NovelToon NovelToon

Junior CEO And Bodyguard Mei

Awal Derita

"Lama amat sih? Aku harus nunggu berapa lama lagi ini kalau udah begini? Huh, dasar sopir! Mengurus seperti ini saja gak becus!" Pemuda itu menggerutu sambil mengintip dari balik kaca mobil. Ia melihat sopirnya sedang bernegosiasi dengan seorang pedagang lontong sayur keliling yang sudah menepi. Pedagang itu telah menyerempet mobil mewahnya saat menyeberang jalan.

Pemuda itu kesal harus menunggu lama hingga ia menghempaskan punggungnya pada sandaran kursi.

Tak lama sopir itu datang menghampiri dan mengetuk pintu kaca jendelanya. Pemuda itu menurunkan kaca jendela, setengah. "Maaf Pak. Saya sudah mengatakan jumlah ganti rugi yang Bapak sebut tapi sepertinya dia tidak punya uang sebanyak itu Pak."

"Nah, itu? Berani berbuat tapi ngak berani bertanggung jawab! Berjalan di tengah jalan sepertinya dia yang punya jalanan, tapi giliran nyerempet mobil orang ngaku ngak punya uang. Ya, iyalah! Pasti. Mana ada tukang lontong sayur punya uang sebanyak itu! Diperas keringatnya pun tidak akan menghasilkan apa-apa! Untung hari ini aku lagi baik tidak mau capek-capek ngurusin hal bodoh seperti itu, jadi ya harusnya mereka bersyukur. Ayo Mang, saya sudah terlambat ini mau meeting." Setelah mengomel panjang pemuda itu menekan tombol di bawah kaca jendelanya. Seketika kaca jendela itu tertutup.

"Yah, sepertinya orang itu pulang ya Yah?" Seorang gadis bertubuh kurus berdiri di samping pedagang lontong sayur itu dan berkomentar sambil melihat sopir itu berjalan memutari mobil dan masuk ke dalam mobil itu. Tak lama, mobil pun menjauh.

"Mungkin." Pedagang lontong sayur itu kini bingung melihat beberapa piringnya pecah setelah menyerempet mobil mewah tadi. Kalau ia harus beli lagi, berarti penjualan hari itu setidaknya harus habis terjual. Itupun ia hanya bisa beli satu piring saja karena sisa uangnya harus digunakan lagi untuk modal ia belanja bahan untuk berdagang besok dan hanya sedikit uang tersisa untuk makan mereka hari itu.

"Ayah." Gadis itu memanggil ayahnya yang sedang merapikan piring-piring yang sudah pecah. "Tadi kan Mei sudah bilang Mei saja yang jualan. Mei bisa sendiri kok. Ayah kan sedang tidak enak badan."

"Iya Mei, maaf. Ayah jadi menyusahkanmu, tapi gerobak ini berat. Ayah takut kamu tidak sanggup mendorongnya karena perjalanan ke tempat dagang itu cukup jauh. Jadi ayah berinisiatif untuk mendorongnya ke tempat tujuan, setelah itu ayah nanti beristirahat di sana sambil menunggu kamu melayani pembeli. Eh ... tapi, jadinya malah begini." Ayah Mei terlihat menyesal.

"Sudah Yah, kita dorong saja lagi gerobaknya. Sebentar lagi juga sampai. Mumpung masih pagi Yah, pasti banyak yang beli."

"Tapi piringnya banyak yang pecah." Ayah Mei, memperlihatkan piring yang pecah pada anaknya.

"Ini kan hari Sabtu Yah. Kita tawarkan saja untuk dibawa pulang. Mudah-mudahan banyak yang mau beli."

"Ya sudah, bismillah saja."

Mei merapikan jilbab instannya sebelum membantu Ayahnya mendorong gerobak hingga ke dekat pasar. Pasar itu letaknya dekat dengan Gelanggang Olahraga. Di sana setiap Sabtu, di penuhi oleh lebih banyak pengunjung. Ada yang berbelanja barang kebutuhan, berolahraga bahkan hanya sekedar cuci mata. Tapi juga tak sedikit yang berbelanja makanan. Di sana banyak sekali pedagang gerobak dorong. Mereka rata-rata sudah berlangganan sehingga mereka sudah punya tempat mangkalnya masing-masing.

Beruntung, gerobak lontong sayur Mei ketika datang langsung diserbu pembeli. Mereka berharap bisa sarapan lontong sayur di sana. Banyak juga yang minta dibungkuskan untuk dibawa pulang. Dalam sekejap, lontong sayur jualan habis terjual.

Memang pedagang kecil seperti mereka hanya bisa berjualan lontong sayur dalam jumlah sedikit karena modal jualannya yang tidak banyak. Ayah Mei sebenarnya ingin sekali berjualan di depan rumah. Sayang, rumah mereka kecil dan tinggal dalam gang sempit jadi susah untuk berjualan.

"Mei, jualan sudah habis. Ayah mau istirahat dulu di sini. Kamu kalau mau main ke Gelanggang Olahraga, mainlah. Ayah akan tunggu kamu di sini."

"Apa kita tidak belanja dulu Yah?"

"Nanti saja. Ayah yang akan belanja." Ayah Mei menyandarkan tubuhnya ke dinding pagar pasar saat ia duduk di kursi plastik yang dibawanya.

"Tidak apa-apa Yah, Mei tahu belanjaan yang mau dibeli." Mei membuka tas pinggangnya dan menghitung jumlah uang yang terkumpul. "Yah, pergi dulu ya?"

"Eh tunggu Mei. Tolong buangkan piring yang pecah itu. Itu sudah ayah bungkus di sana." Ayah Mei menunjuk dengan dagunya tumpukan piring pecah yang sudah dibungkus plastik yang ada di atas gerobak dagangannya dekat panci lontong sayur.

"Iya Yah." Mei mengambil bungkusan itu lalu membawanya pergi.

Sebelum memasuki pasar, Mei membuang sampah piring pecah itu di tempat pembuangan sampah besar milik pasar. Ia kemudian masuk ke pasar dan berbelanja. Gadis itu pergi ke tempat-tempat langganan ayahnya. Ia biasa menemani Ayah berbelanja sehingga ia hapal tempat-tempat langganan Ayah dan juga barang belanjaannya.

"Ayahmu mana?" Tanya seorang pedagang sayur saat melihat Mei.

"Oh, sedang menunggui dagangan Pak."

"Oh." Bapak tua itu merapikan jagung di depannya. "Mau beli apa?"

"Biasa Pak. Labu ini sama ..." Mei memilih belanjaan.

Ia pindah beberapa kali ke beberapa tempat demi untuk mencari bahan belanjaannya itu.

Mei melihat tangannya penuh dengan barang belanjaan. Hari ini ada beberapa pedagang yang memberi harga murah karena dianggap membantu orang tua dengan belanja untuk kebutuhan dagangan dan ramah juga murah senyum. Ia jadi bisa membeli 2 piring dan sebungkus gado-gado buat makan siang mereka. Mei tersenyum senang.

Saat ia berjalan keluar pasar, ia berpapasan dengan seorang penjual keliling yang mengalungkan dagangannya di leher di atas sebuah baki dari kayu. Ia berjualan macam-macam gantungan kunci. Tapi siang itu jualannya belum laku.

Anak muda penjual gantungan kunci itu hanya bisa menunduk lesu di kursi depan sebuah toko. Mei mencoba melihat sisa uangnya. Tinggal sepuluh ribu.

"Berapa itu gantungannya satu?"

"Oh, itu ... lima ribu Kak." Anak muda itu terlihat bersemangat.

Mei hampir tertawa. Di lihat dari manapun jelas Mei lebih muda dari pemuda di hadapannya itu tapi ia di panggil 'Kak'. Uangku tinggal sepuluh ribu, tapi, ya udahlah. Mei bertekad untuk membantu pemuda itu.

Mei mencoba melihat dagangan pemuda itu. Ada satu gantungan kunci menarik hatinya. Sebuah gantungan kunci dari dua bola benang wol yang di satukan membentuk boneka beruang dengan hiasan matanya yang ditempel berwarna biru.

"Aku mau ini." Mei menunjuk gantungan kunci itu setelah sebelumnya meletakkan belanjaannya di lantai. Ia memberikan uangnya.

Pemuda itu memberikan gantungan kunci beserta kembaliannya.

"Makasih Kak. Penglaris." Pemuda itu memukul dagangannya dengan uang Mei. "Mudah-mudahan berkah karena sudah bantu saya Kakak."

"Amin."Jawab Mei lagi. Ia langsung memasangkan gantungan kunci itu di kaitan resleting tas pinggangnya kemudian tersenyum. Kelihatannya lucu juga, pikir Mei.

Mei segera mengangkut belanjaannya kembali dan keluar dari lingkungan pasar. Ia mendatangi gerobak Ayahnya.

"Ayah, ayo kita pulang."

Ayahnya ternyata telah menunggunya dengan wajah pucat.

"Ayah, Ayah kenapa?" Mei mendekat, dan memandangi wajah Ayahnya.

"Mmh? Ayah sedikit pusing. Ayo, kita segera pulang."

Mei meletakkan belanjaannya di laci di bawah gerobak, dan mendorong gerobak itu berdua Ayahnya. Pria itu terlihat sempoyongan mendorong gerobaknya.

"Ayah, besok Mei jualan sendiri saja ya Yah? Mei bisa kok jualan sendiri. Di tempat yang dekat-dekat saja. Ayah besok istirahat saja. Besok kan hari Minggu. Pasti laris Yah jualan di mana saja."

"Iya, iya. Terserah kamu saja."

Mereka mendorong gerobak hingga rumah. Ayah Mei segera duduk di bale-bale depan rumah dan mengelap keringatnya.

"Ayah kita langsung makan saja ya Yah, sebentar lagi sudah waktunya jam makan siang Yah."

"Ya sudah, siapkan sana. Ayah mau istirahat sebentar. Antarkan belanjaanmu pada Ibumu dulu."

"Iya Yah."

Sebentar kemudian Ayah, Ibu dan Mei menikmati makan siang dengan hanya sebungkus gado-gado yang mereka bagi bertiga di tambah dengan nasi. Sesudah itu Ibunya menyiapkan bahan lontong sayur untuk esok pagi di bantu Ayah Mei, sedang Mei sendiri beristirahat di kamar.

Prang ...

Suara itu mengagetkan Mei. Ia segera ke dapur. Di sana ia mendapati ayahnya tergeletak di lantai dalam keadaan pingsan. Tak jauh dari situ semangkuk sambal yang baru saja selesai di masak, tumpah di lantai. Ibu terlihat cemas duduk di samping Ayah.

"Ibu, Ayah kenapa?"

"Tolong panggil Bang Oding di samping, minta tolong bawa ayah ke rumah sakit."

"I-i-iya Bu."

Tidak butuh waktu lama, rumah kecil Mei itu di penuhi para tetangga. Mereka membantu membawa Ayah dan Ibu Mei dengan 2 motor. Ayahnya setengah sadar dibawa ke rumah sakit.

Mei bingung di tinggal sendiri di rumah. Ia akhirnya mencoba menyelesaikan masakan Ibunya, dan memeriksa barang lainnya. Ia kemudian mencuci piring.

Aku harus punya uang, aku harus dagang besok, tapi ... sambelnya tinggal sedikit. Tidak cukup untuk dagang besok. Hah ... uangku tinggal lima ribu lagi ....

Namun gadis itu tetap pergi ke pasar. Ia terpaksa beli cabai bubuk karena lebih murah.

-------------++++-------------

Sebuah mobil mewah menikung melewati tempat sepi mencari jalan alternatif tapi tiba-tiba seorang pria muncul dari arah kiri berjalan cepat dan bughh ....

Pria itu menghilang dari pandangan orang-orang di dalam mobil, membuat mereka panik.

"Hei! Kita nabrak orang ya?" tanya pemuda itu panik.

"Tapi Pak, sepertinya dia hanya ke serempet mobil saja, bukan nabrak." Sopirnya meyakini.

"Coba kamu lihat di luar. Awas saja kalau nabrak orang, kamu yang tanggung sendiri!"

Sopir itu, yang beruban rambutnya di beberapa tempat segera turun dan memeriksa, tapi kemudian lama tak muncul.

"Mang, lama amat sih?" Pemuda itu tak sabaran dan turun. Ia kaget melihat pria yang di tabrak oleh mobilnya tadi, sekarang sedang menodongkan pisau pada sopirnya dalam keadaan keduanya sama-sama tertelungkup. Pantas saja keduanya tak terlihat dari tadi.

Karena saking kagetnya ia mundur ke belakang menabrak tubuh seseorang. Ia menoleh dan mendapati 3 orang pria bertampang preman memperlihatkan seringai jahatnya tepat di depan wajahnya. Salah satunya mengacungkan pisau.

Pemuda itu ketakutan tapi berusaha tak di tampakkannya. "Eh, kalian mau apa?"

"Tentu saja ... menguras dompetmu."

Pemuda itu tertawa pelan. Tiba-tiba ia mencoba untuk kabur tapi terkejar oleh mereka. Kedua teman pria itu berhasil menangkap dan menghajar pemuda itu hingga tersungkur. Pria itu murka. "Kau ingin merasakan wajahmu jadi cincangan halus, hah?" Ia mengarahkan pisau di tangan ke arah wajah pemuda itu.

Pemuda itu menutup mata. "Ah, ampunn. Jangannn ...."

Seketika terlihat hujan serbuk yang mengarah ke wajah pria-pria jahat itu. Setelahnya mata mereka pedih.

____________________________________________

Selamat datang reader di novel terbaruku. Jangan lupa, tekan favorit untuk memulainya. Lebih bagus lagi sumbangkan saran, like, komentar, vote, hadiah hingga coin jika suka. Ingatlah, pemberian reader sangat berarti untuk author. Ini visual Maysaroh Safir atau biasa dipanggil Mei. Salam, ingflora 💋

Ada lagi author yang menulis dengan tema berbeda, 2 orang sahabat dan impiannya. Author Crazy_Girls menulisnya di novel Gadis Oleng mencari cinta. Ayo yang kepo.

Identitasmu

Seorang lagi yang menyandera sopir di samping mobil, menyerang seorang gadis yang telah menyerang mereka dengan bubuk di tangannya dari sebuah plastik yang dibolongi. Gadis itu bergerak dengan sepeda yang dinaikinya, dengan menaikan roda depan, sehingga sepeda itu bisa meliuk-liuk mengikuti gerakan tubuhnya saat menyerang.

Penyerang terakhir pun di pukul mundur dengan serangan roda depan sepedanya, baik serangan bersenjata maupun tangan kosong, seolah-olah sepeda itu senjata yang sudah menyatu dengan tubuhnya. Terakhir, ia menyerang orang itu dengan roda depan sepedanya sekali lagi hingga jatuh tersungkur.

Kemudian ia mendatangi ketiga pria yang matanya sedang kepanasan. Ia kembali melancarkan serangan yang cukup membuat lawan tak berkutik saat mata mereka buta sementara.

Sopir itu terperangah. Pemuda itu juga melihat semuanya walau tak jelas. Sesuatu yang mengalir dari kepalanya membuat ia tak bisa melihat jelas apa yang terpampang di depan mata. Ia menyentuh kepalanya. Apa ini, seperti darah?

Ia tak bisa mengenalinya dengan jelas karena cairan itu benar-benar membuat pandangan matanya kabur. Ia berusaha duduk perlahan tapi sulit.

Gadis itu mendatangi dan membantunya duduk.

"Oh ... terima kasih." Pemuda itu dengan suara parau.

Gadis itu menyentuh kening pemuda itu yang mengalirkan darah. Pemuda itu berusaha fokus melihat wajah gadis di hadapannya itu tapi tak bisa. Wajahnya tak jelas.

"Pak, bawa saja ke rumah sakit, segera," ucap Mei pada sopir mobil mewah itu.

"Oh, iya."

"Tu-tu-tunggu ...."

Melihat warga yang mulai berdatangan, gadis itu segera berdiri. Pemuda itu mencoba meraihnya tapi ia hanya dapat meraih sebuah benda kecil yang berasal dari pinggang gadis itu. Ia tidak tahu apa tapi terus di genggamnya.

Enggan bertemu warga, gadis itu melarikan diri dengan sepeda.

Warga datang mendengar keributan. Melihat ada korban, tak ayal penjahat itu jadi bulan-bulanan warga. Mereka memberi jalan pemuda itu dan sopirnya untuk pergi ke rumah sakit mengobati luka yang mengeluarkan banyak darah dari kening pemuda itu.

Gadis itu berhenti saat ia menabrak sebuah bungkusan plastik di jalan. Karena terburu-buru, ia tidak memperhatikan jalan yang dilewati hingga ia tak sadar sepedanya telah menggilas sesuatu. Untung saja ia tidak terjatuh.

Ia turun dan melihat bungkusan itu. Kenapa ada orang yang mebuang sampah di tengah jalan sih? Eh, apa ini? Saat ia menyentuh, bungkusan itu masih hangat dan seperti ada air yang terkurung di dalam plastik. Ia membukanya.

Eh, bakso? Masih terbungkus rapi di dalam plastik. Plastiknya pun tidak rusak atau bocor, hanya bungkusan plastik luarnya saja yang kotor terlindas ban sepedanya. Ada 3 bungkus plastik bakso yang masih hangat dan baru di dalamnya. Punya siapa ini?

Bola mata Mei berputar melihat ke sekeliling. Ada sebuah warung bakso dekat situ, tapi tak mungkin ia menanyakannya pada mereka karena mereka pasti tidak tahu itu milik siapa.

Di dekat Mei ada sebuah warung juga yang sudah tutup. Ia kemudian beristirahat di sana. Pasti ada yang beli dan menjatuhkannya di sana. Seketika ia membayangkan seseorang pria yang membawa belanjaan banyak di motornya dan belanja di warung bakso itu untuk di bawa pulang, dan ia tidak sadar telah menjatuhkan bungkusan bakso itu di jalan.

Mei berniat menunggu hingga setengah jam untuk memastikan pemiliknya mencarinya atau tidak.

Seketika perutnya berbunyi minta diisi. Apalagi melihat bakso hangat yang baru saja di temukannya.

---------+++----------

Setelah di bawa ke rumah sakit, ternyata itu hanya luka kecil. Ia mendapat 2 jahitan dan diminta beristirahat karena kehilangan banyak darah.

Ia membuka genggaman tangannya. Sebuah bola dari benang wol berwarna biru yang terlihat murahan sekarang berada di telapak tangannya. Entah bagaimana bentuk asalnya ia tidak tahu karena seperti tercabut dari sesuatu. Ada sebentuk lem yang mengeras di sampingnya. Apa mungkin ini sebuah hiasan baju atau ... gantungan kunci?

"Mang ...." ucapnya pada sopir yang kini menungguinya.

"Iya."

"Coba cari tahu siapa yang punya ini?"

Sopir itu melihat apa yang ada di genggam pemuda itu. "Itu dari mana Pak?" tanyanya heran.

"Dari cewek tadi."

"Bapak ingin tahu cewek itu?"

"Mamang kenal dia?" Pemuda itu balik bertanya heran.

"Dia kalau gak salah anak dari pedagang lontong sayur itu Pak." Sopir itu menyentuh dagunya.

"Hah?"

"Iya kalau gak salah lihat. Rasanya sih dia." Sopir itu sambil berpikir.

"Yang bener?" Pemuda itu coba mengingat kembali tapi tak bisa karena saat itu ia berada jauh dari pedagang itu. Apalagi tubuh pedagang itu menutupi pandangannya ke arah gadis itu, dan ia waktu itu juga tidak punya pikiran untuk mengintip gadis itu karena saat itu ia sedang kesal. Keinginannya terbersit kini saat sopir itu mengatakannya. Padahal ia sempat berhadapan dengan gadis itu tapi saat itu ia malah tak mampu melihatnya. Ia semakin penasaran. "Eh, cantik gak Pak?"

Sopir itu melirik pemuda itu. "Lho bukannya tadi Bapak bertemu dengannya?"

"Eh, pandanganku kabur gara-gara darah yang ngalir ini." Tunjuk pemuda itu pada dahinya.

"Oh." Sopir itu memandangi pemuda itu. Ia tidak tahu harus bicara apa. "Aku tidak tahu selera Bapak sih, tapi tidak jelek."

"Manis?" Pemuda itu masih penasaran.

"Eh ...." Dalam bingung, sopir itu menatap pemuda itu.

Akhirnya pemuda itu sadar tingkah konyol apa yang baru saja ia tanyakan pada sopir itu. Ia adalah seorang Bos, kenapa ia menanyakan hal-hal bodoh seperti ini pada sopirnya?

Ia berusaha memperbaiki wajah dan berdehem. "Eh, lupain aja." Ia memandang ke arah lain.

"Tama."

"Kakak!"

Aiko, adiknya dan Leka, Kakak Iparnya datang menjenguk. Ada juga Baby Sitter Kakak Iparnya yang turut membawa ponakannya yang masih berusia 1,5 tahun bernama Runi dalam gendongan.

"Kamu kenapa Tama, kamu habis berkelahi?" tanya Leka cemas. Dilihatnya kemeja Tama yang kusut dan kotor. Dahinya juga diberi perban.

"Aku ketemu perampok di jalan Mbak."

"Astaghfirullah alazim. Kamu hati-hati ...."

"Kakak, Kakak berantem dengan perampoknya gak?" tanya Aiko, gadis bermata sipit keturunan Jepang itu.

"Ehm, aku sudah berusaha melawannya tapi ia lebih kuat." jawab Tama berbohong. Sopirnya menahan tawa melihat Bosnya yang masih anak sekolah itu berusaha berbohong dan itu terbaca dari wajahnya.

"Ah, bohong! Kakak pasti gak berani. Perampok kan pasti banyak. Ayo ngaku?" Aiko menunjuk wajah Tama. "Pasti ada yang nolongin kan?"

"Eh, mmh ...." Tama gelagapan.

"Oya? Siapa?" tanya Leka.

"Eh? Itu ...."

"Alhamdulilah ada yang bantu ya? Mungkin kamu harus mulai punya Bodyguard sekarang Tama, untuk melindungimu. Masmu juga mempekerjakan Bodyguard untuk dia dan Mbak."

Pikiran Tama langsung tertuju pada gadis itu. Apa aku pekerjakan saja ia jadi Bodyguard-ku ya?

Runi yang berdiri di atas tempat tidur menghampiri Tama. Pemuda itu menyambut dan mendekapnya. "Sini Dek."

"Om, Om!" Gadis kecil itu menunjuk kepala Tama yang di beri perban. "Apa?"

"Oh, sakit Dek," ucap Tama sambil tersenyum.

"Oh."

---------+++--------

Chris melepas jasnya dan meletakkannya di atas tempat tidur. Ia memijit dahi dan menghela napas panjang. Paling tidak pernikahan Aska dan Monique tadi pagi sudah mengurangi bebannya hari ini. Tinggal sisanya, masalah Rafi yang di penjara dan masalah di keluarga Arya.

Pengadilan sudah memutuskan Rafi adalah Gembong Narkoba dan sebentar lagi akan di hukum mati, sedang istrinya menghilang entah ke mana. Lydia, anak mereka yang sudah diserahkan sejak kecil pada Chris juga sering sakit-sakitan, mungkin karena stres mendengar cerita tentang Ayahnya.

Belum lagi masalah keluarga Arya. Pesawat yang ditumpangi Mariko dan Arya jatuh tak lama setelah tinggal landas dari Nagoya, Jepang. Jatuhnya di daerah hutan belantara di pinggir jurang yang dalam, sehingga menyulitkan evakuasi jasad para penumpang yang dikabarkan meninggal seluruhnya.

Kenzo, anak tertua Arya, menyusul ke sana untuk membawa pulang jasad kedua orang tuanya.

Tim evakuasi sudah dikerahkan tetapi kesulitan di lapangan membuat Kenzo harus bersabar. Tempat itu sering berkabut, dengan hutan yang lebat dan jurang yang dalam. Sejauh ini tim evakuasi telah mulai bisa mengangkat jasad penumpang yang meninggal setelah hari ketiga saat kabut di daerah itu mulai menipis. Itupun mereka hanya bisa mengevakuasi korban yang berjumlah 235 orang itu satu persatu karena kendala di lapangan yang berada pada medan yang sulit. Rencananya bangkai kapal yang setengah hancur itu juga akan diangkat.

Keadaan keluarga Arya di Jakarta, juga cukup memprihatinkan. Tiba-tiba kehilangan kepala keluarga secara mendadak membuat anak-anaknya kehilangan arah. Anak tertuanya Kenzo yang baru saja menikah, terpaksa meninggalkan anak istrinya karena menyusul ke Jepang untuk membawa jasad orang tuanya pulang ke Jakarta.

Tama, anak kedua Arya, yang masih sekolah di bangku SMA kelas satu juga terpaksa jadi kepala keluarga sementara di rumah. Bukan itu saja, perusahaan keluarga milik orang tua Arya yang di Jakarta yang dijalankan oleh suami Kakak Arya kini membutuhkan Tama karena pria itu terkena stroke hingga harus dirawat sampai ia sembuh dan bisa berjalan lagi. Otomatis perusahaan itu jadi tanggung jawab Tama karena Ipar Arya hanya punya satu anak perempuan yang sekolah di pesantren yang tidak memungkin ia untuk menjalankan perusahaan. Di tambah perusahaan milik Arya yang juga butuh seorang pemimpin.

Tama tentu saja kelabakan. Ia tidak bisa minta tolong orang lain, apalagi ia hanya punya Aiko saudara kandungnya yang tersisa yang hanya seorang anak perempuan yang masih bersekolah SD kelas 6.

Untungnya perusahaan milik Arya punya mangemen yang terarah sehingga ia tidak harus mengurusinya setiap hari.

Arya juga punya restoran yang kini di jalankan oleh menantunya, Leka yang sekali-sekali memeriksa dan bekerja di sana.

Tinggal perusahaan yang di kelola oleh Ipar Arya yang sebenarnya rumit karena perusahaan itu perusahaan besar. Selain Tama tidak mengerti cara menjalankan perusahaan, ia juga merasa ada yang tidak beres dengan perusahaan itu tapi ia tidak bisa mengetahui apa. Ada wajah-wajah aneh melihat kedatangannya di perusahaan pagi itu. Itu untuk pertama kalinya ia menginjakkan kakinya di perusahaan itu. Ia benar-benar tidak tahu harus bagaimana, karena ia tidak kenal seorang pun di sana, di tambah kedatangannya itu juga hasil desakan kakek dan Omnya karena perusahaan itu butuh pemimpin segera.

Dalam kekalutannya memikirkan perusahaan Omnya dan perampokan tadi, entah kenapa pikirannya kembali melayang pada gadis yang telah menolongnya tadi. Padahal Tama tidak bisa melihat jelas wajahnya, tapi ia merasa hanya gadis itulah yang bisa menolongnya, entah bagaimana caranya. Ia bertekad untuk mendapatkannya. Harus. Ia harus jadi bodyguardku.

_____________________________________________

Halo reader, bagi reader yang kesulitan memahami cerita di novel ini di sarankan untuk membaca dulu novel Sungai Rindu agar mudah memahami cerita ini. Jangan lupa untuk menekan like, komen, vote atau hadiah atau koin untuk vitamin author. Ini visual Tama. Pertama Wiraguna. Salam. Ingflora 💋

Adalagi rekomendasi novel sahabat author yaitu author dengan novelnya yang berjudul Gairah Cinta CEO Bastard. cekidot!

Ketemu

Aska menggaruk-garuk kepalanya. Ia membaringkan diri di kursi sofa ruang tamu sambil melirik ke lantai dua apartemennya. Istri barunya Monique, sibuk bolak-balik mengunjungi kamarnya dan kamar satunya lagi untuk kamar calon bayi mereka bersama seorang designer interior. Ia berniat mengubah interior kedua kamar itu dengan design yang paling baru.

"Sayang, kok kamu gak ikutan sih?" teriak Monique dari lantai atas. Ia melangkah ke arah tangga.

"Eh, aku serahkan sama kamu saja, Sayang. Aku percaya, pasti bagus." Aska kembali memperlihatkan senyum palsunya dan tenggelam dalam permainan game yang baru dibukanya. Kau pikir aku peduli, huh!

"Mmh, ok." Monique kembali mendatangi designernya untuk kembali bicara.

Aska tidak bisa begitu saja langsung fokus pada permainan game-nya. Beberapa kali ia kalah dalam permainan yang baru ia mulai hingga akhirnya ia kesal dan mematikan hp itu.

Ia menerawang kembali ke kejadian tadi pagi di mana ia hampir tiga kali salah membaca ijab kabul. Bukan apa-apa, saat itu ada Leka yang juga hadir di acara ijab kabulnya membuat pecah konsentrasinya. Ia yang minggu lalu harusnya menikah dengan mantan istrinya itu, harus merelakan wanita itu menikah dengan orang lain karena orang tua Aska mengetahui kehamilan Monique. Leka akhirnya menikah dengan musuh bebuyutanya, Kenzo sedang ia sendiri tadi pagi menikah dengan wanita yang paling di bencinya. Monique.

Wanita itu sudah menyukai Aska sejak SMP. Monique adalah teman sekolahnya dulu, teman sekelas dan sahabat saudara kembarnya Salwa. Salah satu gadis yang mengagumi dan menyukainya di antara begitu banyak gadis karena Aska adalah salah satu pria tertampan di sekolah, yang juga anak orang kaya yang selalu mewakili sekolah untuk pertandingan Basket dan Wushu. Prestasinya di bidang olah raga mengagumkan berbanding terbalik dengan nilai akademiknya di sekolah.

Aska selalu berusaha menjauhi Monique, bahkan bila datang main ke rumah mencari saudara kembarnya, Salwa tapi sebuah peristiwa membuat ia terpaksa menikahi wanita itu.

Bermula saat pria itu dijebak seseorang di hotel dan dibuat mabuk, Monique memergokinya. Ia berusaha menolong Aska. Saat itu telah malam hingga Monique memesankan kamar buat pria itu. Karena mabuk, Aska tidak ingin di tinggal sendirian hingga terjadilah tragedi pemaksaan itu. Nasi sudah menjadi bubur.

Aska masih terbayang terus mantan istrinya itu. Ia sangat mencintainya, tapi karena sebuah insiden ia terpaksa menceraikannya. Ia sudah bersusah payah untuk rujuk kembali dengan Leka tapi Kenzo malah menikahinya. Ia tak rela. Sampai kapanpun ia tak rela. Ia akan mencoba dengan cara apapun untuk mendapatkannya kembali, sebab ia merasa Leka itu adalah miliknya dan harus kembali lagi ke sisinya.

"Sayang, kau mau makan malam dengan apa? Pesan delivery aja ya Sayang. Aku gak biasa masak."

Dia gak bisa masak? Ah, sial!

-----------+++----------

Mei baru saja menyelesaikan makan malamnya. Tentu saja dengan bakso yang di temukannya tadi sore setelah menolong seorang pria yang hampir dirampok itu. Gara-gara pria itu ia kehilangan bubuk cabe yang dibelinya di pasar. Uangnya sudah habis.

Berkat bungkusan berisi bakso yang ditemukannya di jalan itu, ia bisa membawakan makan malam untuk Ibunya yang menginap di rumah sakit karena Ayahnya ternyata mesti di rawat.

Ia kini bingung untuk makan besok. Jangankan makan malam, untuk biaya rumah sakit Ayahnya saja ia bingung, dari mana. Ia tidak punya uang sama sekali. Berjualan lontong sayur pun hasilnya tidak seberapa. Ia begitu bingung.

Ah, paling tidak ia berusaha. Ia akan jualan besok, pagi-pagi sekali agar jualannya laris. Hari Minggu banyak yang butuh lontong sayur untuk sarapan pagi. Sayang ia tidak punya sambal goreng yang cukup. Mudah-mudahan pembeli memakluminya.

-----------+++----------

"Mas ...." Air mata Leka menitik perlahan. Selalu, saat ia video call dengan suaminya.

"Leka, jangan menangis. Kamu kan tahu, aku paling tak tahan melihatmu menangis. Aku harus bertahan di sini sampai orang tuaku di temukan. Sabar ya Leka. Aku sayang kamu."

Wanita itu segera mengusap sisa-sisa air matanya dengan kasar. "Aku juga Mas, padamu. Muahh!" Leka memajukan bibir indahnya pada layar hp-nya.

Haduh, jangan begitu Leka aku makin rindu, batin Kenzo. Pria itu mematikan hp-nya. Ia terduduk di tepian tempat tidur di kamar hotel.

Ayah, setelah ini aku harus bagaimana? Setelah menikah dengan Leka, aku baru saja mendapatkan kepercayaan diriku kembali, tapi peristiwa ini kembali mengguncang hidupku. Kehilanganmu bukan perkara yang mudah. Aku seperti kehilangan kiblatku berdiri. Ke arah mana lagi aku harus menghadap ketika aku sudah kehilangan tempat bersandar? Ah, aku harus kuat. Aku akan kuat. Cukup ada Leka dan Runi aku pasti kuat. Aku akan kuat kan Yah? Pria itu menengadah menatap langit-langit kamarnya.

-------------+++-----------

Aska segera masuk ke dalam selimut dan memiringkan wajahnya ke arah luar. Wanita yang merebahkan diri di sampingnya itu terlihat bingung.

"Kamu kenapa jam segini sudah tidur, Sayang? Seperti anak-anak saja."

"Eh, aku harus ngajar Wushu pagi-pagi jadi harus cepat tidur biar gak telat bangun," jawab Aska tanpa menoleh.

"Oh." Sempat terhenti. "Sayang sekali, padahal aku pakai parfum terbaru dari Paris di kirim sama sepupuku. Coba cium deh, wanginya enak." Monique menggeser tubuhnya mendekati Aska dan menyodorkan lengannya pada wajah pria itu. Mau tak mau Aska bisa mencium bau harum yang menyegarkan dari tubuh wanita itu.

Ah, lembutnya. Andai saja itu Leka yang memakainya, mungkin aku akan segera menerkamnya. Mendekapnya sampai pagi, agar kita pagi-pagi menyambut matahari dengan wajah letih. Aska benar-benar terbuai dengan angannya sendiri hingga tak terasa ia menyentuh lengan Monique.

"Enak ya, baunya? Lembut kan?"

"Eh?" Aska tersadar dan salah tingkah. "Maksudku ...."

"Makanya jangan cepat tidur dong. Temani aku dulu sebentar." Monique menarik lengan Aska agar menghadapnya. Ia merebahkan kepalanya di atas ketiak suaminya dan bersandar pada tubuh pria itu. "Aku kan ingin bermanja-manja." Ia tersipu-sipu.

"Kau eh, mau apa? Aku lelah." Aska berusaha menghindar. Ia malas menemani wanita ini.

"Kamu kok gitu sih, kita kan harusnya malam pertama."

Benar-benar Aska sulit menelan salivanya saat itu.

"Tapi karena aku hamil, kita tunda dulu ya?"

"Eh, ya. Benar sekali." Aska tertawa kecil yang terdengar aneh.

"Harusnya besok kita jalan ke mana gitu, masa kamu kerja terus sampai hari Minggu gak ada liburnya."

"Memang begitu jadwalku tiap hari, he he." Aska merasa diuntungkan dengan kasus jatuhnya pesawat terbang Arya dan istrinya sehingga ia bisa berada tempat latihan Wushu setiap hari libur. Ia bahkan sanggup mengisi kelas itu hingga kelas malam sekali pun agar ia punya waktu sedikit bersama istrinya itu.

"Libur dong, besok kita cari sarapan."

"Eh, cari sarapan?"

"Iya, aku sama Papaku gitu. Sarapan di luar bareng keluarga saat libur."

"Hari biasa ... kamu masak apa?"

"Masak? Aku kan gak bisa masak."

"Sama sekali?"

"Memangnya kenapa? Sarapan kan bisa apa aja. Aku sarapan sedikit jadi makan roti cukup. Memangnya kamu mau sarapan apa? Serel?"

"Nasi."

Monique mengangkat tubuhnya menatap Aska dengan wajah heran. "Ngak bisa yang lain?"

"Ngak."

"Beli saja di luar."

"Eh, beli?" Konsepnya punya suami, apa sih ni perempuan? 'Ngak bisa, beli di luar', gitu? Bule begitu ya? Aneh-aneh aja, tapi sehari-hari dia ngapain ya? Kerja juga gak ....

Mmh, tapi ... aku punya kesempatan berangkat lebih dulu dan ... mengintip Leka. Pria itu tersenyum lebar.

------------++++----------

Pagi itu, Leka terkejut melihat Tama sudah berpakaian rapi padahal hari itu hari Minggu. Ia keluar pagi-pagi sekali. "Kamu mau ke mana?"

"Oh, beli sarapan."

"Hah?" Leka kembali memindai pakaian Tama. "Dengan pakaian ini?"

"Eh, ada pertemuan penting."

"Oh."

Aiko dan Tama sejak kehilangan kedua orang tuanya, pindah ke rumah Kenzo, Kakaknya. Leka juga tidak tega melihat adik-adik Kenzo yang tergolong masih anak-anak tinggal berdua saja di rumah Arya yang terletak di seberang rumahnya. Hanya saat siang hari, Aiko dan Tama tinggal di rumah orang tuanya. Mereka ingat pesan terakhir Arya agar mereka belajar mandiri dan tidak boleh mengganggu kehidupan pribadi Kakaknya yang sudah menikah dengan Leka. Mereka di sana hanya ingin menjaga Leka saat Kakaknya tidak ada.

Tama masuk ke dalam mobil milik kantor dan1 segera meluncur ke jalanan.

"Kita mau ke mana Pak?" Sopir itu terlihat bingung.

"Ya mencari cewek yang kemarin itulah!"

Sopir itu mengerutkan keningnya. "Mau apa Pak?"

"Ck, ah ...." Tama melirik sopirnya kesal. "Cari aja dulu, jangan banyak tanya. Berisik!"

"Iya Pak."

Mereka kemudian sampai ke tempat mereka pertama kali bertemu dengan pedagang lontong sayur keliling itu. Kemudian mereka bingung harus cari ke mana. Mata mereka kemudian melihat ada kerumunan tak jauh dari sana. Ada orang-orang yang duduk di samping sebuah gerobak di pinggir jalan. Ada beberapa orang juga mengantri berdiri di samping gerobak itu.

Daerah itu daerah perumahan penduduk. Mobil dan motor yang berlalu-lalang di situ tidaklah ramai.

Tama dan sopir meyakini itu adalah gerobak lontong sayur yang menyenggol mobil itu kemarin hingga lecet. Mobil mewah itu mendekati gerobak itu.

"Iya Pak, itu gerobak lontong sayur kemarin. Bener Pak, itu perempuan yang nolongin Bapak waktu itu."

Tama mencondongkan tubuhnya ke jendela mobil yang terbuka melihat seorang gadis yang bertubuh sangat kurus sedang melayani pembeli di gerobak itu.

Bukan selera gue. Gak ada cantik-cantiknya, tapi ... boleh juga sih. Manis. "Pak, parkir Pak!"

Sopir itu memarkirkan mobilnya dekat gerobak itu. Tama turun dari mobilnya.

Mei sudah melihat kedatangan mobil mewah itu. Ia mengenalinya sebagai mobil yang diserempet Ayahnya dengan gerobak itu.

Aduuh ... mau apa lagi mobil ini ke sini? Aku gak punya uang. Bagaimana kalau ia menagih uang untuk memperbaiki mobil itu? Habislah aku!

Mei masih melayani pembeli saat Tama menghampirinya. Pria itu masuk dalam antrian pembeli.

Mei melihat perban yang menempel di kepala Tama juga wajah pria itu. Eh, bukankah itu cowok yang ku tolong kemarin ya? Jadi cowok ini ... harusnya kita impas! Mei mendengus kesal. Untuk apa lagi kau mencariku?

Ada seorang pembeli yang makan di sana dan ia sudah selesai makan. Ia kemudian menyerahkan piring dan membayar. Mei membuka tas pinggangnya untuk mencari kembalian.

Tentu saja Tama terkejut melihat gantungan kunci yang berada di resleting tas pinggang itu. Ah, itu gantungan kunci ya? Jadi benar dia ....

____________________________________________

Hei reader, bertemu dengan author Ingflora di sini. Jangan lupa beri semangat authornya dengan like, komen, vote dan hadiah mungkin juga koin. Ini visual Aska Gilang Irfan. Salam, ingflora 💋

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!