Di kegelapan malam yang kelam, dengan ditemani hujan deras, beserta kilatan petir dan gemuruh guntur yang saling bersahut-sahutan, menggelegar menambah suasana kecamuk pada setiap orang.
Di tengah situasi yang mengganas, terlihat segerombolan orang bersenjatakan lengkap, mengendarai kuda, melesat dengan kecepatan tinggi. Seolah-olah keadaan yang menggentarkan tak mereka hiraukan.
"Cepat kejar, jangan biarkan mereka lolos!" Seorang pria berkumis dengan posisi terdepan memerintahkan gerombolan orang tersebut.
Nampaknya, mereka sedang mengejar sebuah kereta kuda yang dikawal oleh seorang pria berzirah yang berjarak beberapa puluh meter di depan mereka.
Di dalam kereta kuda, nampak seorang wanita yang sedang hamil tua. Beberapa kali erangan kesakitan terdengar dari mulutnya.
Sementara gerombolan itu, semakin dekat dengan kereta kuda tersebut.
"Jenderal Li, aku akan menahan mereka. Kau bawalah permaisuri pergi. Aku serahkan keselamatan permaisuri dan keturunan yang mulia kepadamu." Seorang pria yang mengawal kereta kuda berteriak, lalu berbalik arah menuju gerombolan orang tersebut.
"Tidak Jenderal Wang... Jangan!" Seorang pria yang menjadi kusir dari kereta kuda tersebut berteriak memanggil pria tadi yang ternyata seorang jenderal bernama Zhou Wang, namun tak di gubris olehnya.
Dia terus memacu kudanya menuju gerombolan orang tersebut dengan menghunus pedangnya.
"Ow, lihat ada seorang pahlawan bodoh yang datang menghampiri kita." Pria berkumis yang menjadi pemimpin dari rombongan tersebut mencibir Jenderal Zhou Wang.
"Jenderal Lou, beraninya kau mengkhianati Yang Mulia. Aku tidak akan memaafkan mu."
Jenderal Zhou Wang menunjuk pria berkumis tersebut dengan pedangnya, yang ternyata ia juga adalah seorang jenderal sama sepertinya bernama Shen Lou.
"Hahaha. Jenderal Wang, kau sangat lucu. Lihatlah posisimu saat ini. Kau sendirian sedang kami berjumlah puluhan orang." Jenderal Shen Lou beserta rombongannya menertawakan ucapan Jenderal Zhou Wang.
"Begini saja! Bagaimana kalau kau bergabung bersama kami lalu kita sama-sama menangkap permaisuri," tawar salah seorang dari rombongan Jenderal Shen Lou.
"Chui!" Jenderal Zhou Wang meludah. "Bahkan sampai matipun aku tidak akan pernah mengkhianati Yang Mulia."
"Baiklah kalau itu mau mu, maka hanya ada satu jalan untukmu. Yaitu Kematian!"
"... Kalian serang dia, sementara yang lain ikut aku mengejar permaisuri!"
Selesai mengatakan itu, Jenderal Shen Lou beserta sebagian pasukannya melesat, kembali mengejar kereta kuda tersebut.
Jenderal Zhou Wang yang melihat Jenderal Shen Lou bergerak kembali mengejar Permaisuri ingin sekali menghentikannya. Akan tetapi dia dengan cepat di hadang oleh gerombolan Jenderal Shen Lou yang sengaja ditinggalkan untuk menghalangi jenderal Zhou Wang.
"Ayo cepat! Jangan sampai kita kehilangan jejak mereka."
Mereka pun memacu kuda dengan kecepatan tinggi.
**
Sebuah kereta kuda berjalan dengan cepat tanpa memedulikan hujan badai yang datang menerjang. Kuda tersebut tetap bergerak dengan kecepatan tinggi.
Namu tiba-tiba kereta tersebut tidak bisa bergerak maju. Jalanan yang becek akibat hujan deras membuat ban kereta kuda tersebut tersangkut.
Seorang pria yang menjadi kusir dari kereta kuda tersebut lekas turun lalu bergegas menuju bagian belakang kereta dan masuk kedalam lewat pintu belakang.
"Yang Mulia Ratu tenang, aku akan melindungi anda dengan nyawaku."
"Jenderal Li, terima kasih karena masih setia kepada keluarga kami walaupun keselamatan mu terancam karenanya."
"Sudah menjadi kewajiban hamba untuk setia kepada Yang Mulia Raja beserta keluarganya."
Jenderal Wan Li mengangkat Permaisuri dan mengeluarkannya dari kereta. Setelahnya, berlari mencari tempat untuk bersembunyi.
Sementara itu, rombongan Jenderal Shen Lou bergerak dengan kecepatan tinggi.
Beberapa saat, mereka menemukan sebuah kereta kuda. Namun ketika diperiksa, mereka tak menemukan seorang pun di dalam kereta kuda tersebut.
"Sial. Cepat menyebar! Cari mereka sampai dapat, jangan biarkan mereka lolos!"
Rombongan tersebut menyebar ke berbagai arah, untuk mencari keberadaan Jenderal Wan Li beserta permaisuri.
**
Di dalam sebuah goa, terlihat seorang pria bersama seorang wanita yang mengekang kesakitan di bagian perutnya. Tampaknya, ia akan segera melahirkan.
Pria itu bingung dengan apa yang harus ia lakukan. Sementara dirinya belum pernah dihadapkan pada situasi seperti yang ia rasa saat ini.
Kalau saja bertarung mati-matian melawan ribuan manusia di Medan perang, ia dapat dengan gagah berani mampu menghadapinya, namun berbeda halnya dengan saat ini.
dirinya tak pernah membantu dalam proses persalinan. Takutnya terjadi sesuatu yang justru mengancam keselamatan bayi beserta sang ratu.
Disisi lain dia ingin membantu persalinan wanita tersebut, tapi disisi lain wanita tersebut adalah seorang istri dari seorang Raja yang sangat ia hormati.
Ya, pria tersebut adalah Jenderal Wan Li sedangkan wanita tersebut adalah Permaisuri Lin Ra, istri dari seorang Raja dari kerajaan Api bernama Raja Chen Long.
Terpaksa dia membantu proses persalinan wanita tersebut dengan hati kacau.
Beberapa saat kemudian bayi yang ada di dalam kandungan permaisuri Lin Ra akhirnya lahir.
Namun sebuah keajaiban terjadi. Dari tubuh bayi tersebut terpancar sebuah cahaya yang sangat terang hingga membuat Jenderal Wan Li memalingkan mukanya dan menutup kedua matanya.
Bersamaan dengan lahirnya sang bayi, sebuah fenomena aneh tiba-tiba terjadi.
Alam yang semula tidak bersahabat tiba-tiba berubah drastis.
Sang Dewi Malam beserta anak-anaknya yang semula bersembunyi di balik awan hitam kini nampak berkilau dengan indahnya menghiasi langit.
Terdengar secara samar suara iringan musik di langit. Seolah-olah mereka sedang menyambut kelahiran bayi tersebut.
Fenomena ini sangat mengejutkan semua orang di kerajaan Api.
Beberapa saat kemudian cahaya tersebut akhirnya menghilang dan Jenderal Wan Li bisa membuka matanya.
Saat Jenderal Wan Li membuka mata, ia tak sengaja melihat sesuatu yang berwarna-warni dari telapak tangan kiri sang bayi. Sebelum akhirnya sesuatu tersebut menghilang seolah-olah tidak pernah muncul.
Jenderal Wan Li kemudian mendekati permaisuri Lin Ra dan memberikan bayi tersebut kepadanya.
"Jenderal Wan Li aku akhirnya melahirkan putraku ke dunia. Akan tetapi aku tidak bisa melihat bayi ini tumbuh besar dan menjadi seorang yang hebat di suatu hari nanti," kata permaisuri Lin Ra dengan lemas.
Lalu ia memandangi mata si bayi yang berwarna hitam agak ke oranye-an. Tak terasa air matanya mengalir.
Perlahan tapi pasti, ia mendekatkan mukanya pada kepala sang bayi dan mengecup lembut keningnya.
"Jenderal Li, mungkin aku tidak akan lama lagi. Untuk itu aku meminta supaya jenderal Li mau merawat putraku," ujar permaisuri Lin Ra dengan lemas.
Tatapan sayu ia arahkan pada sang bayi dengan senyum lembut terukir di bibirnya.
Ia merasakan matanya yang berat. nafasnya pun tidak beraturan, hingga akhirnya ia menghembuskan nafas terakhirnya.
"Hamba pasti akan merawat anak ini yang mulia. Hingga suatu hari nanti dia akan membalaskan dendam yang mulia." Ujar jenderal Wan Li. Tak terasa air matanya keluar dan membasahi pipinya.
Seorang Jenderal yang di kenal gagah berani dan tak kenal takut ketika di Medan perang. Saat ini sedang meneteskan air mata.
Lalu bayi tersebut ia memberinya nama Chen Li.
**
Sementara itu di waktu yang sama, di sebuah sekte di kerajaan Api. Nampak seorang pria yang sedang mondar-mandir ke sana kemari sambil menggigit tangannya.
Jantung pria tersebut berdegup begitu kencang, sesekali dia akan duduk, lalu berdiri kembali.
"Berhentilah bersikap bodoh Xiao Meng." Seorang pria tua menegur pria tersebut yang ternyata bernama Xiao Meng.
"Ayah aku tidak bisa tenang sebelum anakku lahir ke dunia ini dengan selamat."
"Kau pikir hanya kau saja yang tidak bisa tenang. Aku juga sama sepertimu, dan tidak sabar mendengar suara tangisan cucuku." Pria tua tersebut bernama Xiao Liu, ketua dari sekte Elang Emas, sekaligus ayah dari Xiao Meng.
Sekte Elang Emas adalah sekte menengah dari aliran putih. Sekte ini tidak begitu terkenal, akan tetapi cukup di segani.
Tidak berapa lama, terdengar suara tangisan bayi dari dalam kamar. Sehingga membuat mereka berdua senang. Tanpa pikir panjang, keduanya langsung masuk ke dalam.
Di Sekte Elang Emas yang terletak di kerajaan Api, terlihat dua orang pria yang sedang berdiri di depan sebuah kamar dengan gelisah.
Kedua pria itu adalah Xiao Liu dan Xiao Meng. Mereka sedang menunggu Yan Yu, istri dari Xiao Meng melahirkan.
Di tengah kegelisahan tersebut, mereka mendengar suara tangisan bayi dari dalam kamar. keduanya pun tersenyum bahagia dan tanpa pikir panjang langsung membuka pintu dan masuk ke dalam.
Suatu hal aneh terjadi ketika mereka memasuki kamar tersebut. Dari tubuh sang bayi, terpancar cahaya terang yang menyilaukan, membuat keduanya terpaksa menutup mata mereka.
Bersamaan dengan itu, tiba-tiba hujan deras, angin kencang, bahkan Guntur dan petir yang semula mengguncang kerajaan Api tiba-tiba saja berhenti.
Bulan dan bintang yang semula bersembunyi di balik awan yang kelam, kini menampakkan diri dengan cahaya yang sangat indahnya menghiasi langit.
Secara samar, terdengar suara alunan musik dari anak-anak sang rembulan malam yang berkelap-kelip di langit.
Fenomena tersebut mengejutkan semua orang yang ada di kerajaan Api.
*
Xiao Liu dan Xiao Meng akhirnya membuka kedua mata mereka setelah cahaya tersebut di rasa menghilang.
Sekilas, mata mereka menangkap sebuah cahaya warna warni di tangan kanan bayi tersebut, sebelum akhirnya menghilang.
"Ayah apakah kau melihatnya?"
"Ya, aku melihatnya."
"Anakku benar-benar ajaib," ujar Xiao Meng dengan girang.
"Kita harus merahasiakan ini. Jangan sampai ada seorang pun yang tahu tentang kejadian ini. Aku takut kalau sampai ada yang tahu, cucuku akan diperebutkan oleh banyak orang, untuk kepentingan mereka masing-masing," ucap Xiao Liu.
"Iya Ayah."
Mereka berdua menghampiri seorang dukun beranak yang membantu proses persalinan Yan Yu dan sedang memegang bayi tersebut dengan tatapan takjub sekaligus kagum.
"Selamat tuan cucu anda seorang lelaki yang sangat tampan," ujar perempuan tersebut sambil menyerahkan bayi kepada Xiao Liu.
Xiao Liu menggendong cucunya lalu melirik Xiao Meng. Xiao Meng mengangguk lalu berjalan santai ke arah belakang dukun beranak lalu memukul punggungnya.
Seketika perempuan itu pingsan. Xiao Meng meletakan jari telunjuk dan jari tengahnya pada kening perempuan tersebut.
Mendadak sebuah cahaya berwarna putih terpancar dari keningnya. Selang beberapa saat, Xiao Meng mengangkat jarinya.
Perempuan tersebut sadar dari pingsan dan merasakan kepalanya yang agak pusing.
"Apa yang terjadi?" Tanyanya sambil memegang kepalanya yang terasa sakit.
"Kau tadi membantu menantuku melahirkan, tetapi Kau malah pingsan ketika cucuku lahir." Xiao Liu dan Xiao Meng memulai sandiwara mereka.
"Iyah, ketika kami masuk, kami mendapati kau sedang pingsan dan beberapa peralatan yang berantakan. Mungkin kau kesandung sampai akhirnya pingsan."
"Benarkah?" Tanya perempuan tersebut bingung.
"Yah," jawab Xiao Meng.
"Untung saja tidak terjadi sesuatu kepada cucuku. Kalau saja sesuatu terjadi, maka aku tidak akan melepaskan kau," ujar Xiao Liu dengan nada yang ditekan di akhir kalimatnya.
"Ma-maafkan aku tuan. Aku benar-benar tak sengaja," sesal perempuan tersebut sembari bergidik ketakutan.
"Iya-iya. Tapi lain kali kau harus berhati-hati."
"Aku mengerti tuan."
Dukun beranak tersebut membereskan barang-barangnya setelah itu ia langsung pamit pulang.
"Ayah, kita akan menamainya siapa?" Tanya Xiao Meng kepada ayahnya sembari memandangi mata anaknya yang berwarna hitam agak kebiru-biruan.
"Bagaimana kalau Xiao Wang."
"Hmm. Lumayan, Baiklah."
Lalu mereka menghampiri Yan Yu, ibu dari Xiao Wang, yang sedang terbaring tak sadarkan diri.
**
Di sebuah tempat yang gelap, yang tidak diketahui oleh seorang pun bahkan para dewa sekalipun tidak mengetahuinya.
Seorang pria yang berwajah aneh, garang plus menyeramkan dengan memiliki dua tanduk di kepalanya dan mata yang berwarna merah, sedang duduk di atas singgasana yang di ukir aneh pula.
Seorang pria lain datang menghampirinya dengan wajah yang tidak kalah aneh sekaligus menyeramkan dengan badan yang agak membungkuk dan memegang tongkat di tangannya.
"Ada gerangan apa tuanku memanggil hamba?" Pria tersebut berlutut memberi hormat kepada pria yang duduk tersebut.
"Aku ingin kau meramalkan tentang takdirku di masa depan. Apakah aku akan Menang melawan para dewa."
Pria tersebut adalah Raja Iblis yang dahulu pernah menyerang para dewa bersama Ratu Iblis namun akhirnya dikalahkan oleh Sang Elemen beserta 10 dewa tertinggi, sebelum akhirnya kabur dan bersembunyi.
Sedangkan pria yang memegang tongkat adalah penyihir sekaligus peramal, bukan hanya itu dia bahkan adalah salah satu Jenderal Iblis.
"Baik Yang Mulia."
Penyihir itu kemudian menutup kedua matanya. Mulutnya komat Kamit melafalkan sebuah mantra.
Dari tongkatnya muncul sebuah cahaya berwarna ungu kehitaman. Beberapa saat kemudian, penyihir tersebut membuka mata. Akan tetapi ekspresi yang ia tunjukan sangat buruk.
"Apa yang kau lihat Wu Xian?" Tanya Raja Iblis kepada penyihir tersebut.
Penyihir Wu Xian ragu-ragu apakah harus memberi tahu Raja Iblis tentang apa yang ia lihat atau tidak.
"Cepat katakan Wu Xian, jangan membuat ku menunggu!" Bentak Raja Iblis.
"Maafkan hamba tuanku, hamba melihat tuanku terbunuh oleh reinkarnasi salah satu dari 10 dewa tertinggi. Begitupun dengan Ratu Iblis." Penyihir Wu Xian menunduk ketika mengatakan hal itu.
"APA! Apa kau tak salah lihat?" Tanya Raja Iblis tidak percaya sekaligus marah.
"Ramalan Hamba tak mungkin meleset tuanku," jawab penyihir Wu Xian.
Raja Iblis ingin membantah, akan tetapi yang di katakan Penyihir Wu Xian memang benar. Apa yang di ramalkan oleh Wu Xian memang tidak pernah meleset.
"Apakah reinkarnasi tersebut sudah lahir?" Tanya Raja Iblis kembali.
Penyihir Wu Xian kemudian menutup kedua matanya. Mulutnya kembali komat Kamit melafalkan mantra.
Setelah beberapa saat dia membuka kedua matanya.
"Ya, tuanku. Mereka telah lahir dan di tempatkan di tempat yang sama di salah satu planet."
"Baiklah. Lalu bagaimana dengan keadaan pasukan kita?"
"Pasukan kita tak bisa di katakan dalam keadaan baik tuanku. Sejak pertempuran melawan para dewa, kekuatan kita menurun drastis, banyak anggota yang terluka parah.
Dan yang lebih parahnya lagi tuanku. Akibat kekalahan kita pada perang Akbar melawan para dewa, banyak pasukan kita yang frustasi dan tidak mau memulihkan kekuatan mereka," terang penyihir Wu Xian.
"Ini tidak bisa di biarkan. kita tak bisa seperti ini terus. cepat perintahkan semua pasukan Iblis supaya mereka memulihkan kekuatan mereka!
Jika ada yang menolak, ancam mereka. jika mereka tetap menolak, maka jangan sungkan untuk membunuh mereka!" perintah raja Iblis.
Lalu ia melanjutkan, " Aku akan melakukan latihan tertutup bersama Ratu Iblis untuk memulihkan Kekuatan kami. Aku percayakan kalian para jenderal Iblis untuk memimpin pasukan Iblis sampai aku datang.
ingat, ketika aku kembali nanti, kekuatan pasukan ku sudah harus pulih dan bahkan lebih kuat dari sebelumnya,"ujar Raja Iblis.
"Hamba mengerti tuanku."
"Satu lagi Wu Xian. Akibat dari perang melawan para dewa, pasukan kita berkurang banyak. Untuk itu, aku memerintahkan kalian untuk menambah pasukan kita dengan mengubah manusia menjadikan mereka iblis."
"Hamba mengerti tuanku."
Penyihir Wu Xian menunduk memberikan hormat kepada Raja Iblis lalu bergegas meninggalkan ruangan tersebut.
sementara itu, Raja Iblis mencari Ratu Iblis lalu pergi ke suatu tempat untuk memulihkan kekuatan mereka.
**
Di dalam hutan di kerajaan Api, Jenderal Shen Lou beserta para pengikutnya mencari keberadaan Permaisuri Lin Ra dan Jenderal Wan Li.
Terhitung sudah tiga hari mereka melakukan pencarian, akan tetapi mereka tak kunjung menemukan keberadaan Permaisuri Lin Ra dan Jenderal Wan Li.
"Bagaimana, apakah kalian menemukan mereka?" Tanya Jenderal Shen Lou kepada pengikutnya.
"Tidak Jenderal."
"Sial, mari kita kembali ke istana kerjaan Api, Dan melaporkan kejadian ini kepada Raja Chen Huang."
"Baik Jenderal."
Mereka kemudian kembali ke Istana kerajaan Api untuk melaporkan hasil pencarian mereka.
Di sebuah bukit, seorang pemuda nampak sedang berbaring pada salah satu cabang pohon besar dengan kedua mata yang tertutup rapat.
Kedua tangannya di tekuk dan di jadikan bantal dengan kaki kiri di letakkan di atas kaki kanannya.
Angin yang bertiup sepoi-sepoi menerbangkan poninya yang berwarna hitam agak kemerahan, sehingga menampakkan wajahnya yang sangat tampan.
Dengan kulit yang putih mulus, alis tebal yang tertata rapi di atas matanya, hidung yang tak terlalu mancung juga tidak terlalu pesek serta bibir tipisnya yang ranum berwarna merah muda.
"Li'er!"
Seorang pria paruh baya dengan rambut yang berantakan dan kepala yang di ikat oleh kain bak seorang pendekar, menghampiri pemuda tersebut.
Pemuda itu membuka kedua matanya, nampak sepasang bola mata indah yang berwarna cokelat agak kemerahan.
Pemuda itu bangun dan mengambil posisi duduk sambil kedua kakinya di biarkan menjuntai ke bawah. Rambutnya yang panjang dan terikat rapi ia biarkan berkibar diterpa angin siang.
Pemuda tersebut kemudian menoleh ke arah sumber suara.
"Eh, paman Li."
Pemuda tersebut adalah Chen Li, sedangkan pria paruh baya tersebut adalah Wan Li, seorang mantan Jenderal dari kerajaan Api.
Wan Li duduk di samping Chen Li, sambil memandangi kota yang sangat besar dan sangat jauh. Kota tersebut adalah kota Baiyun, Ibu Kota dari kerajaan Api.
"Li'er, sekarang usiamu sudah tujuh tahun. Kultivasi mu pun telah mencapai tahap menengah tingkat 1. Namun, jika kau bertarung dengan seorang kultivator tahapan Menengah tingkat 2, kau mungkin masih bisa mengimbanginya dan memiliki peluang untuk mengalahkannya." Wan Li menghentikan ucapannya sejenak.
Wan Li hampir tak percaya bahwa di usianya yang ke tujuh tahun, Chen Li bisa menembus tahap menengah tingkat 1 dan bahkan kekuatannya setara dengan seorang kultivator tahap menengah tingkat 2.
Tapi mengingat kejadian waktu itu, ia yakin bahwa hal tersebut merupakan suatu kelebihan yang di berikan dewa kepada Chen Li.
***
Mengenai tingkatan kultivasi seorang kultivator, di bagi menjadi beberapa tahapan dan tingkatan, yaitu:
* Dasar, (5 tingkat)
* Menengah, (5 tingkat)
* Tinggi, (6 tingkat)
* Bumi, (5 tingkat)
* Langit, (5 tingkat)
Sementara di benua Naga, tidak ada seorang kultivator pun yang melewati Tahapan langit. Yang tertinggi ada di tahap langit tingkat 5, itupun tidak lebih dari 1 orang yang mencapai tahapan ini.
Sementara Jenderal Wan Li saat ini berada di Tahapan Tinggi tingkat 4. Dimana dirinya adalah yang terkuat di antara 4 Jenderal kerajaan Api yang dulu. Dengan Jenderal Zhou Wang yang berada di tahapan tinggi tingkat 3.
***
"Li'er aku sudah mengajarimu semua apa yang aku tau. Kini tak ada lagi bahan yang dapat aku ajarkan padamu."
Jenderal Wan Li mengeluarkan sesuatu di balik bajunya.
"Ini adalah kitab Dewa Phoenix. Kitab ini merupakan kitab tingkat tinggi. Seorang kakek tua memberiku kitab ini ketika aku masih berusia 5 tahun. Dari kitab inilah aku mengenal yang namanya dunia kultivator."
Wan Li menghentikan ucapannya. Ia lalu menyerahkan kitab tersebut pada Chen Li.
"Li'er, ku serahkan kitab ini kepadamu, pelajarilah dengan seksama. Aku ingin kau menjadi seorang yang hebat di kemudian hari."
Chen Li mengangguk, meskipun ia tak mengerti, namun ia tetap menerima kitab itu lalu membaca sampulnya.
"Dewa Phoenix."
Secara samar, Chen Li bisa merasakan sesuatu yang sangat panas dan familiar terpancar dari dalam kitab tersebut.
Ia pun membuka halaman demi halaman dari kitab Dewa Phoenix. Semakin banyak halaman yang ia buka, semakin terasa pula sensasi tersebut.
"Kitab Dewa Phoenix itu terdiri dari 4 bab, yang mana semakin tinggi bab nya maka semakin tinggi pula tingkat kesulitannya." Jenderal Wan Li berhenti sejenak. Lalu ia kembali melanjutkan ucapannya.
"Aku hanya bisa mempelajari bab pertama, sementara 3 bab lainnya aku tak bisa. Aku harap kau bisa mempelajari kitab ini sampai pada bab terakhir." Wan Li mengusap lembut rambut Chen Li.
"Aku akan berusaha sebaik mungkin untuk dapat menguasai semua jurus yang ada di kitab Dewa Phoenix ini Paman."
"... Terima kasih!"
"Umm." Wan Li membalas dengan anggukan kepala ringan.
Suasana hening tercipta kala keduanya tak lagi berucap. Yang satu sibuk membolak-balik lembaran demi lembaran kitab Dewa Phoenix, sementara yang satunya lagi sibuk dengan pikirannya.
Wan Li menatap lurus ke arah kota Baiyun, matanya tertuju pada salah satu bangunan yang paling tinggi di antara bangunan-bangunan yang lain dan sangat megah.
Tanpa kehendaknya, sebuah memori kelam dimasa lalu terkait kejadian beberapa tahun silam di kota tersebut kembali terkuak dibenaknya. Ingatan yang selama ini berusaha ia buang jauh-jauh, namun entah mengapa, selalu saja terekam jelas di setiap tidurnya, maupun kesendiriannya.
Ia menggertakan giginya. Entah mengapa ia merasakan darahnya mendidih. Kedua matanya yang berwarna putih jernih, kini tercemari oleh urat-urat merah. Dan tanpa ia sadari, tubuhnya mengeluarkan sesuatu berwarna merah yang penuh dengan tekanan, membuat pemuda di sampingnya kesulitan untuk bernafas.
Chen Li merasakan dirinya di tekan oleh sesuatu yang menakutkan hingga membuatnya kesulitan untuk bergerak, bernafas pun susah. Tubuhnya bergetar, keringat dingin juga mulai bercucuran di sekujur tubuhnya.
"Pa-paman!" rintih Chen Li.
Wan Li tersadar saat mendengar rintihan Chen Li. Segera ia tarik kembali tekanan tersebut, membuat pemuda itu akhirnya bisa kembali bernafas dengan normal.
"Maafkan paman Li'er," sesal Wan Li.
"Paman terlalu terbawa suasana." Kembali Wan Li berkata dengan intonasi penuh dengan penyesalan.
"Memangnya, apa yang paman Li pikiran?" tanya Chen Li penasaran.
"Ehh, tidak ... Tidak ada," jawab Wan Li cepat. Meskipun memori tersebut berkaitan dengan masa lalu pemuda itu, namun belum saatnya Ia memberitahukannya kepada Chen Li.
"Aku tahu Paman sedang memikirkan sesuatu. Katakanlah Paman! Aku siap mendengarkan semua cerita Paman dengan baik."
Wan Li menoleh kearah Chen Li, Lalu kembali ia mengusap lembut rambutnya.
"Li'er, belum saatnya untuk kau mengetahuinya. Akan tetapi, paman janji jika kultivasi mu sudah mencapai tingkatan tinggi aku akan memberi tahumu semuanya."
"Baiklah Paman." Walaupun penasaran, tapi Chen Li tak mempermasalahkan nya.
"Baiklah Li'er, kau lanjutkan saja aktivitasmu! Paman akan pergi untuk berburu dulu."
"Iya paman."
Jenderal Wan Li berdiri dan melompat meninggalkan Chen Li menuju ke kedalaman hutan untuk berburu.
Sementara Chen Li melanjutkan membaca kitab Dewa Phoenix.
Halaman pertama dari kitab tersebut bertuliskan tentang dasar-dasar penggunaan elemen api. Yang mana pemilik unsur elemen api bisa mengubah tenaga Qi menjadi unsur elemen api.
Chen Li sudah tau tentang hal ini karena Jenderal Wan Li sudah lebih dulu menjelaskan padanya sebelumnya. Dia juga sudah bisa mengubah tenaga Qi nya menjadi unsur elemen api.
Lalu ia membuka halaman berikutnya.
Di halaman ini terdapat gambar beserta penjelasan dari beberapa teknik-teknik tingkat rendah. Yang mana teknik-teknik ini bisa berevolusi seiring dengan kemampuan penggunanya, bahkan bisa melampaui tehnik tingkat tinggi.
Chen Li mengamati lebih teliti salah satu teknik dari beberapa teknik di bab pertama kitab tersebut.
Teknik-teknik itu adalah teknik yang sudah pernah di ajarkan oleh Wan Li padanya. Akan tetapi ia menemukan adanya kejanggalan pada setiap dari teknik tersebut.
Sebab, didalam kitab Dewa Phoenix tertulis jelas bahwa teknik-teknik tersebut sangat hebat. Dan bahkan dapat menciptakan daya hancur yang sangat luar biasa.
Sangat berbeda jauh dengan apa yang ia pelajari dari Wan Li.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!