NovelToon NovelToon

Istri Baru Tuan Arnold

Prolog

Latar belakang Cerita

-Julian Anggara

Seorang ayah dari dua putri cantik bernama Sisyana Evlinaira yang adalah anak pertamanya dan Titania Naya sebagai anak keduanya.

Kemelut seorang ayah terhadap putri pertamanya Sisyana Evlinaira yang berumur 30 tahun, namun tak kunjung menikah.

Sebagai seorang ayah, Pak Julian sangat sedih mendapati putrinya dicap perawan tua, hingga akhirnya ia pun menyusun rencana untuk menikahkan anak gadisnya itu dengan anak tunggal sahabatnya.

-Rajata Hadiancahyo

Seorang Konglomerat asal Surabaya. Memiliki seorang anak tunggal yang adalah pewaris dari kerajaan bisnisnya. Dia, Arnold Diaz Angkasa, putra semata wayang dari keluarga Rajata.

Kesedihan seorang ayah ketika mendapati putra kebanggaannya belum juga memberikannya cucu. Sejak kematian dari menantunya, Arnold belum juga menikah lagi.

Hingga akhirnya, Tuan Rajata menyusun rencana perjodohan untuk putranya.

-Sisyana Evlinaira

Perawan tua dan berhati dingin. Sebenarnya, Ana wanita yang sangat cantik dan juga polos. Selain itu, Ana sosok yang baik hati dengan watak pekerja keras. Ana terjebak cinta masa lalu yang membuatnya sakit hati hingga membenci pria dari jenis apapun yang mendekatinya. Ana menutup hati untuk semua pria.

-Arnold Diaz Angkasa

Seorang duren sawit ( duda keren banyak duit ). Memilki IQ tinggi, tampan kuadrat dan berkarisma. Arnold adalah ciptaan langka yang mendekati sempurna. Paras wajahnya, mampu menghipnotis setiap wanita yang melihatnya. Hidupnya menjadi kacau selepas kematian istrinya beberapa tahun silam dalam insiden kecelakaan yang merenggut nyawa. Arnold menyalahi dirinya sendiri atas peristiwa tersebut. Arnold lupa untuk mencintai wanita lain karena kecintaannya terhadap mendiang istrinya.

***

Awal Cerita

Berawal dari curhatan dua sahabat, antara Tuan Julian Anggara dengan Tuan Rajata Hadiancahyo. Tercetuslah sebuah kesepakatan perjodohan antara perawan tua dengan duren sawit.

Sekitar bulan Maret, Tuan Julian bertemu secara tidak sengaja dengan sahabatnya tuan Rajata di perjamuan makan malam di Jakarta.

BUUGH!

Tabrakan keras dua pembisnis hebat tidak terelakan. Minuman yang di pegang keduanya jatuh dan tumpah membasahi jas masing-masing. Sepasang mata menatap tajam seseorang yang menunduk menyeka jas mahalnya dengan sapu tangan. Mata itu mengamatinya lekat kemudian tersenyum hangat memanggil nama seseorang di depannya.

"Rajata!"

Tuan Julian menyentuh pundak tegap pria paruh baya itu.

"Julian, ini kamu?"

Tuan Rajata terbengong untuk sesaat. Sungguh baginya kebetulan yang luar biasa bertemu sahabat lamanya. Mereka mencari tempat, kemudian mengobrol mencurahkan perasaan mereka . Tuan Rajata lebih dulu mengungkapkan kecemasannya.

"Julian, bukankah kamu memiliki anak perempuan cantik? Apakah dia sudah menikah? Aku pusing, putraku Arnold masih saja betah menduda," keluh Tuan Rajata.

"Itu juga masalahku. Putriku sampai saat ini belum juga mau menikah. Aku sangat pusing dengan kondisi ini, bahkan putriku di bilang perawan tua. Sepertinya, masalah kita sama." Tuan Julian juga mengeluh.

"Putraku, Arnold juga demikian. Dia tidak mau menikah lagi sejak kematian istrinya. Aku pun bingung harus berbuat apa? Belum ada satu wanita pun yang menarik minatnya." Tuan Rajata menggeleng-gelengkan kepalanya dengan putus asa.

"Jika begitu kenalkan lah putriku padanya. Siapa tau mereka berjodoh."

"Benar juga ucapanmu, jika begitu kirimlah fhoto putrimu padaku untuk kuperlihatkan pada putraku." Pak Rajata menanggapi antusias.

"Baiklah, tapi aku punya satu permintaan jika putramu bersedia menikahi putriku."

"Apa syaratmu?" tanya Tuan Rajata pelan.

"Jika putramu bersedia, aku hanya minta satu hal. Lakukanlah pernikahan mereka secara mendadak. Kamu bisa memberi tau dan menjelaskannya pada putramu tetapi--

"Tetapi apa?" Tuan Rajata memotong ucapan sahabatnya.

"Aku tidak akan memberitahu putriku soal pernikahan itu. Ini demi menghilangkan kutukannya. Kuharap kamu juga mengerti jika saat pernikahan mungkin putriku akan menentang atau berkata tidak sopan."

"Ya, aku setuju dengan syaratmu. Semoga putra-putri kita berjodoh dan secepatnya memberikan kita cucu," jawab Tuan Rajata sembari tertawa penuh harapan menggantung di hatinya.

Akhirnya, kesepakatan pun terjadi. Perjodohan keduanya akan segera di mulai. Tuan Julian mengirimkan fhoto putrinya kepada Tuan Rajata.

"Sangat cantik putrimu, terakhir aku melihatnya masih SMA."

"Iya, putriku memang cantik dan sangat lembut. Kamu tidak akan menyesal memperoleh menantu seperti putriku." Tuan Julian tersenyum mempromosikan putri cantiknya.

"Oh, siapa nama lengkap putrimu?" tanya Tuan Rajata mengingat-ingat kembali kenangan masa lalunya yang bahkan benar-benar ia tidak mampu mengingat semuanya.

"Sisyana Evlinaira. Dia biasanya di panggil Ana," jawabnya tersenyum simpul.

Setelah mengobrol cukup lama, dan kesepakatan pun sudah deal. Mereka berpisah dan kembali ke tempat Masing-masing.

Baik Tuan Julian maupun Tuan Rajata sangat berbahagia atas rencana perjodohan itu.

Tuan Rajata bahkan sudah tidak sabar memperlihatkan fhoto seorang wanita cantik bernama Sisyana Evlinaira untuk disandingkan dengan putra kebanggaannya itu.

***

Setelah menempuh perjalanan menggunakan pesawat, tidak memakan waktu lama Tuan Rajata tiba di kediaman supermewahnya. Beberapa pelayan menyambutnya.

"Dimana tuan muda?" dengan suara pelan ia berkata.

"Tuan muda di kamarnya," jawab seorang pelayan.

Tuan Rajata bergegas menghampiri dengan cepat menapaki anak-anak tangga menuju kamar putranya.

Tok... Tok... Tok

Tuan Rajata mengetuk pintu. Arnold segera membuka dan mempersilahkan ayahnya masuk. Tuan Rajata masuk dan duduk di tepi ranjang. Menatap putranya penuh harap.

"Kenapa menatapku begitu? Apa yang ayah lihat?" Arnold menatap balik ayahnya.

"Putraku, ayahmu ini sudah sangat tua. Tidak bisakah kamu mengalah dan memenuhi permintaan ayahmu ini," raut wajah Tuan Rajata menyedihkan.

"Apa yang ayah inginkan?"

"Menikahlah dengan seorang wanita pilihan ayah. Wanita itu anak dari sahabat ayah. Ini fhotonya."

Tuan Rajata menyodorkan fhoto Ana.

Arnold mengamati lekat fhoto Ana yang cantik dan polos. Ada getar di hatinya saat menatap fhoto itu. Arnold mengarahkan pandangannya.

"Bukankah ini Sisyana Evlinaira. Ini Ana, Pah?"

"Iya, itu Ana. Kamu masih mengingatnya. Jika begitu, bersediakah kamu menikahinya?" tanya Tuan Rajata sedikit memohon.

Arnold tersenyum simpul kemudian menganggukan kepalanya.

***

Nikah Part 1

Seperti biasanya, selepas bekerja Ana pun masuk ke kamarnya. Rasa lelah yang mendera membuatnya malas untuk membersihkan dirinya. Ana tidur telungkup di ranjang kesayangannya, menjatuhkan diri di tempat ternyaman di dunia ini.

CLEEK!

Pintu kamar terbuka, seorang wanita paruh baya berdiri di ambang pintu dengan mangkuk di tangannya. Menatap putrinya yang bernama Ana.

Ana menolehkan kepalanya tanpa beranjak.

"Mama!"

Ana memanggil samar-samar. Matanya sangat mengantuk hingga kelopaknya sesekali menutup. Mama Fina menghampirinya, membelai kepala Ana dengan sangat lembut.

"Sayang, ayo bangun! Mama balurkan lulur kuning untukmu,"

Ana membuka matanya sedikit mengerutkan wajah, menurunkan pandangannya ke arah mangkuk keramik putih di tangan Mama Fina. Ia menatapnya terheran.

"Lulur kuning? Untuk apa lulur kuning? bukankah itu lulur untuk pengantin, Ma?" Ana sekali lagi mengerutkan dahinya tinggi-tinggi dengan perasaan bingung.

"Kamu itu anak gadis mama. Seharusnya, anak gadis merawat dirinya supaya tetap cantik. Inget Ana, dirimu itu adalah aset mu." Mama Fina mengingatkan putrinya untuk tetap merawat diri.

"Ayo bangun!" perintahnya sembari membangunkan Ana menarik pelan lengannya.

Ana bangun dengan terpaksa, mengikuti langkah Mama Fina ke arah kamar mandi. Ana melangkah dengan malas, sesekali langkahnya terhenti namun Mama Fina mendesaknya.

Di kamar mandi, Ana dibalurkan lulur kuning hampir seluruh tubuhnya. Sungguh membuat Ana tidak merasa nyaman.

"Udah, Ma. Ana gak betah, gak nyaman banget," keluhnya dengan manja.

"Hei, anak perawan harus menuruti kata orang tua. Jangan terus melawan takutnya kamu berat jodoh. Lihatlah dirimu, sudah 30 tahun belum juga menikah. Tidakah kamu khawatir akan menjadi perawan seumur hidup," kata Mama Fina seraya terus mengolesi lulur di tubuh Ana.

"Iya, Ana nurut, deh."

Setelah hampir 20 menit, ritual oles lulur pun selesai. Mama Fina keluar dari kamarnya.

"Ana, cepat bersihkan lulur itu dan makanlah! mama tunggu di meja makan," kata Mama Fina di ambang pintu.

"Oh, iya, jangan makan terlalu banyak badan gemuk sangat buruk untuk seorang gadis," tambahnya.

Ana mengangguk pelan kemudian membersihkan tubuhnya saat lulur itu sudah mengering. Ana mengganti bajunya dengan baju tidur karakter Tedy bear, menguncir rambutnya ala kuncir kuda. Wajah polosnya terlihat imut walaupun tanpa make up.

Ana kembali menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang. Ia benar-benar mengantuk dan rasa kantuknya itu tidak bisa ditolerir. Ia tertidur dalam sekejap bahkan belum makan apapun.

***

Malam hari sekitar jam 8:15 WIB.

Suara keras di balik pintu kamarnya sangat berisik. Mama Fina, menggedor-gedor pintu kamar membangunkan Ana.

Brug... Brug... Brug!

"Ana, keluarlah! Bangun sayang ini sudah malam!" teriak Mama Fina.

Ana yang terganggu segera bangun dari ranjangnya, menyeret kakinya membuka pintu. Ana terbengong, Mama Fina sangat cantik dengan setelan kebaya merah yang elegan. Ia beberapa kali mengerjapkan matanya mengamati mamanya.

"Mama, kok, cantik banget. Memangnya ada acara apa?" tanya Ana.

"Ikutlah dengan mama nanti kamu akan tau sendiri," jawab Mama Fina berteka-teki.

Ana dengan patuh mengikuti langkah Mama Fina menuruni anak-anak tangga. Ana berhenti di tengah perjalanan, mengamati sekeliling rumah yang lumayan ramai dengan beberapa kerabat mendatangi rumah mereka. Ana menyudutkan pandangannya ke arah tiga orang asing yang duduk berdekatan. Ada pasangan suami istri dengan setelan formal, di antara mereka duduk pula seorang pria gagah sekitar 27 tahunan. Wajahnya menarik dengan fitur rahang yang tegas, hidung mancung dengan alisnya hitam dan tebal. Pria itu nampak tinggi dan juga bugar. Ana mengerjapkan matanya. "Apa ini halusinasi," pikirnya.

"Ana, kemarilah! Kenapa terus berdiri dan mematung di sana, Nak?" panggil Mama Fina.

Ana berjalan enggan, perasaan bingungnya masih menggantung di benaknya. Ia mendekat ke arah kedua orang tuanya dan juga tiga tamu asing itu. Ana menjatuhkan lirikan kecil ke arah pria asing di sampingnya. Ia sedikit curiga.

"Pah, ini ada acara apa? Kenapa rumah kita begitu ramai di malam hari seperti ini?" tanya Ana terheran.

"Hari ini acara pernikahanmu dengan 'nak Arnold. Itu ... pria di sampingmu adalah calon suamimu," kata Pak Julian sembari memberikan isyarat menunjukan calon suami bagi putrinya.

Ana tekesiap kaget, kakinya melangkah mundur, aura gelap mengitari wajahnya. Ia tidak percaya dengan apa yang di dengarnya barusan.

"Apa? Menikah? Menikah bagaimana maksud papa? Bahkan Ana tidak tau apa-apa soal pernikahan ini. Dan dia, siapa dia, anak tidak mengenalnya, Ana tidak mau menikahinya,"

Ana menoleh ke arah Arnold dengan tatapan marah, Ana bahkan memelototkan matanya tajam menatap sinis wajah Arnold.

"Anaaaa... jaga ucapanmu! Apa kamu tidak diajari sopan santun oleh papa, hah?" teriak Pak Julian dengan wajah merah padam.

"Tapi 'pah, Ana--

"Cukup... tutup mulutmu itu! Papa tidak mau dengar alasan apapun darimu." Pak Julian memotong bantahan Ana.

"Pokoknya Ana gak Sudi menikahi dia." Ana menunjuk wajah Arnold dengan jari telunjuknya.

"Ana... yang sopan kamu!" teriak Pak Julian sembari menarik lengan putrinya yang lancang.

Ana terdiam kemudian berbalik badan berniat melarikan diri, tetapi Pak Julian menahannya menggenggam pergelangan Ana dengan kencang.

"Mau ke mana kamu? Mengertilah Ana, kamu tidak kasihan dengan kedua orang tuamu ini, kami malu mendapati dirimu yang belum menikah di usia 30 tahun. Kami melakukan ini karena sangat menyayangimu. Kami ingin melepaskan gantung waris mu itu, kamu harus menikah seperti ini agar kutukan dari mantanmu itu hilang," ungkap Pak Julian dengan lirih.

"Harusnya kamu bersyukur aku mau menikahimu. Umurmu itu sudah 30 tahun, jadi jangan pilih-pilih calon suami. Seusiamu hanya bisa menerima bukan memilih." Arnold mencibir wanita di sampingnya karena keras kepala.

Arnold yang menimpali ucapan Pak Julian bahkan sedikit menyisipkan sindiran keras untuk Ana, hanya membuat wanita itu lebih marah padanya.

"Diam kamu! Orang luar tidak harus ikut campur!" teriak Ana dengan marah.

Pak Julian tidak terima dengan sikap Ana yang tidak sopan terhadap Arnold dan keluarganya. Pak Julian repleks mendaratkan tamparan keras di wajah putrinya. Ini kali pertama ia menampar Ana.

PLAAKKK!

Ana terbengong, pipinya panas dan sakit, telinganya berdengung. Ia tidak percaya jika papah yang sangat menyayanginya menampar dia di depan banyak orang.

"Sekarang... tutup mulut lancangmu itu! Kamu harus tetap menikah dengan 'Nak Arnold. Suka tidak suka, mau tidak mau, Papah tidak perduli," teriak Pak Julian.

Pak Julian menarik paksa putrinya menghadap ke depan penghulu, memaksa Ana duduk patuh dengan Arnold yang sudah berada di sampingnya.

Ana duduk dengan terpaksa, tangannya mengepal mencengkram ujung baju tidur yang masih di kenakannya. Matanya merah dengan sedikit genangan air. Wajah bangun tidurnya begitu kentara terpapar cahaya lampu.

Arnold menoleh, menarik ujung bibirnya tersenyum miring. Matanya tajam seolah mencibir Ana yang tidak berdaya.

"Bersiaplah calon istriku," bisik Arnold menyunggingkan senyum misterius.

"Akan kubunuh kamu!"

Ana mengancam calon suaminya dengan mengeratkan giginya bertautan atas dan bawah.

~Bersambung~

Happy reading ❤️

jangan lupa like dan komennya.

Nikah Part 2

Arnold dan Ana duduk berdampingan, kepala mereka sudah tertutupi selendang transparan berwarna putih dengan taburan manik dan permata. Ana duduk dengan rona pucat pasi, tangannya bahkan gemetaran. Mata bulan sabitnya terpejam, keringat menetes melewati pelipisnya. Ini kali pertama dalam hidupnya bahkan tanpa persiapan. Acara ijab kabul pun di mulai.

"Saya terima nikah dan kawinnya Sisyana Evlinaira binti Julian Anggara dengan maskawin tersebut di bayar tunai"

"Bagaimana saksi? Sah?"

Tanya penghulu kepada para saksi yang hadir di acara tersebut.

"SAH!"

"SAH!"

"SAH!"

Suara para saksi riuh terdengar. Ana, jantungnya melonjak berdegup kencang. Suara-suara itu membuat tubuhnya lemas terkulai. Lengkaplah ia sebagai tumbal mitos. Ana diam terpaku tidak bersuara ataupun bergerak.

"Nona Ana, ciumlah tangan suamimu, kalian adalah pasangan sah secara hukum dan agama!"

Ana mendengar perintah itu, namun sengaja diam mematung. Air mata menetes membasahi kedua pipinya. Seolah semua harapannya runtuh tidak bersisa. Kini, ia jatuh ke dalam pelukan seorang duda. Ana kecewa meratapi takdir cintanya.

Mendapati istri barunya diam terpaku, Arnold menggeser tubuhnya, menggerakan tungkainya bergerak menyenggol Ana.

Ana sedikit memutar lehernya menatap Arnold.

"Cium tanganku!" perintah Arnold dengan berbisik.

"Tidak mau."

"Jangan kurang ajar! Aku ini suamimu yang sah," ucap Arnold masih dengan berbisik.

"Tidak mau."

"Kamu ini... benar-benar menantangku, ya? Lihat nanti saat malam pertama. Habislah kau!" ancamnya sembari menatap tajam wajah Ana.

"Dasar duda kurang ajar!"

Ana mengancingkan giginya, ingin rasanya ia menampar habis pria di hadapannya itu. Baginya, Arnold itu tetaplah orang asing di matanya.

"Eheeemm!"

Suara batuk buatan dari penghulu mererai perdebatan pelik keduanya. Arnold yang terlalu lama menunggu Ana menjadi tidak sabaran. Ia pun inisiatif mengambil pundak Ana, sedikit menarik mendekatkan ke arahnya lalu mencium keningnya.

Ana terbelalak ketika bibir Arnold menempel di atas pucuk kepalanya. Ana ingin mendorongnya, tetapi itu tidaklah mungkin. Ana kesal menerima sentuhan itu dengan hati yang mengutuk-ngutuk suaminya.

"Dasar mesum... awas jika di kamar akan kucekik lehernya itu." Batinnya.

Arnold melepaskan kecupan di pucuk kepala istrinya, kemudian berbisik lembut.

"Jika ingin mencekik maka urungkanlah. Tidakkah kamu menyesal jika harus menjadi janda begitu cepat," bisik Arnold.

Ana terdiam, ia tidak percaya jika Arnold tepat sasaran membaca pikirannya.

Tiba-tiba, suara tepuk tangan riuh terdengar. Ibu Fina dan Tuan Julian memeluk Ana. Sedangkan Arnold mencium tangan kedua orang tuanya di lanjutkan dengan mencium tangan mertuanya. Begitu juga dengan Ana, ia mencium tangan Tuan Rajata dan nyonya Nindy yang adalah mertua barunya.

Setelah acara selesai, mereka berfhoto bersama. Dua keluarga berbaur menjadi satu. Saat akan mengambil fhoto pasangan pengantin, gambaran lucu terlihat dengan jelas. Dimana Arnold dan Ana berdiri berdampingan, sang pria sangat gagah dengan setelan jas berwarna silver sedangkan sang wanita nampak lusuh menggunakan baju tidur karakter Tedy bear berwarna biru muda.

"Kamu pengantin wanita terjelek dan tertua di negara ini," cibir Arnold di samping telinga Ana.

Ana mengepalkan telapak tangannya. Menahan amarah yang tiba-tiba melonjak, dadanya seperti terbakar.

"Jika aku jelek dan tua berarti kamu itu pria buta," balasnya dengan sinis.

"Buta?"

"Iya, buta. Karena kamu menikahiku yang bahkan menurutmu tua dan jelek," tandasnya.

Arnold tersenyum kecil menanggapinya, kemudian merangkul pundak Ana dan memeluknya.

"Hei, apa yang kamu lakukan?"

Ana memberontak ingin melepaskan pelukan itu, tapi Arnold mendekapnya dengan kuat hingga Ana tidak mampu meronta. Ia hanya dengan marah melotot menatap pria itu.

"Diam dan tersenyumlah! Lihat ke depan, Sayang! Kita akan mengambil photo pernikahan," perintah Arnold terhadap istrinya.

Ana benar-benar tidak tahan dengan semua itu. Setelah sesi fhoto berakhir, Ana berlari menapaki anak-anak tangga menuju kamarnya. Ana membanting pintu dan menjatuhkan tubuhnya ke atas ranjang. Ia menangis sejadinya. Meratapi hidupnya yang bahkan begitu sial.

Semua rencana dream wedding yang di cita-citakannya hancur berantakan. Cintanya hancur, impiannya kandas dan kini jatuh ke tangan duda.

Ana terisak, matanya sembab hingga pupilnya bersemu merah. Ana menangis dengan tubuh telungkup di atas ranjang. Tiba-tiba ketukan pintu terdengar.

"Tok... Tok... Tok

"Buka pintunya!" pinta Arnold di luar pintu.

Karena Ana tidak juga membukanya, Arnold pun membukanya sendiri dan masuk ke dalam kamar. Ia lihat Ana menangis dengan telungkup, sifat jahilnya pun meronta. Arnold dengan sengaja menepuk pinggul Ana dengan keras.

Paaakk!

Ana bangun dan berteriak dengan marah.

"Arnold... berani sekali kamu menyentuhku. Terlebih menyentuh bagian--

Ana mengatupkan bibirnya tidak berani melanjutkan ucapannya, terlalu memalukan untuknya berkata hal yang terlalu vulgar.

"Memangnya kenapa? Bukankah aku sudah menikahimu, jadi wajar jika aku menyentuhmu. Aku bisa dengan bebas menyentuh seluruh bagian dari tubuhmu itu,"

"Di sini ( menunjuk dada) di sini ( menunjuk bibir) di sini ( menunjuk pinggul) aku bebas menyentuhnya jika aku mau," kata Arnold sambil tertawa.

Arnold benar-benar gila, ia dengan sengaja menunjuk-nunjuk bagian tubuh Ana dengan tidak mengindahkan kemarahan istrinya itu.

"Kamuuu!"

Ana menunjuk wajah Arnold dengan tatapan mengancam.

"Apa?" Arnold menatapnya dengan malas.

"Dasar menyebalkan!" teriak Ana mengambil guling dan melemparkannya ke arah tubuh Arnold dengan tidak sopan.

Arnold dengan cepat menghindari lemparan itu hingga tidak mengenainya. Ana semakin geram, mengambil bantal dan kembali melemparkannya.

BUUGH!

BUUGH!

Kali ini, kedua bantal itu mengenai tubuh Arnold. Ana melampiaskan semua kekesalan di hatinya tetapi Arnold hanya dengan santai tertawa tanpa beban. Ana yang sudah lelah, menjatuhkan tubuhnya duduk di atas ranjang. Ia menekuk seluruh wajahnya hingga tak berbentuk. Ia tidak tau lagi harus berbuat apa untuk hidupnya. Sepertinya, Ana ingin menyerah dan berlari dari kenyataan pahit itu.

"Kenapa diam?"

Arnold mendekat dan duduk di dekatnya. Wanita yang dinikahinya adalah Ana. Umur Ana tiga tahun lebih tua darinya.

Ana bergeming di tempatnya, ia kesal dan emosi setiap kali melihat wajah Arnold.

"Hei, wanita tua," cibir Arnold sengaja supaya Ana marah-marah.

Ana masih diam mendengar semua cemoohan dari Arnold. Sebenarnya, Ana kesal saat Arnold memanggilnya wanita tua. Ingin rasanya ia merebus pria itu.

"Hei, bicaralah! Bukankah nanti malam adalah malam pertama kita. Coba ceritakan padaku, fantasy seperti apa yang ada di dalam otakmu itu," kata Arnold menggodanya.

"Apa kamu benar-benar ingin tau, hah?" Ana berbicara sangat ketus dan sinis.

"Iya, sangat ingin."

"Fantasy yang ada di dalam otakku itu sangat rumit, kamu tidak akan mampu melakukannya."

"Sebutkan fantasinya baru mengklaim ku," desak Arnold.

"Baiklah, fantasy ku itu adalah ... menenggelamkan tubuhmu itu ke dasar laut sampai ikan hiu menyantap daging dan tulangmu itu hingga habis," ujarnya dengan wajah merona puas.

Arnold hanya tersenyum, menatap geli wanita di depannya itu. Arnold tidak menyangka akan menikahi wanita seperti Ana. "Sangat menghibur," gumamnya tersenyum samar.

 

\*

 

Hai...hai reader

jangan lupa favoritkan karyaku

😍😍😍

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!