mama Rita dan adik tiri nya.
Memilih diam mengunci rapat mulut saat ini adalah hal yang tepat di ambil.
Pembahasan anak dan Ibu ini tidak jauh lari nya selalu shoping. Dinda tidak kaget lagi, dirinya sudah terbiasa dengan semua ini.
"Dinda sayang nanti setelah menikah sering-seringlah berkunjung ke rumah ajak juga suami kamu." Ucap Mama Rita.
Dinda mendengar perkataan Mama Rita seakan antusias sekali, hanya mengangguk iya.
"Kakak kenapa tidak semangat begitu? seharusnya kakak semangat, suami kakak itu orang kaya bahkan kekayaan ada di mana-mana sampai tak bisa di hitung lagi." Ucap Rima adik tiri nya.
"Benar kata adik kamu Dinda, jadi kamu tiap hari bisa shopping, dan tidak perlu bekerja lagi, karena apapun yang kamu inginkan bisa langsung perintah pada art dan ingin uang bisa langsung minta pada suami tanpa bersusah payah bekerja." Sambung Mama Rita menimpa pada perkataan Rima.
Papa Bara yang memperhatikan interaksi mereka antusias namun berbeda dengan Dinda tak semangat.
Melihat tidak ada balasan dari perkataan mereka panjang lebar. Mama dan anak ini saling pandang lewat tatapan mata merencanakan sesuatu.
"Kakak jangan melupakan aku yah setelah menikah. Aku akan merindukan kakak." Lirih Rima dengan memasang wajah sedih.
"Adik kamu benar sayang, jangan melupakan Kita semua, Maaf jika selama ini Mama tegas sama kamu, tapi semua yang Mama lakukan karena Mama sayang sama kamu gak ada maksud lain."
Melihat lagi dan lagi kedua melakukan akting, membuat Dinda jengah, hal ini bukan pertama yang di lihat Dinda atau yang di tunjukkan mereka, tapi sudah berulang kali.
Keduanya selalu melakukan akting sandiwara jika ada Papa, selain itu keduanya akan menunjukkan sifat asli nya.
Dinda tak bisa melakukan apapun, meski sudah berkata hal ini kepada Papa, apa daya jika perkataan selalu saja tidak di dengar dan di anggap bohong.
Hingga kini Dinda pasrah dengan perlakuan mereka yang semena padanya.
Dinda tak pernah berpikir untuk membalas mereka. Dirinya, membiarkan semua berjalan seperti air cepat atau lambat pasti akan merubah dan sadar.
"Dinda." Panggil Papa Bara memandang Dinda dari spion kaca dalam mobil.
"Iya Pa." Sahut Dinda.
"Kamu di ajak bicara Mama dan Adikmu, kenapa diam seperti itu, tidak sopan mengacuhkan perkataan Orang tua." Nasihat nya mengingat Dinda.
"Iya Pa. Maaf Ma, Rima." Ucap Dinda meminta maaf.
"Iya gapapa kak." Balas Rima.
"Iya sayang gapapa, Mama bisa tau perasaan kamu sekarang, Mama juga perempuan."
"Dengar itu Mama dan Adik kamu sangat perhatian, jadi jangan ulangi hal seperti ini." Papa Bara memperingati Dinda.
"Iya Pa. Aku janji gak bakal ulangi lagi."
Satu jam melintasi jalan dengan sedikit perbincangan. Akhirnya mereka tiba di rumah yang begitu megah seperti istana. Mata Mama Rita dan Rima terperangkap tak percaya rumah calon suami Dinda sebesar ini, pikir mereka calon suami Dinda orang kaya tapi tidak seperti ini juga.
Mansion nya lebih besar 3 kali lipat milik mereka.
"Ini istana atau rumah, kenapa besar dan kalahkan milik di rumah. Apa Mama dan Papa tidak salah menikah kan Dinda? ini namanya bukan menderita setelah menikah, tapi bahagia setelah menikah." Batin Rima masih tidak percaya dengan apa yang akan menjadi milik Dinda.
Berbeda dengan Dinda tidak memberi reaksi apapun melihat rumah mewah bagai istana ini. Pikir nya sekarang, apa dia bisa bahagia setelah menikah, apa akan ada cinta di pernikahan mereka.
Lagi dan lagi hampir saja air mata Dinda jatuh tanpa permisi jika tidak cepat di tahan oleh nya sendiri.
"Jika ini sudah garis takdir ku, aku mohon berikan aku kekuatan menjalani semua ini." Batin Dinda sebelum keluar dari mobil.
Tamu undangan yang menghadiri pernikahan hanyalah keluarga inti dari kedua belah pihak tidak ada lain nya.
Rima memandang setiap sudut barang mewah yang terpajang di sini, lagi dan lagi di buat terkejut barang di sini dan rumahnya sangat berbeda jauh. Begitu juga dengan Mama Rita yang mulai berpikir apa rencana nya akan gagal kali ini, pikir nya Dinda akan menderita tapi setelah melihat secara langsung kemewahan dari calon suami nya menjadi ragu.
"Kenapa semua berbeda dengan perkiraan ku, semua ini tidak boleh terjadi, Dinda tidak boleh bahagia dia harus menanggung semua yang di perbuat Ibu nya. Jika aku tidak bisa membalas langsung pada orang nya aku harus membalas pada keturunan nya." Batin nya meremas kuat jemari menatap benci Dinda.
...Bersambung...
...💞____________🥀🥀🥀_____________💞...
🌻H 4 P P Y R 3 4 D I N G🌻
•
•
•
✨🌹💞🌹✨
Kedatangan mereka di sambut ramah keluarga mempelai Pria. Terutama Mama Chelsi, Mama dari mempelai pria.
"Selamat datang, apakah ini mantu saya?" Tanya Mama Chelsi memandang betapa cantik dan mudah mempelai wanita yang dipilih anaknya untuk mendampingi nya di masa tua mendatang.
"Iya benar jeng dia mempelai wanita yang akan menjadi menantu ajeng." Jawab Mama Rita sok akrab.
Dinda diam menunduk tak berani berkata.
"Jangan begitu, nanti kecantikan mu bisa luntur, tegak kan kepala mu biar semua melihat kecantikan mu." Kata Mama Chelsi berjalan menuju samping Dinda dan menggandeng tangan nya.
Dinda yang di perlakuan baik hanya bisa menuruti tanpa menolak.
Kini kedua mempelai sudah berada di kursi pelaminan berhadapan dengan penghulu.
Setelah mengucap kata sakral janji pernikahan.
Terdengar suara tamu undangan mengucap kata Sah.
SAH!!!!!
Kata sah kini terdengar nyaring di telinga Dinda yang kini telah berubah status menjadi seorang istri.
Begitu juga dengan pria yang kini menjadi suami Dinda, sejak bertemu hingga sah tetap memasang wajah dingin tanpa sedikit senyum.
Dinda tak mempersalahkan hal tersebut karena dia sadar pernikahan ini dadakan, bahkan mereka tidak saling mengenal dan usia mereka terhadap sangat jauh.
Dinda baru menginjak usia 17 Tahun dan Alvaro 29 Tahun hampir memasuki kepala tiga.
Alvaro Astar Chandra, nama seorang pria yang kini telah sah menjadi suami Dinda di mata hukum dan juga agama.
Dinda menyalim lembut tangan Alvaro begitu sebaliknya, Alvaro mencium kening Dinda yang kini telah menjadi istri nya.
Semua tidak luput dari pandangan para tamu yang hadir.
Kedua nya kini berpindah menyalim meminta restu pada kedua orang tua mereka.
Setelah meminta restu, para tamu hadirin memberi selamat kepada kedua mempelai.
Dua jam kemudian, para tamu hadirin sudah kembali ke rumah masing-masing. Sekarang hanya tertinggal keluarga dari kedua pihak.
"Dinda sekarang kamu sudah menjadi seorang istri, Papa harap kamu bisa berbakti dan menurut apa yang di katakan suami kamu, jangan membantah ucapannya, kalau tidak ingin menjadi istri durhaka." Pesan Papa Bara menasehati.
"Iya Pa, Dinda akan ingat nasehat Papa."
"Sayang jadilah istri yang patut, meski Mama bukan Mama kandung, Mama menyayangi kamu seperti anak kandung Sendiri. Tidak pernah sekali Mama membedakan kamu dan Rima. Bagi Mama kalian berdua sama anak Mama." Ucap Mama Rita.
Rima melihat begitu bagus kata yang di ucapkan Mama nya hingga terdengar sungguhan seperti Mama yang benar menyayangi anak menjadi salut.
"Sungguh akting yang indah, ternyata Mama sangat mahir, kenapa tidak menjadi pemain sinetron saja." Batin Rima.
Tidak ingin kalah dengan Mama, Rima juga memainkan aktingnya.
"Aku akan merindukan kakak, jangan melupakan aku setelah ini ya. Kalau bisa sering lah datang berkunjung ke rumah, kita pasti akan senang." Memasang wajah sedih seperti seorang adik yang sungguh sedih kehilangan kakak nya.
"Iya, Dinda juga sayang sama Mama, Dinda akan sering berkunjung jika suami Dinda memberi izin." Kata Dinda lalu menatap Alvaro yang berstatus suaminya.
Alvaro yang di tatap seperti itu. Langsung membuka suara."iya." Dengan wajah dingin, sedingin es batu.
Mama chelsi langsung mencubit lengan anak nya.
"Auwh, kenapa Mama mencubit ku?" Tanya Alvaro bingung apa kesalahan nya hingga di cubit keras seperti ini.
Mama Chelsi tidak menjawab melainkan menatap tajam. Alvaro mendapat tatapan tersebut santai masa bodoh tidak peduli.
Perasaan perkataan nya tadi benar.
Mama chelsi kesal anaknya tidak juga paham dengan kode cubitan.
"Yah sudah kita lanjutkan sebentar lagi, sekarang kita istirahat saja. Kasihan pengganti terlihat kelelahan." Kata Mama Chelsi mengalihkan pembicaraan.
"Benar, pengganti perlu waktu berdua untuk saling mengenal. Pernikahan ini sangat mendadak bagi kedua yang belum sempat kenalan. Jadi sekarang kita berikan mereka waktu." Sependapat Papa Bara dengan omongan Mama Chelsi.
"Baiklah jika begitu kita beri mereka waktu, Al bawa Dinda ke kamar kalian." Perintah Mama Chelsi dan di angguk Alvaro.
Alvaro langsung berbalik jalan tanpa mengajak Dinda yang berdiri tegak bingung melihat sikap dingin Alvaro.
"Ikut suami kamu sana!" Usir Mama Chelsi melihat Dinda hanya memandang kepergian Alvaro tanpa mengikuti.
"Iya Ma." Dinda langsung menyusul Alvaro.
"Setelah tiba di kamar Dinda memandang isi ruangan Alvaro dengan kayak Klasik, banyak bunga mawar berserakan di tempat tidur dan lantai membentuk gambar hati.
Dinda melihat semua ini mulai kepikiran apa hari ini dia akan menyerahkan mahkota yang sudah di jaga selama ini.
Tanpa sadar terus berpikir terdengar suara yang tegas dan dingin membuat ruangan juga ikut merasakan hawa dingin dari suara tersebut.
"Apa kau akan terus berdiri seperti itu?" Memandang Dinda yang berdiri tegak tak berpindah dari tempat nya.
"Tidak Kak."
"Sana ganti pakaian, apa kau akan istirahat dengan gaun seperti itu?"
"Tidak Kak."
"Kalau tidak kenapa diam, sana ganti gaun mu! ruang ganti ada di sana." Tunjuk Alvaro.
Dinda yang bingung harus berkata apa, masih terus diam di tempat tanpa bergerak. Sebelum kesini dia tidak sempat berkemas semua serba mendadak. Bahkan dia juga tidak sempat membawa ponsel saking mengejar waktu.
"Aku tidak membawa pakaian kak."
"Buka lemari di sana Mama sudah siapkan!"
Dinda langsung bergegas sesuai arahan Alvaro membuka lemari dan ternyata benar di sana sudah ada banyak pakaian, isi nya dress semua dengan harga puluhan juta.
Dinda bingung harus menggunakan atau tidak, seumur hidup dirinya tak pernah menggunakan dress atau make-up. Sekarang dia malah di sediakan dress dan banyak make-up di meja rias.
"Kenapa masih melihat saja, cepat ganti!"
"Kak apa tidak ada pakaian lain selain ini." Kata Dinda memberanikan diri untuk berbicara.
" Tidak ada, emang kenapa? Apa kau tidak suka dengan semua pakaian yang ada di dalam? apa pakaian nya terlalu murah? apa kau mau yang lebih mahal lagi?" Tanya Alvaro bertubi-tubi menuduh Dinda yang tidak bermaksud seperti itu.
"Maksud aku tidak seperti itu kak, Aku gak terbiasa menggunakan dress di rumah. Bagaimana mau mengganti jika isi lemari semuanya dress."
"Kamu sebenarnya harus bersyukur, banyak wanita di luar sana ingin berada di posisi kamu, tapi aku memilih kamu. Jadi silakan pakai saja yang ada jangan banyak mau."
"Iya Kak." Dinda langsung mengambil salah satu dress dan pergi ke ruang ganti.
Alvaro memandang kepergian Dinda hanya bisa menggeleng kepala."Dasar wanita aneh, Dress saja tidak tau pakai."
Di ruang ganti Dinda menganti gaun dengan dress. Menatap penampilan di kaca dengan dress selutut Dinda sungguh tak nyaman.
"Aku benar tak nyaman dengan ini, kenapa dress ini seperti kurang bahan. Apa tidak bisa lebih panjang lagi." Ucap Dinda menatap lekat postur tubuh di kaca.
...Bersambung...
...💞_____________🥀🥀🥀_______________💞...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!