NovelToon NovelToon

Putri Yang Kuat Katanya

Episode 1

" Putri , sudah jam berapa ini . Kamu kira kamu tuan Putri apa''. Teriakan bibi Farida menggema . Tangan kirinya ia letakkan di atas pinggang sedangkan tangan kanan nya membawa gayung berisi air, lalu .

Byurr ....

Aku tersentak lalu terduduk di atas ranjang dengan beralaskan kasur lusuh.

" Maaf bi, Putri sedang tidak enak badan . Bolehkah hari ini putri tidak berjualan dulu ". Kata ku memohon sembari memegangi kepalanya yang terasa berat.

" Enak saja kalau bicara, kalau hari ini kamu tidak berjualan maka tidak ada makan hari ini". Ucap bibi Farida tanpa rasa kasihan.

" Kalau kamu tidak mau bangun bibi akan mengusir mu". Ancam bibi Farida.

*

*

*

Putri Qodriyya.

Nama yang di berikan Nenek Aminah untuk ku "Putri yang kuat " . Katanya.

Berharap agar aku tumbuh menjadi gadis yang kuat seperti nama ku.

Aku gadis kecil berusia 11 tahun. Tinggal bersama Bibi, Paman dan kedua sepupunya.

Aku harus bangun sebelum matahari terbit setiap harinya.

Jangan ditanya bagaimana kehidupan nya saat ini , sudah seperti Ratapan anak tiri seperti cerita yang sering aku dengar. Sosok ibu yang kejam dengan saudaranya yang jahat.

Aku juga harus berjualan setiap harinya setelah pulang sekolah , saat hari libur pun aku tetap harus berjualan di pasar yang jaraknya cukup jauh untuk anak seusia ku .

Masih beruntung bibi dan paman nya masih mau menyekolahkan ku bukan .

Aku terus berjalan kaki sembari menjajakan dagangan , kalau-kalau ada yang memanggil memberhentikan ku untuk membeli .

Tetapi sejak semalam tubuh ku terasa menggigil , tubuh ku begitu panas , nyeri di sekujur tubuh pun tidak bisa aku tolak .

Jangan berharap tanggapan Bibi Farida akan membawanya ke puskesmas terdekat lalu membiarkan ku untuk beristirahat . Aku hanya di beri obat warung sebagai rasa kasihan nya.

Seperti pagi ini, tubuh yang masih terasa begitu ngilu , kepala yang terasa begitu berat , harus di paksa kuat demi sesuap nasi untuk perut kecil yang harus ku isi.

" Mau apa kamu". Bibi Farida datang dari arah belakang dengan mata yang melotot .

" Boleh Putri makan sedikit bi , Putri mau minum obat dulu". Ucap ku dengan sedikit memohon.

" Sini ". Ucap bibi Farida merebut piring yang ada di tangan ku dengan gerakan kasar .

" Kerja saja belum sudah minta makan". Dengkus bibi Farida.

"Ni makan sama Tempe aja , nanti kalau dagangan kamu habis bibi akan kasih kamu ikan goreng, tapi tunggu Emi , Danu juga Paman mu selesai makan ". Ucap bibi lalu meletakkan nya di atas meja.

Ya , Emi dan Danu adalah anak bibi Farida dan paman Hartono, usia yang hampir sama dengan ku . Emi berusia 15 Tahun sedangkan Danu 11 tahun 4 bulan lebih tua dari ku .

" Terima kasih bi". Ucap ku lemah dengan nada bergetar.

Jika kalian bertanya kemana Ayah dan ibunya.

Ayah dan Ibu ku pergi semenjak aku masih berusia 15 bulan. Umur yang masih sangat balita, bahkan berjala pun masih sering terjatuh.

Orang tuanya menitipkan ku pada Nenek dengan beralasan ingin bekerja di kota, jika pergi berdua akan lebih cepat mendapat uangnya. Nenek pun menyetujui tanpa rasa curiga.

Sejak saat itu, jangankan mengirim uang, bahkan kabarnya saja sudah tidak pernah lagi terdengar.

" Bi, Putri berangkat dulu". Pamit ku pada bibi lalu melangkah keluar.

" Hemm, jangan pulang dulu kalau dagangan mu belum habis". Ucapnya .

Aku hanya bisa terdiam sembari mencium tangan bibinya.

Aku berjalan dengan sedikit melambat . Kaki kecil ku sesekali tersandung hampir terjungkal saat tidak sengaja menginjak batu kerikil yang berserakan di pinggir jalan.

Sesekali aku menengok ke arah segerombolan anak-anak yang sedang berlarian saling mengejar. Mengingat hari ini adalah hari Minggu , anak-anak kecil di sana menghabiskan waktunya libur sekolahnya untuk bermain.

Goreng gorengan ...

Buk beli gorengan Bu , masih hangat . Gorengan gorengan....

Teriak kecil ku di paksa nyaring di sepanjang jalan.

Dulu Aku tinggal berdua dengan Nenek . Walaupun bukan dari keluarga yang mampu, aku masih bisa menikmati masa kecil ku dengan bermain bersama teman sebaya di sekeliling rumah, meski sesekali harus ikut Nenek Aminah bekerja buruh di ladang para warga. 5 Tahun yang lalu Nenek Aminah meninggal dunia akibat sakit tua yang ia derita. Sudah berumur jadi kesehatannya pun kian menurun. Hingga pada saat sakit untuk kesekian kalinya Nenek Aminah tidak sanggup lagi.

" Nenek, nenekk hikss.. Bangun nenek hikss hikss ".

" Jangan tinggalin Putri nek, Putri mau ikut nenek saja nek , Putri tidak mau ikut yang lain . Hikss hiksss, .

" Nanti siapa yang sayang sama Putri nek ".

Tanya ku pada jasad sang nenek yang sudah tak berkutik lagi saat itu . Tangis ku terdengar begitu pilu ,katanya .

Tetangga yang melihatnya pun hanya bisa memeluk erat serta mengelus punggung kecil ku , menenangkan seolah semua sudah menjadi takdir ku .

Setelah itu aku di boyong oleh Bibi dan Paman . Rumah gubuk peninggalan Nenek Aminah pun turut di jual. Dan disinilah aku sekarang berada .

________

Hai haii....

Selamat datang di cerita Putri . Salam kenal dari Mama kecil ya .

Happy reading, semoga kalian semua suka.

Kasih saran jika terdapat kata yang kurang tepat.

Salam sayang 💌 semoga harimu menyenangkan 🥰.

Episode 2

Matahari semakin menurun , para pedagang yang berada di dalam pasar pun sebagian sudah meninggal kan tempat nya . Hanya tersisa mobil-mobil bak terbuka yang masih menunggu sisa dagangan yang harus di angkut ke atas mobil

" Sudah sore rupanya '' . Ucap ku dengan senyum merekah tak kala melihat bakul tempat goreng yang aku jual habis dan hanya menyisakan tiga biji .

" Tidak apa-apa , ini bisa aku makan nanti jika tidak ada lauk ". Ucap ku sembari memeluk bakul kosong di depan ku.

" Kepala ku juga sudah tidak begitu sakit, mungkin karena Pak Bambang membawa ku ke puskesmas tadi, aku jadi tidak enak dengan nya".

" Apa bibi dan paman tahu ya , aku tadi ke puskesmas, bagaimana jika bibi marah , aku harus bagaimana mana ini . Mudah-mudahan bibi tidak marah karena jualan ku hari ini habis " . Tanya ku pada diri sendiri dengan sedikit cemas.

Di dalam pasar tersebut memang ada puskesmas , tidak jarang ibu-ibu membawa anaknya untuk imunisasi atau sekedar berobat.

" Pak Bambang bilang aku harus banyak beristirahat dan jangan terlalu lelah ". Ucap ku dengan tangan yang memegang kantong keresek yang berisi obatnya.

Sedang asik aku membereskan karung yang aku jadikan alas duduk . Dari arah belakang samar-samar ku dengar seseorang memanggil nama ku , merasa terpanggil aku berusaha mencari siapa yang baru saja menyebut nama ku.

" Putri , nak putri". Panggil Bu Ratna dengan tangan melambai-lambai.

" Sini nak". Ucap Bu Ratna.

" Iya Bu, ada yang bisa Putri bantu?". Tanya ku dengan sedikit mendongakkan kepala lalu berdiri .

" Kamu sudah makan nak, ibu lihat kamu hanya diam di sini ". Tanya Bu Ratna dengan khawatir .

Setelah suaminya memberi tahu bahwa putri pingsan tadi , Bu Ratna pun selalu memperhatikan nya dari jauh, takut-takut dia pingsan lagi .

Sebagai seorang Ibu , Bu Ratna sangat merasa iba dengan kondisi Putri.

Aku tidak menyahut lalu menundukkan kepala menatap kaki kecil ku yang begitu kurus dan kusam.

" Sini ikut ibu ke warung kamu makan dulu. Ada Inayah juga di sana". ajak Bu Ratna.

" Tapi Bu ". Ucap ku setengah bingung bingung.

" Sudah ndak apa-apa , kamu bisa membayar nya dengan menolong ibu berkemas nanti " . Ucap Bu Ratna . Aku mendongak lalu mengangguk cepat dengan senyum yang terlihat sangat manis itu.

Bu Ratna adalah tetangga ku , setiap hari Minggu Bu Ratna berjualan nasi uduk di pasar yang sama dengan ku juga . Bu Ratna tahu betul bagaimana kehidupan ku , tapi ia juga tidak berani berkomentar . Melihat Bibi Farida nya yang gampang tersinggung bahkan menyebut namanya saja harus berhati-hati.

" Inayah ". Panggil Bu Ratna pada anaknya.

" Iya Bu, Nayah ada di sini " . Inayah berteriak dengan mendongakkan kepalanya.

" Inayah sedang mencuci piring Bu". Jawab Inayah sembari meletakkan piring bersih yang masih basah kedalam ember plastik .

" Sini sayang, kamu temani Putri makan dulu ya". Ucap Bu Ratna sembari mengelus sayang pucuk kepala ku yang terasa begitu menenangkan .

" Apa Inayah mau makan juga " . Tanya nya lagi.

" Tidak Bu ,Nayah tadi sudah makan , piringnya pun baru Nayah bereskan". Ucap Inayah sembari melangkahkan kakinya lalu duduk berhadapan dengan ku .

" Put ,, ini di makan dulu ". Ucap Bu Ratna lalu meletakkan piring berisi nasi uduk lengkap dengan telur , mie dan juga oreg tempe dan sedikit sambal di atasnya.

" Maaf Bu , apa ini tidak berlebihan. Putri makan nasinya saja tidak apa-apa Bu . Ini banyak sekali ". Ucap ku dengan mata yang tidak berpaling dari piring nya.

Bu Ratna mengusap sebentar pucuk kepala ku lagi dengan tulus.

" Sudah, habiskan saja . Jangan beri tahu Bibi ataupun saudara mu ya , apa kamu mengerti ?". Ucap Bu Ratna dengan pelan.

" Iya Bu , Terima kasih banyak bu''. Ucap ku seolah tau maksud ucapan Bu Ratna , lalu melahap makanan dengan rakus .

" Put pelan-pelan makannya, nanti kamu tersedak". Ucap Inayah yang melihat ku makan dengan tergesa.

Aku hanya bisa memamerkan deretan giginya yang rapi dengan sedikit malu .

" Put ini minumannya , ini aku sendiri yang buat lho " . Ucap Inayah dengan bangga lalu meletakkan gelas plastik berisi teh manis yang di beri es.

" Wahh ,, Terima kasih Inayah , kamu hebat sekali. pasti rasanya juga sangat manis ". Puji ku pada anak berusia delapan tahun itu .

Wajah Inayah bersemu lalu duduk di kursi yang saling berhadapan.

Bu Ratna yang melihat dari balik pintu warung , tersenyum , melihat bagaimana mereka berdua bercerita dengan sesekali tertawa , entah apa yang mereka bicarakan .

Setelah Bu Ratna selesai membereskan dagangan nya yang di bantu oleh ku dan juga anaknya mereka berjalan kembali untuk pulang.

" Put , apa kamu sedang sakit?". Tanya Bu Ratna.

" Iya Bu, tapi sekarang sudah tidak lagi , maaf sudah merepotkan Ibu dan juga pak Bambang". Ucap ku yang merasa bersalah dengan wajah yang nampak mendung .

" Sudah tidak apa-apa". Bu Ratna pun mengakhiri ucapan nya . Takut jika aku merasa semakin bersalah , mungkin.

_______

Terima kasih semua.

Salam sayang 💌 semoga harimu menyenangkan 🥰

Episode 3

Nampak dari kejauhan Hartono yang mengendarai motor bututnya, sembari menyapa tetangganya yang berlalu lalang.

Sesampainya di pekarangan rumah , Hartono memarkirkan motornya di bawah pohon jambu yang sedang berbunga lebat.

Biasanya jambu yang sudah besar akan di petik dan di jual ke pedagang rujak atau di buat es jambu lalu di jajakan di sekolah anak-anak nya.

" Farida , farida ". Panggil Hartono pada istrinya.

Masih belum ada sahutan dari dalam.

" Kemana dia". Nampak Hartono memutari rumahnya mencari istrinya.

Ternyata yang ia cari sedang duduk di depan tv dengan volume yang cukup keras, sehingga panggilan Hartono tidak terdengar.

" Farida". Panggil nya lagi.

" Ada apa mas ,apa kau tidak melihat ku sebesar ini . Aku sedang sibuk". Ucap wanita berumur tiga puluh lima tahun itu.

" Kamu ini ,suami pulang bukanya menyambut atau menyiapkan kopi malah sibuk sendiri ". Keluh Hartono pada istrinya.

Prangggg...

" Farida melempar remot tv yang sudah di ikat dengan karet hingga hancur berkeping hingga pecahannya berserakan di atas lantai abu .

Lalu ia berdiri mendekat ke arah suaminya dan meninggalkan baskom yang berisi kol dan wortel yang hendak ia potong untuk membuat bakwan.

" Mau mu apa Mas , pulang-pulang marah tidak jelas " . Dengan nada tinggi Farida berbicara pada suaminya dengan tangan yang ia letakkan di pinggang.

Hartono menarik nafasnya yang nampak berat berulang kali.

" Kamu itu seorang istri Rida , mana tanggung jawab mu melayani ku , sekedar membuat kopi pun kamu tidak pernah".

" Aku ini suami mu , aku kepala keluarga di sini . Aku bekerja siang malam untuk kalian . Tolong hargai aku sedikit ". Teriak Hartono yang sudah tersulit emosi.

" Letakkan dulu sayuran mu , sedari tadi apa yang kamu kerjakan ? Menonton gosip artis papan atas yang sedang naik daun ! ".

Ucap Hartono masih dengan nada emosi.

" Memang apa yang aku kerjakan, aku memang sedang menonton tv , apa salah jika aku menonton".

" Sudahlah Mas, hanya membuat kopi saja kau permasalah kan juga , biasanya Mas juga bisa membuatnya sendiri ". Ucap Farida tanpa salah.

" Uang yang Mas kasih saja masih kurang , bagaimana aku ingin menghargai mu Mas ". Ucap Farida lalu membalikkan badannya.

Hartono tidak habis pikir, bagaimana ia harus memberi pengertian pada istrinya. Semua uang yang ia kumpulkan habis entah kemana , barang-barang yang tidak penting semua di beli dengan alasan gengsi .

" Astaga Farida , tidak kah kamu bisa bersyukur , bagaimana jika aku sudah tidak bisa bekerja lagi, mau kau anggap apa aku ini ".

Keluh Hartono pada istrinya.

" Bapak". Panggil Danu anak laki-laki nya yang berlari dari arah dapur.

" Dari mana saja kamu ". Geram Hartono pada putranya.

" Di mana Emi dan Putri". Tanya Hartono.

" Aku tidak tahu". Jawab Farida masih dengan posisi yang sama .

" Alasan saja kamu, mana mungkin kamu tidak tahu". Ucap Hartono.

" Bapak mencari Emi , maaf pak Emi baru pulang " . Seru Emi dari luar .

" Dari mana kamu Emi , berkumpul dengan teman-teman mu dengan alasan mengerjakan tugas kelompok , bapak sudah sering katakan pada mu Emi, bersikap lah lebih bertanggung jawab.

" Kamu sudah besar Emi, sudah lima belas tahun, tidak kah kamu berniat menolong Ibu mu di rumah , sekedar mencuci piring kan kamu bisa .

" Jangan selalu mengandalkan tenaga orang lain " . Jawab bapak pada Emi".

Emi diam tak bergeming, memang sedari pagi memang dirinya keluar rumah dengan membawa tas selempang miliknya . Emi bilang ingin mengerjakan tugas kelompok. Tapi sampai jam lima sore barulah dirinya pulang.

" Masuk " Ucap Hartono pada Emi dan juga Doni.

Emi masuk dengan sedikit menyeret adik laki-laki nya tanpa mengeluarkan suara .

" Farida apa kamu juga tidak tahu Putri sedang berjualan di pasar, apa kamu juga tidak tahu kalau Putri sedang sakit". Ucapnya.

" Bambang memberi tahu ku di pangkalan tadi jika Putri pingsan , dia yang membawa Putri ke puskesmas pasar . Mau di taruh di mana muka ku Farida, di mana , kamu sebagai bibi nya saja tidak bisa merawat keponakan mu sendiri".

" Dia keponakan mu , cuma kamu yang Putri punya . Tidak bisa kah kamu merawatnya dengan baik".

Hartono berucap lalu memijit kepalanya yang mendadak pusing.

" Awas kau putri , lihat saja bagaimana kamu mendapat hukuman ".

Ucap Farida dalam hati".

_____

Selamat membaca,

Semoga suka dengan cerita Putri.

Beri saran jika ada kata yang kurang mengenakan 🙏

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!