Seorang gadis cantik masih terlelap di kamarnya lalu Bibi pelayan pun membangunkannya.
"Non Vela, bangun ini sudah siang" ucap Bi Rahma sopan.
"Ugh, jam berapa bi?" Tanyanya, namun masih memejamkan matanya.
"Pukul 06:30 Nona, Nona akan terlambat ke kantor"ucapnya lagi.
Yovela Felicia Barata adalah seorang gadis cantik yang berbakat dia adalah putri dari keluarga Barata, saat Bibi Rahma mengatakannya dengan cepat dia membuka matanya lalu melompat dari atas tempat tidur menuju kamar mandi. Bi Rahma yang melihat hal itupun hanya bisa mengusap dadanya karena Yovela selalu melakukan hal seperti itu.
Bibi Rahma pun keluar dari kamar Yovela dan menuruni anak tangga, lalu menuju dapur saat akan melangkah ada suara seseorang yang memanggilnya.
"Bi Rahma tunggu sebentar, apa Vela sudah bangun?" Tanya dengan nada dingin.
"Sudah Tuan besar, Nona Vela sedang mandi"ucap Bi Rahma sopan."Tuan permisi saya akan melanjutkan pekerjaan saya kembali" Bi Rahma membungkukkan badanya.
Tuan besar hanya menganggukkan kepalanya saja, dia adalah Raul Barata orang yang sangat di takuti oleh masyarakat jika sudah membuat masalah dengannya jangan berharap untuk bisa bebas karena dalam sekejap saja orang itu akan menanggung akibatnya.
Tak lama Yovela pun menuruni anak tangga dan menghampiri Tuan besar yang sedang duduk sambil membaca koran tak lupa juga menyesap kopinya. Di meja makan semua anggota keluarga sudah menunggu kedatangannya, bahkan ibu tiri Yovela pun sudah sangat kesal kepadanya.
"Jika terlambat terus, kapan akan tepat waktu" ujarnya dengan wajah yang di tekuk.
"Marina, bersikaplah sopan jika kau ingin lebih lama lagi tinggal di keluarga ini" ucap wanita paruh baya tersebut, dia tidak suka terhadap Marina ibu tiri Yovela
Tak lama Yovela pun menuju meja makan dan dia mendengar perdebatan ibu tiri dan Neneknya.
"Nenek, sudahlah tidak apa-apa, ini kesalahan Vela"ucapnya lembut." Bibi Marina, mohon maafkan kesalahan Vela ya, karena Vela terlambat jadi kalian semua menunggu" ucapnya dengan tersenyum manis.
"Sudah ini masih pagi, selalu saja ribut"ucap Tuan Raul melerainya.
Marina pun diam saja tetapi bibirnya mengerucut karena Raul masih saja membela Yovela, mereka makan dengan tenang tidak ada pembicaraan apapun. Setelah selesai Tuan Raul dan Yovela pun masuk ke dalam mobil karena mereka akan ke kantor, sebelum pergi seperti biasa Yovela pun mencium punggung tangan wanita paruh baya itu.
"Nenek, Vela pergi bekerja dulu ya jaga diri nenek baik-baik. Jika nenek sihir itu mengganggumu lawan saja" bisiknya.
"Kau ini, kau adalah cucu kesayanganku"mengusap lembut punggung tangan Yovela."Sudahlah lebih baik kau bekerja dengan benar"ucapnya lagi.
"Baik nenek, Vela sayang nenek"ucapnya lalu mencium pipi wanita paruh baya itu.
Nenek Sasmita adalah seseorang yang tegas dan selalu membela cucu kesayangannya yaitu Yovela di bandingkan dengan anak Marina yaitu Arka Barata, Marina ingin sekali Arka menjadi pewaris keluarga Barata tetapi sampai saat ini Tuan Raul belum melakukan apapun kepada Arka.
Sehingga membuat Marina begitu membenci Yovela sejak kecil hingga sekarang, Tuan Raul selalu membela Yovela dan tidak pernah membentaknya.
Setelah kepergiannya Marina pun masuk ke dalam rumah dan menghentakkan kakinya dan hal itupun membuat nenek Sasmita pun merasa kesal dengan sikapnya.
"Marina ada apa denganmu kenapa kau seperti itu?" Tanya Nenek Sasmita.
"Ibu kau harusnya mendukung Arka, dia adalah cucumu juga kenapa kau begitu membedakannya dengan Yovela. Jelas-jelas dia hanya seorang gadis yang tidak tahu dimana ibu kandungnya berada" ucapnya dengan emosi yang memuncak.
"Jaga ucapanmu Marina, Nesya sudah tenang di alam sana kenapa kau masih mempertanyakan hal itu hah!" Jawab Nenek tak kalah dari Marina.
"Ibu percaya begitu saja padanya, mungkin saja itu hanya trik dia saja yang ingin menguasai seluruh harta suamiku"ucapnya dengan sorot mata tajam.
Plak.....
Satu tamparan mendarat di wajah Marian dan membuat Arka membulatkan matanya dia tidak percaya jika Nenek Sasmita begitu kejam kepada ibunya.
"Marina, kenapa jadi kau yang gila harta hah!" ucap Nenek Sasmita dengan menunju ke arah wajah Marina.
"Nenek, hentikan, kau selalu saja membela Vela, Vela, dan Vela lagi apakah Nenek tidak bisa menganggapku ada.Di mata Nenek hanya ada Vela saja walaupun aku ini hanya cucu tirimu bisakah kau bersikap adil padaku!" Ucap Arka dengan raut wajah kesalnya.
"Urus saja ibumu dengan benar" melangkahkan kakinya meninggalkan ibu dan anak.
"Jangan salahkan aku Nek, jika aku melakukan sesuatu yang buruk kepada Vela" ucapnya dengan rahang yang mengeras serta sorot mata yang begitu tajam seperti silet.
"Ar, kau harus menelepon pamanmu agar dia bisa membantu kita untuk mengurus masalah ini" ucap Marina yang masih memegang pipinya.
"Iya ibu, kau tenang saja, aku akan mengurusnya." ucap Arka dengan senyum jahatnya.
"Bagus kau memang anak pintar!" Sahutnya.
Lihat saja Vela aku akan melakukan apapun agar semua harta papa Raul menjadi milikku.batin Arka.
Sementara di kantornya kini Yovela sedang sibuk mengerjakan pekerjaannya dan Tuan Raul menyuruh Yovela untuk datang ke ruangannya, walaupun Yovela adalah anaknya tetapi Tuan Raul tidak membeda-bedakannya jika Yovela salah maka tetap akan mendapatkan hukuman.
"Vela, kau di suruh keruangan Pak Raul" Ucap Dian teman Yovela
"Oh baiklah, aku akan ke sana" jawab Yovela, lalu di bergegas bangun dari duduknya." Terima kasih ya Dina" tersenyum manis.
Dina mengacungkan jempolnya dan Yovela pun sampai di ruang Bapak Raul dan mengetuk pintunya.
Tok tok Tok
"Masuk"
Yovela pun memegang gagang pintu dan membukanya dia pun masuk ke dalam, tak lupa menutup pintu kembali.
"Bapak memanggil saya" ucap Yovela sopan.
"Kau kerjakan berkas ini, dan sore nanti serahkan padaku pukul 16:00, harus tepat waktu jangan sampai telat kau tahu akibatnya 'kan!" Ucapnya dingin dan datar.
"Baik pak, apa ada hal penting lagi?" Tanya Vela sebelum pergi dan mengambil berkas tersebut.
"Tidak"
"Baiklah saya permisi pak"
Yovela pun membungkuk hormat lalu dia bergegas keluar dan menuju ruangannya dan mengerjakan pekerjaannya kembali. Ada rasa pegal yang menyerangnya tetapi tidak mematahkan semangat Yovela dia terus berusaha mengerjakan berkas tersebut yang begitu banyak, Dina pun menghampirinya.
"Vela, apakah aku bisa membantumu?" Tanya Dina yang sengaja datang, karena pekerjaannya tidak terlalu padat.
"Tidak apa-apa Din, aku bisa sebentar lagi juga akan selesai"jawabnya dengan tersenyum manis.
"Baiklah, jika kau butuh bantuanmu katakan saja, hari ini pekerjaanku tidak terlalu padat" ucapnya lagi.
"Baiklah, tetapi untuk saat ini aku masih bisa mengerjakannya sendiri, kau tenang saja" balasnya lagi.
Dina pun kembali ke meja kerjanya lalu dia melakukan apapun sebagai aktifitasnya entah membersihkan meja ataupun mengecek beberapa berkas yang sudah dia kerjakan.
Di tempat berbeda di sebuah pasar yang begitu banyak orang berjualan ataupun membeli barang yang di butuhkan seorang gadis cantik berkulit putih memakai topi, rambut kuncir kuda juga memakai kaos dan celana panjang juga robek di bagian lutut dan tak lupa juga lollipop yang selalu setia menemaninya kemanapun dia berada.
Bersama para temannya mereka sedang duduk melihat keadaan sekitarnya, lalu beberapa gerombolan preman mendatangi salah satu toko yang berjualan di bagian wilayahnya, melihat hal itu dia hanya tersenyum tipis.
"Sika, lihat sepertinya ada mangsa yang belum tahu jika ini kawasamu"ucap salah satu temannya.
"Hehe belum tahu ya, ayo cepat!" Ucapnya lalu bangun dari duduknya.
Mereka pun menghampiri preman tersebut dengan langkah santainya. Sementara preman tersebut sedang memarahi pedagang yang tidak bisa membayar pajak padanya.
"Mana pajaknya cepat bayar, kalau tidak tokomu ini akan aku hancurkan"ucapnya salah satu anak buah preman tersebut.
"Jangan Tuan, saya mohon sedari pagi belum ada yang laku dagangan saya" ucapnya memohon.
"Ah... aku tidak peduli cepat bayar jika kau ingin selamat hah! Mana cepat bayar"ucapnya lalu merogoh laci tempat penyimpan uang tersebut.
Setelah menemukan yang dia cari mereka pun tersenyum puas melihatnya dari kejauhan ada seseorang menggunakan katapel yang mengenai tangan preman tersebut dan uang yang dia 0egang pun berhamburan.
"Siapa yang berani"ucapnya dengan nada kesalnya.
"Aku!" Ucapnya singkat.
Mereka semua menoleh dan tersenyum melihat seorang gadis kecil yang memakan permen lolipop tersebut.
"Hahaha hanya seorang gadis kecil, berani sekali dia"ucap pria yang berambut gondrong.
"Tidak peduli dia gadis kecil, atau siapapun yang berani menghalangiku maka jangan harap bisa lepas dariku"ucap pria bercodet di pipinya.
Dia adalah bos dia antara mereka berlima dan gadis itu bernama Yesika yang sengaja mengarahkan katepelnya kepada bos tersebut.
"Tetapi bos, dia hanya gadis kecil lupakan saja itu tidak penting"ucapnya.
Dia pun merasa kesal dengan anak buahnya lalu menginjak kakinya dan membuatnya kesakitan.
"Aduh bos sakit!" Keluhnya, langsung memegang kakinya.
"Dasar ceroboh bagaimanpun juga dia harus kita bereskan, cepat lakukan!" Titahnya tidak ingin di bantah.
"Baik bos"
Keempat anak buahnya menghampiri dengan tertawa jahat karena mereka hanya melihat dia sendirian dan tidak ada seorang pun. Tetapi perkiraan mereka salah besar ternyata Yesika tidak sendirian melainkan bersama dengan teman-temannya, yang memang sengaja bersembunyi agar bisa melindungi Yesika.
Pletak....
Suara katepel mengenai kening berambut gondrong, dan semakin lama semakin banyak mereka pun kewalahan dan di saat seperti itulah kesempatan bagi Yesika untuk menyerang mereka berempat. Sepersekian detik kemudian para keempat preman tersebut pun telah tumbang dengan banyak luka, Lalu pria bercodet pun merasa di permainkan oleh seorang anak kecil tersebut.
"Anak kecil, berani sekali kau bermain curang, tunjukkan siapa dirimu heh!" Ucapnya sinis.
"Paman codet, kenapa kau diam saja apa kau takut heh! Lihat saja anakmu buah sudah tumbang apa lagi kau sekarang yang tinggal sendiri seperti sapu lidi" ejeknya.
Rahangnya mulai mengeras dia merasa di remehkan oleh Yesika, dengan kesal di menghampiri Yesika lalu melayangkan satu pukulan kepada Yesika. Dan dengan sigapnya dia pun menghindar lalu di mencengkram tangan preman bercodet itu dan memukul pergelangan lututnya sehingga dia pun jatuh di depan Yesika.
"Ah lepaskan anak kecil, kau membuatku sakit" keluhnya.
"Paman codet, jangan marah kau sendiri yang memulainya" ucapnya tersenyum dingin.
Lalu anak buah Yesika pun keluar dari persembunyiannya lalu menghampiri dan mereka begitu khawatir pada Yesika, karena bagaimanapun Yesika itu di anggap sebagi bos mereka. Dan teman Yesika itu pria semua jadi wajar jika mereka begitu khawatir pada Yesika.
"Sika, kau tidak apa-apa 'kan?" Ucapnya yang begitu khawatir.
"Aku tidak apa-apa kak Reza, lihatlah aku baik-baik saja" tersenyum manis, sambil memegang preman tersebut.
"Kalian cepat bantu Sika!" Titahnya.
Mereka pun membantu Yesika dan yang lainnya lalu membawa preman tersebut ke kantor polisi untuk di urus, Yesika pun menghampiri pria paruh baya itu dan mengambil uang yang berhamburan di tanah.
"Pak ini uangmu, ambilah"ucap Yesika tersenyum manis, dan memberikan uang tersebut kepada pria paruh baya itu.
"Terima kasih nak, kau begitu baik. Bapak doa 'kan suatu saat nanti kau pasti akan bertemu dengan kebahagian dan memiliki keluarga yang begitu menyayangimu nak"ucap pria paruh baya itu.
"Terima kasih pak doanya, kalau begitu saya permisi dulu pak"
"Iya nak silahkan"
Yesika dan teman-temannya pun pergi ketempat biasa, Yesika pun merasa kehausan lalu dia mengambil botol air mineral dan membukanya, dan meminumnya setelah rasa hausnya hilang dia pun kembali dengan permen lolipopnya.
"Sika, sepertinya masalah ini sudah selesai, ayo kita kembali dan pulang karena hari sudah semakin sore saja" ucap Reza.
"Baik kak Reza, kalau begitu Sika pulang dulu sampai ketemu besok"ucapnya lalu melangkahkan kakinya.
Setelah kepergian Yesika, Reza dan yang lainnya pun sama mereka memutuskan untuk pulang karena sudah dari pagi hingga sore harinya mereka membantu orang-orang yang kesulitan membawa belanjaan ataupun yang lainnya.
Sesampainya di rumah raut wajah Yesika pun menjadi sedih karena ibunya belum pulang dari tempatnya bekerja. Melangkah masuk dan Yesika pun duduk di tikar yang sudah usang dan tidak layak lagi.
"Ibu belum pulang, padahal ini sudah sore"ucapnya sambil melepaskan topi yang dia pakai.
Yesika pun bangun dari duduknya dan pergi ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya yang terasa lengket akibat seharian ini menolong orang di pasar tersebut.
Selesai mandi Yesika pun keluar dari kamar kecilnya yang langsung berhadapan dengan ruang tamu, rumahnya kecil hanya ada dua kamar miliknya dan ibu serta dapur yang tidak di sekat yang menjadi satu dengan ruang tamu.
Seperti biasa Yesika selalu menunggu ibunya pulang dari tempat kerjanya dan kadang ibunya membawa makanan dari tempat bekerjanya untuk mereka berdua makan.
Ceklek...
Pintu tersebut di buka oleh wanita paruh baya tersebut dengan dia pun menghampirinya Yesika.
"Ibu sudah pulang,"ucapnya dengan semangat.
"Iya Sika, ini ada makanan untukmu"memberikan kantong plastik itu kepada Yesika.
"Baiklah Bu"
Yesika menerimanya dan mengambil piring plastik tersebut dan menuangkan makanan tersebut ke dalam piring lalu mereka pun mulai makan. Selesai makan Yesika seperti biasa duduk di halaman depan rumah sambil menatap langit malam yang di hiasi bintang malam ini.
"Kapan hidupku akan bahagia, ibu bilang jika ibu kandungku sudah tiada. Aku ingin sekali mengunjungi makamnya, apa aku bilang saja pada ibu ya"gumamnya.
Tak lama wanita paruh baya pun keluar dari dalam rumahnya dia melihat putrinya sedang melamun, menepuk pelan bahu Yesika dan tersenyum manis.
"Anak ibu kok belum tidur hmm"mengusap lembut punggung Yesika.
"Ibu, apakah aku boleh bertanya padamu?" Tanya Yesika hati-hati.
"Boleh sayang"
"Aku ingin mengunjugi makam ibuku apakah boleh Bu?" Tanya Yesika.
"Boleh sayang, dia itu ibu kandungmu" mengusap lembut.
"Terima kasih bu, Sika sayang ibu" memeluknya.
"Ibu juga sayang Sika" membalas pelukkan Yesika.
Tentu saja boleh karena kau adalah anak kandung dari keluarga terpandang Nona, bibi tidak tahu apa yang akan di lakukan Nyonya besar nantinya, maafkan bibi Nona apapun yang terjadi denganmu bibi akan selalu menjagamu.batinnya.
Sore hari adalah waktunya pulang bekerja begitu juga dengan Yovela yang kini sudah sampai di rumah mewahnya. Dia mendengar suara seseorang yang begitu familiar di telinganya melangkah masuk ke dalam dengan cepat karena dia tahu betul suara siapa.
Sampai di ruang keluarga Ibu tirinya, Arka dan nenek Sasmita sedang berbincang-bincang dengan Paman Samuel yang kini berada di luar kota. Semua manta menatap ke arah Yovela.
"Paman Sam, kapan kau datang!" Ucap Yovela menghampirinya lalu mencium punggung tangannya.
"Baru saja Vela, sekarang kau sudah besar dan semakin cantik keponakan Paman ini" puji Paman Sam.
"Sudahlah Paman jangan memujiku seperti itu"
"Tidak sayang, kau memang cantik, dimana Papamu?" Mengedarkan pandangannya.
"Di sini" sahutnya, menghampiri Paman dan merentangkan kedua tangannya.
Tentu saja Paman Sam menyambutnya dan saling berpelukkan.
"Kakak bagaimana keadaanmu sekarang?" Tanya Paman Sam, setelah melepaskan pelukkannya.
"Seperti yang kau lihat Sam"ucapnya tertawa.
Sementara Nyonya Maria dan Arka saling beradu pandang dan tersenyum devil, entah rencana apa yang akan mereka lakukan.
"Sudahlah Raul, Sam cepatlah. Aku sudah sangat lapar ayo kita makan malam dulu" lerai nenek Sasmita.
"Baiklah Bu,"
Mereka pun menuju ruang makan begitu juga dengan Yovela yang pergi menuju kamarnya, selesai mengganti pakaian lalu di memakai bedak tipis lalu tanpa sengaja matanya menatap kalender dan mata Yovela pun berkaca-kaca karena besok adalah hari peringatan ibu kandungnya. Yovela begitu sedih jika mengingat hal itu setiap tahunnya, ingin rasanya dia berlari sejauh mungkin agar bisa melupakan ibunya yang entah seperti apa orangnya.
Yang Yovela tahu dari nenek Sasmita jika ibunya itu adalah wanita yang kuat dan hebat, mampu melewati ujian, tetapi bagi Yovela dia tidak tahu bagaimana rasa kasih sayang dari ibu kandungnya. Sedangkan ibu tirinya begitu membencinya.
"Ibu, besok hari peringatan ibu, Vela pasti akan datang mengunjungi makam ibu hiks hiks" Ucap Yovela dengan air mata yang sudah membasahi pipinya.
Tiba-tiba pintu di ketuk lalu Yovela mengusap kasar air matanya dan menyuruhnya masuk.
"Masuk, tidak di kunci" sahut Yovela.
Pintu pun terbuka lalu masuklah Bi Rahma dan menghampiri Yovela, Bi Rahma melihat Yovela memegang kalender dia tahu betul jika besok adalah hari peringatan ibunya Yovela dan Yesika.
"Non Vela, semua sudah menunggu Nona di meja makan"Ucap bi rahma sopan.
"Iya Bi, terima kasih ya" ucap Yovela dengan raut wajah sedihnya.
"Non Lona jangan sedih ya, besok 'kan hari peringatan Nyonya besar jadi Non Vela bisa datang ke makamnya"ucap Bi Rahma yang mengerti tentang keadaan Yovela sekarang.
"Iya Bi, Vela mengerti! Iya sudah ayo Bi kita turun" ucapnya tersenyum manis, walaupun matanya agak sembab.
Bi Rahma pun menganggukkan kepalanya merek berdua pun menuruni anak tangga lalu berbeda arah Bi Rahma menuju dapur dan Yovela menuju meja makan.
"Vela kemari sayang, ayo kita makan malam bersama" ajak Paman Sam.
"Iya Paman"
Yovela pun duduk lalu dia mulai mengambil nasi dan lauknya, Tuan Raul melihat mata Yovela agak sembab lalu dia pun bertanya kepadanya.
"Vela apa kau menangis?" Tanya Tuan Raul.
Dan sontak saja membuat semua mata menatap ke arah Yovela, Yovela yang di tatap seperti tersangka itupun segera menundukkan kepalanya.
"Papa sudahlah, Vela menangis paling mengingat kematian ibunya saja"ketusnya.
"Mama kenapa sikapmu semakin hari semakin tidak ada etikanya, bagaimanapun juga ibu Yovela adalah istriku juga kau menganggap itu tidak penting" ucap Tuan Raul dengan raut wajah kesalnya.
"Papa, yang namanya orang sudah meninggal, iya sudah! Untuk apa di tangisi" mengerucutkan bibirnya.
"Marina, kau tidak menghargai ibunya Vela, dan harus kau ingat jika bukan karena kau merebut Raul darinya pasti dia masih hidup sampai sekarang" timpal nenek Sasmita.
"Cukup.....kalian semua tidak perlu mempermasalahkan ini, dan bibi Marina terima kasih kau telah mengingatkanku" menarik nafas dalam-dalam." Aku sudah kenyang aku akan istirahat di kamar saja" bangun dari duduknya, dan melangkah pergi.
"Vela ...Yovela.." teriak tuan Raul.
"Sudahlah Raul biarkan Vela menenangkan fikirannya, lebih baik kau lanjut saja dengan makananmu. Nanti aku akan membawa makanan untuknya" ucap Nenek Sasmita.
"Baiklah, aku mengerti"
Yovela sudah masuk ke dalam kamar lalu dia menaiki ranjangnya dan menangis sejadi-jadinya, karena hanya itu yang bisa dia lakukan saat ini.
"Ibu hiks hiks, kenapa kau begitu tega meninggalkanku sendirian Bu, Vela tidak kuat lagi Bu setiap hari keluarga kita selalu saja bertengkar Bu, hiks hiks Vela butuh ibu saat ini" ucapnya dengan air mata yang sudah membanjiri seluruh wajah cantiknya.
Terdengar suara pintu kamar di ketuk dan Yovela mengusap kasar air matanya, lalu di buka pintu kamar dan masuklah Nenek Sasmita dengan Bi Rahma yang membawa nampan yang berisi makanan. Nenek Sasmita pun menghampiri Yovela yang sedang menangis, Yovela tidak perduli dengan apapun, dia menangis di pelukkan Nenek Sasmita.
"Sayang ayo makan dulu nak"ucap Nenek Sasmita mengusap lembut punggung Yovela.
"Hiks hiks nenek kenapa dunia begitu kejam, sehingga memisahkan Vela dengan ibu hiks hiks, padahal Vela sayang sama ibu tetapi ibu telah tiada hiks hiks"ucap Yovela yang menangis, sesekali di mengusap kasar air matanya.
Nenek Sasmita dan BI rahma pun saling menghembuskan nafas beratnya, merek tidak tahu harus bagaimana lagi menghadapi Yovela yang sedang sedih seperti ini.
"Vela sayang cukup nak, kau jangan menangis lagi" ucap Nenek Sasmita.
Lalu Yovela pun melepaskan pelukkannya dan Nenek Sasmita mengusap lembut air mata Yovela yang masih membasahi wajah cantiknya.
"Nenek terima kasih Nenek selalu ada buat Vela di saat Vela sedang sedih" ucapnya.
"Iya cucuku, Nenek 'kan sudah bilang jika kau adalah cucu kesayangan Nenek"ucapnya.
Dan juga dia, suatu saat nanti kau pasti akan bertemu dengannya.batin Nenek Sasmita.
Lalu Nenek Sasmita menyuapi Yovela agar mau memakan makan makanannya.
Setelah pekerjaan selesai seperti biasa Bi Rahma pulang ke rumahnya dan dia pun sampai di depan pintu rumahnya, lalu membuka pintu dan masuk ke dalam.
Pandangan matanya tertuju pada kamar Yesika, dia masuk ke dalam kamar Yesika dan mengusap lembut kepala Yesika.
"Sika kenapa belum tidur, ini sudah malam"ucap Bi Rahma sopan.
"Bu tadi Sika tidak sempat pergi ke makam ibu kandung Sika, karena Sika sibuk membantu orang yang membutuhkan tenaga Sika hiks hiks"ucapnya dengan air mata menetes.
"Ya ampun Sika, kau jangan menangis lagi, besok 'kan kau bisa ke sana!" Ucap Bi Rahma tersenyum manis.
"Iya Bu, tetapi ibu tidak apa-apa 'kan jika Sika ke makam ibu kandung Sika?" ucapnya memastikan.
Bi Rahma pun tersenyum manis ke arah Yesika dan menggelengkan kepalanya."Tidak nak, pergilah karena besok adalah hati peringatan ibumu"
"Terima kasih ibu, Sika sayang ibu!"
"Iya Sika, iya sudah ibu akan kemar mandi dulu. Dan kau harus beristirahat ya jangan sampai kau kelelahan Sika"ucap Bi Rahma sebelum keluar dari kamar Yesika.
"Baik Bu, tenang saja"
Bi Rahma pun meninggalkan Yesika di kamarnya dan dia membersihkan tubuhnya, sebenarnya bi Rahma sangat tahu betul, alasan apa yang di lakukan Nyonya besarnya sewaktu dulu. Sehingga dia menitipkan Yesika kepadanya sewaktu dulu.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!