NovelToon NovelToon

Duda Dan Gadis

Bagian 1

Sekar Almira POV

Sialan memang duda satu itu! Bagaimana mungkin setelah aku terburu-buru menyiapkan diriku hingga aku sudah terlihat begitu cantik, dia malah membatalkan janji untuk menjemputku?Dia justru menyuruhku untuk datang ke sebuah restoran Indonesia ini sendirian.

Catat! S-E-N-D-I-R-I-A-N!!

Bisa bayangkan seorang gadis cantik jalan sendirian memasuki restoran kelas atas ini bagaimana tatapan orang-orang yang melihat? Memalukan bukan? Disaat mereka berjalan bergandengan dengan pasangannya, aku justru dihadapkan kenyataan jika aku harus mencari meja yang belum terisi ini sendirian. Hikss...

Dan dengan pakaian non-formal ku, celana jeans tujuh perdelapan dan kaos pink, tidak terlalu buruk menurutku. Apalagi sneaker yang aku pakai sekarang. Yah, meskipun sudah lama dan terlihat 'klasik' aku bisa jamin nominal untuk pakaianku dari atas sampai bawah bisa untuk membeli ponsel keluaran terbaru yang harganya belasan juta. Hiks... Tapi kenapa orang-orang itu menatapku seolah aku ini pengemis yang mengganggu mereka?

Pokoknya ini salah Om Duda itu! Titik!

Huwaaaa! Dasar duda tak berperi-kegadisan!

Setelah perdebatan kecil dengan pramusaji yang mengatakan tidak ada meja kosong padahal itu hanya alasannya saja saat melihat penampilanku yang tidak 'berkelas' hari ini, aku pun menelpon Mama dan mengadukan semuanya. Beruntung pemilik restoran ini adalah istri dari kolega bisnis Papa. Jadi hanya dengan jentikan jari semua dapat teratasi. Aihh! Senangnya jadi orang kaya. Hohohoo...

Dan akhirnya disinilah aku, duduk sendirian ditemani angin yang berhembus meniup daun telingaku. Aih! Kenapa jadi se puitis ini sih aku?! Ini semua gara-gara duda tua itu! Awas aja kalau ketemu ak-

"Permisi."

W-what?! Aku lagi nunggu duda menyebalkan, kenapa yang datang pria tampan ini astagaaaaa! Ya Allah, kebaikan apa yang hamba lakukan sehingga Engkau memberi hambamu hadiah seindah ini?

"Ah? I-iya?" jawabku gugup. Ya Ampun kenapa harus gugup sih?!

"Sekar Almira?" tanyanya. Ohhhh! Apakah aku secantik dan setenar itu hingga pria tampan di depanku pun sampai mengetahui namaku?!

Hah?! Tunggu! Jangan bilang dia? Astaga Mamaaaa!!!

"Maaf saya terlambat," ucapnya singkat dan berwibawa. Aku nggak kuat!

Seketika aku merutuki kebodohanku yang sempat mengira pria yang akan di jodohkan denganku adalah duda tua berperut buncit yang mungkin usia cucunya tidak jauh dariku.

Tapi apa ini?! Pria di depanku adalah pria tertampan yang pernah aku lihat. Alis tebalnya. Postur tubuh tinggi gagahnya. Rahang tegasnya. Aku yakin pria ini memiliki sedikit keturunan Arab. Hingga wajahnya yang sedikit ditumbuhi jambang malah membuatnya semakin tampan.

"Jadi? Bagaimana perjalananmu kemari tadi? Maaf saya ada meeting dadakan hingga tidak sempat menjemputmu," ucapnya setelah beberapa saat kami terdiam.

Mendengar itu aku pun melunturkan senyum di bibirku. Kekesalanku kembali setelah mengingat jika ia adalah orang yang telah membuatku menunggu terlalu lama, lalu setelahnya malah memerintahku untuk datang sendiri.

Menyebalkan!

"Lancar," jawabku sekenanya.

"Baik. Jadi kenapa kamu mau menikah sama saya?" tanyanya.

"Nggak tau," jawabku lagi.

Memangnya apalagi yang harus aku katakan? Karena aku mencintainya? Ohoo! Tidak semudah itu seorang Almira jatuh cinta! Memang sih, pria ini tampan! Tapi menyebalkan! Huh!

"Hm?" Pria di depanku menaikkan satu alisnya pertanda ia bingung dengan ucapanku

"Ya aku nggak tau kok! Cuma pengen nyenengin Mama aja. Kan Mama yang minta aku nikah sama Om," jawabku ketus. Bodo amat!

"For your information, saya belum setua itu untuk kamu panggil Om," ucapnya.

"Mulut-mulut siapa?" jawabku. Hihihihi. Aku terlihat seperti anak TK yang sedang bertengkar dengan temannya, ya?

"Kamu ini benar-benar aneh!" sahutnya.

Aku? Aneh? Belum tahu dia aku bisa jadi perempuan se-aneh apa! Main-main kok sama Almira.

"Terserah!" jawabku cuek. Kulihat pria di depanku ini menaikkan satu alisnya. Apa artinya? Ah aku tidak peduli.

"Kalau Om kenapa mau nikah sama aku?" tanyaku. Setelah berusaha sekuat tenaga menahan segala kekesalan yang entah mengapa bercokol di hatiku tentu saja.

"Karena saya ingin," jawabnya datar persis seperti talenan di dapur Mamaku. Jadi dia balas dendam nih ceritanya?

"Oh." hanya itu jawabku.

Kami pun terdiam lagi tanpa ada yang mencoba mencairkan suasana. Kemudian entah siapa yang merencanakan, tapi di depan kami sudah ada beberapa menu makan siang. Tanpa menunggu dia menawariku, akupun segera menyantap makanan favoritku! Rendang!

Hingga makananku habis, aku tak melihat ia menyentuh makanannya sedikit pun.

"Nggak makan, Om?" tanyaku pura-pura baik.

"Tidak," jawabnya singkat.

Ini kenapa aku merasa seperti seorang wanita yang dicueki pacarnya saat malam mingguan ya? Padahal kan dia yang ngajak aku bertemu. Haiss! Benar-benar Om Duda di depanku sangat menguras emosiku hari ini.

"Terus Om ngapain ngajak ketemu kalau cuma lihatin saya makan?" tanyaku geregetan.

"Maaf," balasnya. Nggak nyambung sama sekali kan? Heran aku juga!

Aku melihatnya sering melirik tangan kanannya yang dilingkari jam tangan mewah tersebut.

"Om kalau mau pulang, pulang aja. Lagian nggak ada yang perlu dibicarain, kan? Aku juga mau pulang. Ditunggu Mama," ucapku berbohong. Yang benar saja, Ibu Negara dirumahku malah memintaku untuk berlama-lama dengan "calon menantunya".

"Ah ya! Saya ada meeting sebentar lagi. Ayo saya antar kamu pulang!" ajaknya.

Menyebalkan! Bahkan di pertemuan pertama saja sudah membuatku kesal setengah mati! Awas saja nanti! Akan aku adukan ke Mama Santi dan Papa Bagas kalau putrinya yang imut ini sakit hati karena dia. Hikss...

"Nggak usah. Makasih! Aku naik ojol aja." tolakku sambil berdiri. Tentu saja dengan nada yang ketus. Ini adalah bentuk protes dari seorang Sekar Almira!

"Saya antar! Dan jangan lagi-lagi panggil saya dengan sebutan itu! Kamu kira saya pernah nikah sama tante kamu apa?! Panggil saya 'Mas'!

O-ow... Kenapa jadi dia yang marah? Terus kenapa aku nggak balas memarahinya? Dia kan yang seharian ini membuat mood ku hancur berantaian? Dia juga yang memperlakukanku dengan tidak baik saat kencan pertama kami.

E-eh... Ta-tapi, dia menyentuh pergelangan tanganku. Ada apa ini? Kenapa kamu berdetak sangat cepat, jantung? Kenapa ha!?

"I-iya" jawabku tergagap. Kenapa harus gagap sih? Bukannya tadi aku sudah berakting sangat bagus saat berbicara ketus dengannya? Kenapa sekarang berubah lembek lagi, 'sih?!

Ah dasar! Jantung murahan! Baru diperlakukan manis sedikit saja sudah berdetak tak karuan.

Menyebalkan!

Dan pada akhirnya aku hanya bisa mengikuti jalan pria itu hingga sampai di mobilnya. Dia pun mengantarkanku pulang. Tak ada pembicaraan yang terjadi diantara kami berdua. Bagiku tak masalah, aku juga tidak terlalu senang berbicara dengan pria kaku menyebalkan sepertinya.

Aku tidak sabar untuk memeluk guling tercinta ku sekarang.

Akhirnya aku bisa istirahat setelah drama kencan pertama hari ini! Huh!

Eh? Tunggu? Calon suamiku tadi namanya siapa? Astagaaaaaa! Aku lupa bertanya!

*

*

*

To be continued

Bagian 2

Almira memasuki rumahnya masih sambil berpikir siapa nama duda tampan calon suaminya itu. Kadang ia sendiri heran dengan otaknya yang langsung lemot saat sudah bertemu dengan pria tampan. Padahal Mira ini lulusan terbaik se angkatannya lho, di kampus favorit pula.

Kadang Ibunya sendiri juga harus banyak-banyak istighfar karena dikaruniai anak yang aneh nya minta ampun. Seperti saat ini, Mira tengah duduk di ruang tamu sembari mulutnya bergumam tidak jelas. Membuat Ibunya menarap Mira dengan dahi yang berkerut dalam.

"Kamu kenapa sih, Mir? Sehat? Kok bibirnya komat-kamit kaya orang gila?" tanyanya.

"Aih si Mama, kaya gitu banget sama anaknya. Mira tuh lagi mikir, Ma." jawab Mira

"Mikir? Emang bisa? Otak kamu lebih sering juga di anggurin daripada dibuat mikir. Heran juga Mama, kok ya dosenmu itu bisa meluluskan kamu. Nyogok berapa juta kamu?!" tanya Ibunya sarkas. Yah beginilah kehidupan keluarga Almira. Dia yang cengeng dan lebay. Serta Mamanya yang korban sinetron hidayah. Hanya Papa dan kakak laki-laki Mira yang sehat. Sayang sekali mereka sedang ke luar kota untuk mengurus pekerjaannya.

"Dih Mama tega bener sama anaknya. Huwaaaa! Papaaa!!" teriak Mira histeris.

"Cengeng!" Ejek Mamanya.

"Mama tuh kenapa sih sama Mira? Hiks... Kok kayanya Mira merasa disini cuma anak angkat ya? Hiks... Mama ngerti nggak sih gimana perasaan Mira? Mira sedih Ma! Mira nggak kuat kalau di gini in sama Mama terus. Hiks... Mira mending nikah aja daripada di rumah dianiaya Mama terus!" Ucapnya mencurahkan isi hatinya. Wanita paruh baya di sampingnya hanya bisa bersabar dan bersyukur karena dikaruniai anak yang ajaib macam Sekar Almira, putri kesayangannya ini.

"Lebay kamu ih! Lagian kan emang sebentar lagi kamu nikah!" Ucap Ibunya semakin mengejek Mira.

"Mamaaaaaaa! Huwaaaaaa!" Mira menelungkupkan wajahnya diantara lututnya yang sudah ia naikkan dan berteriak histeris. Persis seperti anak TK yang baru selesai bertengkar dengan temannya merebutkan ayunan atau perosotan. Hahaha

"Uluh uluh... Anak kesayangan Mamaaaa." Akhirnya wanita paruh baya yang masih terlihat cantik di usianya yang hampir memasuki setengah abad ini menghentikan kegiatannya menggoda Mira. Ia mendekati putrinya dan memeluk Mira sangat erat. Mira pun membalas pelukan Ibu yang juga sangat ia cintai ini.

"Maaf ya sayang.. Mama cuma bercanda kok. Kamu itu anak kesayangan Mama. Beneran deh! Suer!" Ucapnya sambil mengangkat jari tengah dan telunjuknya.

Mira mengangguk dan memeluk Ibunya semakin erat. Nah bisa akur juga mereka!

Seakan teringat oleh sesuatu, Mira pun mendongak dan otomatis pelukan mereka pun terlepas. Mira menegakkan tubuhnya karena ada hal penting yang ingin dia tanyakan kepada Ibunya.

"Mama?"

"Kenapa sayang?"

"Mira mau nanya. Boleh?"

"Boleh dong. Nanya apa?"

"Pria yang dijodohkan sama Mira, beneran duda?" Tanya Mira hati-hati.

"Iya bener."

"Kok Mama kasih izin Mira buat nikah sama duda sih? Anak Mama ini perawan ting-ting loh?" Tanya Mira mulai mengeluarkan kekesalannya.

"Ya gimana lagi? Habis dudanya ganteng sih. Kaya raya lagi. Kenapa Mama harus nggak setuju?"

"Ih Mama kok mikirnya gitu sih? Emang Mama kekurangan uang apa? Mira bilang ke Papa lho ya kalau Mama ngajarin Mira matre!"

"Huss kamu! Siapa yang ngajarin kamu matre sih? Kan mami cuma bilang kalau dia kaya raya. Kamu itu yang salah paham menyimpulkannya."

"Iya juga ya, Ma." Jawab Mira sembari kembali berpikir.

"Nah kan." Ucap Ibunya. Aih anaknya ini kenapa polos sekali sih? Gampang sekali dibohongi. Untung selama ini dia bisa menjaga pergaulan. Kalau tidak? Bisa-bisa ia sudah menjadi nenek muda sekarang. Amit-amit!!

"Ma nanya lagi boleh?"

"Boleh Mira, anak kesayangan Mama. Ada apa hm?" Tanyanya sedikit jengkel. Mira yang mendapat tatapan mengerikan dari Ibunya pun hanya bisa meringis.

"Duda itu cerai mati atau hidup, Ma?"

"Nggak tahu juga Mama. Besok aja waktu ketemu lagi kamu tanyakan."

"Emang nggak apa-apa, Ma?"

"Ya nggak apa-apa lah! Hak kamu sebagai calon istrinya."

"Oh oke, Ma. Terus kalau dia duda, berarti udah punya anak dong, Ma? Atau dia duda tak beranak?"

"Hahahaaa... Bahasamu itu lho. Masak ya duda tak beranak?" Ucapnya sambil tertawa. "Dia sudah punya 2 anak. Cowok semua. Si sulung baru kemarin masuk SD. Kalau yang bungsu sekitar umur 2 tahunan lah." lanjut Ibunya lagi.

"Ooh... Terus kalau Mira nikah sama dia, Mira bakal jadi ibu-ibu dong, Ma?" Tany Mira hati-hati.

" Yaiyalah! Masa yaiyadong." Jawab Ibunya sok gaul.

"Mama nggak apa-apa jadi nenek muda?"

"Nggak apa-apa banget! Mama sudah pengen gendong cucu. Tapi Abangmu itu masih seneng kerja. Yaudah satu-satunya cara ya menikahkan kamu sama seorang duda. Kan Mama enak dapet menantu idaman plus 2 cucu yang menggemaskan. Dan nanti kalau kamu cepet diberi momongan ya tambah ramai dong rumah Mama." jelasnya menerawang ke masa depan. Ihirrrrr.

"Ih mama apaan sih!" Mira pun menundukkan wajahnya karena malu dengan ucapan Ibunya tentang anak. Membuat Ibunya semakin gencar untuk menggoda putri bungsunya ini.

"Cieee.. Jadi setelah kencan tadi kamu udah bisa menerima dia, ya? Cie cie cie! Ah sengangnya Mamaaaa! Gimana gimana? Suami-able banget kan pilihan Mama? Ah Mama mah emang pinter kalau cari mantu!" ujarnya membanggakan diri sendiri.

"Apaan sih Mama! Mira kan udah janji mau nerima nikah sama duda itu. Jadi ya Mira mau coba ikhlas dong, Ma!" ucapnya membela diri.

"Aduhhh! Anak Mama sudah dewasa ya? Nggak nyangka deh, Mama." Mira hanya tersenyum mendengar pujian dari Ibunya. Jarang-jarang dong istri kesayangan Papanya itu memuji dirinya. Harus disyukuri ini!

"Mama bisa aja!" ucap Mira.

"Eh bentar. Tapi kok Mama merasa ada yang mengganjal ya?"

"Ha? Apa, Ma?"

"Kamu perasaan manggil calon suami kamu 'duda itu-duda itu' terus! Nggak sopan tahu sama calon suami kaya gitu!"

"Ehmm.. Anu, Ma... Sebenernya dia udah suruh Mira manggil dia 'Mas' sih, Ma."

"Nah terus kenapa nggak dituruti?" Tanya Ibunya menelisik.

"Karena..............Karena..............." Mira takut untuk mengakui. Ia pun berbicara dengan tergagap. "Karena, Mi-mira nggak tahu namanya, Ma." Ucapnya cepat dengan satu tarikan nafas. Ibunya yang mendengar itu pun shock dan terdiam selama beberapa saat. Hingga.....

"ASTAGA NAGA MIRA ANAK MAMA TERCINTA YANG CANTINYA NGALAHIN MANOHARA!!! MAKSUD KAMU APA, MIRA?"

Mira menutup telinganya karena teriakan singa dari sang Mama. Sebelum pada akhirnya ia menjawab.

"Mira lupa nanya, Ma. Habisnya Mas duda itu ganteng. Mira jadi blank tadi."

"Gustiiiiiiiii..... Apa salah hamba Ya tuhaaann????" Ucap Ibunya sambil menengadahkan tangan ke atas seperti orang berdoa.

Mira yang melihat Ibunya lengah pun bergegas bangkit dari sofa dan menuju lantai atas, ke kamarnya. Sebelum sang nyonya besar kembali berteriak.

"BESOK KAMU HARUS KENCAN LAGI SAMA DIA, MIRA!!! MAMA NGGAK MAU TAHUUUUU!!"

Nah kan? Apa Mira bilang?

Bagian 3

Sekar Almira POV

Ah, syukurlah aku sudah sampai di kamarku. Mama ku itu kalau sudah teriak, toa masjid aja kalah, loh! Jadi kalau ada pengumuman penting bisa kok hubungin Mamaku. Biar beliau yang berteriak untuk mengumumkan. Hihihi...

Aih, malah jadi membicarakan Mama, kan? Hiks... Maafin Mira ya, Mama sayang!

Aku mengambil laptop ku untuk mem-browsing laman lowongan kerja terpercaya di kota ku. Bagaimana lagi? Aku ini sampai sekarang masih pengangguran. Uang aja masih minta sama Papa. Itu pun kalau nggak ketahuan Mama. Kalau sampai ketahuan? Nggak akan pegang uang selama sebulan nanti aku. Papa Bagaskara-ku tercinta itu terlalu cinta sama Mama Santika, sampai semua ucapan Mama pasti disetujui Papa. Aih! Romantisnya Papa-ku, ya?

Sebenernya aku bisa sih, minta uang ke Abang. Abang-ku tercinta kan kakak paling baik sedunia. Tapi, jangan, ah! Abang kan sedang mengumpulkan uang banyak untuk biaya pernikahannya. Aku tidak tega untuk mengganggu kartu kreditnya lagi. Yah, walaupun satu buah unlimited card nya sudah ada di tanganku sejak dua tahun yang lalu, sih.

Eh bukan berarti aku suka morotin uang Abang, loh, ya! Aku hanya sedikit memanfaatkan kebaikan Abang aja, kok. Nggak salah, kan?

Oh! Jelas nggak salah. Aku kan adik kesayangan Abang, mana mungkin Abang tega melarangku untuk memanfaatkannya. Hahaha...

Aku kembali dari khayalanku, jari-jemari ini bergerak gesit menggeser kursor laptop untuk mencari lowongan pekerjaan yang sesuai dengan passion-ku. Tapi sejauh ini, tidak ada lowongan yang pas dengan keinginanku. Hmmm... Apa mungkin keinginanku terlalu tinggi?

Ah, nggak juga! Aku kan hanya ingin bekerja di perusahaan besar yang punya bos tampan dan kaya. Siapa tau dia jomblo, terus suka sama aku, terus melamar aku dengan saaaaaangat romantis. Aaaaaa!! Aku janji akan membuat jembatan antara pulau jawa dengan Australia jika itu sampai terjadi.

Hiks... Sayangnya oh sayangnya! Hal itu hanya terjadi dalam imajinasi saja. Inilah akibat terlalu sering membaca novel tentang CEO dan ketampanannya, jiwa halu-ku berkembang sangat pesat. Astaga!

Dan apa tadi? Membangun jembatan? Membedakan mana semen mana pasir halus aja aku tidak bisa. Mana mungkin bisa membuat jembatan? Oops!

Ting!

Ponselku berbunyi membuyarkan lamunanku pasal CEO tampan dalam novel yang akan menjadi suami masa depanku. Aku meraih ponselku yang berada tak jauh dari bantal yang ku susun untuk meletakkan laptop kesayanganku.

"Nanti aku jemput jam 7." Itu adalah pesan singkat yang masuk ke dalam ponselku.

Hah?!! Siapa dia? Jangan-jangan dia penjahat? Jemput aku untuk me-mutilasi-ku lalu menjual semua organ tubuhku?! Oh My God!! Mamaaaaaaa! Mira nggak mau di culik! Mira masih pengen nikah sama Mas Duda itu, Mamaaaa!

Ketika beberapa menit telah berlalu, dan aku hanya membiarkan pesan itu terbuka tanpa berniat membalasnya. Terdengar suara dering dari ponselku yang menandakan jika seseorang tengah menelponku. Aku pun mengeceknya dan terkejut ketika melihat nomor yang menghubungiku adalah nomor yang sama dengan yang mengirimiku pesan misterius tadi.

Berkali-kali ia mencoba menghubungiku, namun tak ada satu panggilan pun yang aku jawab. Dan kali ini, karena rasa penasaranku yang besar, aku mengangkat salah satu panggilan dari total 22 panggilan tak terjawab! Awww! Kok bisa sama seperti umurku sekarang ya?

Baiklah! Satu....Dua.....Tiga.... Mira bisa!

"Ha-halo?" sapaku saat sambungan telah terhubung.

"Hei!? Kamu kemana saja? Kenapa baru sekarang mengangkat panggilan dari saya?" ucap suara di seberang sana.

O-ow aku sepertinya mengenal suara ini? Tapi siapa?

"Ma-maaf si-siapa ya?" tanyaku gugup. Terdengar hembusan nafas kasar disana. Aku yakin kalau ini adalah suara seorang pria.

"Calon suami kamu," jawabnya singkat. Akupun hanya ber-oh ria sebelum tersadar jika yang menelponku adalah seorang Mas Duda, calon suamiku!!!

"EH, OM DUDA!!? Kenapa nggak bilang kalau yang mengirimiku pesan itu Om Duda!? Kenapa sih sukanya bikin anak gadis orang kaget? Bisa nggak sih kalau mau telpon aku tu kasih nama dulu, ha?! Ganteng-ganteng kok nyebelin," ucapku dengan bisikan di akhir kalimat. Semoga dia nggak dengan, Ya Allah.

"Kamu bisa nggak, kalau ngomong pelan-pelan aja? Budek kuping saya ini!"

"Nggak bisa! Udah turunan dari Mama kayak gini, kok!" ujarku membela diri. Loh? Aku nggak salah kan? Mama ku aja suka teriak-teriak, wajar dong kalau aku juga suka teriak-teriak?! Mama pasti bangga, deh sama aku! Yay!

"Terserah! Dan lagi, sudah pernah saya ingatkan untuk tidak memanggil saya dengan sebutan om, kan? Kenapa kamu bandel sekali? Saya ini calon suami kamu! Bukan calon suami tante kamu!" Aih... Kenapa calon suamiku juga banyak bicara sih sekarang? Udah ketularan virus Mama atau gimana ini? Hih!

"Iya... Iya... Maaf! Terus keperluan Mas telpon aku kenapa? Sudah kangen? Perasaan baru aja ketemu, deh," ucapku ke-ge er-an. Hihihihii.

"Kangen? Nggak ada gunanya kangen sama mulut petasan kayak kamu ini! Cerewet! Bawel! Manja! Cengeng," ejeknya pedas. Menyebalkan!

"Eh, biasa aja dong, Om! Sekata-kata kalau menghina aku! Sama calon istri kok kasar! Awas aja nanti! Aku aduin ke Papa Bagaskara, Mama Santika sama Abang Aldian tau rasa situ nanti, Om!" kesal sekali aku diejek habis-habisan sama calon suami. Bahkan mungkin aku akan menangis sekarang. Huwaaaa mamaaaa.. Hiks...

"Tukang ngadu!" ejeknya lagi. Untung saja dia tidak berada di depanku sekarang. Kalau iya? Aku tak akan segan untuk mencakar mulu pedasnya itu dengan kuku tajamku!

"Bodo amat! Aku matiin ini teleponnya! Merusak mood aja kerjaannya perasaan!" ucapku semakin berapi-api.

"Tunggu!" dia menahanku untuk mematikan sambungan telepon.

"Apa?!" ketusku.

"Bersiap-siaplah! Nanti malam aku akan menjemputmu. Kita harus pergi ke suatu tempat sebelum pernikahan kita," titahnya. Cih! Bossy sekali dia!

"Hm. Kali ini php lagi nggak?" tanyaku memastikan.

"Maksudnya?" ia bertanya kepadaku.

"Siapa tau janjian mau jemput taunya pas udah nunggu malah suruh berangkat sendiri LAGI," ucapku sambil menekankan kata LAGI. Jangan dikira aku sudah sembuh, ya, keselnya! Aku tentu saja masih mengingat ia yang mengingkari janji! Tak akan pernah kulupakan sampai kami menikah nanti! Eh?

"Enggak akan. Kali ini saya serius. Dan maaf soal yang itu. Saya benar-benar menyesal," ucapnya menyesal. Membuatku sedikit merasa iba karena sudah memarahinya. Inget, ya! Hanya sedikit!

"Hm! Yaudah aku mau siap-siap. Sampai ketemu nan-..."

Tut!

Sambungan teleponpun mati saat aku belum menyelesaikan ucapanku. Siapa lagi yang melakukannya? Tentu saja Mas Duda calon suamiku itu! Hahh!

DASAR DUDA GANTENG SIALAAAAAAANNN!!!!!

*

*

To be continued

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!