NovelToon NovelToon

Jika Aku Jodohmu, Maka Akan Jadi Milikmu

chapter 1

dari kejauhan tampak seorang gadis tergesa-gesa keluar dari sebuah kedai kecil. Zivannya Fritscha gadis yang bekerja paruh waktu dikedai minuman itu, segera menaiki motor matic satu-satunya yang selalu setia mengantarnya kemanapun dia menuju, melaju dengan kecepatan sedang seraya mendengarkan lagu penyanyi kesukaannya dari salah satu headset ditelinganya, namun tidak lupa tetap waspada menatap jalan raya yang semakin padat untuk menuju kampus tempatnya menimba ilmu.

tiba dikampus negeri yang harus susah payah diperjuangkan dengan beasiswa dan sudah dua tahun lamanya setia untuk dia kunjungi. motor terparkir rapi dideretan motor lain yang sudah banyak menghuni tempat parkiran.

sebagai anak sipil yang notabene banyak mahasiswa cowoknya daripada cewek membuatnya banyak dikenal hampir semua angkatan dijurusannya. gadis yang selalu tampil biasa saja, namun dapat menarik banyak pemuda untuk mengenalnya lebih dekat. tidak sedikit yang menyatakan suka atau cinta, namun Zivannya hanya menjawabnya dengan senyuman dan perhatian layaknya teman, sehingga banyak cowok yang menaruh respek kepadanya. bukan karena dia sombong atau merasa paling cantik, tapi karena kehangatan persahabatan yang selalu ditawarkan olehnya membuat mereka yang mengenalnya merasa nyaman berteman dengannya.

Zivannya menapaki selasar kampus dan setengah berlari menuju ruang tempatnya kuliah. beberapa orang menyapanya dengan hangat, dia membalasnya dengan senyuman yang tersungging dibibir. gadis dengan tubuh tinggi semampai, berkulit putih bersih, hidung mancung dan berambut panjang ekor kuda terengah-engah sesampainya disebuah ruangan kelas. dari depan pintu seorang gadis melambaikan tangannya pertanda agar dia mendekat kearahnya.

"barusan selesai dari kedai Zi" senyum gadis itu. dia mengangguk dan menghempaskan tubuhnya disamping sahabatnya.

Zivanya Fritscha, seorang gadis yang berasal dari kota kecil harus meninggalkan kota tempat dia dibesarkan karena mendapat beasiswa untuk belajar disebuah kampus negeri ternama dikota yang terkenal dengan sebutan kota pelajar.

dengan kecerdasan diatas rata-rata membuatnya selalu mendapatkan beasiswa selama mengenyam bangku sekolah sehingga mama yang membesarkannya seorang diri semenjak papanya meninggal dalam tugas negara sebagai seorang prajurit sedikit terangkat bebannya karena Zivannya pintar.

mamanya yang hanya seorang guru sekolah di kota kecil tempatnya dibesarkan hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari. sehingga Zivannya terlatih untuk menjadi anak yang mandiri. hingga akhirnya dia bisa melanjutkan impiannya menjadi seorang mahasiswi dan meraih impiannya.

Zivannya menganggukkan kepala kecil dan melepas headsetnya menaruhnya didalam tas ransel yang menemaninya dua tahun ini.

gadis itu menyodorkan air mineral yang dibawanya, zivannya menoleh cepat dan menggelengkan kepalanya.

"makasih Ra, aku sudah mengisi botol minumku dikedai tadi sebelum berangkat kesini" raih botol zivannya dari dalam tasnya, segera meminumnya hingga setengahnya.

Rara, sahabatnya selama dikampus hanya menghela nafasnya panjang. entah sudah berapa kali Zivannya selalu menolak apa yang disodorkan kepadanya, walaupun hanya sekedar air mineral. Zivannya terkenal dengan gadis yang mandiri tanpa mau merepotkan orang lain walau itu Rara sahabatnya selama dua tahun ini.

"Zi, besuk kamu ikut anjangsana kekampus di Malang" tanya Rara sambil menopang dagu menatap Zivannya yang sedang mengatur nafasnya. belum sempat Zivannya menjawab Rara, dosen pengajar telah masuk dan akan memulai kelas siang itu.

selama dua jam lamanya dosen memberikan penjelasan materi. Zivannya sesekali mencatat hal yang menurutnya penting untuk diketahui. beberapa kali dilihatnya Rara menguap mendengar penjelasan dosen yang menurutnya membosankan. zivannya hanya tersenyum menatap Rara yang sedikit terkantuk-kantuk. Rara adalah anak orang berada, berbeda dengan Zivannya yang hanya dari keluarga sederhana. namun Rara selalu baik dan menganggapnya sebagai saudara. tidak jarang Zivannya menginap ditempat Rara untuk mengerjakan tugas karena Rara yang selalu merengek kepadanya akibat kesepian ketika kedua orang tuanya sibuk bekerja hingga sering meninggalkan dirinya.

kelas sudah selesai, Zivannya segera membereskan perlengkapannya dan beranjak keluar dari kelas. Rara berjalan disampingnya.

"Zi, kamu balik lagi ke kedai tanya Rara, Zivannya menggelengkan kepalanya.

"aku berangkat dari tadi jam 8 pagi Ra, ini udah jam 3 sore" jawab Zivannya. Rara tersenyum senang.

"kalo gitu temenin aku bentar zi, ketoko peralatan" senyum -senyum Rara.

"beli apa lagi Ra, perasaan sering banget sih" kerut Zivannya mendengar perkataan Rara. Rara memanyunkan bibirnya kedepan.

"sepi Zi dirumah sama mbok Yem dan mang Karman" jawab Rara. Zivannya menghela nafasnya panjang.

"biasanya juga gitu kan bu, kamu enjoy aja" tepuk bahu Zivannya lembut.

"hai Zi, Ra" kata seseorang menjejeri langkah mereka tiba-tiba. kedua gadis itu menoleh cepat melihat siapa yang tiba-tiba berada ditengah percakapan mereka.

"kayak jaelangkung aja, datang tak diundang pulang tak diantar" sungut Rara. Zivannya mengulum senyum tertahan mendengar perkataan sahabatnya yang sedikit sarkas.

cowok itu tertawa pelan sudah terbiasa mendengar perkataan Rara, "kalian mau kekantin nggak. aku traktir kali ini mumpung dapat gaji kemarin" tanyanya menaik turunkan alis matanya senang.

Zivannya akan membuka mulutnya namun Rara lebih dulu menjawab. "nggak ah, kita mau ke toko peralatan. kamu ajak yang lain aja Dim" geleng Rara meraih tangan Zivannya agar menjauh dari Dimas.

"aku ikut kalian aja deh kalo gitu" kejar Dimas nggak mau kehilangan moment dekat dengan kedua cewek itu.

"nggak usah, lagian kamu ngapain ikut gadis jalan, kayak nggak ada kerjaan lain aja" kata Rara menghentikan langkahnya dan berbalik menatap Dimas yang mengekor dibelakang mereka berdua.

"nggak papa ya, aku ikut ya.." pinta Dimas menampakkan wajah yang memelas.

"sekali nggak ya nggak, banyak anak cowok yang masih dikampus Dim, main sana sama mereka. lagian kita mau berdua aja" geleng kepala Rara nggak suka. Zivannya menghela nafasnya panjang menggelengkan kepalanya beberapa kali sambil melihat drama mereka berdua.

"jika kalian mau bertengkar dan memperdebatkan masalah yang unfaedah kayak gini, mending aku pulang ke kostan dan tidur aja." pandang Zivannya kesal menatap mereka berdua.

"jangan gitu Zi, ayo ah.. biarin aja Dimas nganggu orang aja" kata Rara meraih lengan Zivannya dan pergi dari situ.

Dimas hanya menghela nafasnya panjang menghadapi sifat keras kepala Rara yang selalu menjaga jarak darinya.

sebenarnya Dimas sejak awal masuk kuliah sudah melihat Rara dengan perasaan suka, sifat Rara yang cenderung ketus dan terkesan galak kepada cowok-cowok yang mendekatinya membuatnya merasa semakin suka karena Rara ternyata bukan cewek gampangan seperti pikirannya sebelumnya.

Rara dan Zivannya menuju parkiran kendaraan roda 4 yang terletak disamping kiri gedung fakultas.

"Ra, gimana motorku. kita nggak mungkin ninggalin dikampus aja kan" berhenti Zivannya menatap Rara didepan mobilnya.

Rara nyengir dan tertawa pelan melihat reaksi Zivannya. "tinggal aja kayak biasanya Zi, kenapa ribet banget sih, nanti sekalian nginep tempatku. besuk kita berangkat pagi ada kelas pagi" kibas tangan Rara didepan Zivannya dan segera masuk mobil. Zivannya hanya dapat menghela nafasnya melihat kelakuan sahabatnya jika sudah memiliki kemauan.

Zivannya masuk dan duduk disamping Rara. mobil segera melaju keluar dari area parkir fakultas dan berjalan menyusuri jalan kampus keluar dari area universitas.

"lumayan macet nih Zi, lihat Rara melihat kearah depan.

Zivannya menganggukkan kepalanya.

"kayaknya ada demo atau apa sih itu Zi, rame banget" lihat Rara kesamping kanan yang terlihat lebih banyak kerumunan orang.

Rara menepikan mobilnya dan segera bergegas keluar dari kendaraannya. Zivannya hanya bisa mengikuti langkah Rara yang terkesan pingin tahu segala sesuatu yang berada disekitarnya.

Zivannya yang tertinggal jauh dari Rara hanya bisa berlari kecil untuk menyusul keberadaan Rara ditengah banyaknya orang yang berkumpul.

beberapa orang tampak berlarian keluar dari kerumunan dan berlari menuju kearah Zivannya. hingga tiba-tiba Zivannya ditabrak dengan sangat keras oleh seseorang hingga dia terjerembab dan mengakibatkan luka lecet dibeberapa tubuhnya akibat tertabrak beberapa kali setelahnya dan ketidak seimbangan tubuhnya, orang itu seketika berhenti dan mengangkat tubuh Zivannya seperti anak kucing yang dibawa induknya.

Zivannya meringis kesakitan karena lutut kaki dan siku tangannya mengeluarkan darah yang lengket dibahu dan jeans longgarnya.

"aku bawa keklinik terdekat ya, kamu harus segera diobati, jika tidak akan mengakibatkan demam tinggi" katanya cepat dibalik penutup muka yang dipakainya. Zivannya hanya mengangguk dan meringis menahan nyeri di siku dan lututnya.

orang itu bergegas melingkarkan lengannya dipinggang Zivannya. Zivannya reflek melingkarkan tangannya juga kepinggang orang itu karena kakinya tidak bisa berdiri dengan tegak.

pemuda itu tersenyum dibalik topeng mukanya karena perlakuan gadis itu yang tidak sadar memeluk dirinya. ditatapnya wajah Zivannya dari samping, gadis yang menarik dan terkesan cuek. pemuda itu membawa Zivannya kearah mobil polisi yang terparkir tidak jauh dari tempat mereka berada.

pemuda itu menggerutu pelan kenapa mobil itu terparkir dekat dengan mereka, kenapa tidak lebih jauh lagi. pemuda itu membukakan pintu untuk Zivannya masuk dan kemudian berputar untuk menuju kursi pengemudi.

"lapor ndan, tersangka sudah kami tangkap, sudah diproses." lapor seseorang.

"baik, segera proses. saya akan mengantar nona ini keklinik terdekat karena tertabrak kalian tadi" angguk pemuda itu.

"baik ndan" hormat seseorang itu dan pergi. mobil bergegas meninggalkan lokasi. tiba diklinik kesehatan kecil, mobil masuk keparkiran. pemuda itu membantu Zivannya untuk keluar dari mobil.

"nona ini terluka, tolong untuk membantunya" pandang pemuda berpakaian sipil sambil menunjukkan identitasnya karena membawa senapan. petugas kesehatan segera memberikan pertolongan kepada Zivannya yang duduk di kursi pasien.

"pak, tolong urus administrasinya" seorang suster mendekatinya. pemuda itu mengangguk dan mengikuti suster itu.

"terimakasih sus" angguk Zivannya setelah luka-lukanya dibersihkan dan diobati. pemuda itu segera berdiri dan mendekati Zivannya. meraih tangan Zivannya yang dibeberapa bagian terdapat luka lecet.

"apakah masih terasa nyeri" tanyanya memapah Zivannya memasuki mobil.

"tidak begitu lagi Ndan. agak nyeri tapi tidak terlalu" jawab Zivannya menirukan panggilan anak buahnya tadi yang memanggil pemuda itu komandan. pemuda itu tertawa pelan dan melajukan mobilnya menuju kantornya.

"kenapa kita kesini, apa saya akan diinterogasi juga" tanya Zivannya bingung. pemuda itu tersenyum dan menatap Zivannya lekat.

"tidak, kita sedang memakai mobil dinas ketika mengantarmu keklinik tadi. saya harus menggantinya disini dan menerima laporan dari anggota lainnya soal penangkapan tadi" gelengnya membuka pintu mobil.

"kalo begitu saya akan pulang naik kendaraan umum saja, terima kasih sebelumnya Ndan karena sudah membawa ke klinik tadi" kata Zivannya mencoba membuka pintu.

pemuda yang dipanggil komandan itu menggelengkan kepalanya membantu Zivannya keluar dari mobil patroli.

"tidak ada bantahan, tunggu saya didalam" perintah pemuda itu tegas. Zivannya hanya menghela nafasnya panjang dan menganggukkan kepalanya tanpa membantah sepatah katapun. pemuda itu menunjuk ruangannya sambil memegang bahu Zivannya membantunya berjalan.

"pake kemejaku ini, darahmu menempel dikemejamu pasti tidak nyaman" serah pemuda itu sambil membuka penutup muka nya. Zivannya melongo menatap pemuda didepannya setelah membuka penutup kepalanya.

"kenapa, tidak pernah melihat cowok ganteng sebelumnya" tanyanya menatap Zivannya yang terlihat terpana menatapnya.

hai hai hai... para readers, love you all sekebon pisang, biar bisa dibuat pisang goreng yang banyak hehehehehe..

selamat menikmati cerita kedua kalang di sini. jadi mohon maaf jika ada banyak kesalahan dalam merangkai kata dan kalimat.

ciehhh... udah kayak mau tampil dikondangan aja nih hahahaha...

dukung yaaa... karya pertama ku.

love...love...love all sekebon pisang biar bisa bikin pisang goreng banyak..

thanks a lot pisang sekebon...😘

chapter 2

"kenapa, tidak pernah melihat cowok ganteng sebelumnya" tanyanya menatap Zivannya yang terlihat terpana menatapnya.

Zivannya menarik nafasnya panjang, menggeleng pelan. "bukan begitu pak komandan, saya tidak menduga jika anda masih muda, saya kira anda diatas umur 30" kata Zivannya mengambil kemeja kotak-kotak milik pemuda itu tanpa memandangnya lagi.

"kunci pintunya, jangan dibuka jika bukan saya yang mengetuk pintu" balik badan komandan sebelum meninggalkan ruangannya. Zivannya mengangguk dan segera mengunci ruangan untuk mengganti kemejanya yang penuh bercak darah.

setengah jam kemudian ruangan diketuk seseorang.

"nona, ini saya" salam komandan. Zivannya segera membuka pintu yang terkunci. komandan itu menatap Zivannya sebentar yang memakai kemejanya.

"kebesaran ya" masuknya mengambil kunci. Zivannya hanya diam mematung.

"ayo, ini sudah masuk waktunya menghadap Kiblat" pandangnya. Zivannya hanya menganggukkan kepalanya pelan mengikuti arah komandan itu melangkah.

disamping gedung terdapat mushola kecil, beberapa polisi sudah mengambil air wudhu untuk menunaikan kewajiban. Zivannya melakukan hal yang sama dan mengambil air wudhu untuk menunaikan kewajibannya.

usai melaksanakan kewajiban, Zivannya menunggu dipojok mushola sambil berdzikir. komandan menanti tidak jauh dari keberadaan Zivannya. Zivannya menyadari keberadaan pemuda itu, membereskan perlengkapannya dan menghampirinya. pemuda itu mengulurkan tangan kanannya kearah Zivannya. Zivannya hanya menatapnya heran. pemuda itu menunggu Zivannya untuk mencium tangannya. Zivannya meraih tangan pemuda itu ragu-ragu dan mencium punggung tangannya pelan. pemuda itu mengucapkan doa dan mencium kening Zivannya lembut. Zivannya hanya berdiri mematung akibat perlakuan pemuda komandan itu.

"ayo, kita makan dulu, cacing diperutku sudah meronta untuk minta dikasih makan" pandangnya tajam menatap Zivannya yang hanya diam saja. kembali sadar, Zivannya bergegas mengikuti komandan itu masuk kedalam mobil.

"oh ya namaku Bagaskara. kamu bisa memanggilku dengan kak Aga. itu nama panggilan kecilku. hanya sedikit yang tahu nama panggilan itu" kata Bagaskara, sambil melajukan mobilnya menembus senja.

"Zivannya Fritscha, biasa dipanggil Zivannya" jawab Zivannya pelan.

"kamu masih kuliah, fakultas apa, umur berapa, berasal dari mana" tanya Bagaskara menatap Zivannya yang menatap keluar jendela mobil.

"tehnik sipil, semester 4, 19 tahun berasal dari kota X" jawab Zivannya. Bagaskara menganggukkan kepala paham.

"masih muda juga ya.. ternyata selisih umur kita tidak banyak. aku akan 25 tahun ini. setelah selesai pendidikan langsung bekerja" kata Bagaskara. Zivannya menyandarkan kepalanya ke sandaran kepala.

"aku sedikit pusing kak" pijit kepala Zivannya. Bagaskara segera membelok menuju warung makan kecil tidak jauh dari situ.

"kita makan dulu, setelah itu kamu minum obatnya." raih obat diatas dashboard Aga dan membuka pintu mobil. Zivannya membuka pintu dan melangkah keluar mengikuti langkah Aga.

Aga memesan makanan untuk mereka berdua, Zivannya segera memakan makanannya sesaat setelah datang.

"kamu kelaperan" senyum Aga melihat Zivannya yang terlihat lahap menyantap makanannya, Zivannya mengangguk pelan. Aga menyodorkan segelas jeruk panas kedepan Zivannya.

"aku lebih suka jeruk panas dari pada teh panas" jawab Aga melihat ekspresi Zivannya yang menatapnya heran.

"kebetulan yang sama, jeruk lebih kusuka" jawab Zivannya. Aga mengangguk mengunyah makanannya.

"minum obatmu agar tidak demam" kata Aga menyodorkan obat dari klinik tadi. Zivannya meraihnya dan membuka satu kemudian diminumnya dengan air mineral.

"makasih kak. ini sudah semakin malam. sebaiknya aku pulang sekarang" lihat Zivannya. Aga mengangguk, membayar makanan yang mereka pesan tadi dan segera meninggalkan warung makan tadi.

"berapa nomer ponselmu jika ada sesuatu aku bisa dengan mudah menghubungimu" tanya Aga. Zivannya menepuk dahinya pelan seperti mengingat sesuatu yang terlupa.

"astaga, aku lupa jika tadi pergi mencari Rara, pasti dia kebingungan mencari ku dari tadi" teringat Zivannya. Aga menyodorkan ponselnya agar Zivannya segera menghubungi temannya. Zivannya segera menekan nomor ponsel Rara.

"hallo Ra, ini aku" salam Zivannya setelah nada dering terhubung yang diloud speakers Zivannya.

"Zivannya" teriak Rara panik. Zivannya menjauhkan ponsel Aga.

"kamu ada dimana sekarang, aku mencarimu sampai kemana-mana, sampai Dimas aku minta bantuin untuk mencarimu. ponsel mu juga tidak bisa aku hubungi, tasmu tertinggal dimobil. aku sampai kayak orang gila tau nggak Zi" tangis Rara.

"udah Ra, dengerin dulu Zivannya ngomong jangan dipotong" ujar Dimas dari seberang berusaha menenangkan Rara yang panik.

Zivannya tersenyum mendengar suara Dimas yang berada disamping Rara. Aga melirik Zivannya sesaat saat mendengar suara lelaki lain, perasaannya seperti dibakar oleh api cemburu. tidak suka melihat sikap Zivannya.

"hallo zi, bagaimana keadaanmu. Rara panik tidak menemukanmu tadi" kata Dimas.

"baik Dim, makasih kamu sudah menemani Rara tadi. aku terjebak dikerumunan orang tadi. Rara berjarak jauh dariku saat itu, aku tertabrak oleh beberapa polisi yang melakukan pengejaran. ini aku bersama komandan mereka habis dari klinik dan kekantor polisi sebentar. jangan kuatir, aku baik-baik saja. besuk pagi aku berangkat kekampus ada kuliah pagi kan." jawab Zivannya.

"ponselmu kemana, ini nomer siapa" tanya Rara serak sehabis menangis. Zivannya menggigit bibirnya sesaat.

"kayaknya terjatuh saat aku terjatuh tadi" gumam Zivannya pelan, Aga mendengarkan dengan seksama.

"apa, terus bagaimana aku menghubungimu jika ponselmu hilang. motormu juga ada dikampuskan" panik Rara.

"tenang aja Ra, jika aku gajian nanti bisa beli lagi. toh tiap hari kita juga ketemu kan" kata Zivannya memotong pembicaraan Rara karena tidak enak pada Aga yang berada disampingnya.

"aku jemput aja bersama Rara, kamu dimana sekarang" kata Dimas tidak tenang.

"tidak usah dim, ini aku dalam perjalanan pulang ke kost diantar komandan polisi. jadi lebih aman kan" tawa Zivannya kecil. Aga menatap Zivannya yang tertawa, terlihat cantik.

"besuk pagi aku jemput ya, jam 7an" kata Dimas

"iya, biar Dimas besuk yang jemput, aku pasti bangun telat" kata Rara mengiyakan perkataan Dimas.

"nggak usah, besuk bisa naik angkutan umum. terimakasih kalian sudah mengkhawatirkan ku, kalian sahabat terbaikku" senyum Zivannya.

"idih, siapa yang mau jadi teman baik Dimas. ogah aku mah" cibir Rara kembali ketus kepada Dimas.

"kalo gitu jadi kekasihmu aja ya Ra, mumpung ada Zivannya yang menjadi saksi. kamu setuju kan Zi" tanya Dimas.

"absolutly 100 persen" tawa Zivannya mendengar pertengkaran mereka berdua.

"ogah, cari cewek lain aja" jawab Rara.

"ayolah Ra, kamu kan tau kalo aku menyukaimu dari pertama kali bertemu. jangan selalu menjauh begitu" kata Dimas pelan.

"Zivannya aja bisa menolak banyak cowok yang suka sama dia, kenapa aku nggak bisa menolakmu" kata Rara.

Zivannya menatap ponsel Aga yang berisi pertengkaran mereka. Aga tertawa pelan melihat tingkah Zivannya yang merasa tidak enak.

"maaf kak, mereka kalo ketemu mesti bertengkar. tapi kalo nggak ketemu suka nyari satu sama lain" kata Zivannya menutup percakapannya dengan Rara sepihak. Aga menganggukkan kepalanya mengerti.

"makasih kak, sudah mengantar sampai kost. terimakasih sudah membawa keklinik dan mentraktir makan tadi" kata Zivannya sebelum turun dari mobil, Aga mengangguk tersenyum.

"aku pulang dulu, jangan lupa untuk menghadap kiblat sebelum tidur dan disepertiga malam" pesan Aga sebelum mobil meninggalkan halaman kost Zivannya. Zivannya hanya mengangguk pelan.

masuk kamar Zivannya segera membersihkan diri kekamar mandi yang terletak disudut kamarnya, melaksanakan kewajibannya sebelum merebahkan diri karena kepalanya yang pusing dan sedikit demam.

jam menunjukkan pukul 4.30 pagi, saatnya untuk menghadap kiblat.

Zivannya memakai jeans longgar, kemeja merah bata yang dilipat dibawah lengan, sepatu sneakers hitam kesukaannya, mengikat ekor kuda rambutnya yang agak panjang, meminum air mineral dari galon disudut kamarnya.

setelah dirasa siap untuk kuliah, Zivannya melangkahkan kaki keluar kamar, menguncinya karena waktu sudah menunjukkan pukul 7 lebih. kuliah paginya dimulai pukul 8.

Zivannya mengerutkan keningnya melihat sosok Aga berdiri disamping mobilnya seperti sedang menunggunya. Aga tersenyum lebar melihat Zivannya yang keluar dari rumah kost-an nya.

"ngapain kak pagi-pagi udah disini. nggak apel pagi" tanya Zivannya mendekati Aga, yang membukakan pintu untuknya memberi isyarat untuknya masuk. Zivannya menarik nafasnya berat kemudian masuk kedalam mobil.

"kenapa memangnya, nggak boleh jemput kamu berangkat kekampus" tanya Aga menjalankan mobilnya.

"nggak ada kewajiban Kakak untuk mengantarku kemanapun" geleng Zivannya menatap Aga tajam. Aga tertawa pelan menyodorkan sekotak roti untuk Zivannya.

"aku tau kamu belum sarapan, jangan membantah karena aku nggak mau kamu tidak bisa konsentrasi saat dikelas nanti akibat kelaparan" kata Aga tegas.

Zivannya segera memakannya tanpa bersuara, menatap lurus kedepan. Aga menyodorkan cup coklat hangat. Zivannya meraihnya dan meminumnya setengah, meletakkan kembali disamping tempat meletakkan cup coklat hangatnya.

"aku tidak habis kak, ini terlalu banyak buatku" sodor Zivannya menggelengkan kepalanya. Aga meraih roti ukuran besar yang disodorkan Zivannya kepadanya dan segera memakannya. Zivannya hanya memandang sikap Aga yang menurutnya aneh.

"kenapa, mubazirkan makanan dibuang, apa kamu punya penyakit menular" tanya Aga melihat ekspresi Zivannya.

"ada, langsung tidur jika ketemu bantal" jawab Zivannya sekenanya. Aga tergelak mendengar ucapan Zivannya yang menurutnya lucu.

"oh ya Zi, dibelakang ada sesuatu buatmu. ambil dulu" kata Aga teringat sesuatu. Zivannya menoleh kebelakang dan meraih sebuah paperbag, membukanya perlahan.

"itu untuk mengganti ponselmu yang kemarin hilang, sudah ada nomer baru. nomerku sudah ada diurutan pertama dipanggilan cepat." kata Aga menjelaskan panjang lebar. Zivannya membuka box ponsel baru, menatapnya lama.

"kenapa kak, aku tidak suka seperti ini" pandang Zivannya menutup kembali box ponsel baru.

"kenapa kamu tidak suka dengan modelnya, apa mau ganti dengan yang lain" pandang Aga menatap Zivannya sesaat.

"tidak, ini terlalu mahal buatku kak, aku nggak bisa menerimanya. ponselku hanya biasa aja." geleng Zivannya.

Aga menyeruput coklat hangat Zivannya tadi. "it's oke, aku udah lama memiliki ponsel ini dirumah, nggak ada yang make dari pada hanya tergeletak mending kamu yang pake. kebetulan ponselmu hilang karena jatuh, ya sudah. kebetulan sekali" pandang Aga.

Zivannya menggeleng.

"jika kamu sudah punya ponsel baru, kamu bisa jual aja, untuk nambah beli yang baru. beneran Zi, dirumah hanya tersimpan diatas meja. nggak ada yang pake. aku hanya butuh ini aja" kata Aga memperlihatkan ponsel yang kemarin dipake Zivannya.

"kenapa kakak begitu baik padaku, kita kenal aja baru kemarin kak, itupun bukan sepenuhnya tanggung jawab kakak. aku juga salah karena berada ditempat kejadian" pandang Zivannya lembut. Aga menatap manik mata Zivannya yang membiusnya.

"karena aku mencintaimu pada pandangan pertama menatapmu" ucap Aga didalam batinnya.

hai hai hai... para readers, love you all sekebon pisang, biar bisa dibuat pisang goreng yang banyak hehehehehe..

selamat menikmati cerita kedua kalang di sini. jadi mohon maaf jika ada banyak kesalahan dalam merangkai kata dan kalimat.

ciehhh... udah kayak mau tampil dikondangan aja nih hahahaha...

dukung yaaa... karya keduaku.

love...love...love all sekebon pisang biar bisa bikin pisang goreng banyak..

thanks a lot pisang sekebon...😘

chapter 3

"karena aku mencintaimu pada pandangan pertama menatapmu" ucap Aga didalam batinnya.

"Tapi kak" potong Zivannya tidak suka.

"nggak ada tapi-tapian. jika kamu nggak suka buang aja, aku nggak butuh ponsel itu" pandang Aga tajam menatap Zivannya. Zivannya menghela nafasnya panjang seraya menekan dadanya yang sesak menerima kebaikan dari Aga.

"kamu pulang naik apa" tanya Aga setelah mereka saling diam cukup lama.

"motorku ada dikampus kemarin. setelah selesai kuliah, aku harus kerja dikedai minuman di jalan x" jawab Zivannya menjelaskan tanpa diminta.

"sampai jam berapa" tanya Aga kembali. Zivannya menoleh, "sampai jam 10 malam, ini weekend. biasanya kedai lebih rame jadi kita ada extra lembur" jawab Zivannya.

"udah berapa lama kamu kerja disana" tanya Aga menatap Zivannya.

"semester dua" jawab Zivannya. Aga menepikan mobilnya diparkiran, Zivannya melepas seat beltnya.

"makasih kak atas semuanya, hati-hati dijalan. maaf telah merepotkan" senyum Zivannya menatap Aga. Aga menganggukkan kepalanya dan mengulurkan tangan kanannya. Zivannya meraih dan mencium punggung tangannya, Aga meraih kepala Zivannya mencium kening Zivannya lembut.

"kabari jika kemana-mana" senyum Aga. Zivannya mengangguk sambil membuka pintu mobil. Aga segera melajukan mobilnya meninggalkan pelataran kampus Zivannya.

"Zivannya" seru Rara, Zivannya menoleh tersenyum melihat Rara yang berlarian kearahnya, memeluknya erat.

"kamu baik-baik saja kan Zi" tanya Rara memutar tubuh Zivannya.

"baik Ra, nggak usah lebay. tapi tolong jangan kencang-kencang memegang siku tangan ku. masih sakit" ringis Zivannya melepaskan tangan Rara dari siku tangannya.

Rara refleks melepaskan tangannya. "maaf Zi, nggak tau, kamu nggak bilang" kata Rara ikutan meringis. Zivannya memperlihatkan luka yang ditutup perekat agar tidak terkena air.

"astaga Zi, kenapa sampai begini" lihat Rara tak menyangka lukanya akan selebar itu.

"di kaki juga ada, makanya kemarin ditolong oleh komandannya. aku kayak kucing aja waktu dia ngangkat tubuhku untuk ke tepi jalan. badan polisinya kecil-kecil tapi nabraknya kencang banget" geleng kepala Zivannya.

"trus gimana, kamu marah-marah nggak, eh.. nggak mungkin kalo kamu marah-marah. biasanya yang bagian itu aku yang ambil peran" kata Rara mengingat dirinya sendiri. Zivannya tertawa kecil.

"komandannya baik, nganter ke klinik terdekat, kalo nggak aku bisa disitu seharian. makanya kalo ada apa-apa itu inget kalo bareng temen. langsung pergi aja" sungut Zivannya. Rara tertawa lebar, menyadari tingkahnya yang selalu selonong girl.

"iya-iya, maaf bu. aku yang salah" minta maaf Rara. Zivannya meraih lengan bahu Rara dan berjalan bersama menuju kelas.

"ngomong-ngomong tadi yang nganter siapa Zi. tumben kamu dianter. emang punya saudara" tanya Rara pingin tahu.

"itu tadi komandan polisi yang kemarin nganter pulang. tadi pagi udah nongol aja didepan kostan, maksa nganter kuliah" pandang Zivannya menghela nafas berat. Rara menatap Zivannya heran.

"tumben, roman-romannya ada yang jatuh cinta nih" tanya Rara menaik turunkan alisnya, Zivannya menggeleng cepat.

"nggak Ra, orangnya baik. dia merasa nggak enak hati karena anak buahnya menabrakku saat mengejar tersangka" jawab Zivannya.

"ada juga nggak papa Zi, aku juga ikut senang, ganteng nggak komandannya. udah berumur dong, dapet yang setengah tua" tawa Rara. Zivannya tersenyum kecil.

"namanya Bagaskara, umurnya 25 tahun ini" jawab Zivannya. Rara membelalakkan matanya terkejut sambil menutup mulutnya yang terbuka lebar.

Zivannya menganggukkan kepalanya melihat ekspresi Rara.

"yang bener Zi, masih muda banget dong. pasti ganteng banget nih komandan" antusias Rara. Zivannya tertawa kecil, menuju bangku dan mengeluarkan notulennya.

"kamu harus memberitahu detailnya nanti Zi, jangan sampai tidak" kata Rara setengah mengancam Zivannya, karena dosen telah masuk untuk memberi materi kuliah.

selama dua jam mata kuliah, mereka mendengarkan sesi kuliah dan membicarakan tugas yang harus mereka kerjakan.

"aduh, kenapa tugasnya tambah berat sih" gerutu Rara yang merasa semakin berat beban mata kuliah setiap semesternya.

"kenapa mesti ngeluh Ra, biasanya setiap minggu juga tugas seabrek" toleh Zivannya, Rara menggeram pelan.

"pusing Zi, kalo liat terlalu banyak tugas" geleng kepala Rara.

"ngerjain tugas tempatku aja ya" pandang Rara. Zivannya belum menjawab Rara, dering ponsel membuyarkan percakapan mereka, Rara meraih ponselnya.

"bukan punyaku" geleng Rara. Zivannya terdiam sebentar, segera meraih ponsel didalam tas ranselnya dan ternyata dugaaannya benar, ponselnya yang berbunyi. Rara memandangnya heran.

"hallo" salam Zivannya.

"masih dikelas" tanya Aga.

"masih kak, baru aja selesai kelas pertama, setengah jam lagi ada kelas kedua." jawab Zivannya.

"dengan siapa" tanya Aga.

"dengan Rara" jawab Zivannya menatap Rara yang senyum-senyum menatapnya.

"ya udah, nanti hubungi aku.

setelah kewajiban hari Jum'atku selesai." kata Aga menutup percakapannya.

Zivannya menatap ponsel barunya sesaat.

"cie-cie ada yang lagi berbunga-bunga nih" tawa lebar Rara menggoda Zivannya.

Zivannya membereskan perlengkapan dan segera beranjak keluar kelas.

"Zivannya jelek, tunggu" seru Rara bergegas menyusul langkah Zivannya.

"jangan terlalu bersemangat kenapa sih Zi, jantungku nggak kuat menahan panggilan kakak" tawa Rara menggoda Zivannya lagi.

"panggilan kakak siapa" tanya Dimas tiba-tiba. Rara berjingkrak kaget menatap Dimas kesal.

"Dimas, jangan suka ngagetin orang kenapa sih. mau aku kena serangan jantung setiap ketemu" pegang dada Rara saking kagetnya. Dimas memegang tangan Rara yang berada didadanya.

"nggak kenapa-kenapa" geleng Dimas, Rara memukul bahu Dimas pelan.

"nggak lucu tau Dim" tatap Rara sengit. Zivannya tersenyum tertahan, melihat mereka berdua.

"yuk Dim, masuk kelas" kata Zivannya. Dimas melangkah disamping Zivannya meninggalkan Rara yang hanya diam memandang mereka berdua.

"dasar sahabat nggak ada akhlak, main tinggal aja." gerutu Rara pelan mengikuti mereka dari belakang.

"kemarin kamu nggak papa kan Zi" pandang Dimas.

"nggak papa Dim, makasih ya sudah menemani dan membantu Rara yang mengkhawatirkan ku" senyum Zivannya. Dimas menatap Rara.

"dia hanya ingat ketika sedang susah. kalo lagi senang nggak mau mengingatku" jawab Dimas.

"nggak juga Dim, kalo lagi berdua, dia sering mengingatmu. udah makan belum, sekarang dimana, apa kamu baik-baik saja" jawab Zivannya.

"ish Zi, kapan aku ngomong gitu, suka ngarang nih" pukul bahu Rara pelan. Zivannya nyengir meringis.

"eh, maaf Zi. kelepasan... maaf.." kata Rara menyadari lengan Zivannya terluka.

"kenapa memangnya, tangannya terluka ya" tanya Dimas melihat Rara. Rara mengangguk.

"apa sudah diobati, kenapa nggak minta tolong Rara berobat" tanya Dimas.

"udah beres Dim, Rara suka jahil" jawab Zivannya.

"kelas sudah mau mulai, buruan ayo" kata Rara, mereka bergegas menuju ruang kuliah yang beberapa langkah lagi sampai.

"kalian mau nunggu dikantin aja" tanya Dimas menatap dua gadis didepannya.

"iya, kalo selesai kewajiban Jum'at nya langsung kekantin aja" kata Zivannya menatap Dimas. Dimas memberi isyarat dengan jarinya tanda Ok dan bergegas keluar dari ruang kelas menuju tempat ibadah kampus.

"Zi, kita kebawah pohon aja ya, biar nggak terlalu terik" pandang Rara.

"ke kedokteran aja makannya Ra, asyik sambil cuci mata" senyum Zivannya. Rara tersenyum mengangguk.

"idemu boleh juga" senyum smirk Rara. mereka bergegas keluar ruangan.

"pake motor aja Ra, lebih cepet nanti balik kekampus ngambil mobilmu" kata Zivannya, Rara mengangguk menuruti saran Zivannya. motor Zivannya keluar dari parkiran menuju fakultas kedokteran.

"makan disini aja Zi, lebih enak untuk melihat yang bening-bening" kata Rara meletakkan nampannya. Zivannya menuruti perkataan Rara. memilih duduk berhadapan dengan Rara.

"ceritakan tentang pak komandan itu Zi" pandang rara sudah dalam mode pingin tahu.

"apanya" kerut Zivannya tidak mengerti arah pembicaraan Rara.

Rara mendengus kesal mendengar jawaban Zivannya yang terkesan polos dan tidak tahu.

"kenapa sampai tadi pagi diantar kekampus, dan ponselmu baru, pasti dibeliin komandan itu kan" selidik Rara. Zivannya mengunyah pelan makanannya.

"kan aku sudah bilang kalo dia tiba-tiba aja udah didepan kostku. aku aja nggak janjian dan nggak tau kalo dia datang pagi-pagi" geleng Zivannya.

"trus darimana dia tahu kalo kamu kuliah pagi dan sendiri" tanya Rara heran.

"itu karena kita kemarin ngobrol lewat ponselnya dia. jadi dia mendengarkan. semuanya..." jawab Zivannya.

"semuanya... " tanya Rara memastikan. Zivannya menganggukkan kepalanya mantap.

"jadi dia denger waktu aku dan Dimas bertengkar dong" lemas Rara nggak menyangka. Zivannya kembali mengangguk-anggukkan kepala.

"duh jadi nggak enak hati nih sama pak komandan, belum ketemu aja udah meninggalkan kesan buruk. gimana nanti kalo ketemu, nggak bisa nggebet dong" pandang Rara menatap Zivannya yang tersenyum lepas.

"udah, tenang aja. orangnya baik kok. nggak akan punya pikiran buruk padamu. aku aja pingin nggak ketemu lagi. lha kamu malah ngebet ingin kenalan" tatap Zivannya.

"aku penasaran aja Zi, masak ada orang sebaik itu, baru pertama kali bertemu sudah baiknya berkali-kali lipat. nggak mungkin kan kalo nggak ada apa-apa" jawab Rara, Zivannya angkat bahu mendengar Rara.

"lha kalo dia nggak ada apa-apa kenapa memberimu ponsel yang terbilang lumayan harganya Zi, kalian kan bertemu baru kemarin. masak dia langsung ngasih ponsel yang harganya diatas rata-rata gitu" pandang Rara.

"katanya dirumahnya ada ponsel nganggur, kemarin dia dengar jika ponselku terjatuh dan hilang, dia merasa bersalah makanya dia memberi gantinya. aku juga sudah menolaknya Ra, katanya jika aku sudah bisa beli ponsel baru, ponsel ini suruh jual aja terus buat nambahin ponsel baru yang aku beli nanti" jawab Zivannya panjang.

"lha kenapa harus diganti, ini ponsel termasuk keluaran terbaru, fiturnya juga udah lengkap, lebih dari cukup untuk kita" jawab Rara.

"ato memang pak komandan memang jatuh cinta padamu saat pandangan pertama Zi" kata Rara serius.

"nggak Ra, mana ada. nggak usah berpikiran terlalu jauh, feelingmu kalo ada cowok baru minta kenalan pasti ada apa-apanya" geleng Zivannya mengibaskan tangannya.

Rara tersenyum lebar "tapi kan banyakan tepat Zi, mereka mendekatimu karena menyukaimu" jawab Zivannya.

"terkadang kamu yang terlalu jauh ngelanturnya Ra, cukup sama Dimas aja kamu mempunyai feeling yang kuat" kata Zivannya. tidak berapa lama ponsel Rara berdering berulang-kali.

"hallo Dim" sapa Rara setelah mengetahui panggilan dari siapa.

"dimana kalian, aku cariin dikantin nggak ada" kata Dimas.

"ada, kita dikantin kedokteran. kamu nyari dimana" tanya balik Rara. Dimas menggeram pelan mendengar jawaban Rara.

"jangan kemana-mana. disitu aja, awas kalo nggak ketemu nanti" ancam Dimas menutup panggilan nya.

"ish nih anak kesurupan kali ya, pake ngancem segala kalo kita nggak boleh kemana-mana" pandang Rara heran menatap ponselnya.

"eh iya Zi, nomer barumu bagi dong" kata Rara ingat. Zivannya mengeluarkan ponselnya. Rara menscan kode dari Zivannya, menyimpannya.

"dari kemarin kamu punya ponsel baru" tanya Rara, Zivannya meminum jeruk panasnya dan menggeleng.

"tadi pagi Ra, saat diantar kekampus. jadi aku belum begitu paham menggunakannya" jawab Zivannya.

"coba lihat apa ada foto pak komandan nggak disitu" tanya Rara pingin tahu. Zivannya membuka galeri di ponsel barunya, ada beberapa foto Aga dan dirinya terdapat didalamnya. "eh, darimana foto ini diambil ya" kerut Zivannya mengingatnya.

hai hai hai... para readers, love you all sekebon pisang, biar bisa dibuat pisang goreng yang banyak hehehehehe..

selamat menikmati cerita pertama kalang di sini. jadi mohon maaf jika ada banyak kesalahan dalam merangkai kata dan kalimat.

ciehhh... udah kayak mau tampil dikondangan aja nih hahahaha...

dukung yaaa...karya keduaku.

love...love...love all sekebon pisang biar bisa bikin pisang goreng banyak..

thanks a lot pisang sekebon...😘

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!