Goncangan kasar di bahu terasa. Bukan sekali tapi berkali-kali di tambah suara-suara ribut memanggilnya. Mata yang masih lengket ingin tetap terpejam dipaksa dibuka dan memicing.
"Ntar...masih ngantuk." Puput menjawab dengan suara berat.
"Teteh...Teteh harus bangun dah subuh." Lagi, suara sang adik diiringi guncangan di bahu kembali terulang. Kali ini diiringi gelitikan di pinggang.
Putri Kirana, yang akrab disapa Puput, mengerutkan badan karena geli. Dengan malas menggeliat, mengucek kedua mata diiringi menguap panjang. Perlahan bangun terduduk mengumpulkan separuh nyawa yang masih berserakan. Ah, rasanya pengen tetap bergelung di balik selimut dan bangung saat langit sudah terang. Bagi anak sulung dari 4 bersaudara itu, sungguh berat godaan waktu Subuh di setiap akhir pekan.
Keningnya mengkerut begitu mata terbuka lebar, menyaksikan orang-orang berkumpul di kamarnya yang berukuran 3x3 meter itu. Ada Ibu dan ketiga adiknya. Semuanya nampak berwajah sumringah. Baru juga membuka mulut bersiap untuk bertanya, Aulia sang adik nomer satu mengangkat balon hijau ke udara dan menusuknya.
Dorrr.
Serpihan kertas metalik berhamburan mengenai rambut Puput. Belum usai rasa kaget karena meletus balon hijau, sebuah kue tart kini tersaji di depan mata. Zaky, sang adik nomer dua memegang kue tart itu. Lilin angka 25 dinyalakan oleh Rahmi, si adik bungsu.
"Teteh...selamat ulang tahun---" Kompak ketiga adiknya bersuara. Berebut mencium tangan sang kakak dan memeluknya.
Puput menutup muka. Sungguh surprise yang membuatnya terharu. Ia bahkan lupa dengan tanggal hari ini. Yang ia ingat adalah hari ini weekend dan ingin tidur lagi setelah shalat subuh nanti. Seminggu ini ia mengambil lemburan karena butuh tambahan uang untuk biaya pendaftaran adik bungsunya masuk SMP sebentar lagi.
"Aahhh....terhura eh terharu deh." Puput menyeka sudut matanya yang berair. Sekalian menyusut belek yang teraba oleh jarinya.
"Ayo Teh, tiup lilinnya tapi harus berdoa dulu ya!" Aulia mengingatkan dengan antusias.
Puput merapihkan rambut panjangnya yang berantakan dengan sisir jari. Duduk sila dengan badan tegak dan memejamkan mata.
"Teh, dahdirna susut heula ih...geuleuh ( ilerna susut dulu ih...jijik). " Ucap Rahmi yang membuat seisi kamar tergelak. Kecuali Puput yang memberengut sembari mendelikkan mata. Haru yang memenuhi dada berubah menjadi rasa sebal dengan keisengan si bungsu. Tak urung menyeka kedua sudut bibir sampai tengah pipi dengan ujung baju. Memang terasa ada yang kaku sih.
Ya Allah, terima kasih atas nikmat umur panjang hingga masih bisa menghirup udara pagi ini. Harapan ingin menikah di usia 25 harus tertunda. Tak apa, Ya Allah. Aku ikhlas. Aku percaya Engkau akan memberikan jodoh terbaik di waktu yang tepat.
Do'a yang kupinta, berilah ibuku kesehatan dan umur panjang. Lindungi dan mudahkan setiap langkahku dalam mencari rejeki. Agar ketiga adikku bisa bersekolah sampai tinggi. Aamiin.
Puput berdo'a begitu khusyu dengan mata terpejam. Ia mengusap muka mengakhiri do'anya penuh pengharapan terkabul. Lilin dengan angka 25 ditiupnya dengan semangat.
Sorakan adik-adiknya membuat senyumnya terkembang lebar. Puput bukan gadis cengeng. Almarhum Ayah mengajarkan ilmu beladiri pencak silat. Menggembleng dengan kedisiplinan sejak usia SD. Dan terasanya sekarang setelah kepergian Ayah untuk selama-lamanya tiga tahun yang lalu. Menjadikannya anak sulung yang tegar dan dewasa. Setegar sang Ibu yang paling merasa kehilangan separuh jiwa.
"Do'a Ibu mah semoga teteh sehat, panjang umur, dan segera dapat jodoh laki-laki yang baik dan bertanggung jawab." Ibu yang paling akhir memberi ucapan. Ia peluk anak gadisnya yang paling besar itu penuh sayang dan menciumi kedua pipinya.
Aku aminkan do'a ibu. Kecuali yang terakhir. Jodohnya slow aja ya Allah.
Puput balas memeluk ibu tanpa kata. Cukup dekapan erat mewakili perasaan jika ia sangat sayang sama sang ibu. Sosok wanita lembut dan kuat, yang tak mengeluh mengurus sendiri empat orang anak. Yang tak mengeluhkan ekonomi yang merosot sejak sang kepala keluarga kembali ke yang Maha Kuasa.
"Sudah jam 5. Shalat dulu gih---" Ibu mengusap rambut Puput usai mengurai pelukan.
"Buruan Teteh...nanti potong kue!" Ujar Zaky yang dari tadi masih menyimpan kue di pangkuannya.
"Ini kado dari aku." Aulia mencolek butter cream kue ulang tahun. Mengoleskannya pada pipi sang kakak. Lalu berlari ke luar kamar sembari cekikikan. Tak disangka si bungsu Rahmi ikut-ikutan mengoleskan butter cream ke kening dan hidung. Lalu lari terbirit-birit menyusul Aulia meninggalkan kamar.
"IBUUUUU-----" Puput hanya bisa berteriak kencang melampiaskan kejengkelannya pada keusilan adiknya.
...***...
Keinginannya berleha-leha tidur setelah shalat subuh, tidak terwujud. Ibu sudah menyiapkan masakan lezat untuk dimakan bersama sebagai bentuk syukuran sang anak sulung bertambah usia. Ibu yang awalnya fokus menjadi ibu rumah tangga, sepeninggal Bapak memutuskan untuk bekerja. Kepandaian Ibu memasak, membuatnya memutuskan untuk berjualan lauk pauk. Ada orang yang akan mengambilnya setiap jam 7 pagi untuk diedarkan keliling. Bermodal uang tunjangan dari perusahaan swasta tempat Bapak bekerja, Ibu memulai usaha rumahan, berupa aneka masakan dan kue.
"Assalamu'alaikum....Bu Sekar." Ketukan diiringi teriakan memanggil nama Ibu terdengar sampai ke meja makan. Ia adalah pedagang yang akan menjajakan masakan buatan Ibu.
"Bukain pintu dek, ada Ceu Nining." Usai menjawab salam, Ibu menyuruh Rahmi. Dua keranjang dagangan sudah disiapkan untuk dibawa. Ada aneka tumis dan sayur sop dalam kemasan plastik. Ditambah ada pepes ayam dan pepes ikan nila.
"Wah...lagi pada sarapan ya." Ceu Nining yang sudah akrab dengan keluarga Ibu Sekar nyelonong masuk tanpa sungkan. Langsung menuju dua keranjang dagangan yang berada di sudut tembok ruang keluarga.
"Ning, sini gabung sarapan dulu! Puput lagi ultah jadi Ibu masak spesial." Ibu melambaikan tangan dari meja makan. Ruang makan dan ruang keluarga menyatu dalam satu ruangan berukuran 4x5 meter tanpa sekat. Dengan televisi LED berukuran 32 inc terpajang di buffet tv. Dan karpet yang terhampar tanpa sofa. Sengaja agar leluasa dan multi fungsi. Bisa dipakai ruang kerja disaat disibukkan mengemas pesanan nasi kotak.
"Owalah...neng geulis ultah." Nining mendekat dengan wajah sumringah. "Eceu doa'in moga Neng Puput segera dapat jodoh yang ganteng dan sultan kayak Rafi Ahmad," sambungnya sembari menarik satu kursi yang masih kosong. Ikut bergabung mencicipi menu spesial minggu pagi ini.
Diaminkan oleh ketiga adik Puput. Ibu tersenyum mesem. Lain halnya Puput yang merespon dengan mengerucutkan bibir.
"Ah, makasih dah kenyang. Saya gak bisa santai lama-lama keburu ibu-ibu komplek bubar senam." Ceu Nining berpamitan pada semua orang dengan tergesa. Menjinjing dua keranjang dagangan menuju komplek perumahan yang berjarak 200 meter. Minggu pagi menjadi waktu yang pas menjajakan dagangan di komplek sembari menonton kegiatan senam pagi.
"Semoga dagangannya laris manis ya, Bu. Aamiin---" Si bungsu Rahmi mengusap wajah mengaminkan do'anya sendiri. Dan tentunya diaminkan juga oleh yang lainnya.
"Teteh mau nyuci baju, Aul nyuci piring, Zaky nyapu halaman sampe bersih, Rahmi nyapu ngepel dalam rumah." Puput seperti biasa mengingatkan tugas pekerjaan rumah pada ketiga adiknya.
"Jangan leha-leha. Jam 9 kita berangkat ke Padepokan," lanjut Puput sembari memotong-motong kue tart buatan sang ibu yang spesial dibuat untuknya.
"Ke Padepokan libur dulu ya teh....males." Pinta Aul yang berencana rebahan di rumah sembari menonton drama korea di laptopnya.
"Aku juga ada janji mau main ke rumah Bayu." Zaky menimpali.
Puput melipat kedua tangan di meja. Pandangan mengedar menatap ketiga adiknya diiringi helaan nafas panjang.
"Ingat pesan Ayah. Semua anak Ayah harus berlatih pencak silat. Bukan untuk disombongkan tapi untuk perlindungan diri dari tindak kejahatan orang lain. Ibu dan Teteh tidak bisa mengawasi kalian selama 24 jam. Maka kalian harus punya perlindungan diri."
Tak ada suara yang menyanggah ucapan Puput. Kalau sudah diingatkan tentang pesan Ayah, ketiga adiknya diam sembari menunduk.
"Dan kamu Zaky." Puput menatap adik laki-laki satu-satunya itu. "Kamu udah didaftarin masuk seleksi PORDA. Kesempatan jarang datang dua kali. Jangan disia-siakan!"
"Bener tuh A Zaky. Katanya pengen seperti Iko Uwais, tapi kok males latihan." Si bungsu Rahmi mengompori dengan mulut penuh mengunyah kue.
"Okay dah. Let's do sasapu----" Zaky lebih dulu beranjak ke luar rumah dengan semangat yang tersulut. Tugasnya menyapu halaman luas dengan sampah dedaunan kering. Yang berasal dari pohon mangga dan pohon jambu merah yang berdiri rimbun di halaman dan menjadi peneduh.
...***...
Assalamu'alaikum....
Selamat datang kepada fans lama dan fans baru di karya aku yang ke 5 ini. Semoga berkenan di hati 🤗
Jangan lupa absensi dulu dilanjut komentarnya. Apalagi sajen kembang dan kopi jangan sampe terlewat juga.
Mari kita mulai berpetualang di dunianya Puput alias Putri Kirana.
Rambut panjangnya yang hitam disisir rapi lalu diikat ekor kuda. Sapuan bedak tipis di wajah dan lip cream warna soft pink menyapu bibirnya. Membuat tampilan gadis berkulit putih itu nampak fresh. Kepergiannya ke Padepokan bukan hanya untuk mengantar ketiga adiknya berlatih. Puput juga mempunyai tugas sebagai pelatih untuk kelas sabuk kuning atau murid tingka 2. Dan sang adik bungsu menjadi salah satu muridnya.
Keluar dari kamarnya dengan menenteng tas punggung berisi baju silat. Puput menuju garasi untuk memanaskan mobil tua peninggalan sang ayah.
"Nyapu udah beres, Teh." Zaky menghampiri sekaligus membantu mendorong pintu garasi sampai terbuka lebar.
Puput mengangguk. "Siap-siap! Kasih tahu Aul sama Rahmi!"
Mobil Carry keluaran tahun 2002 mulai dipanaskan. Kendaraan roda 4 satu-satunya itu selalu dirawat dengan baik demi keawetan mesin dan juga kebutuhan tentunya. Sembari menunggu mesin panas, Puput melakukan stretching di teras. Membiarkan tubuh diterpa hangatnya sinar mentari pagi.
Sebuah motor metik berhenti di depan pintu gerbang besi setinggi 130 cm. Pengemudinya turun untuk membuka selot pagar dan mendorongnya setengah, asal motor bisa masuk. Semua itu tak luput dari perhatian Puput yang masih melakukan peregangan. Ia sudah hafal siapa yang datang meski kepala si pemotor masih berbalut helm.
"Puuut-----" Dengan heboh, gadis sebaya Puput dengan rambut model shaggy berteriak kencang sembari merentangkan tangan. "Hepi bisdey, Put. Pokoknya semua do'a terbaik buat kesayanganku ini---" sambungnya dengan pelukan yang begitu erat.
"Lepas, bakpia---- aduh nyekek (kecekik) ih." Puput memukul-mukul punggung sahabatnya itu. Dan berhasil membuat pelukan terurai.
"Mau ke Padepokan ya? Aku mau ikut ah. Nanti pulangnya aku traktir bakso. Spesial kado ultah." Ujar si perusuh sembari menaik turunkan alisnya.
"Idih punya temen pelit. Bakso cuma 30ribu plus teh botol. Ngasih kado mah ngajak shoping ke mall kek---" Puput mencebik.
"Siap, Mbak Via. Kita mau kok ditraktir bakso."
Novia, sahabatnya Puput itu memutar badan mendengar suara yang ikut menimpali percakapannya. Ternyata ketiga adiknya Puput sudah berdiri, bersiap berangkat ke Padepokan.
"Nah bener. Gak apalah gak ke mall. Tapi harus traktir ngebakso semuanya. TITIK NO DEBAT!" Tegas Puput.
"Hadeuuuh....piye iki." Via menepuk jidat. Gadis cantik berkulit hitam manis itu buru-buru memasuki mobil agar tidak keduluan oleh Rahmi. Ingin berada di depan di samping Puput sang driver. Padahal yang lain belum pada naik.
"Zaky, tolong masukkin motor ke garasi!" Via melempar kunci yang sigap ditangkap Zaky.
"Bu, jangan lupa kunci pintu. Kalo ada tamu laki-laki jangan dibuka ya Bu. Apalagi Pak Zenal yang genit itu." Puput menggedikkan bahu mengingat juragan kambing yang menyukai sang ibu. Padahal pria tua itu sudah memiliki 2 istri.
"Tenang aja. Ibu pasti kunci semua pintu." Ibu mengingatkan Puput agar tidak ngebut. Sekaligus memberikan daftar belanja bahan masakan untuk besok.
Perjalanan menuju Padepokan membutuhkan waktu 15 menit. Menikmati semilir angin dari kaca jendela yang sedikit terbuka. Puput melajukan mobil yang tak memiliki AC itu dengan kecepatan sedang. Ketiga adiknya duduk di jok tengah sembari memainkan ponsel.
"Gak jalan sama Adi?" Puput menoleh sekilas ke arah penumpang di sampingnya. Sahabatnya itu masih belum selesai berkaca lewat layar ponsel.
"Nggak. Dia lagi manggung di wedding, baru aja berangkat. Nanti sore jadwal di cafe Sera." Via menjelaskan kegiatan sang pacar hari ini. Yang menjadi vokalis mini band beranggotakan 4 orang personel.
Puput tidak menyahut. Plang Padepokan Elang Jawa sudah nampak di depan mata. Anak-anak usia SD dan SMP nampak pula mulai berdatangan. Perlahan ia memasukkan mobil ke tempat parkir terbuka yang beratapkan canopy. Ketiga adiknya bergegas turun untuk berganti pakaian serba hitam yang merupakan seragam perguruan pencak silat.
"Bakpia--- nitip tasku ya. Biar adem duduknya di bangku pojok aja." Puput datang sudah berganti pakaian serba hitam dengan sabuk violet mengikat pinggang rampingnya. Memberikan tas punggungnya sama sahabatnya itu. "Kalo bete, di tas ada coklat. Barusan di kamar ganti dikasih kado sama anak-anak."
"Wuahh si teteh banyak penggemarnya." Via berbinar saat mengintip isi tas yang semuanya coklat panjang. Sampai dihitung jumlahnya ada 9 batang coklat chunky bar bermerk SQ.
Ucapan selamat ulang tahun juga datang dari Kang Aris, pelatih senior sekaligus pemilik padepokan. Juga dari 3 rekan sesama pelatih. Tak menyangka mereka menyiapkan surprise berupa black forest dengan hiasan cherry merah untuk Puput yang merupakan pelatih perempuan satu-satunya di padepokan.
"Aduh, kang....ngapain repot-repot nyiapin kue segala. Kan aku jadi enak---" Di dalam aula terbuka itu, Puput menerima kue tanpa lilin yang diserahkan Kang Aris. Sontak ucapannya membuat semua yang berkumpul tertawa lepas.
"Guys, nanti kuenya kita makan bersama usai latihan ya!" Puput menunjuk jam yang menempel di dinding. Lima menit lagi waktunya melatih. Ia meminta tolong Sony rekannya, untuk menyimpan kue di meja.
Puput mulai memimpin pemanasan di depan murid sabuk kuning berjumlah 16 orang. Latihan pemanasan pertama adalah lari di tempat. Untuk lari keliling lapangan tidak memungkinkan sebab arenanya dipakai juga oleh murid sabuk oren.
"Pukulkan tumit ke pantat, yuk!" Puput membelakangi muridnya. Memberi contoh gerakan yang harus diulang sebanyak 2x8 hitungan. Kemudian beralih gerakan angkat paha tinggi-tinggi dalam hitungan yang sama. Ditambah menahan nafas selama 8 gerakan dengan tujuan untuk menyokong bangkitnya saluran tenaga dalam.
Pemanasan berlanjut dengan peregangan otot leher dan lainnya. Sampai 15 menit lamanya sesi pemanasan berlangsung dari awal sampai akhir. Dan latihan jurus pun dimulai usai sesi pemanasan.
...***...
"Put, lulus sabuk kuning berapa lama sih?" Via memiringkan badan menatap Puput yang fokus menyetir. Tujuan selanjutnya adalah ke tempat bakso Dewala usai belanja ke pasar membeli bahan masakan seperti yang disuruh Ibu.
"6 bulan mbak Via. Itupun kalo latihannya rajin, gak bolong-bolong dan otaknya pinter." Rahmi menyambar memberi jawaban.
"Nah, asisten aku dah jawab." Puput terkekeh tanpa memalingkan wajah. Ia sedang fokus untuk menyebrang jalan menuju parkiran bakso.
"Begonoh toh." Via manggut-manggut. "Rahmi termasuk yang rajin dan otaknya pinter atau yang malas dan lola?!" Badannya diputar ke belakang menatap adik bungsu Puput itu.
"Aku mah anak rajin, smart, and beautiful dong mbak." Sahut Rahmi penuh percaya diri sembari menepuk dada.
"Hah---- maaf ya Mi...mbak gak punya receh. Yang lembaran belum diguntingin." Via, gadis keturunan Banyumas itu memeletkan lidah sebelum membuka pintu mobil. Ditertawakan oleh Aulia dan Zaky yang sama-sama bersiap turun.
Suasana tempat bakso ramai pengunjung. Tidak hanya hari minggu saja melihat pemandangan antri seperti itu. Hari-hari biasa pun selalu ramai pembeli. Sudah terkenal dengan rasanya yang enak serta sistem memesan bakso dengan mengambil sendiri secara prasmanan, membuat pembeli bebas memilih yang disuka.
"Put, ngebakso?" seorang pria mendekati Puput yang sedang antri sembari membaca jenis bakso yang tersedia.
"Bukan. Lagi ngebubur." Jawaban asalnya ditertawakan Via yang antri di belakang Puput.
"Ah kamu mah....kan basa basi atuh." Pria bernama Idam itu mesem-mesem mendengar jawaban sekenanya Puput. "Aku yang traktir ya. Plis jangan nolak. Kan kamu lagi ulang tahun," sambungnya dengan sorot mata memohon.
"Whua...si Aa tau aja. Benar-benar fans sejati ya. Eh tapi Puput bawa pasukan nih. Total 5 orang." Via lebih dulu menyahut. Mengabsen orang-orang yang ikut bersama Puput.
"Gak masalah." Idam mengangguk setuju.
"Gak usah repot-repot Idam. Makasih." Puput menggelengkan kepala. Semangkok baksonya sudah sampai di meja kasir. Bersiap dihitung menunggu pasukannya beres memilih.
"Put, rejeki jangan ditolak. Yang ultah mah diem bae kagak usah ngeluarin duit ya." Via malah mengompori Idam. Padahal harusnya dirinya yang membayar semuanya. Membuat Puput melotot sembari menginjak kaki Via.
Dan di meja paling ujung, 6 orang duduk bersama menikmati semangkok bakso dan teh botol dingin. Idam yang membayar semuanya. Pria yang sejak lama menyukai Puput itu nampak sumringah bisa bertemu tanpa sengaja dengan gadis pujaannya itu.
"Aku disuruh Mama bungkusin bakso. Eh beruntung bisa bertemu kalian semua." Idam berkata tulus. Ia lalu menerima 2 kantong bakso yang diantarkan pelayan. "Put, ini buat Ibu Sekar. Salam ya sama beliau." Ia pun menyodorkan satu kantong ke depan mangkok Puput yang duduk di hadapannya.
"Duh, jadi ngerepotin kamu lagi deh. Makasih, Dam." Puput menerima dengan memasang wajah sungkan.
"Santai aja. Kapan coba aku pernah traktir kamu. Kamu sukanya nolak."
"Iya, padahal nolak rejeki itu gak boleh ya, Dam." Lagi, Via mengompori. Namun kemudian mengaduh sebab di bawah meja pahanya dicubit oleh Puput.
Idam harus pamit duluan sebab mamanya menelpon. Membuat Puput menghembuskan nafas lega. Dari tadi ia merasa susah menelan baksonya sebab pria di hadapannya itu terus menatapnya.
"Dih tadi jaim sekarang jamrong." Via mengejek Puput yang berubah makan bakso dengan lahap sampai terdengar bunyi seruput saat mie masuk ke mulut setelah Idam pergi.
"Nah ini aslinya si Teteh kaluar." Aulia tertawa. Ikut meledek sang kakak yang cuek meski sedang diledek 2 orang.
"Alhamdulillah...kenyang." Puput mengelap bibirnya dengan tisu. "Si Idam natap terus sih...gimana bisa makan dengan bebas. Bisa-bisa keselek karena mata elangnya itu beuh---" Ia menggelengkan kepala. Diakui, Idam pria yang tampan dengan tatapan mata yang dalam menghanyutkan. Sayangnya, hatinya tidak bergetar sama sekali. Masih menutup hati untuk pria manapun. Belum waktunya untuk cinta.
"Teh, padahal A Idam ganteng. Pengen cari yang gimana sih." Zaky yang dari tadi menjadi pendengar, kini menimpali.
"Ssstt ah, anak kecil tahu apa. Kamu sekolah yang bener. Awas kalau pacaran!" Ancam Puput pada adik laki-laki satu-satunya itu yang duduk di bangku kelas X.
Senin pagi menjadi hari yang sibuk untuk seisi rumah. Ibu sedang ada pesanan 100 box nasi dus dari DKM masjid untuk pengajian siang. Ada Nining yang membantu tugas Ibu di dapur. Puput dan ketiga adiknya membantu semalam menyiapkan dus kemasan dan memasak apa yang bisa didahulukan.
"SIM gak ketinggalan?" Puput mengingatkan Aul yang suka ceroboh dan pelupa menyimpan barang. Yang nampak sudah siap berangkat kuliah. Meski tempat tinggal di Ciamis, namun memilih kuliah di Unsil Tasik. Hanya Puput yang kuliah jauh di Bandung waktu itu. Setelah kepergian Ayah, ia tidak mengijinkan adik-adiknya sekolah jauh agat bisa berkumpul setiap harinya. Merasa tidak tega meninggalkan Ibu yang kadang melamun jika sedang sendirian.
Aulia meraba saku, lalu beralih membuka tasnya. Benar saja SIM yang menyatu dengan kunci motor tidak ada.
"Nyari kunci kan?" Ibu datang sembari mengacungkan dompet kulit dengan kunci yang menggantung.
"He he---" Aul menerimanya dengan tertawa cengengesan.
"Ibu udah bosen bilang. Simpan kunci di laci jangan sembarangan dimana aja. Bukan kamu yang akan pusing sendiri nyarinya, Ibu juga." Ibu saat jengkel sama anak-anak, beliau tidak pernah marah. Tetap berkata lembut penuh kasih. Membuat anak-anak tidak pernah lari ke luar rumah sebagai pelampiasan jika tidak sependapat dengan orangtua.
"Dasar Miss sembrono!" Puput menjitak kepala Aul yang nampak cantik berbalut pasmina warna biru dongker. Hanya Puput anak perempuan yang belum berhijab. Merasa belum siap dengan pembawaannya yang tomboy, tidak suka memakai rok.
Hampir bersamaan Puput dan kedua adiknya keluar rumah dengan tujuan berbeda. Si bungsu Rahmi yang paling santai berangkat, sebab sekolahnya hanya berjarak 200 meter. Cukup berjalan kaki dan tidak menyebrang jalan.
Jam 7 lewat 20 menit, Puput tiba di tempat kerjanya di pusat kota Ciamis. Merupakan supermarket bahan bangunan terbesar dengan nama RPA terpampang besar di dinding atas bangunan lantai 2. Datang beriringan dengan Novia yang dulunya sama-sama mengajukan lamaran ke tempat ini, 2 tahun yang lalu. Dan sama-sama diterima dengan posisi jabatan berbeda.
"Put, Wong Madiun buka cabang di deket alun-alun. Nanti maksi (makan siang) disana yuk. Diskon opening 60% cuma sehari ini. Kan lumayan makan enak, harga hemat." Via dengan riang menceritakan iklan yang didapatnya di medsos. Ia mensejajari langkah Puput yang berjalan cepat memasuki pintu belakang. Sebab pintu depan toko baru akan dibuka oleh satpam di jam pelayanan yaitu jam 8.
"Telat sih ngasih tahunya. Kenapa gak tadi malam. Aku udah bawa bekal." Puput masuk ke dalam kubikel. Menyimpan tas di lemari meja kerjanya. Rambut kuncir kuda yang menjadi andalan penampilannya dirapihkan lagi. Betahnya kerja di sini karena tidak perlu formal memakai setelan kantor dan high heel. Boleh pakaian semi formal dengan dipadu sepatu kets.
"Ah gak asyik kamu mah. Masa aku makan sendiri." Via mengeluh dengan tangan bertumpu di dinding kubikel Puput.
"Eh, bakpia. Ibu nitip makanan buat kamu juga. Jadi aku bawa 2 porsi. Heran...Ibu perhatian banget sama anak orang." Puput pura-pura menggelengkan kepala dengan raut wajah menyesal.
"Aihh...Ibu memang the best. Makasih, nduk." Via tersenyum sumringah. Menjawil dagu Puput sebelum berpindah ke mejanya. Yang direspon dengan delikan mata.
Staf kantor sudah berdatangan. Semua meja dengan sekat kubikel lengkap terisi pemiliknya. Seperti biasa, setiap senin akan ada briefing yang dipimpin langsung oleh manajer. Secara umum isi briefing adalah motivasi kerja dan pengumuman penting.
Hendra Panduwinata, manajer berusia 40 tahun dan berkacamata minus 2 mulai membuka briefing dengan ucapan salam.
"Ada hal penting yang wajib diketahui oleh rekan kerja semuanya." Hendra masuk pada info pengumuman setelah memberikan motivasi kerja. "Barusan ada kabar dari kantor pusat, Pak direktur RPA besok akan berkunjung kemari. Jadi tolong jangan sampai ada yang bolos kerja, jaga kebersihan meja masing-masing, dan jaga kerapihan penampilan. Karena beliau sangatlah perfeksionis dalam tiga poin tersebut. Faham ya?!"
Menjadi sedikit gaduh setelah mendengar sang owner RPA yang memiliki 8 cabang supermarket bahan bangunan di berbagai kota akan datang besok. Terutama untuk rekan kerja senior yang nampak excited. Lain halnya Puput dan Via yang bersikap biasa saja karena selama 2 tahun bekerja sebagai staf kantor, belum pernah sekalipun bertemu dengan boss owner RPA itu.
...***...
Jam istirahat. Usai shalat duhur, Puput dan Via memilih makan di ruang kerja yang terletak di lantai 2 supermarket bahan bangunan. Dapat terlihat dari kaca jendela hitam, banyaknya pengunjung yang sedang melihat-lihat barang keperluan dapur dan kamar mandi, serta asesoris pintu yang didisplay di lantai 2 itu.
"RPA. Rama Putra Adyatama. Coba tebak Put umurnya kira-kira berapa?" Via membuka kotak makan siang untuknya yang disodorkan Puput. Tiba-tiba teringat soal pengumuman saat briefing pagi.
"50 tahun paling." Puput menjawab sekenanya. Makanan di depan matanya lebih menarik perhatian dan menggugah selera makan. Daripada membahas boss RPA yang sudah jelas besok akan datang. Tapi kenapa rekan-rekan kerja terutama yang perempuan menjadi berisik selama bekerja, membahas sang direktur penuh antusias.
"Alasannya?!" Via menautkan kedua alis. Nenjadi penasaran dengan jawaban sahabatnya itu.
"Namanya aja Rama. Kalau bahasa sunda berarti Ayah atau Bapak. Ya...pasti tua lah."
Via mengeplak tangan Puput. "Sontoloyo! Kedengeran sama bokap nyokapnya kamu bisa di krekk---" melotot sembari mempraktekkan tangan melibas leher.
"Moga aja muda, ganteng dan masih single. Cakepnya seperti Raden Rama dalam kisah Rama dan Sinta. Bukan aki-aki." Via berapi-api dengan mulut yang tak berhenti mengunyah. "Terus Rama terpesona deh sama Putri Kirana. Dan sang putri yang tomboy itu pun luluh hatinya dan mau menerima cinta Rama dengan syarat harus membendung sungai Citanduy dalam semalam. Karena cinta itu tidak cukup dengan kata-kata tapi butuh bukti."
Puput tertawa lepas mendengar kehaluan sahabatnya itu. Beruntung sudah selesai makan sehingga tidak tersedak saat tertawa. Juga berisiknya obrolan mereka tidak mengganggu orang lain. Karena rekan kerja yang lain masih berada di luar.
"Bakpia....!" Giliran Puput yang mengeplak lengan Via. Kalau mendongeng tuh yang bener. Kenapa Rama Sinta jadi kolaborasi sama Sangkuriang Dayang Sumbi. Sungguh menyesatkan."
"Novia gitu lho--- Pintar meramu dua kisah cinta jadi satu." Via menepuk dada penuh rasa bangga. Tapi tak lama berubah serius menatap Puput yang sedang melihat layar ponsel. "Put, halu gue aminin dulu napa."
"Hah. Yang mana?" Puput tak beralih dari ponselnya. Fokus membalas beberapa chat yang baru dibacanya itu.
Via mendecak. Sudah tahu jika pembahasan menyerempet soal laki-laki, Puput akan bersikap acuh tak acuh. Kalau tidak, akan mengalihkan pembicaraan membahas hal lain.
.
.
.
Ruang kerja di samping ruang manajer selalu kosong setiap harinya. Bisa dihitung dengan jari, berapa kali keluarga pemilik RPA atau utusan dari kantor pusat datang sebagai pengawas. Bisa dikatakan satu semester sekali. Kali ini berbeda. Petugas kebersihan sedang membereskan dan membersihkan ruangan itu. Rumor yang beredar, boss RPA akan lama berada di Ciamis.
Puput mengetuk pintu ruangan Pak Hendra. Atasannya itu memanggil via line telepon. Mendorong pintu setelah terdengar suara sang manajer mempersilakan masuk.
"Sudah beres laporannya?!" Hendra menyambut kedatangan Puput dengan pertanyaan. Tugas sebagai staf accounting dipercayakan sejak setahun yang lalu. Kerena senior akuntan dimutasi ke cabang Bandung. Ia tidak salah mempercayakan tugas akuntan terhadap Putri Kirana. Setelah masa training 3 bulan dan kontrak kerja 1 tahun. Terlihat kinerja Puput yang sangat baik serta cermat dalam membaca laporan keuangan dari supervisor toko.
"Sudah, Pak." Puput menyerahkan berkas yang dibawanya. Duduk di hadapan sang manajer yang mulai membuka lembar demi lembar susunan laporan keuangan.
"Besok Pak Rama akan memeriksa ini semua." Hendra menyimpan berkas setelah merasa puas membaca isinya. Setelah selama ini selalu memberi laporan melalui email, besok ia akan berhadapan langsung dengan atasannya. Tetap bersikap tenang. Karena merasa tidak pernah melanggar Standard Operating Procedure (SOP).
"Boleh tanya, Pak?" Puput terkaget dengan kalimat yang lolos dari bibirnya. Menyesal, namun terlanjur sudah terucap.
"Ya!" Hendra menatap gadis cantik yang selalu enerjik itu. Salah satu karyawan yang diunggulkan menurut penilaiannya.
"RPA Ciamis sudah berdiri 4 tahun. Terus Pak Rama pernah berkunjung berapa kali ke sini? Soalnya selama saya kerja belum pernah melihatnya."
"Baru 2 kali. Pas grand opening dan anniverasy pertama. Beliau lanjut study S2 di Amerika. Baru kembali ke tanah air setahun yang lalu. Selama itu kantor pusat dihandle asistennya, Pak Damar namanya. Perusahaan Pak Rama masih satu naungan dengan perusahaan orangtuanya, Adyatama Group. Bergerak di bidang properti."
Puput mengangguk-anggukkan kepala.
"Mau tahu juga kehidupan privasi Pak Rama?" Hendra tersenyum simpul penuh arti. Duduk santai dengan punggung menempel ke sandaran kursi berbahan kulit asli. Kedua tangan terlipat di dada. Kesan dewasa makin tercipta oleh kacamata dengan bingkai warna hitam.
Puput menggeleng. "Saya permisi keluar ya, Pak?" Memilih menyudahi percakapan. Ia memang bukan orang yang kepo dengan privasi orang.
"Ah, hampir lupa." Hendra memberi kode tangan. Menyuruh Puput duduk kembali. "Istri saya tadi pagi titip pesan. Mau order nasi box paket 25rb buat minggu besok. Harus ada di rumah jam 11, katanya."
Puput tersenyum lebar. "Alhamdulillah. Mau order berapa, Pak?" Saat interview dulu ia menceritakan latar belakang keluarga dan kegiatan usaha rumahan sang Ibu. Pak Hendra yang menurutnya atasan yang baik dan bijak, pertama kali mencoba pesan nasi box untuk menjamu 10 orang salesman dari pabrik granit. Dan ketagihan. Hingga sampai sekarang setiap ada acara baik kantor maupun pribadi, selalu mempercayakan order nasi box atau snack kepada Puput.
"60 box. Untuk Dp nya saya transfer nanti sore ya, Put. Sekarang boleh lanjut kerja. Dan jangan lupa besok dandan yang cantik." Lagi, senyum simpul penuh arti menghiasi bibir tegas seorang Hendra Panduwinata.
Puput mengernyit bingung. Tak urung mengangguk dan mengulas senyum sebelum permisi keluar meninggalkan ruangan.
...***...
...JANGAN SKIP.... JANGAN SKIP!...
...PENGUMUMAN GIVE AWAY...
...KALA CINTA MENGGODA (KCM)...
Hai readers tersayang,
Syarat pemenang GA kali ini sangatlah simple. Caranya :
Cukup naikkan lencana fans kamu sampai DIAMOND. Dan dapatkan SOUVENIR CANTIK untuk semua fans Diamond TANPA DIUNDI.
So, dari sekarang kamu bisa nabung gift serajin mungkin. Dan nantikan Hampers cantik tiba dirumahmu setelah karya ini tamat.
Cemungutttt. 💪💪💪😍
Me Nia
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!