NovelToon NovelToon

Forbidden Love Of The Mafia King

Episode 1 Sang Pewaris Tahta

PROLOG

Shawn Salazar Knight adalah seorang pria muda yang tampan, gagah serta berkepribadian dingin, tegas dan tidak banyak bicara. Putra dari pasangan Arsitek terkenal sekaligus pengusaha sukses bernama Sall Sherwyn Knight dan Sanchia Arelia Knight itu banyak didekati oleh perempuan-perempuan cantik dari berbagai usia. Bukan hanya karena parasnya yang tampan dan tubuhnya yang mempesona atau kekayaan orangtuanya yang tidak akan habis selama berpuluh-puluh turunan, tapi juga karena kejeniusan, kharisma dan pencapaiannya yang sangat membanggakan sebagai pewaris perusahaan raksasa milik orangtuanya.

Shawn memiliki seorang adik perempuan bernama Shanaya Zarine Knight, umur mereka hanya terpaut lebih dari 1 tahun. Meskipun keduanya tumbuh dengan didikan tegas namun penuh kasih sayang dari kedua orangtuanya, namun pribadi mereka sangatlah bertolak belakang. Shawn tumbuh menjadi laki-laki berkarakter dingin, tegas, dan tidak banyak bicara, sedangkan Shanaya tumbuh menjadi pribadi yang menyukai kebebasan, ceria dan terbilang sedikit pembangkang.

Diluar kehidupannya sebagai pria special yang seringkali menjadi perhatian publik, Shawn ternyata adalah calon pewaris tahta klan mafia terbesar di Inggris bernama Toddestern. Sang Ayah yang dikenal sebagai Ketua Mafia terkuat berjuluk Der Killer Ritter atau The Killer Knight, sangat terkenal di dunia bawah. Karena Toddestern bukan hanya klan mafia terbesar di Inggris, namun daerah kekuasaannya sudah tersebar di beberapa negara di Eropa.

Mungkin bagi banyak orang di sekitar Shawn, akan melihat betapa sempurna dan beruntungnya hidup Shawn. Memiliki orangtua yang baik dan sukses, kekayaan yang melimpah, adik yang cantik, bahkan posisi yang sangat hebat sebagai calon pewaris perusahaan dan juga klan terbesar di Inggris. Tapi bagi Shawn ada sesuatu yang membuatnya tidak bisa hidup tenang dan bahagia selama beberapa tahun terakhir ini, yaitu perasaan terlarang di hatinya.

************************

MARKAS BESAR KLAN TODDESTERN - INGGRIS

Seorang pria muda, tinggi dan gagah tampak berjalan menuju singgasana kebesarannya, setelah diperkenalkan sebagai calon Pewaris tahta Klan Mafia Toddestern, langsung oleh Sang Ayah Der Killer Ritter. Memang Der Killer Ritter masih belum berniat untuk turun dari tahtanya, namun Sang Pemimpin Tertinggi klan itu, berniat melatih Putranya untuk segera memimpin klan sepenuhnya. Dimulai dengan memperkenalkan Putra mahkotanya di depan ribuan perwakilan anggota klan Toddestern dari seluruh cabang klan yang ada di Eropa.

Shawn Salazar Knight.. Pemuda berwajah tampan dibalik topeng maskulinnya itu, menatap tegas seluruh anggota klan yang menyambutnya dengan sangat meriah. Saat ini bukan hanya petinggi dan beberapa anggota klan di markas besar yang mengetahui sosok Putra sang Pemimpin Klan Toddestern, tapi juga seluruh perwakilan anggota klan yang hadir malam ini, bisa melihat seperti apa sosok Putra Sang Mafia tersebut. Meskipun tentu saja rasa penasaran mereka tidak bisa benar-benar terpuaskan, karena wajah Sang Pewaris yang diyakini tampan itu tersembunyi dibalik topengnya.

Semua orang yang hadir, melihat banyak sekali persamaan diantara ayah dan anak yang berdiri di atas podium seraya memberikan sambutan itu. Keduanya memiliki tubuh tinggi dan gagah, pembawaan keduanya pun begitu tegas dan dingin. Namun perbedaan yang paling mencolok dari keduanya adalah warna matanya yang benar-benar berbeda. Der Killer Ritter memiliki mata hazel yang jernih, sedangkan Putranya memiliki mata biru yang begitu indah.

Di malam perkenalan Calon Pewaris tahta Klan Toddestern, Sall sengaja tidak mengajak Sanchia dan juga Shanaya untuk menghindari perhatian dan kecurigaan. Hanya segelintir petinggi dan anggota klan markas besar saja yang mengetahui tentang keluarga sang ketua, itupun benar-benar orang yang sudah sangat Sall percayai. Terlebih Sall dan Sanchia sangat terkenal sebagai pasangan pengusaha & arsitek sukses di Inggris, tentu akan sangat berbahaya jika ada orang luar tahu, kalau mereka adalah pasangan King dan Queen dari klan Toddestern.

*************************

Menjelang tengah malam, Sall, Shawn beserta para pengawalnya sudah kembali ke mansion. Kedatangan mereka langsung disambut pelukan dari Sanchia di ruang keluarga.

"Congratulation Son, mulai hari ini kamu harus mulai bertanggung jawab untuk memimpin klan dengan baik. Kamu harus serius, agar Daddy bisa segera menyerahkan tahtanya padamu." Ujar Sanchia mengelus pelan pipi putranya yang mengulas senyum.

"Hmm, nampaknya kamu ingin sekali membuatku segera berhenti dari posisiku sebagai Ketua Klan. Aku bahkan belum tua Sweetheart. Putra kita saja baru resmi menjadi mahasiswa beberapa minggu yang lalu." Sall mencolek hidung Sanchia lalu memeluk pinggang dan mencium pipi kiri Sanchia dengan gemas.

"Bukan begitu Honey, kamu memang masih muda, tapi Putra kita sudah begitu bersemangat bergabung secara resmi dengan klan dan perusahaan setelah kelulusannya. Aku sangat mendukungnya, Shawn sudah banyak belajar darimu, dan inilah saatnya Shawn membantumu di klan dan perusahaan."

Shawn mengakui kalau Daddy dan Mommy-nya terlihat tidak menua sama sekali. Keduanya masih tampak seperti pasangan berumur awal 30an. Setiap kali Shawn dan Shanaya menghadiri sebuah acara bersama kedua orangtuanya, semua orang akan mengira kalau Sall dan Sanchia adalah Kakak Shawn dan Shanaya, bukannya orangtua mereka.

Sebuah kecupan singkat mendarat di pipi kanan Sanchia, membuat Sall menepuk lengan si pelaku sebagai tanda protes. Dengan sangat posesifnya, Sall menarik pelan tubuh Sanchia, agar duduk di atas sofa, tepat disebelahnya.

"Daddy, aku hanya mencium Mommy-ku, karena bahagia Mommy benar-benar mengerti apa yang aku inginkan. Hah, dasar posesif.." Ujar Shawn menyusul duduk di sebelah Sanchia, sehingga Sanchia kini berada diantara dua pria yang menyayanginya.

"Carilah wanitamu sendiri Son, kamu sudah cukup besar. Daddy izinkan kamu berpacaran, tapi ingat perhatikan pergaulanmu, jangan melebihi batas." Sanchia tersenyum setelah sempat terkejut selama beberapa detik saat mendengar perkataan Sall. Karena baru kali ini Sall menyuruh Putra mereka untuk mencari kekasih, padahal sebelumnya Sall selalu meminta Shawn untuk serius dengan pendidikan dan latihannya, dan tidak boleh terganggu dengan yang namanya berpacaran.

"Ah berpacaran hanya membuang-buang waktu. Perempuan-perempuan gatal itu menempel seperti lintah jika aku izinkan, rasanya akan sangat mengganggu." Jawab Shawn seraya melipat kedua tangannya di depan dada.

Sall dan Sanchia tersenyum melihat sikap Putra mereka yang sangat dingin terhadap perempuan. Saat Shawn sekolah dulu, Sall dan Sanchia yang menjemput Shawn di sekolah pernah melihat secara langsung, saat Shawn menolak terang-terangan setiap gadis yang mendekatinya. Sikapnya yang dingin, dengan tatapan mata tajam membunuh, serta tidak banyak bicara, membuat gadis-gadis itu ragu untuk kembali mendekati Shawn. Mereka lebih memilih mengagumi Shawn dari kejauhan, meskipun masih sering memberikan berbagai macam hadiah di bawah meja Shawn, saat Shawn tidak ada.

Tiba-tiba Shanaya muncul seraya merentangkan kedua tangannya, bermaksud memberikan selamat pada kakak tercinta yang baru dikenalkan Sang Daddy sebagai calon pewaris Klan Toddestern.

"Kak Shawn, selamat ya. Akhirnya hari yang kamu tunggu-tunggu datang juga." Bukan hanya pelukan erat yang Shanaya labuhkan di tubuh gagah Shawn, melainkan juga ciuman gemas di pipi kakaknya, yang kini terlihat sangat risih dan mulai mendorong pelan tubuh adiknya.

"Berhenti memeluk dan menciumku seperti itu." Shawn menghapus jejak bibir Shanaya di pipinya, membuat Shanaya cemberut karena kesal. Sedangkan Sall dan Sanchia hanya menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah absurd kedua anak mereka.

"Kak Shawn, aku kan hanya meluapkan rasa bahagiaku karena kamu berhasil mewujudkan harapan-harapanmu. Kamu memang kakak yang tidak bisa menghargai perasaan adiknya, menyebalkaaan.." Shawn berdiri dari posisi duduknya, lalu berjalan melewati Shanaya tanpa mempedulikan protes Shanaya sebelumnya.

"Dasar es balok.." Umpatan Shanaya berhasil membuat Sanchia mengatupkan mulutnya rapat-rapat, dan hal ini tentu menarik perhatian Sall.

"Lihatlah anakmu meniru perkataanmu padaku. Berhentilah menyebutku es balok saat kamu sedang marah.." Bisik Sall di telinga Sanchia.

"Aku tidak akan menyebutmu es balok lagi. Maafkan aku ya Honey.." Tentu saja Sall langsung sumringah mendengar permintaan maaf Sanchia, hingga perkataan lembut itu dibalas sebuah kecupan singkat di bibir ranum Sanchia. Sall lupa dan tidak menyadari kalau Shanaya masih berada di dekat mereka dan melihat adegan romantis itu.

"Ah Daddy dan Mommy sama menyebalkannya seperti Kak Shawn." Ujar Shanaya yang langsung berjalan pergi sambil menghentak-hentakkan kaki menuju kamarnya. Sementara Sall dan Sanchia mulai tertawa, karena merasa malu adegan romantis mereka dilihat oleh sang putri yang sudah remaja.

*************************

Seminggu kemudian..

Ruang makan keluarga yang sebelumnya ramai dengan obrolan orangtua dan dua orang anak itu mendadak senyap, saat Shawn mengatakan sesuatu yang membuat Sall, Sanchia dan Shanaya begitu terkejut.

"Dad..Mom.. Tolong izinkan aku untuk tinggal sendiri. Aku sudah membeli sebuah penthouse dengan uang tabunganku sendiri, di dekat kampus dan tidak jauh dari perusahaan. Aku berjanji akan hidup penuh tanggung jawab dan tidak akan mengecewakan Daddy dan Mommy, aku benar-benar ingin mulai hidup mandiri sebagai mahasiswa juga calon pewaris klan dan perusahaan." Sall menatap dalam manik mata putranya yang terlihat begitu serius dengan perkataannya. Sama sekali tidak diduganya, Shawn akan menyampaikan hal ini begitu cepat.

"Shawn.. Apa kamu tidak ingin tinggal dengan keluarga? Apa menurutmu keluarga itu tidak penting?" Sanchia mulai berkaca-kaca menatap wajah putranya, sehingga Shawn seketika langsung merasa bersalah pada Mommy yang sangat disayanginya itu.

"Mom.. Tentu Mommy tahu kalau aku begitu menyayangi kalian, tolong jangan pertanyakan itu. Tapi aku benar-benar ingin mulai kehidupan yang mandiri. Tolong mengertilah Mom.." Shawn menggenggam tangan Sanchia yang duduk berhadapan dengannya, bersebelahan dengan Sall. Shanaya yang duduk disebelah Shawn kini mulai melirik kakaknya, setelah menundukkan kepalanya cukup lama, saat mendengar perkataan kakaknya.

"Kak Shawn memilih tinggal di penthouse dibanding di mansion? Padahal selama ini Kak Shawn juga sudah mandiri dan tidak pernah manja pada Daddy dan Mommy. Apa Kak Shawn ingin tinggal lebih bebas diluar sana? Bebas berkencan tanpa mendapat larangan dari Daddy dan Mommy, bebas melakukan apapun tanpa mendengar rengekan dan kecerewetanku, itu kan keinginan Kakak?" Tuduh Shanaya.

"Terserah apapun yang kamu pikirkan Shanaya, tapi aku yakin Daddy dan Mommy paham maksudku untuk bisa lebih mandiri di umur dan posisiku sekarang. Tolong pahami aku Dad..Mom.." Shawn pergi meninggalkan ruang makan tanpa menunggu jawaban apapun dari Sall, Sanchia ataupun Shanaya. Shawn berjalan keluar mansion, setelah menyambar tas ransel yang dia simpan di atas sofa ruang tamu.

'Kalian sesungguhnya memang tidak akan pernah mengerti apa yang aku rasakan. Aku sudah mencegah perasaan terlarang ini tumbuh sekuat tenagaku, tapi aku gagal. Cara yang bisa aku lakukan saat ini adalah menghindar dan pergi untuk menghapus semua yang terlanjur hadir di hatiku. Aku tahu aku gila.. Tapi aku tidak ingin semakin gila. Aku harus bisa menghentikan semuanya sebelum terlambat dan mengecewakan Mommy, Daddy dan Shanaya." Teriak Shawn dalam hati seraya melajukan mobil sport-nya keluar dari pintu gerbang mansion.

*************************

IG : zasnovia

Akhirnya novel ke-4 launching juga.. 😄

Semoga semua yang mampir suka ya sama kisah Shawn dan Shanaya, anak-anak dari Sall dan Sanchia ini (The Killer Knight vs The Mafia Queen). 

Jangan lupa like, Rate bintang 5, klik Favorit & Comment juga ya.. ☺️

Terima kasih banyak ya semuanya..Sehat, bahagia & sukses selalu ya.. 🥰

Episode 2 Tidak Ingin Mengekangmu Lagi

Sebuah penthouse mewah yang berada di tengah kota London yang baru beberapa minggu dibeli Shawn, menjadi pilihannya untuk menghabiskan malam dan menikmati kesepian di hatinya yang memang sedang diliputi kegalauan. Selama berjam-jam, Shawn tidak beranjak dari tempat tidurnya, matanya masih saja menatap pilu ke arah dinding kamar yang dihiasi sebuah frame photo kedua orangtuanya, dirinya dan juga Shanaya.

Senyum manis Shanaya berhasil membuat hatinya semakin sesak dan perih. Mengingat perasaan terlarang yang dirasakannya, tidak juga luntur meskipun Shawn sudah mencoba menghapusnya dengan berbagai cara. Memang Shawn tidak pernah mengizinkan gadis manapun untuk mendekatinya, tapi sebenarnya Shawn sudah mencoba untuk melihat dan menilai beberapa diantaranya untuk dia pertimbangkan dekat dengannya. Namun tidak ada satupun dari gadis-gadis itu yang berhasil menggetarkan hatinya seperti Shanaya.

Gila.. Itulah yang Shawn rasakan setiap harinya sejak perasaan itu tumbuh di usianya yang masih awal belasan. Bagaimana tidak, perasaan indah yang biasanya dirasakan remaja seusianya, tiba-tiba tumbuh pada seseorang yang bukan seharusnya.

'Apakah aku punya masalah kejiwaan? Bagaimana bisa aku mencintai adikku sendiri? Ini gila.. Benar-benar gila.' Rutuk Shawn dalam hati.

Selama bertahun-tahun, Shawn berusaha mengikis perasaannya pada Shanaya. Tapi perasaan itu justru semakin dalam dan menuntun sikapnya menjadi semakin posesif pada adiknya sendiri. Shawn selalu menjaga dan menemani Shanaya kemanapun. Bahkan saat bersekolah, Shawn yang memiliki kejeniusan di atas rata-rata, rela tidak mengambil kesempatan untuk program akselerasi atau percepatan pendidikan karena tidak ingin segera meninggalkan Shanaya yang berbeda satu tingkat dengannya. Meskipun tidak pernah menjelaskan alasannya secara gamblang pada pihak sekolah, tapi kedua orangtuanya tahu, kalau Shawn melakukannya karena ingin selalu melindungi adiknya, Shanaya, di sekolah yang sama.

Drrtt.. Drrrtt.. Drrtt..

Sebuah ponsel yang terletak di atas nakas, hanya dilirik sekilas tanpa berniat Shawn angkat. Nama sang asisten Drake, nampaknya tidak membuatnya berniat menyudahi kegiatan meratapi perasaannya. Shawn memilih merebahkan tubuhnya, dan mengarahkan pandangannya ke arah yang berlawanan, meskipun ternyata Drake tidak menyerah untuk terus menghubungi boss sekaligus sahabat dekatnya itu.

"Aaaarrgh.. Drake tidak bisakah kamu membiarkanku tidur dengan tenang malam ini?" Semprot Shawn begitu mengangkat panggilan masuk dari Drake, dengan posisi duduk di atas tempat tidur.

"Shawn.. Adikmu menyelinap keluar dari mansion. Dia pergi ke sebuah rumah mewah yang nampaknya sedang mengadakan pesta ulang tahun. Aku belum melaporkan hal ini pada Om Sall dan Tante Shanaya. Apakah kita akan menjemputnya pulang Shawn?" Drake langsung menyampaikan laporannya, tanpa menanggapi keluhan Shawn sebelumnya.

Shawn melirik jam dinding yang sudah menunjukkan tepat pukul 12 malam, sebelum menghela nafas yang cukup panjang.

"Awasi saja, suruh anakmu memantau dari berbagai arah. Pastikan Shanaya aman dan tidak ada satupun orang yang melakukan hal buruk padanya." Jawab Shawn dengan suara tenang yang cenderung datar.

"Apa kamu tidak akan kesini dan mengawasinya secara langsung?" Tanya Drake begitu penasaran, karena merasa tidak biasa dengan sikap Shawn yang selalu posesif pada Shanaya.

"Tidak. Aku percayakan padamu." Shawn menutup panggilan teleponnya tanpa menunggu jawaban dari Drake, lalu kembali merebahkan tubuhnya.

Pikiran Shawn kembali menerawang pada kejadian di masa lalu yang seringkali terjadi dan membuat Shanaya tidak nyaman dengan sikap posesif Shawn padanya.

FLASHBACK ON

Seorang remaja perempuan berseragam sekolah dan berusia 16 tahun, terlihat menghentak-hentakan kakinya saat memasuki pintu utama mansionnya. Dibelakangnya seorang remaja laki-laki yang juga berseragam sekolah dengan dibalut jaket branded kekinian, dan berusia 17 tahun tampak tidak terganggu, dia malah asyik mendengarkan musik melalui earphone-nya.

Shanaya, gadis remaja yang sedang merajuk itu, kini membalikkan tubuhnya menghadap sang Kakak. Shawn menghentikan langkahnya seraya mengangkat sebelah alisnya, bertanya-tanya kenapa adiknya tiba-tiba berbalik dan menghentikan langkahnya.

"Kak Shawn, kenapa Kakak senang sekali mengacaukan acara jalan-jalanku. Padahal aku hanya menonton film bersama teman-teman, kenapa Kak Shawn malah memintaku pulang dihadapan mereka? Kalau Kak Shawn terus-terusan seperti ini, bisa-bisa aku tidak punya teman."

Alih-alih menanggapi keluhan Shanaya, Shawn malah kembali berjalan melewati Shanaya tanpa ambil pusing dengan keluhan Shanaya. Tentu saja Shanaya yang merasa diabaikan merasa tidak terima dengan sikap dan perlakuan kakak laki-lakinya itu.

Setelah menyimpan tas sekolahnya di atas meja, tanpa aba-aba Shanaya berniat mendaratkan pukulannya ke arah punggung Shawn. Namun dengan refleks yang bagus, Shawn berhasil menghindari pukulan Shanaya, sehingga Shanaya hanya berhasil memukul angin.

Tanpa berkata sepatah katapun, Shawn memandangi adiknya dengan tatapan jengah dan gelengan kepala.

"Kapan kamu bisa bersikap dewasa Shanaya? Teman-temanmu itu membawa dampak buruk untukmu. Jangan pernah berpikir untuk bisa pergi ke club dengan mereka lagi. Kamu tidak akan pernah bisa menipuku lagi. Dan jangan pernah dengan teman-teman laki-lakimu itu, terutama Dawson. Dia hanya mempermainkan, sama seperti pacar-pacarnya yang lain. Mommy dan Daddy masih harus mengurusi bisnis kita di Jepang dalam waktu yang lama, jadi menurutlah padaku Shanaya." Ujar Shawn penuh penekanan.

"Kenapa Kakak tidak mengurusi urusanmu sendiri? Kamu punya teman-teman sendiri, tapi kenapa kamu selalu ikut campur dengan kehidupanku Kak?" Tanya Shanaya sedikit berteriak.

"Karena aku adalah Kakakmu. Apa jawaban itu tidak cukup?" Jawab Shawn dingin, membuat nyali Shanaya menciut seketika. Terlebih pandangan Shawn menghunus tajam, tepat di netra Shanaya yang jernih.

Merasa akan kalah dalam berdebat ataupun adu jotos, Shanaya memilih pergi menuju kamarnya. Sedangkan Shawn terlihat masih memandangi punggung Shanaya yang berjalan menaiki tangga, sampai akhirnya menghilang dari pandangannya.

"Hmm.. Berhentilah mengekang adikmu. Rasa khawatirmu sepertinya terlalu berlebihan. Kamu benar-benar Kakak yang posesif." Pandangan Shawn beralih pada sumber suara, yang ternyata adalah Drake, asisten pribadinya yang baru saja pulang kuliah.

"Teman-teman Shanaya terlalu berbahaya untuknya. Uncle Arthur sudah menugaskan banyak pengawal terlatih untuk menjaganya, tapi kenapa Shanaya bisa beberapa kali lepas dari pantauan? Rasanya sangat menjengkelkan." Shawn dan Drake berjalan beriringan menuju lantai 2.

"Sebenarnya bukan para pengawal yang kurang kompeten, tapi adikmu saja yang terlalu licin seperti belut. Seperti kejadian saat dia kabur ke club bersama teman-temannya, dia sampai meretas sistem keamanan mansion, CCTV, bahkan nekad turun dari balkon kamar dengan menggunakan tali. Dia dibekali banyak skill, jadi jangan heran, kalau dia bisa melakukan banyak hal gila diluar nalar." Shawn mengangguk membenarkan semua perkataan Drake.

"Tapi kurangilah sifat posesifmu. Adikmu juga butuh bersosialisasi dengan teman-temannya. Dia bisa stres kalau terlaku kamu kekang. Kamu lebih baik bersikap posesif terhadap pacarmu saja Shawn, bukannya adikmu. Apa kamu memang berniat membuatnya menjomblo seumur hidup? Jika sikapmu seposesif itu, tidak akan ada laki-laki yang berani mendekati adikmu. Mereka tentu saja takut padamu Shawn." Ujar Drake panjang lebar yang langsung dihadiahi pukulan di lengannya. Drake hanya sedikit meringis, lalu melanjutkan perkataannya.

"Apalagi kalau mereka tahu, Kakak-nya Shanaya adalah seorang Calon Ketua Mafia terbesar di Inggris, pasti mereka akan mundur seketika, hehe.." Kekehan Drake hanya dibalas gelengan kepala Shawn yang memilih berjalan menuju kamarnya. Namun baru beberapa langkah berjalan, pertanyaan Drake membuat Shawn menghentikan langkahnya.

"Eh Shawn.. Menurutmu, laki-laki seperti apa yang layak menjadi pendamping Shanaya?"

Shawn membalikkan badannya menghadap Drake, lalu dengan menyilangkan kedua tangan di dada, Shawn menjawab tegas pertanyaan Drake sebelumnya.

"Laki-laki yang akan menjadi pendamping Shanaya, harus lebih segalanya dari aku. Aku tidak akan menyerahkan Shanaya pada laki-laki yang bahkan tidak bisa menyaingi apa yang aku miliki." Jawaban Shawn seketika membuat Drake tergelak, tentu saja hal ini memancing tanya di wajah Shawn.

"Kenapa kamu malah tertawa?"

"Nampaknya Shanaya harus bersiap menjadi jomblo seumur hidup, karena sepertinya tidak akan ada laki-laki yang bisa menyaingimu Shawn. Kamu memiliki otak yang terlampau cerdas, prestasi akademikmu terlalu membanggakan untuk dibandingkan dengan siapapun. Kamu juga sudah bisa berbisnis dan menghasilkan profit untuk perusahaan sejak umurmu baru 10 tahun, kekayaanmu bahkan tidak terhitung. Wajah dan tubuhmu pun sulit disaingi, kecuali oleh model dan aktor-aktor terkenal. Kemampuan meretas, beladiri, menciptakan senjata, racun, mengatur strategi, semuanya kamu miliki. Aku bahkan bertanya-tanya, apa sebenarnya yang tidak kamu bisa?" Shawn tersenyum mendengar rentetan pujian Drake padanya, namun dirinya sendiri tentu saja merasa masih banyak kekurangan. Shawn masih memiliki banyak harapan untuk bisa membanggakan Mommy dan Daddy-nya juga Shanaya.

"Mungkin di belahan bumi yang berbeda, ada laki-laki yang bisa menyaingi bahkan mengalahkan kemampuanku. Tapi jika Shanaya menjadi jomblo seumur hidup, maka aku akan menemaninya selamanya." Ujar Shawn, membuat Drake membelalakan matanya diikuti gelengan kepala yang kuat. Sementara Shawn terkekeh geli, lalu berjalan kembali menuju kamarnya.

*************************

'Tidak..  Shanaya tidak suka selalu aku atur, dan mulai saat ini aku tidak akan mengekangnya lagi. Aku tidak akan ikut campur lagi pada semua urusannya. Aku hanya akan membiarkan Drake dan anak buahnya menjaga Shanaya dari jauh.' Ujar Shawn dalam hati seraya menutup matanya dan mencoba mengistirahatkan pikirannya. Namun panggilan masuk dari Drake kembali mengusiknya.

"Shawn.. Aku dan beberapa orangku berhasil menyelinap masuk ke dalam rumah itu, dan aku melihat gelagat mencurigakan dari beberapa teman Shanaya. Mereka terus memaksa Shanaya untuk meminum minuman beralkohol, padahal Shanaya sudah memegang segelas orange juice di tangannya." Informasi dari Drake membuat Shawn seketika terkejut dan mendudukkan dirinya di atas tempat tidur.

"Jangan biarkan sesuatu yang buruk terjadi pada Shanaya. Bawa dia pulang, jika memang teman-temannya bersikap keterlaluan pada Shanaya."

"Apa kamu akan menyusul kesini dan menjemputnya Shawn?" Tanya Drake penasaran.

"Tidak, kamu dan anak buahmu tentu sudah cukup untuk bisa membawa gadis nakal itu pulang. Jaga dia untukku Drake." Shawn kembali memutuskan panggilan Drake, lalu mematikan ponselnya sebelum kembali merebahkan tubuh dan memejamkan matanya.

*************************

Terima kasih banyak ya atas Like, Rate bintang 5, Favorit dan Comment-nya, selalu menjadi semangat dan motivasi lebih untukku menulis kisah Shawn juga Shanaya.

Semoga selalu sehat, bahagia, banyak rezeki dan sukses selalu ya semuanya. Love u all ❤️❤️❤️❤️❤️

Episode 3 Tidak Peduli

Shanaya menatap nanar pintu kamarnya yang baru saja tertutup. Daddy dan Mommy-nya baru saja keluar dari kamarnya, setelah memarahinya selama hampir 2 jam karena sudah menyelinap keluar dari mansion untuk berpesta bersama teman-temannya. Daddy dan Mommy-nya bertambah marah, karena Shanaya pulang dalam keadaan mabuk.

Sebelum Drake memaksa Shanaya pulang ke mansion, Shanaya memang sempat dicekoki sekitar 3 sloki vodka dari teman-temannya, satu diantaranya laki-laki bernama yang tidak pernah disukai oleh Shawn. Ternyata benar, teman-temannya itu memang membawa pengaruh buruk untuknya.

Shanaya melirik ponselnya yang berada di atas nakas, sesungguhnya ada satu sosok yang diharapkannya muncul dihadapannya saat ini. Ada rasa kecewa saat mengetahui kalau bukan Shawn yang menjemput dan menyelamatkannya dari teman-temannya, melainkan Drake. Apalagi sampai sekarang Shawn sama sekali tidak menampakkan batang hidungnya dihadapan Shanaya.

"Apa sekarang Kak Shawn sudah tidak peduli padaku ya? Dia bahkan tidak menjemput dan menjengukku." Tangis Shanaya tiba-tiba pecah, entah kenapa perasaannya terasa sangat tidak nyaman saat ini. Ada perasaan kecewa terhadap Kakaknya, tapi juga hatinya merasa rindu dan ingin bertemu dengan partner ributnya itu.

"Aduh kepalaku semakin pusing karena minuman dan terlalu banyak menangis. Biasanya setiap kali sakit, Kak Shawn akan menemani dan menyuapiku. Kak Shawn juga selalu memijat pelipisku dengan lembut." Keluh Shanaya dengan tatapan sendunya.

Diambilnya ponsel dari atas nakas, tanpa membuang waktu segera ditekannya nomor kakaknya. Namun sedetik kemudian raut kecewa mulai tergurat di wajah cantik Shanaya, saat mengetahui ponsel kakaknya sedang tidak aktif saat ini.

"Kak Shawn benar-benar tidak peduli padaku. Aku benci Kak Shawn." Tangis Shanaya yang sempat mereda, kini kembali pecah seiring rasa kecewa yang semakin memenuhi hatinya.

*************************

Keesokan harinya...

Suasana pagi di akhir pekan mendadak ramai, saat Shawn datang bersama Drake dan beberapa anak buahnya untuk membereskan dan membawa barang-barang pribadinya dari mansion ke penthouse barunya.

Sanchia yang sempat menentang ide Shawn untuk tinggal sendiri di penthouse, terpaksa mengizinkan setelah diyakinkan oleh Sall, meskipun dengan sangat berat hati.

"Son, tidak bisakah kamu makan malam dan menginap di mansion malam ini? Apalagi kondisi adikmu masih belum benar-benar membaik. Sampai pagi tadi kepalanya masih saja sakit, meskipun sudah meminum obat yang dari dokter. Jenguklah adikmu, dia pasti senang melihat Kakaknya."

"Maaf Mom, nanti malam aku harus menghadiri meeting dengan seluruh petinggi klan di markas besar."

"Tapi sekarang kan akhir pekan Sayang, kamu bisa me-reschedule meetingnya." Ujar Sanchia penuh harap.

"Mommy bisa tanyakan pada Daddy, kalau meeting ini sangatlah penting. Sengaja diatur di akhir pekan, karena hari senin besok sepulang kuliah, aku harus langsung berangkat ke Spanyol untuk urusan bisnis selama 2 hari. Benar kan Dad?" Jawab Shawn yang langsung dibalas anggukan kepala Sall dihadapan Sanchia.

"Shawn benar Sweetheart, semua agendanya sangat padat dan tidak bisa di reschedule (jadwal ulang)." Jelas Sall seraya merangkul bahu Sanchia.

Gurat kecewa jelas tergambar di wajah Sanchia yang selalu terlihat cantik, namun Sanchia tentu tidak bisa memaksa putranya, jika sudah berkaitan dengan kuliah atau perusahaan.

"Baiklah.. Tapi jenguklah adikmu, dia pasti sangat merindukanmu." Bujuk Sanchia.

"Hmm, sepertinya dia tidak merindukanku. Dia lebih nyaman dengan teman-temannya yang hobi berpesta itu. Dad.. Mom.. Aku pamit ya, aku harus segera kembali ke penthouse untuk membereskan barang-barangku." Shawn mencium pipi kedua orangtuanya, lalu mengambil tas ransel yang sudah terisi barang-barang pribadinya.

Sall dan Sanchia tentu kecewa dengan sikap Shawn yang menolak menjenguk Shanaya, tapi mereka juga mengerti alasan dibalik sikap Shawn yang jelas terlihat sangat kecewa itu. Drake sudah menjelaskan, bahwa Shawn sudah berkali-kali menasehati Shanaya agar tidak bergaul dengan teman-temannya itu, namun Shanaya sama sekali tidak menggubris nasihat dari kakaknya itu. Sall dan Shanaya juga merasa sudah lalai sebagai orangtua, karena baru mengetahui kelakuan putrinya yang ternyata sangat nakal.

"Kami pergi dulu Uncle.. Aunty.." Perkataan Drake dibalas Sall dengan tepukan di bahunya.

"Selalu jaga dirimu dan lindungi Shawn untuk kami." Ujar Sall yang langsung dibalas anggukan mantap dari Drake.

"Tentu Uncle, aku akan selalu menjaga dan melindungi Shawn dengan nyawaku sendiri." Sall dan Sanchia tersenyum, terlebih kini Shawn terlihat merangkul Drake dengan santainya.

"Hei Bro.. Bukan hanya kamu yang melindungiku, tapi aku juga akan melindungimu." Kehangatan semakin menjalar di hati Sall dan Sanchia melihat interaksi Shawn dengan Drake yang begitu dekat dan akrab. Memang keputusan Sall untuk memasukkan Drake yang seorang anak yatim piatu ke dalam keluarganya adalah keputusan yang sangat tepat. Ternyata sesuai harapan dan instingnya, Drake tumbuh menjadi anak yang kuat dan dapat dipercaya.

Beberapa saat kemudian, Shawn, Drake beserta anak buahnya segera pergi meninggalkan mansion. Sall dan Sanchia pun segera kembali ke ruang makan yang sempat terjeda karena kedatangan Shawn tadi. Tanpa mereka sadari ada sepasang mata yang sedari tadi memperhatikan interaksi mereka dari lantai 2, kini sepasang mata itu sudah kembali menjatuhkan air matanya yang sempat mengering.

"Kak Shawn membenciku.. Dia bahkan sudah tidak mau melihat dan bertemu denganku." Lirih Shanaya lalu mengusap pipinya yang sudah basah oleh air mata.

*************************

Lebih dari sebulan berlalu sejak kepindahan Shawn ke penthouse-nya, dan selama itu pula Shawn mencari banyak alasan untuk tidak datang ke mansion orangtuanya. Dia akan memilih bertemu dengan Daddy-nya di perusahaan atau di markas besar, dan mengajak Mommy-nya bertemu di mall atau restaurant sepulang kuliah. Shawn benar-benar menghindari pulang ke mansion karena tidak ingin bertemu dengan Shanaya, kesibukan kuliah dan bekerja selalu dijadikannya alasan kuat kepada kedua orangtuanya. Beruntungnya Daddy dan Mommy-nya percaya dengan alasan yang dikatakannya.

Hari ini Shawn tidak bisa datang ke perusahaan karena jadwal kuliahnya sedang padat. Menjelang sore hari setelah jadwal kuliah selesai pun, Shawn harus berkutat di perpustakaan ditemani banyak buku-buku tebal untuk menyelesaikan tugas kuliahnya.

Tiba-tiba sebuah kegaduhan menarik perhatian Shawn dari laptop dihadapannya. Seorang gadis tampak menjatuhkan tumpukan buku yang sedang dibawanya, Shawn hanya menatap sekilas lalu kembali mengetikkan jari-jarinya di atas keyboard laptopnya tanpa berniat menolong si gadis yang sedang kesulitan mengumpulkan buku-bukunya itu.

Gadis itu melirik sekilas Shawn yang bersikap acuh tak acuh padanya, namun dirinya tentu tidak bisa meminta apalagi memaksa orang lain untuk membantunya. Setelah beberapa lama mengumpulkan tumpukan bukunya, gadis itu kembali berdiri dan membawa buku-bukunya dengan sangat hati-hati.

Namun malang tak dapat ditolak mujur tak dapat diraih, lagi-lagi kesialan menimpa gadis itu saat tiba-tiba tubuhnya ditabrak seorang laki-laki bertubuh tambun dari belakang. Alhasil tubuhnya limbung dan buku-buku tebalnya kini terjatuh dan menimpa kepala, bahu, tangan dan laptop Shawn. Shawn yang begitu terkejut dengan apa yang terjadi padanya, langsung menghunuskan tatapan tajam pada si gadis yang terlihat merasa bersalah dan sedikit ketakutan.

"I'm sorry.. I really didn't do it on purpose. (Maafkan aku, aku benar-benar tidak sengaja melakukannya)." Ucap gadis itu seraya menempelkan kedua tangannya sebagai tanda penyesalan.

*************************

Terima kasih banyak ya atas Like, Rate bintang 5, Favorit dan Comment-nya, selalu menjadi semangat dan motivasi lebih untukku menulis kisah Shawn juga Shanaya.

Semoga selalu sehat, bahagia, banyak rezeki dan sukses selalu ya semuanya. Love u all ❤️❤️❤️❤️❤️

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!