NovelToon NovelToon

Pintu Hati Amira

Bab 1 Mahasiswa Abadi?

Amira Dania, 18 tahun, mahasiswi baru pada Universitas Negeri bergengsi di salah satu kota nya. Dia merupakan anak tunggal dari pasangan pria dan Wanita paruh baya Bernama Indra Wirawan dan Rani Suningsih.

Amira mahasiswi semester 1 fakultas FMipa yang baru merampungkan ospek di kampusnya. Amira memiliki teman sekelas bernama Tasya, Ajeng, dan Lena yang sepertinya sudah membentuk kelompok Bernama geng TALA.

Hari ini adalah kuliah pertama Amira setelah melewati ospek, dengan mata kuliah pertamanya yaitu Kimia Dasar. Amira memasuki kelas dengan menggunakan baju kemeja hijau dipadukan dengan celana jeans yang sederhana.

“Amira,” terdengar suara dari belakang yang memanggilnya. Amira menoleh dan melihat Tasya dan teman-temannya yang lain duduk di bangku paling belakang. Amira langsung menghampiri mereka.

“Kok duduk paling belakang sih? Kayak preman kampus aja,” canda Amira kepada teman-temannya sambil tertawa kecil, membuat sepasang mata yang duduk tak jauh dari mereka melirik ke arah Amira.

“Hush lo itu, mentang-mentang duduk belakang bukan berarti kita jadi tiduran kan? "protes Tasya.

"Bukan berarti kita ga perhatiin pelajaran sampe kita ga lulus kan alias mahasiswa abadi” sambung Amira sambil tertawa.

“Ehh,”suara Ajeng yang tiba-tiba seperti bisik-bisik itu menghentikan percakapan mereka.

“Mi, lo tu kalo ngomong jangan sembarangan deh, lo ga liat tu di sebelah lo beda 1 kursi ama lo ada siapa heh?” bisik Ajeng.

Amira, yang biasa dipanggil Ami itu langsung melihat ke arah yang ditunjukkan sahabatnya itu.

Dia mengernyitkan dahi sambil berfikir, “gue kok ga pernah liat dia di kelas ya? Dan kok muka nya juga kayaknya lebih dewasa dibandingkan anak-anak kelas ini”,batinnya.

“Heh lo malah bengong sih Mii,” suara Ajeng membuyarkan lamunannya.

“Eh iya jeng emang siapa sih itu,” tanya Ami heran.

“Dia itu kakak tingkat di atas kita 4 tahun. Coba lo hitung deh itu udah berapa semester,” ucap Lena menjelaskan.

“Haaahhhh?" teriak Amira tak percaya dengan yang didengarnya. Membuat sepasang mata yang sedari tadi memperhatikan Amira tersenyum tipis sambil terus memandang gadis itu.

“Sssttttttt…ishhh mulut lo ni ya Mi,” ucap Lena sambil membekap mulut Amira dan melihat ke sekeliling kelas.

Padahal keadaan kelas sedang berisik karena dosen belum datang, namun Lena khawatir kalau teriakan Amira dan obrolan mereka terdengar oleh Digo, kakak tingkat semester 9 yang tengah mereka bicarakan tadi.

“Sorry sorry gue kan kaget Len,” jawab Amira setelah tangan Lena lepas dari mulutnya.

“Eh itu serius ya begitu? Harusnya kan udah lulus ya atau paling ga skripsi,” bisik Amira.

“Ya begitulah, makanya kita harus semangat supaya bisa cepet lulus dari sini,” ucap Tasya menyemangati dirinya sendiri dan teman-temannya.

“Semangat,” ucap ketiga teman nya serempak sambil mengayunkan tangan ala pahlawan kemerdekaan. Mereka tak menyadari bahwa sepasang mata milik Handigo Prasetyo atau yang biasa dipanggil Digo tengah memperhatikan tingkah mereka. Terutama Amira, gadis manis berambut hitam Panjang dan berponi depan itu.

Handigo Prasetyo adalah mahasiswa semester 9 yang mengulang beberapa mata kuliah, termasuk kelas yg saat ini sedang Amira ikuti.

Pria berperawakan tinggi dan bermata coklat itu sangat tampan dan berkuasa di kampusnya. Karena dia adalah kakak tingkat tertua yang masih berada di kampus itu bersama beberapa teman seangkatannya.

Selain itu, Digo adalah mahasiswa tingkat akhir (yang harusnya udah lulus sih) tertampan dan tercool karena ada darah Belanda yang diturunkan oleh ayahnya.

Tak heran, meskipun dia belum juga lulus kuliah namun tetap jadi mahasiswa terpopuler di kampusnya.

“Hoi kak kok bengong aja sih,” tepukan dan suara Andi membuat Digo berhenti menatap Amira dan menoleh ke arah asal suara.

Andi adalah mahasiswa Kimia Dasar satu Angkatan dan satu kelas Amira, namun sepertinya dia cepat mengakrabkan diri dengan kakak tingkatnya yang sedang mengulang mata kuliah itu.

“Ah elo ini Ndi ngagetin gue aja, orang lagi serius juga,” jawab Digo sambil senyum yang ga jelas.

“Abis kakak dari tadi diajak ngomong diem aja, lagi liatin apaan sih?"sahut Irwan teman sekelas Andi sambil mencari arah pandangan Digo yang membuatnya melamun tadi.

“Eh kakak lagi liatin tuh geng TALA ya? Ada yang lo suka kak?” ledek Irwan.

“TALA? Apaan tuh?” jawab Digo heran sambil mengernyitkan dahinya.

“TALA tuh geng cewek-cewek itu kak,” tunjuk andi ke arah Amira & the geng.

"Tuh yang dikuncir ekor kuda namanya Ajeng, yang pake bando itu namanya Tasya, yang dijepit setengah terus ada lesung pipit imut itu namanya Lena, yang diurai pake poni depan itu Namanya Amira.” Jelas Andi memperkenalkan panjang lebar.

“Ooh Namanya Amira si manis,” batin Digo sambil tersenyum.

“Wah lo suka yang mana kak senyum senyum gitu dengerin penjelasan gue,” celetuk Andi membuat Digo semakin melebarkan senyumnya tanpa menjawab Andi.

Amira yang hanya berbeda 1 kursi di sebelahnya tak sengaja melirik ke arah Digo dan Andi. Mata Amira dan Digo bertemu sebentar namun Amira langsung memalingkan lagi wajahnya dengan cuek. Dia tidak mendengar obrolan Andi dan Digo yang dari tadi memang sedang membicarakannya, karena suara obrolan sahabat-sahabatnya saja sudah sangat berisik.

Tiba-tiba Bu Lingga masuk dan kelas langsung hening. Ada yang langsung membenarkan posisi duduknya menghadap ke depan, ada yang langsung membuka modul, mengambil pensil dan lain sebagainya. Lalu hari itu pelajaran dimulai.

Setelah 2 jam dikelas matematika, para mahasiswa itu pindah kelas ke Gedung B untuk melanjutkan mata kuliah setelah ini.

Digo dan teman-teman adik tingkatnya sudah lebih dulu keluar dari kelas. Amira dan sahabat-sahabatnya sedang sibuk merapihkan buku dan memasukkannya ke dalam tas. Kemudian mereka berjalan bersama-sama ke Gedung B.

Gedung B

Kelas sudah terisi full oleh teman-teman seangkatan, namun Tasya sibuk memperhatikan sekitar.

“Eh kakak tingkat kita tadi kok ga ada beb,” tanya tasya menyadari ada 1 penduduknya yang ga kelihatan.

“Ya iyalah ga ada, dia kan ngulang di mata kuliah matematika aja, bukan semua mata kuliah Tasyaaaa,” jawab Ajeng.

Andi yang tak sengaja mendengar percakapan itu kemudian menghampiri geng TALA tersebut. Andi yang memang orang nya iseng, senang menggoda cewek-cewek cantik itu.

“Hoi pada ngomongin Kak Digo ya lo hahahaha nanti gue salamin deh sama orangnya hahahaha,” ucap Andi iseng pada geng Tala itu.

“Ih apaan sih lo Ndi, sana lo dasar kuping tebel,” jawab Amira kesal.

“Hahahaha kalo tentang kakak tingkat gue itu mah kuping gue bisa denger radius 1 km tau,” Andi menambahkan.

“Ihh lo ini asistennya ya apa gimana Ndi?,” ejek Amira sebal.

“Gue adek kesayangannya lah,” jawab Andi asal sambal ngeloyor pergi dengan senang.

“Cepet akrab juga dia ya sama kakak tingkat yang beda jauh dari kita,” ucap Lena.

“Iya ya, kalo beda setahun apa 2 tahun sih iya juga ya, ini kan 4 tahun. Wah hebat juga dia mana masih baru ketemu kan,” Ajeng menambahkan.

“Yaa Namanya laki ya cepet emang berbaur sama kakak tingkat sekalipun, ga kayak kita menye-menye sama kaka tingkat takut disenggol apalagi sama kakak tingkat cowok. Pasti dah menye-menye ******** kucing,” jelas Amira asal.

“Ih apaan sih lo mi ******** kucing, apaan itu hahahaha,” tawa Tasya dan disusul Ajeng dan Lena.

“Hahahahaha” Amira hanya tertawa tanpa mau menjelaskan lebih lanjut.

Dosen pun sudah berada dalam kelas dan menyudahi obrolan mereka.

Bab 2 Kakak Tingkat ku

Pagi yang cerah, Amira baru saja datang ke kampus dengan menenteng buku modul Kimia Dasar yang tebal. Saat berjalan menuju kelas, Amira tak sengaja menabrak seseorang karena Amira berjalan sambil membalas whatsapp dari Tasya.

Jidat amira menabrak dada bidang milik seseorang berbadan agak besar dan berkacamata. Amira mengusap-usap jidat sambil melihat ke arah orang yang ditabraknya.

Dan betapa kagetnya dia karena di hadapannya sekarang berdiri laki-laki berkacamata, bertampang intelek dan juga manis.

“Kamu nggak apa-apa?” tanya lelaki berkacamata itu menyadarkan Amira akan pandangannya yang tak wajar itu.

“Ehh ohh ia kak aku gapapa, maaf ya kak aku tadi ga lihat kalau ada kakak,” jawab Amira gelagapan sambil tersenyum seadanya.

“Iya nggak apa-apa dek, lain kali hati-hati ya,” jawab lelaki berkacamata itu sambil tersenyum tulus dan meninggalkan Amira.

Amira memperhatikan lelaki itu yang sudah berjalan lebih dulu darinya, dan lalu disusul oleh langkahnya. Langkah Amira terhenti ketika melihat lelaki itu memasuki gedung yang menjadi tempat tujuannya hari ini, praktikum kimia dasar.

“Mi lagi apa lo kok berdiri aja sih sini duduk,” panggil Ajeng sambil menepuk nepuk kursi sebelahnya yang kosong. Amira langsung berjalan menghampiri sahabat-sahabatnya itu kemudian duduk di kursi yang ditepuki tasya tadi.

“Eh eh gue tadi ketemu sama cowok. Cakeeep banget woy dia pake kacamata. Taunya dia kakak tingkat kita lohh,” Amira tiba-tiba bercerita.

“Ah siapa mi? Lo tau darimana dia kakak tingkat kita?” jawab Lena penasaran.

“Tadi gue kan jalan di belakangnya terus gue liat dia masuk ke gedung ini,” jelas Amira dengan mata berbinar.

“Wahh gue ga liatin tadi banyak banget yang mondar-mandir masuk ke situ,” Ajeng menambahkan.

“Nanti coba kita liat di dalem dia termasuk asisten atau apa ya,” Amira sambil membayangkan sosok tampan tadi.

Tasya, Ajeng dan Lena memperhatikan tingkah Amira sambil berpandangan.

“Jatuh cinta lo ya Mi?" ucap Tasya sambil menepuk bahu Amira.

Mendengar itu muka Amira langsung memerah diikuti senyum sahabatnya yang lain.

“Kayaknya iya Tasy, gue seneng banget masa, gue sampe sekarang masih deg degan dan pengen liat dia lagi,” jawab Amira tanpa malu.

“Wah kita harus cari tau ni siapa beb,” ucap Ajeng sambil menyemangati teman-temannya.

Kemudian mereka memasuki ruang praktikum dan melihat ternyata laki-laki yang ditabraknya menjadi salah satu yang berbaris sebagai para asisten praktikum di depan kelas.

Asisten membagi kelompok praktikum yang akan dikerjakan pada masing-masing kelompok. Amira mendapatkan kelompok 2 dengan praktik ikatan kimia, bentuk molekul, dan interaksi antar molekul.

Asisten masing-masing praktikum mulai menjelaskan bagaimana prosedur praktikum hingga selesai, namun mata amira sibuk memperhatikan sekelilingnya.

Amira sedang mencari kakak tingkatnya yang tadi tak sengaja ditabraknya. Dan dia melihat lelaki itu sedang menjelaskan kepada peserta praktikumnya dengan sangat berwibawa, membuat Amira semakin kesemsem.

Tiba-tiba mata Amira berhenti pada sosok yang dikenalnya.

“Tunggu, apa itu? Ah Ajeng jadi peserta praktikum kakak tingkatku. Huaaaaa kenapa bukan aku aja sih,” batin Amira menangis.

Praktikum pun dimulai. Masing-masing peserta sudah sibuk melakukan praktik sambil sesekali melihat modul di meja.

Para asisten yang menunggu peserta praktikum memperhatikan pesertanya dengan seksama. Setelah dirasa cukup mengerti, beberapa asisten berjalan jalan keliling ruang praktik sambil memperhatikan peserta-peserta praktikum. Termasuk Riko, lelaki berkacamata dengan badan agak besar yang sedari tadi dipikirkan oleh Amira.

Riko Anggara, adalah mahasiswa semester 5 yang menjadi salah satu asisten laboratorium Kimia Dasar. wajahnya yang tampan nan meneduhkan serta sikap nya yang begitu terkenal baik membuat Riko menjadi mahasiswa yang cukup populer. Apalagi ditambah kepintaran yang dia punya.

Riko melihat sekelilingnya memperhatikan peserta praktikum satu persatu. Matanya terhenti ketika melihat salah satu peserta praktikum pada meja praktikum ikatan kimia. Ia memperhatikan sosok perempuan manis dengan rambut panjang setengah diikat dan berponi depan.

“Ah dia perempuan yang menabrak ku tadi. Rupanya dia peserta praktikum ini dan adik tingkatku,” batin Riko sambil tersenyum karena melihat tingkah Amira yang takut-takut meneteskan cairan pada satu gelas dan disusul dengan kehebohan peserta lainnya.

“Gue takut meledak tau,” protes Amira pada teman sekelompoknya karena membiarkan dia yang melakukan tetesan cairan itu. Riko tertawa melihatnya. Baru saja dia akan melangkah menuju meja Amira, ternyata Teni sudah lebih dulu sampai. Teni adalah asisten praktikum ikatan kimia tersebut. Dan Teni menjelaskan kepada adik-adiknya itu bahwa tak kan terjadi peledakan.

Riko yang melihat itu kembali berjalan menuju mejanya sambil memperhatikan peserta nya praktikum.

Setelah selesai praktikum, peserta kemudian merapihkan peralatan praktikum dan kemudian asisten lab menutup perjumpaan mereka. Amira sibuk mencari sosok yang membuatnya sumringah hari ini. Riko, kakak tingkat yang tadi ditabraknya yang belum ia ketahui namanya itu.

Sementara itu Tasya yang berada di belakang Amira menepuk pundak Amira dan merasa heran melihat tingkah temannya itu.

“Mi nyariin apa sih lo?” tanya tasya heran. Amira tak langsung menjawab, matanya tetap mencari sosok Riko yang ingin dilihatnya lagi itu.

“Eh liat itu Tasy,” tiba-tiba Amira menunjuk ke arah lelaki tampan berkacamata yang sedari tadi dilihatnya.

Tasya mencari arah yang ditunjuk temannya ini kemudian menangkap sosok itu.

“Itu Tasy yang gue certain tadi pagi. Kakak itu yang ketemu gue. Gimana? Cakep kan?” Amira menggebu-gebu memperkenalkan.

Ajeng dan Lena yang baru saja tiba ikut melihat ke arah lelaki itu.

“Itu kan tadi asisten lab praktikum gue Mi,"ucap Ajeng yang tidak sadar kalau suaranya cempreng dan terdengar ke seluruh penjuru.

“Heh lo jangan bikin pengumuman napa, nanti orang nya denger Jeng,” protes Amira kesal pada Ajeng.

Dan benar saja Riko yang sedari tadi mengobrol bersama temannya, Tofan, langsung menengok ke arah suara Ajeng. Melihat sosok ajeng seketika dia mengerti bahwa dialah yang menjadi topik pembicaraan gadis-gadis itu.

Mata Riko terhenti dengan sosok Amira, perempuan berambut lurus yang sedang mengomel-ngomel pada temannya itu tetapi matanya sambil menatap Riko. Riko yang melihat tingkah Amira itu merasa gemas kepada tingkah gadis itu lalu melemparkan senyumnya kepada gadis manis itu.

Amira yang kaget tapi juga senang malah diam tanpa membalas senyum kakak tingkatnya itu. Diam terpaku sambil memandang Riko yang mulai meninggalkan tempatnya bersama Tofan.

“Dia senyum sama gue heyy,” jelas Amira tiba-tiba ke teman-temannya dengan mata berbinar-binar.

“Iya gue liat Mi,” jawab Ajeng.

“Eh sini-sini dulu kita duduk,” ajak Ajeng. "Ami, tadi kan dia asistan lab gue, Namanya lo udah tau belum?" kata Ajeng kepada Amira.

“Eh iya belom tau Jeng siapa nama kakak ganteng gue itu?” ucap Amira tanpa malu.

“Iihh jijik banget sih Mi lo kalo lagi jatuh cinta ya,” ejek Tasya sambil tertawa.

“Namanya Riko. Riko Anggara Mi, dia orang nya tu emang baik banget dan ramah banget. Tadi aja dia tu jelasin dengan lembut sambil senyum dan sabar banget kalo kita minta ajarin.” Jelas Ajeng panjang lebar.

“Oh iya keliatan sih emang kalo dia orangnya baik dan tulus ya,” Lena menimpali.

“Riko Anggara.. berarti gue ga salah dong ya kalo suka sama dia.” Jawab Amira senang.

“Ya enggaklah namanya juga cinta Mi, kan ga tau mau ke siapa hehehe. Tapi kita perlu cari tau lagi nih lebih lanjut tentang kak Riko ini. Ntar lo udah suka-suka tau-taunya doi dah ada pacar,” usul Lena pada teman-temannya.

“Nah bener tuh kata Lena Mi, kita harus cari tau dulu ni,” ucap Ajeng ikut-ikutan.

“Kalo itu serahin sama gue, nanti gue bantu cari tau deh tentang kakak itu,” ucap Tasya percaya diri.

Dan mereka menyudahi obrolan mereka di laboratorium itu.

Bab 3 Patah Hati

Siang itu saat jam kosong Amira mengajak teman-temannya untuk makan di kantin kampus. Mereka memilih menu bakso dan es teh manis untuk menjadi pelepas lapar mereka.

Tasya yang baru mendapat info dari ketua angkatan tentang Riko pun memulai percakapan pada teman-temannya.

“Mi, gue udh dapet info terbaru soal Kak Riko,” ucap Tasya pada Amira.

“Info apa Tasy?” jawab Amira senang.

Tasya yang tau ini akan membuat sahabatnya itu sedih, bingung mau menjelaskan darimana.

“Tasya, kok malah bengong sih?”ucap Amira tak sabaran.

“Eh ohh enggak Mi, gue mau bilang kalo kak Riko itu udah punya pacar,” jawab Tasya ragu ragu.

Mendengar itu wajah Amira yang semula bersemangat langsung berubah mendung.

“Lo yakin Tasy?” tanya Amira tak percaya.

“Iya Mi, gue dapet ini dari Sandi ketua angkatan kita. Kan lo tau dia gimana,” Tasya meyakinkan Amira.

Mendengar itu Lena langsung menenangkan Amira.

“Mi, kalo emang bener ya udah cari tambatan hati lain aja yuk? Kan masih banyak kakak tingkat kece lainnya,” Lena menenangkan.

“Tapi gue udah terlanjur suka sama dia Len,” jawab Amira sedih.

“Pertama lihat dia aja gue udah deg-degan banget, gue seneng banget cuma dengan melihat dia aja Len, masa gue udah patah hati sebelum kenalan gini sih,” ucap Amra dengan kesedihan yang tak dibuat-buat.

“Mau gimana lagi Ami sayang, masa lo mau jadi pelakor? Ga mungkin kan?" Lena menenangkan.

Diikuti dengan anggukan kedua temannya.

“Atau lo mau nunggu dia putus?"tiba-tiba Ajeng nyeletuk.

“Dia udh pacaran berapa lama Tasy?” tanya Ajeng pada Tasya.

“Info yang gue denger sih mereka pacaran udah hampir 4 tahun,” jawab Tasya.

“Whatttt ??? itu berarti dari mereka jadi maba kaya kita dong?" sahut Amira tak percaya.

“Iya,” jawab tasya sambil mengunyah baksonya.

Mendengar itu Amira langsung lesu. Dia sudah tak bersemangat lagi mau menelan bakso dihadapannya. Melihat itu tiba-tiba Ajeng mempunyai ide gila.

“Tapi Mi kan mereka baru pacaran, udah lama lagi, siapa tau aja hubungannya lagi ada di titik jenuh kan kita ga tau. Siapa tau mereka udah mau putus,” ucap Ajeng menyemangati.

“Ih lo gila Jeng doain orang putus,” jawab Lena sambil menyeruput es tehnya.

“Bukan gitu loh, maksud gue siapa tau aja kan mereka tu udh mau putus, kalo gtu Amira kan bisa tu punya celah buat deketin. Ya atau lo paling ga kenal dulu lah sekali aja ngbrol gitu sama Kak Riko,” jawab Ajeng.

Mendengar itu Amira jadi semangat lagi.

“Iya juga Jeng siapa tau mereka mau putus ya, gue kan bisa kenal dulu sama Kak Riko,” sahut Amira senang.

“Eh eh liat tu ada kak Riko sama temen-temennya baru dateng. Eh tapi kok itu ada perempuan di sebelah kak Riko ya,” ucap Lena heran.

“Kayaknya itu pacarnya deh Len,” Tasya menebak.

Amira memperhatikan Riko dan juga perempuan di sebelahnya. Perempuan itu bertubuh mungil, lebih pendek dari Amira, tapi terlihat seumuran dengan Riko.

Perempuan berjilbab itu sedang duduk di sebelah Riko sambil tersenyum lebar bersama Riko. Dengan Wajah lesu Amira menyeruput es tehnya. Dadanya sesak, ingin menangis tapi tak bisa.

“Mi lo gapapa?” tanya Ajeng sambil memegang punggung tangan Amira.

Amira masih sibuk dengan es tehnya tanpa menjawab. Tasya merasa kasihan melihat sahabatnya itu yang bahkan harus mundur sebelum berjuang.

“Tadinya gue pikir gue bisa buat dia suka sama gue, walaupun dia punya pacar. Tapi pas gue liat pacarnya ternyata mungil dan berjilbab gitu, gue minder,” ucap Amira tiba-tiba dengan tersenyum miris.

“Gue pikir kalo pacarnya kaya kita-kita gini, ga nutup kemungkinan dia bisa suka sama gue juga, tapi kalo perempuan nya aja begitu modelnya, apa bisa dibandingin sama gue? Gue udah kalah sebelum berperang guys,” ucap Amira lagi sambil tersenyum sedih.

“Sabar Mi, mungkin memang dia bukan jodoh lo,” jawab Lena.

“Iya mungkin, gue ga ada apa-apanya dibandingkan pacarnya itu. ya udahlah gue nyerah aja. Tapi gue ga tau mulai darimana,” Amira mulai berkaca-kaca.

“Tiap hari gue cuma pengen liat dia doang, bahkan cuma liat dia doang gue udah bahagia banget. Dan sekarang gue harus dipaksa biasa aja kalo liat dia.. gue takut ga bisa,” lirih Amira.

“Mulai dari lo jangan cari dia, jangan liat dia, jangan inget muka dia. Ada kita Ami sayang yang selalu menghibur lo supaya lo bisa cepet lupa sama dia. Ya ?" ucap Lena menyemangati Amira sambil menepuk bahu Amira dan dijawab dengan anggukan Amira.

Riko yang berada di seberang tempat mereka duduk, tiba-tiba tak sengaja melihat ke arah geng Tala itu, dan melihat Amira yang sedang dipeluk temannya.

“Kenapa dengan gadis itu?” batin ia heran.

Melihat Amira seperti itu ada rasa dalam hati Riko untuk menghampiri Amira. Kesedihan yang terpancar dari wajah cantiknya itu membuatnya merasa khawatir sekaligus penasaran ada apa gerangan dengan gadis yang menabraknya itu.

Saat itu ia tahu, bahwa ada rasa yang tak biasa dalam dirinya. Dia ingin selalu melihat gadis itu tersenyum. Dia ingin selalu berada di dekatnya.

Bahkan dia ingin ikut bersama teman-teman Amira untuk memeluknya juga. Menanyakan ada apa dan mengusap wajahnya agar jangan bersedih.

"Apa yang aku rasakan ini?" batin Riko sambil mengusap dadanya. Jantungnya berdegup kencang dan tak beraturan.

Riko menundukkan kepalanya sambil berfikir, ini adalah perasaan yang telah lama tak lagi ia rasakan.

"Apa aku menyukai gadis itu?"batin Riko.

Pandangannya dilemparkannya kembali kepada sosok Amira yang masih dengan wajah tertunduk bersedih.

"Aku bahkan ingin memeluknya, dan bertanya ada apa dengannya," batin Riko lagi.

Riko terdiam, lalu pandangannya dilemparkannya lagi kepada gadis di sebelahnya. Gadis berjilbab yang sudah selama hampir 4 tahun ini bersama dengannya.

Gadis itu bernama Desi. Riko dan Desi berpacaran saat menjadi mahasiswa baru. Namun setelah 1 tahun berpacaran, Riko merasa mereka tak seharusnya menjadi pasangan, mengingat penampilan Desi yang mengenakan hijab.

Benar saja, Riko diperingatkan oleh anggota kelompok Rohis saat itu yang tidak lain adalah Fadil dan Hengky teman satu angkatannya, bahwa tak sepantasnya ia memacari seorang muslimah.

Saat itu Riko membenarkan pemikiran teman-temannya itu, apalagi memang Riko tak merasakan getaran cinta kepada Desi.

Namun saat Riko menyampaikan pada Desi, bahwa lebih baik mengakhiri hubungan mereka saja, Desi terdiam dan menangis. Riko menyampaikan mengapa harus diakhiri, yaitu karena tidak enak mengenai pandangan orang akan Desi yang berhijab.

Desi saat itu tak berbicara apa-apa. Hanya diam dan lalu pergi. Riko pun hanya bisa terdiam tanpa mengejar Desi.

Tetapi esok harinya Desi tak pernah lagi masuk ke kampus. Sehari, dua hari, tiga hari hingga lima hari Desi tak kunjung terlihat. Mata kuliah pun seolah tak penting bagi Desi.

Riko merasa hal itu terjadi karena dirinya. Ia memutuskan untuk menelepon Desi dan bertanya ada apa. Dengan suara berat dari seberang telepon itu, Desi mengatakan bahwa ia tak ingin kuliah lagi. Ia tak mau melanjutkannya. Ia tak mau jika harus bertemu Riko saat kuliah.

Mendengar itu Riko kaget dan bingung harus bagaimana. Riko berfikir sejenak, lalu ia bicara pada Desi untuk kembali menjalin kasih. Riko merasa hal yang terjadi pada Desi adalah tanggung jawabnya. Dia tak boleh merusak masa depan gadis ini, pikirnya saat itu.

Desi yang mendengar tawaran Riko itu pun merasa sangat bahagia. Ia berjanji pada Riko bahwa besok ia akan datang ke kampus dan berjanji tak akan meninggalkan kuliahnya lagi dan akan semangat untuk belajar lebih giat.

Riko merasa lega, namun hati kecilnya meronta saat itu. Ingin melepaskan dirinya dari lingkaran ini. Atau paling tidak, ia ingin merasakan kebahagiaan yang entah bagaimana bisa ia dapatkan.

Dan sekarang Riko merasakannya. Rasa yang tak bisa ia jelaskan. Rasa bahagia dan berbunga di waktu yang bersamaan. Rasa bahagia walaupun dalam lingkaran cinta yang ia paksakan selama hampir 4 tahun itu.

Ya, itu semua sejak kehadiran Amira. Gadis itu membuatnya jatuh cinta pada pandangan pertama.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!