Waktu di SMA dulu. Arya Kamandanu Ramadhan atau akrabnya dipanggil Arya, jadi laki-laki yang terfavorit di sekolah. Walau wajahnya pas-pasan, tapi bukan berarti itu membuatnya tak punya banyak penggemar.
Justru, ia banyak penggemar karena dirinya yang berhati tampan. Berasal dari kalangan orang kaya juga. Ayahnya pengusaha sukses di Jawa Barat. Usahanya bercabang hingga ke Jakarta, Surabaya, Yogyakarta, Semarang, Tangerang, bahkan hingga keluar pulau Jawa. Seperti Bali, Kalimantan, dan Sulawesi serta Sumatera dan Papua. Meskipun diluar Jawa, tidak semua provinsi punya cabangnya.
Arya memiliki kekasih bernama Nelinda. Ia dari orang yang kaya juga. Sayangnya, sikapnya cukup manja pada Arya, maupun pada orang tuanya. Selain itu, ia juga sedikit angkuh dan sombong pada teman-temannya. Meskipun wajahnya cantik jelita. Malah jadi yang paling cantik di sekolah.
Bedanya yang lain dari Arya adalah, Nelinda tidak terlalu cerdas. Dia gadis yang biasa saja. Tidak seperti kekasihnya yang cerdas berprestasi di sekolah. Tak hanya di bidang mata pelajaran. Arya juga dapat banyak jabatan. Antara lain ketua OSIS, ketua Paskibra, bendahara kelas, kapten futsal sekolah, dan komandan basket.
Itulah yang membuat Arya sangat diidolakan. Memang wajah tak begitu tampan, tapi hatinya bisa setampan wajah Nabi Yusuf as dan Baginda Rasulullah Saw. Meskipun begitu juga, Arya tetap baik dan setia pada Nelinda. Ia tidak gegabah untuk selalu menasihati Nelinda agar menjadi gadis baik hati dan tidak sombong hanya karena paras wajahnya yang cantik.
Jangan sembarangan juga! Arya juga cowok gagah. Ia juga jago karate di tempat kursusnya. Tak heran banyak cowok yang tak mau menandingi kekuatannya, walau wajah mereka lebih tampan dari Arya. Inilah bukti bahwa setiap orang memang punya kelebihan dan kekurangannya masing-masing.
...***...
Sampai akhirnya di kelas XII (atau kelas 3 SMA). Arya menginginkan pembicaraan yang cukup serius dengan Nelinda. Tepat sekali ini sedang istirahat.
"Kamu mau ngomong apa, Sayang?" tanya Nelinda dengan manjanya.
Nampaknya, Nelinda tak sabar mau mengetahui apa yang ingin dibicarakan Arya dengannya. Arya sebetulnya tak tega untuk membicarakannya sekarang.
Tapi, mungkin ini yang terbaik dan tepat. Lagipula, lebih cepat lebih baik, bukan?
Arya menghela nafas panjang. Kemudian berkata, "Gini. Kalau aku dapat beasiswa, aku harus kuliah di Amerika."
"Terus kenapa? Bagus, dong! Aku tambah bangga sama kamu kalau gitu."
"Iya sih. Tapi masalahnya, aku harus putusin kamu saat kita berpisah nanti. Karena, belum tentu kita ketemu lagi kalau aku pulang dari sana."
Nelinda menyempitkan bibirnya yang semula tersenyum lebar itu. Awalnya, ia tersenyum bangga. Tapi itu bisa saja terjadi. Kalau saja Arya pulang dari Amerika, bisa-bisa benar juga Arya akan melupakannya. Dan sudah mendapat cewek baru untuk jadi istrinya.
Atau bisa jadi kebalikannya. Bisa jadi juga, ketika Arya pulang, Nelinda ternyata sudah menikah dan malahan sudah punya anak. Jadi, ada benarnya juga apa yang dibicarakan Arya ini.
"Apa nggak bisa kamu kuliah di Indonesia aja? Di UI gitu. Atau ITB, atau nggak UGM. Kenapa mesti ke Amerika?" tanya Nelinda kecewa.
"Itu demi aku bisa menggantikan posisi Papaku sebagai kepala direktur di perusahaan keluarga aku. Aku awalnya juga nolak. Tapi mau gimana lagi, kalau semakin nolak, aku bisa-bisa jadi anak durhaka," Arya memberikan pengertian.
Nelinda jadi menangis. Ia percaya dengan apa yang diucapkan Arya. Memang Arya itu selalu sangat jujur orangnya. Tak pernah berbuat atau berkata yang aneh-aneh. Jadi jangan ragukan lagi kata-katanya.
Nelinda berdiri dari tempat duduknya dan beranjak pergi keluar dari kelas. Arya yang merasa bersalah, memanggilnya dan meminta maaf.
Nelinda menghentikan langkahnya mendengar permintaan maaf Arya tadi. Namun, ada balasan Nelinda dengan berkata, "Terserah kamu aja! Lebih baik, ikuti apa kata mereka. Mungkin memang kita nggak jodoh."
Setelah itu, barulah Nelinda pergi. Arya jadi tambah merasa bersalah pada Nelinda. Rasa cintanya yang begitu besar pada Nelinda membuatnya tambah merasa sangat bersalah. Seperti membuatnya jadi manusia yang paling banyak dosa besarnya dibandingkan manusia lainnya di dunia ini.
...***...
Hari kelulusan tiba.
Semuanya lulus total dari sekolah SMA ini. Arya mendapat juara kelas. Seperti biasa. Begitu juga dengan Nelinda. Dengan nilai biasa saja, ia bisa kuliah juga. Tapi di Indonesia tentunya.
Dan tibalah saatnya untuk berpisah bagi Arya dan Nelinda. Jadi tak hanya beda kampus, kota, atau tempat tinggal. Tapi juga beda negara, beda benua, beda bahasa nasionalnya. Arya harus ke negara maju itu. Dan Nelinda harus ikhlaskan melepas Arya.
...°°°...
Di New York ...
Arya sudah 1 tahun disini. Ia tinggal di sebuah apartemen yang telah di sewakan dari Arya belum lulus SMA di Bandung. Cukup mewah memang. Hanya saja, tetap bagi Arya lebih enak punya rumah sendiri.
Arya pun ke kampus dengan menaiki bus. Ia bertemu dengan temannya di bus. Namanya adalah Roud. Ia asli dari New York, dan tahu kalau Arya ini orang Indonesia. Arya tentu bicara memakai bahasa Inggris dengannya. Dan Roud malah sering diajarkan bahasa Indonesia.
"It just so happened that we went together (kebetulan sekali kita pergi bersama-sama)," kata Roud yang duduk di sebelah kirinya Arya.
"Yes. Ooh, have you had breakfast? I happened to bring two sandwiches (Ya. Oh, apa kau sudah sarapan? Kebetulan aku membawa dua sandwich)," balas Arya, sambil menunjukkan tempat bekal makanannya.
"Good! I was in a hurry earlier, *M*an! So no time for breakfast. Good thing you brought two (Bagus! Aku tadi buru-buru, Bung! Jadi tak sempat sarapan. Untungnya kau bawa dua)."
Ternyata, Arya juga belum sempat sarapan. Akhirnya, ia dan Roud sarapan bersamaan di bus. Masih lama waktu yang dibutuhkan untuk menuju ke kampus. Indahnya suasana New York yang sedang menghadapi musim semi. Bunga dimana-mana bermekaran dengan indah.
Sarapan habis saat bus berhenti di depan kampus. Arya dan Roud membayar ongkos bus dan turun dari bus. Segeralah mereka menuju ke dalam kampus.
Akan tetapi mungkin karena berjalan sambil terlalu asyik mengobrol dan bercanda tawa, Arya dan Roud menabrak seseorang. Yang mereka tabrak adalah seorang gadis, dan ia memakai jilbab. Entah dari negara mana.
Sampai saat tabrakan terjadi itu, buku-buku yang dibawa oleh gadis berjilbab itu berjatuhan. Arya pun meminta maaf dan membantu gadis itu mengambil buku yang jatuh itu.
Gadis itu sedikit kesal dan mengeluh dengan bahasa Inggris, "The road only uses feet. But also use the eyes. Don't just talk and laugh about it! (jalan itu tak hanya pakai kaki. Tapi juga pakai mata. Jangan hanya ngobrol dan tertawa makanya!)".
"Yes. Once again we apologize! Don't be angry anymore! (Iya. Sekali lagi kami minta maaf! Jangan marah-marah lagi!)" balas Arya dengan sungguh-sungguh.
Gadis yang terlihat berkacamata itupun memaafkan, kemudian pergi meninggalkan Arya dan Roud.
Melihat gadis itu pergi dengan jalan khas orang yang kesal dan marah, Arya jadi ikut kesal juga, "Base! Hijabers but grumpy! Plus a bitchy face (Dasar! Berhijab tapi galak! Ditambah judes wajahnya)."
"Come on, Arya! Next time we have to be careful walking! (Sudahlah, Arya! Lain kali kita harus hati-hati kalau jalan!)" Roud menenangkan Arya.
Arya pun mengikuti apa yang Roud katakan barusan. Keduanya pun segera pergi dari tempat itu dan menuju ke kelas.
...***...
Saat pulang, Arya pulang sendiri. Road ada urusan dengan teman kelas sebelah. Jadi, Arya sudah izin pada Road kalau dia akan pulang duluan. Tak ada tugas hari ini, karena itu Arya memilih santai sejenak di taman sebelah gedung kampusnya.
Ketika ia duduk di kursi besi taman untuk para pengunjung taman dekat air mancur, tiba-tiba Arya melihat ada seorang gadis berkacamata. Kalau diperhatikan baik-baik dia mengenakan hijab. Dan hijabnya, mirip dengan hijab yang dipakai gadis yang ia tabrak bersama Road tadi pagi.
Penasaran apakah gadis muslimah itu asli Indonesia atau dari negara Islam lain (mungkin muslimah Brunei, Malaysia, atau dataran Timur Tengah), Arya pun menutup buku yang baru saja akan ia baca. Ia masukan lagi ke dalam tasnya dan mendekati gadis itu.
Merasa kalau gadis ini benar-benar orang Indonesia, Arya mulai bicara dengan bahasa Indonesia, "Kamu, asli Indonesia?"
Gadis itu sedikit terkejut. Dan mengalihkan pandangannya yang semula serius membaca bukunya, jadi pada Arya. Karena Arya bicara bahasa Indonesia, gadis itu menjawab ternyata dengan bahasa yang sama, "I...iya. Aku orang Indonesia. Kamu juga?"
"Iya, aku juga dari sana. Asal Indonesia-nya darimana? Aku asli Jakarta."
"Aku dari Bandung. Salam kenal, ya!"
"Iya. Aku Arya Kamandanu Ramadhan. Panggilannya Arya. Kamu siapa?"
"Aku Pramudina Shifa. Panggil aku Dina."
Arya dan gadis yang bernama Dina itu jadi mengobrol cukup lama. Ditambah dengan kisah Arya yang menabraknya tadi pagi bersama Road. Ia juga meminta maaf padanya karena sudah menghina Dina judes.
Namun, Dina tidak marah. Ia justru tertawa kecil karena sudah biasa dibilang begitu. Itupun karena dirinya masih asing untuk orang-orang sekitar. Hanya saja, ia punya dua sahabat asli Amerika ini, karena keduanya pernah ke Indonesia.
"Mereka kemana sekarang?" tanya Arya.
"Mereka udah pulang. Aku cuman masih mau disini," jawab Dina santai dengan senyum.
Arya mengangguk paham. Setelah memperhatikan Dina baik-baik, terlihat ia baik dan cantik juga. Lihat senyumannya ketika melihat kembali buku yang dibacanya itu, membuat Arya nampaknya semakin terpana dengan kecantikan Dina.
Namun, Dina tiba-tiba merapikan bukunya dan pamit untuk pulang. Sebelum pergi sangat jauh, Arya memanggil gadis itu dan menanyakan dimanakah rumahnya Dina selama ia tinggal di New York itu.
"Rumahku ada di pemukiman. Ke arah timur dari kampus," jawabnya sambil menunjuk ke arah timur kampus.
"Boleh aku datang kesana kapan-kapan?" tanya Arya lagi dengan sedikit tak sabar.
"Bo...boleh aja. Aku tunggu kapanpun kamu datang."
"Okey. Hati-hati, ya!"
Dina pun pamit dengan ucapan salam pada Arya. Arya melambaikan tangan pada Dina sambil membalas ucapan salamnya Dina. Dan ia lihat gadis itu pergi menjauh dibawa sebuah mobil taksi.
Sekarang giliran Arya yang harus ke halte, tak jauh dari taman kampus. Ia menunggu bus yang menuju ke apartemennya. Tak lama kemudian datanglah bus itu. Tanpa berlama-lama lagi, Arya naik ke dalam bus itu dan mencari tempat duduk yang kosong.
Di tempat duduknya itu, Arya berbicara dalam hati, 'Pokoknya, aku harus dapatkan hatinya Dina. Setelah lulus nanti, aku harus nikahin dia!'
...***...
Beberapa bulan kemudian ...
Dina dan Arya lulus kuliah. Mereka dapat prestasi di kampus mereka. Sejak perkenalan hari itu, Dina dan Arya semakin rapat dan dekat. Nempel terus seperti lem dengan kertas. Arya menepati janjinya, terkadang ia main ke rumahnya Dina.
Tapi tak jarang juga Dina main ke apartemennya Arya. Arya jadi mengutarakan perasaannya pada Dina. Dan Dina ingin segera membicarakan hal ini dengan pamannya di Indonesia, Oum Michael.
Dina tinggal dengan pamannya sejak kecil. Ia sudah tak punya orang tua. Ibu dan ayahnya sudah meninggal dunia. Jadi yang mengurusnya harus pamannya. Nenek-kakek pun sudah tiada. Paman Michael ini adalah adik dari ayahnya Dina.
Dina juga anak tunggal. Tak punya kakak atau adik, semata wayang. Di tambah lagi pamannya sudah usia 30 tahun lebih tapi masih bujangan. Belum menikah sama sekali. Tapi orangnya baik dan ikhlas mengurus Dina.
Meskipun kaya, tapi kerja pamannya Dina adalah sebagai pelayan sebuah kafe di pusat kota. Perginya selalu dengan motornya. Dan saat masih kuliah di Indonesia, Dina selalu diantar pergi dengan motornya.
Butuh waktu 4 hari untuk Dina dan Arya untuk sampai ke Indonesia. Mereka pergi dari bandara Soekarno-Hatta. Dan pulang pun haruslah bandara Soekarno-Hatta juga. Belum lagi naik kereta api dari Tangerang ke Bandung.
...°°°...
Ketika sudah sampai di Indonesia ...
Lamaran Arya pada Dina berlangsung. 2 hari setelah kepulangan keduanya dari Amerika. Arya berjanji keras, akan menerima Dina apa adanya.
"Kamu yakin, mau menerima Dina apa adanya?" tanya Michael memastikan.
"Insya Allah, Oum. Saya akan selalu setia dan menjadi imam yang baik sebisa mungkin," jawab Arya dengan senyum percaya diri.
Orang tuanya Arya juga ternyata meresmikan hubungan Arya dan Dina. Keduanya pun akan segera melangsungkan pernikahan. Keduanya saling memperkenalkan keluarga dan sifat masing-masing. Ini yang ditanyakan dengan bicara secara empat mata.
Sama seperti Dina, Arya juga anak semata wayang. Ia masih ada orang tua lengkap, dan di rumahnya juga ada neneknya. Neneknya itu adalah ibu dari mamanya Arya. Arya asli dari Jawa, tapi berdarah Sunda. Jangan heran lagi Arya mengerti bahasa Sunda. Meskipun tidak bisa seutuhnya.
Arya punya saudara sepupu yang tinggal di Wonogiri dan Jawa Barat. Di Jawa Barat, saudaranya berada di Subang. Namun tetap saja, kalau ke Subang, Arya lebih memilih menggunakan bahasa Indonesia jika mengobrol dengan saudara sepupunya.
Di tengah obrolan itu, Arya bertanya pada Dina, "Kamu pernah pacaran nggak?"
"Pernah," jawab Dina singkat.
"Kamu nggak undang mantan kamu di resepsi pernikahan kita nanti?"
"Aku mau. Tapi, jangan deh! Takutnya, istrinya cemburu. Lagipula, dia sama istrinya tinggal di Spanyol. Istrinya asli dari Madrid sana, lho!"
Arya mengangguk paham. Ia kembali bertanya, "Kalau aku undang mantan aku gimana? Boleh, nggak?"
Dina malah tertawa kecil, lalu menjawab dengan santai, "Itu sih terserah kamu. Kalau yakin nggak akan ada hal-hal negatif yang terjadi, ya udahlah. Aku izinkan."
Arya melamun sejenak mendengar jawaban Dina. Nampaknya bagi Arya, Dina adalah perempuan yang sabar dan tabah. Jadi, pasti tak akan ada hal-hal aneh yang terjadi di resepsi pernikahan mereka nanti.
"Aku akan undang dia. Lagian, aku sama dia putusnya baik-baik. Bukan karena diantara kami ada yang selingkuh!" kata Arya membuat keputusan.
"Silahkan aja! Nggak apa-apa, kok. Nanti kamu bisa kasih dukungan ke dia agar dia bisa dapat pengganti kamu dihatinya," balas Dina dengan cerianya.
Arya merasa kalau penilaiannya tak salah. Dina tipe perempuan yang bisa sabar dan tabah. Tawaduk. Ia hanya dingin jika bertemu dengan orang yang asing baginya. Jika bertemu dengan orang yang tak ia kenali.
...***...
Tahap lamaran dan perkenalan lebih jauh sudah dilaksanakan. Tinggal mencari tempat untuk pernikahan nanti. Karena Dina ingin akad nikah di masjid, jadi pertama-tama yang dicari adalah masjid. Baru setelah itu gedung untuk resepsinya.
Itu tugas Arya dengan ayahnya dan dibantu dengan Michael. Sementara tugas Dina dan calon ibu mertuanya mencari butik yang bagus untuk pembuatan baju pengantin. Hingga Dina bercerita, kalau teman SMA-nya yang bernama Karin, punya usaha butik.
"Bagus, dong! Mama antar ya, kasih tahu lokasinya dimana," kata ibunya Arya.
"Nggak jauh dari perumahan tempat Oum Michael tinggal kok, Ma. Naik mobil 5 menit juga udah sampai," balas Dina.
"Ya udah. Yuk, nanti keburu sore. Kita harus segera bikin undangan juga."
Segera saja Dina dan ibunya Arya menuju ke butiknya Karin. Mereka menggunakan mobilnya Dina karena tak jauh dari rumahnya Dina dan pamannya itu yang berada di komplek perumahan.
Benar saja. Waktu yang ditempuh hanya memakan waktu 5 menit jika memakai kendaraan. Segera saja mereka memasuki butik itu. Ramai juga butiknya Karin ini.
Pelayan wanita yang sudah kenal Dina, segera menyambutnya dengan sopan. Ia bertanya apakah Dina mau membuat baju atau bertemu Karin.
"Dua-duanyalah! Tapi, aku butuh bantuan Mbak Karin juga. Ada nggak dia?" tanya Dina sambil melihat-lihat seisi butik itu.
"Ada. Sebentar, saya panggil dulu!" balas pelayan wanita itu kemudian pergi sebentar.
Dina menunggu dengan sabar bersama ibunya Arya. Hingga pelayan tadi kembali bersama wanita yang bernama Karin.
Begitu melihat Dina, keduanya berpelukan melepas rindu. Karena sudah lama tinggal di Amerika dan sudah lama tak memberikan kabar pada Karin. Kemudian Dina memperkenalkan calon ibu mertuanya pada Karin.
"Selamat ya, Din! Doain semoga aku juga cepat dapat jodoh," pinta Karin penuh harap.
Dina tertawa kecil dan membalas, "Amin Ya Allah! Kamunya jangan terlalu sibuk juga disini. Jadi biar nggak terhindar dari cowok terus."
"Kamu ada-ada aja, Din!"
Keduanya tertawa lagi. Ibunya Arya hanya tersenyum melihat kebahagiaan Dina bertemu sahabatnya itu.
Dina pun menjelaskan tujuan utamanya datang ke butiknya bersama ibu Arya. Karin pun mengangguk paham dan bersedia membantu. Dan ia akan dibawa Dina ke rumahnya Arya di Jakarta untuk mengukur tubuhnya Arya sebelum membuat baju pengantin prianya nanti.
Karin bersedia ke sana untuk itu. Ia pun memanggil asistennya untuk mencatat ukuran baju yang akan dibuat untuk Dina dan ibu Arya. Dan pengukuran badan untuk bajunya Michael akan diukur di rumahnya Arya nanti. Karena ia masih sibuk bersama Arya dan ayahnya mencari gedung untuk resepsi dan masjid untuk akadnya.
...***...
Ternyata masjid sudah ditemukan untuk akad nikah. Bagus, cukup luas, dan besar. Menyewanya pun tidak terlalu mahal. Masih cukup jika dibayar uang muka dan uang cash. Jadi sekarang tinggal mencari gedung resepsi, catering, dan pembuatan undangan.
"Gimana kalau hotel ini, Ya? Bagus dan bersih lagi," kata Michael memberikan tawaran.
Arya dan ayahnya memperhatikan gedung hotel itu. Nampaknya ini hotel bintang lima, jadi pasti harga sewanya mahal.
"Dek Michael! Ini kayaknya kemahalan deh sewaannya," ayah Arya sedikit ragu. Dan ada rasa menolak tawaran Michael tadi.
"Iya sih mahal. Disewa buat yang nikah disini pun cuman beberapa kali. Nggak terlalu sering banget."
"Ya udah, cari aja yang lain!" Arya buat keputusan.
Tawaran Michael tak diterima. Tapi Michael tidak marah. Ketiganya kembali mencari gedung. Sampai mereka menemukan hotel lagi. Memang tak sebesar hotel sebelumnya. Tapi tempatnya bagus, tak kalah mewah dan bersih juga dengan hotel sebelumnya.
"Yang ini gimana, Pak? Kalau nggak terlalu gede kayak gini sih pasti murah," tawar Michael.
Ayah Arya berpikir sejenak. Ia bertanya juga pada Arya, "Gimana, Arya? Kamu setuju?"
Arya dengan santai menjawab, "Terserah Papa-Mama aja, deh. Arya mah ikut aja."
"Papa, Mama sama Dina pasti setuju pakai hotel yang ini. Ini lumayanlah."
Sudah diputuskan, hotel ini yang akan digunakan untuk resepsi pernikahan. Lagipula Dina juga minta kalau tempat resepsinya nanti tidak perlu di tempat yang mewah-mewah juga. Sekarang pemberitahuan dulu pada Dina dan ibunya Arya untuk tempat resepsi.
Untungnya setuju juga Dina dan ibunya Arya. Waktunya sekarang menemui pemilik hotel untuk minta izin menggunakan hotel ini sebagai tempat acara pernikahan. Baru kemudian mencari catering dan membuat undangan.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!