Malam ini, langit cerah seperti biasanya. Bintang-bintang pun ikut tersenyum di atas sana. Seperti malam-malam sebelumnya, Mira dan mamanya juga nggak pernah melewatkan moment kebersamaan di saat makan malam, hanya berdua.
Mira adalah anak tunggal dari pengusaha sukses yang telah meninggal dunia 1 tahun yang lalu.
Saat ini, dia hanya memiliki mamanya dan juga seorang tante yang sangat dia sayangi. Selebihnya, semua keluarga papa dan mamanya rata-rata tinggal di kota yang berbeda, malah ada juga yang di luar negeri.
Meski begitu, Mira nggak pernah kekurangan kasih sayang. Mamanya memberikan segalanya, menjadi Mama yang dekat dengannya layaknya seorang teman, sekaligus menjadi seorang Ayah menggantikan papanya.
"Mir, ada hal yang penting yang Mama mau omongin sama kamu," kata Mama dengan nada suara yang terdengar sangat hati-hati.
"Ada apaan sih, Ma? Mira perhatiin sejak tadi pagi pas sarapan Mama tuh udah aneh, bilangnya ada yang mau diomongin, penting, tapi nggak ngomong-ngomong juga," Mira jelas curiga, nggak biasanya mamanya kayak gini.
"Kamu masih inget sama Om Efendi nggak?" tanya Mama lebih dulu.
"Om Efendi sahabatnya Papa itu kan? Iya inget, emang kenapa dengan Om Efendi?"tanya Mira.
"Sebenernya, Papa kamu sama Om Efendi itu pernah buat sebuah kesepakatan."kata mama
"Iya..., terus?"tanya Mira
"Kesepakatan itu dibuat saat kamu masih dalam kandungan Mama," lanjut Mama.
"Gini, Papa kamu sama Om Efendi kan udah sahabatan sejak kecil, Papa kamu udah anggep Om Efendi itu kayak sodaranya sendiri, bahkan saat menikah pun di tahun dan bulan yang sama, cuma beda tanggalnya aja." Mama berhenti sejenak untuk melihat reaksi Mira, dan anaknya itu masih mendengarkan tanpa berniat untuk menyela. Maka ia pun melanjutkan ucapannya.
"kamu tau nggak? Anehnya lagi saat Mama hamil, istrinya Om Efendi juga udah hamil lebih dulu. Cuma beda 3 bulan kalo nggak salah."
"Terus...?" tanya Mira mengernyitkan dahinya
Mira mendengarkan dengan baik, dia sama sekali nggak ngerti dengan arah dari pembicaraan mamanya ini.
"To the point aja deh, Ma," todong Mira. Dia merasa mamanya emang terlalu bertele-tele.
Mama menghela nafasnya dengan berat, rasanya seperti habis menelan telur ayam dalam keadaan utuh. Dengan keberanian penuh, Mama pun melanjutkan ucapannya.
"karena kebetulan Mama melahirkan anak perempuan dan istri Om Efendi melahirkan anak laki-laki, Papa kamu dan Om Efendi membuat sebuah perjanjian untuk menikahkan kalian." lanjut mama.
"Apa?! Maksud Mama, Mira dijodohin sama anaknya Om Efendi???"tanya Mira kaget. Mama mengangguk pelan.
"Bahkan sebenernya, kalian sudah harus menikah tahun lalu, tapi sayang papamu keburu meninggal," raut muka Mama berubah sedih setiap kali mengingat almarhum suaminya itu.
"Astaga Mama! Mama pasti becanda kan?"tanya Mira
"Mama serius Mira. Kemarin Om Efendi telpon Mama dan nanyain kapan rencana ini bisa dilaksanakan? Karena katanya semakin cepat semakin baik, biar papamu tenang di sana."jawab mama
"Maaaaa, Mira tuh baru kelas 3 SMA, baru juga 17 tahun, masa udah mau dinikahin aja sih?"keluh Mira
"Mira, dulu waktu Mama menikah sama Papa kamu, umur Mama jauh lebih muda dari pada kamu, tapi nggak ada masalah, lagian sebentar lagi kan kamu lulus," kata Mama, masih berusaha membujuk anak gadisnya itu agar mau menuruti perintahnya.
"Itu dulu, Maaaaa, beda dong sama sekarang," tepis Nayla lagi.
"Kalo di zaman Mama dulu, pernikahan di usia muda itu emang hal yang biasa, tapi nggak berlaku untuk di zamannya Mira" Mira menghembuskan nafasnya dengan putus asa, lalu dia melanjutkan ucapannya,
"kalo temen-temen Mira tau, Mira bakalan nikah di usia yang sekarang, mereka semua bakalan nganggep kalo Mira itu hamil di luar nikah, Ma!" ujar Mira
"Apa bedanya? Justru pernikahan di usia muda itu manfaatnya lebih banyak. Contohnya kamu bisa terbebas dari yang namanya pergaulan bebas."
"Gini ya Ma," Mira mencoba untuk bersabar, dia menenangkan dirinya sendiri agar dia nggak berantem dengan mamanya.
"Pertama, Mira nggak kenal siapa calon suami Mira itu, ketemu aja belum pernah, gimana mungkin tiba-tiba dia jadi suaminya Mira? Kedua, Mira ini bener-bener masih pengen sekolah, Ma, masih mau ngelanjutin kuliah dan mengejar cita-cita Mira sebagai dokter."
Mama bangkit dari duduknya, berjalan mendekati anaknya itu sambil tersenyum manis.
"Pertama, minggu depan Om Efendi akan datang kerumah kita bersama anaknya untuk melamar kamu secara resmi, jadi kamu bisa memanfaatkan pertemuan itu seagai ajang perkenalan antara kamu dan calon suami kamu itu" Begitu Mira ingin membuka suara, mama langsung mengacungkan telunjuknya agar Mira diam dan nggak protes. Lalu mama kembali melanjutkan.
"Kedua, kalau masalahnya adalah sekolah, mama setuju kamu tetap melanjutkan pendidikan kamu sesuai dengan apa yang kamu cita - cita kan, dan mama jamin kalau pernikahan kamu ini nggak akan mengganggu sekolah kamu sama sekali, oke" mama mencolek dagu Mira sambik berkedip.
"Pokoknya Mira gak mau.." tolak Mira tegas.
"Sayang, kamu nggak pengen ya papa kamu tenang di alam sana? Kamu nggak pengen papa kamu bahagia karena keinginannya yang udah sejak lama banget terwujud, iya?" Mama mulai memakai jurus ampuhnya untuk membuat putrinya itu luluh.
"Mama Mira akan melakukan apa aja nunjukin rasa sayang Mira ke papa, tapi untuk menikah secepat ini Mira gak bisa ma." ujar Nya
"Pokoknya, minggu depan mama mau kamu ketemu dengan calon suami kamu itu, dan mama yakin kamu gak akan nyesel, soalnya mama udah liat gimana anaknya, namanya Radit, dia sekolah di Amerika dan dia ganteng banget, cocoklah sama kamu." kata mama, kemudian berlalu pergi meninggalkan Mira di ruang makan sendirian.
Mira membanting sendok dan garpunya kepiring hingga menimbulkan suara dentingan yang cukup keras.
Selera makannya lenyap, perutnya langsung kenyang dengan semua hal men-jengkelkan tentang perjodohan itu.
Dia menjambak rambutnya sendiri, kepalanya terasa berat dan sangat pusing. Ini adalah hal tergila yang pernah dia alami seumur hidupnya.
'Menikah? Aku bahkan nggak pernah kepikiran buat punya pacar, ini bener - benar nggak masuk akal, ' kata Mira pada dirinya sendiri. Mamanya sudah pergi kekamar meninggalkannya seorang sendirian.
Tiba - tiba, terlintas beberapa ide konyol di kepalanya.
"Apa aku kabur dari rumah aja untuk beberapa hari dan mengancam baru akan pulang kalau perjodohannya di batalin" gumam Mira pelan.
"Atau aku bunuh diri kecil - kecilan, yang sama sekali gak sampai bikin jantung berhenti, kaya cuma menakut - nakuti doang." gumamnya
"Haa.... Aku tau, atau aku berdandan seperti anak - anak geng metal aja ,biar calon suami dan keluarganya, ilfeel melihatku." gumamnya lagi.
Tbc
Tapi seketika itu juga ide - ide yang dianggapnya paling jitu itu langsung mental dan hancur berkeping saat Mira mengingat papanya. Dia merasa nggak mungkin melakukan itu, karena hal itu bisa membuat mamanya malu dan papanya pasti akan kecewa di alam sana.
Mira sangat menyayangi papanya, sosok pria terhebat yang pernah ada di dalam hidupnya.
Mira perna berjanji pada dirinya sendiri, di depan jenazah papanya, kalau dia di beri kesempatan untuk bisa membuat papa nya bahagia, dia pasti akan melakukan itu.
Bahkan, Mira belajar dengan sangat keras agar prestasinya di sekolah bisa membuat orang tuanya bangga. Tapi untuk menikah? Walau emang itu adalah permintaan terakhir papanya, apa mungkin dia sanggup untuk melakukannya.
****
Sementara itu, di sebuah rumah mewah yang berbeda, ketegangan yang sama juga terjadi di ruang makan. Radit berdebat dengan papinya untuk masalah yang sama yaitu perjodohan.
Radit yang baru saja kembali dari Amerika dan berniat mengisi liburan sekolahnya di indonesia, dikejutkan dengan berita perjodohan yang papa dan mamanya beritauhkan kepadanya secara mendadak.
"Radit, mami mohon sama kamu, turuti permintaan papi kami" bujuk mami sambil memegang lengan anaknya itu dengan lembut.
Mami yang juga mendukung perjodohan ini, jelas akan membantu papi semaksimal mungkin untuk ikut merayu agar dia menyetujui perjodohan ini.
"Mi, Radit gak suka di jodoh - jodohin gini, apalagi sama orang yang gak Radit kenal" kata Radit membela diri, dia keukeuh kalau semua yang diatur oleh papinya itu sudah melanggar hak asasinya sebagai manusia.
"Belum lagi soal sekolah, Radit aja belum lulus SMA, gimana Radit bisa kasih makan istri Radit coba?"
"Radit, menikah nggak akan membuat kamu putus sekolah, papi jamin itu." kata papi dengan nada yang sangat meyakinkan.
"Soal materi, selama kamu masih sekolah, papi yang akan tanggung jawab semuanya" imbuh papi.
"Papi mungkin bisa meggantikan semuanya dengan uang. Tapi bagaimana dengan kebahagiaan Radit pi?"
"Mira itu anak yang baik, dia cantik, pinter, asal usul keluarganya jelas udah nggak usah diragukan lagi, kamu pasti nggak akan menyesal" bujuk papi lagi.
Mami dengan sabar membelai rambut anaknya itu.
" Kasihan Mira nak, di usianya yang masih muda, dia udah di tinggalkan oleh papanya, Mira masih membutuhkan sosok laki - laki yang bisa menjaga dan melindunginya." rayu mami.
"Kalau itu masalahnya mami sama papi tinggal adopsi dia dan semua selesai" ucap Radit enteng.
Brak!
Papi memukulkan kedua tanganya ke atas meja, wajahnya terlihat sangat marah dengan pernyataan Radit. Mungkin bagi Radit, mudah menyebutkan kata - kata itu, tapi dia nggak ngerti dengan kondisi papinya yang berpegang teguh terhadap janji yang di buatnya dengan almarhum sahabatnya itu, demi menyatukan hubungan persahabatan menjadi keluarga maka pernikahan itu harus di langsungkan.
Mami dan Radit kaget begitu papi ambruk setelah dengan keras mencengkam dadanya sendiri. Papi memiliki penyakit jantung yang cukup parah, beliau nggak bisa terlalu banyak pikiran, pasti penyakitnya akan kambuh lagi.
"Radit! Telpon om Alex sekarang!"suruh mami dengan nada sedikit membentak.
Radit mengeluarkan ponselnya dengan tangan gemetaran, Om Alex, adalah dokter pribadi papinya, dan om Alex pernah berpesan kalau papi nggak boleh terlalu sering terkena serangan jantung, akibatnya akan fatal.
****
Disekolah, Mira terlihat berbeda dari biasanya. Dia yang notabe-nya adalah murid yang paling bawel di sekolah, menjelma menjadi seorang murid pendiam yang bahkan diajak ke kantin aja gak mau. Kesya dan Tiara sampai kebingungan di buatnya, mereka berdua sebagai saabat yang udah mengenal Mira sejak kecil, tetep nggak bisa nebak apa yang terjadi dengan Mira.
"Mir, lo tu kenapa sih? Muka udah kaya kobokan di warteg aja, butek bener dari tadi pagi." kata Kesya sambil sedikit becanda.
"Iya Mir, ada apaan sih? Kalo emang masalah cerita - cerita dong sama kita, ya walau nantibkita nggak bisa bantu, seenggaknya bisa ngeringanin beban pikiran elo." kata Tiara juga, dia dan Kesya sampai nggak ikutan ke kantin demi kesetiakawanan yang udah terpatri lama dalam diri mereka.
Mira menghela napas yang terasa sangat berat, dia terlihat seperti sedang memikul beban yang sangat berat. Mira ingat dengan janji persahabatan mereka, yaitu nggak ada satu hal pun yang di rahasiakan di antara mereka, apapun itu.
"Gue di jodohin, dan kayak nya nggak lama lagi gue juga bakalan dinikahin." beritahu Mira dengan nada dan nggak bergairah sama sekali.
Kesya dan Tiara terdiam, keduanya saling pandang, lalu dengan bersamaan menatap Mira. Nggak ada respon dari keduanya, sampai akhirnya mereka berdua tertawa terbahak - bahak, hingga rasanya suara tawa mereka sampai ke ruangan guru.
"Hmmmphh... Lo kalau mau ngelawak jangan sampe segila ini, non." kata Kesya di sela - sela tawanya yang coba dia tahan..
"Iya ni parah.." sambung Tiara.
Mira semakin mendesah,dia menempelkan pipi kanannya ke atas meja. Melihat itu, Kesya dan Tiara kembali saling berpandangan, kali ini dengan reaksi yang lebih serius. Mereka berdua mulai bisa menebak kalau ucapan Mira barusan itu nggak main - main.
Kesya yang duduk tepat di samping kanan Mira, ikut menempelkan pipinya ke meja sehingga wajah mereka saling berhadapan. Dia meneliti guratan wajah Mira yang terlihat sangat sedih itu dengan perasaan yang bertanya - tanya.
"Lo serius Mir? Nggak lagi becanda?" tanya Kesya. Suara tawanya yang tadi membahana langsung lenyap seketika.
Tiara yang duduk di samping kiri Mira, nggak bisa melihat bagaimana wajah Mira saat ini, tapi kontak batinnya terasa begitu kuat, dia seperti bisa merasakan apa yang di rasakan oleh Mira.
Sebuah dilema besar yang menyebabkan sahabatnya itu sampai terlihat menyedihkan seperti ini.
"Sama siapa?" tanya Kesya dengan hati - hati.
Mira mengangkat wajahnya, lagi - lagi mendesah. "Gue juga nggak tau, ketemu aja belum" jawab Mira lesuh.
"Gue percaya sih kalau perjodohan itu emang nggak cuma di zaman Siti Nurbaya doang, tapi untuk langsung nikah? Itu rasanya aneh banget deh, apalagi kan elo masih sekolah" kata Kesya nggak percaya, Tiara mengangguk membenarkan.
"Mama lo becanda kali, Mozz." kata Tiara berusaha menghibur.
"Gue berharapnya juga gitu, tapi pada kenyataannya mama tuh serius.." jawab Mira tanpa ada semangat.
Mira menceritakan semuanya kepada teman - temannya, mulai dari kenapa rencana perjodohan yang awal mulanya di cetus oleh papanya dan kemudian di lanjutkan oleh mamanya. Sampai akhirnya tanggal pernikahan itu di pilih menjadi bulan depam, tanggal yang emang udah di siapkan oleh papa dan sahabatnya itu.
"Terus rencana elo apa? Kita pasti akan bantu elo, apa pun itu" kata Kesya yakin.
Tbc
"Nggak ada rencana, gue nggak bisa nolak permintaan mama, kalian tau kan kalau mama iti satu - satunya yang tersisa dalam hidup gue? Gue nggak mungkin ngecewain mama " meski Mira yakin bahwa dia akan melakukan itu demi kebahagiaan mamanya, tapi hatinya sendiri berteriak ingin menolak.
Kesya dan Tiara memeluk Mira, mereka berdua turut berduka atas kemalangan yang menimpa Mira ini. Mungkin kalau mereka berada di posisi yang sama, mereka juga akan sedih dan nggak tau harus ngapain.
Di satu sisi, Mira masih terlalu muda untuk menikah, apa kata teman - teman di sekolahnya kalau sampai tau. Di sisi lain, Mira harus berbakti pada papanya yang sudah meninggal, itu adalah satu - satunya keinginan papanya yang masih bisa Mira wujudkan.
~
Pulang sekolah, Mira menunggu supir jemputannya di depan pintu gerbang yang udah di tutup. Karena panas, Mira pun berniar untuk nyebrang agar bisa berteduh di bawa pohon besar yag ada di sana. Tapi sialnya, di nggak nengok ke kanan dan kiri lagi, alhasil sebuah mobil sport dengan kecepatan tinggi nyaris menabraknya.
Mobil itu ngerem mendadak hingga sura bannya berdecit memekakkan telinga, belum lagi suara klakson yang di bunyikn akibat respon otomatis ketika si pengendara mobil kaget. Mira merasa nafasnya terputus, di luar biasa shock, kalo aja tuh mobil remnya nggak bagus, pasti sekarang dia udah jadi rempeyek deh, iiihhhh serem.
Si pengendara mobil turun, seorang cowok ganteng dengan jaket kulit berwarna coklat mudah mendekati Mira.
Wajahnya bukan hanya menunjukkan kalo dia ganteng, tapi juga cool. Belum lagi penampilannya yang necis, keren lah pokonya. Beberapa murid yang masih ada di situ sampai terpelongo melihat.
"Lo nggak punya mata yah?! Mau mati!" bentak cowok itu ke Mira.
Saking sangarnya tuh cowok sampai kelihatan seperti bertanduk. Dia seperti pameran devil yang ganteng banget di sebuh film hollywood yang lagi trend saat ini.
Mendapat bentakan itu, Mira yang tadinya mau minta maaf , langsung berubah super jutek. Pesona cowok ganteng kalo ngomongnya kasar, itu nggak ada dalam kamus Mira.
"Biasa aja dong, lo kira cuma gue aja yang salah di sini? Lo juga salah, ngapain lo bawa mobil ngebut - ngebut? Lo tau kan ini lingkungan sekolah? Banyak anak sekolah yang masih berkeliaran di sini." kata Mira membela diri.
"Selain lo itu nggak punya mata, lo juga nggak tau diri, udah syukur nggak gue tabrak." Radit langsung berbalik meninggalkan Mira.
"Dasar cowok sombong, nyebelin, sok oke, sok kaya, ngeselinnnnnnnnnn...."teriak Mira
Belum selesai Mira menumpahkan kemarahannya, mobil cowok itu telah dengan suksesnya mencipratkan genangan air kotor ke seragam dan wajahnya. Cowok itu terlihat sengaja melakukannya, soalnya dia sempat berhenti sebentar setelah melakukan itu, kemudian ia kembali melajukan mobilnya dengan sangat kencang.
"Sumpah ya , ini bener - benar nggak lucuuuuuu!!!!!"
****
Satu minggu kemudian
Akhirnya, hari - hari yang paling nggak di tunggu oleh Mira itu datang juga. Malam ini, keluarga dari calon suaminya itu akan datang untuk melamarnya secara resmi.
Mira udah nggak punya harapan lagi , dia udah tau persis seperti apa ending dari pertemuan ini nantinya. Dia akan tetap menikah dengan atau tanpa persetujuannya. Ini aja mamanya sampai memanggil penata rias terkenal hanyak untuk mebuatnya cantik.
Bahkan tanpa sepengetahuannya, mamanya juga udah mesan sebuah gaun mewah hanya untuk pertemuan ini, fix semua mama yang ngatur.
"Mira, nanti kalau mama panggil kamu, kamu langsung turun ya! Itu calon suami sama keluarganya udah dateng, mama mau temenin mereka dulu" kata mama dengan senyum bahagia yang mengembang di wajahnya.
Mira gak merespon, meskipun dia menggeleng, mama akan tetap akan melanjutkan perjodohan ini. Jadi lebih baik diam demi menghemat energi. Soalnya saat ini nafasnya terasa sesak, kepalanya pusing banget, dia rasanya mau pingsan.
"Kalau bukan karena papa, Mira nggak akan mau ngelakuin ini, pa." gumam Mira dalam hati.
"Calon suami kamu pasti akan terpesona sama kamu, kamu santik sekali Mira." puji tante Rasti, adik kandung mama yang juga ikut - ikutan mendukung perjodohan ini.
"Iya dianya bakalan terpesona, Miranya nggak." kata Mira dengan malas.
"Eeeehhh... Jangan salah kamu, calon suami kamu itu ganteng banget, kamu pasti bakalan klepek - klepek nanti pas lihat dia." kata tante dengan genit.
Tante Rasti ini sama sekali belum menikah, makanya deket banget sama Mira, udah kayak temen.
Mira mencibir, dia nggak percaya kalo apa yang di omongin tentenya tentang calon suaminya itu bener.
"Tante sih gak heran, semua cowok juga di bilang ganteng, tukang gorengan di sekolah Mira aja di bilang ganteng juga sama tante" kata Mira
"Hahaha..." Tante tertawa mendengarnya
"Tapi kali ini beneran loh Mir, dia beneran ganteng."puji tante lagi.
"Emang tante udah pernah ketemu?" tanya Mira.
"Belum juga sih, tapi tante udah lihat foto dia di ponsel mama kamu." jawab Tante masih berusaha meyakinkan Mira.
"Tanteeee.... Kalau foto doang sih sama aja nggak, kan bisa jadi itu hanya filter aja. Apa lagi filter sekarang dari alien bisa berubah jadi seleb" seru Mira.
"Hihihih... Semoga aja ini asli ya, jangan sampe kayak alien." kata tante Rasti.
"Hahahaha..." Mira pun tidak bisa menahan tawanya saat mendengar ucapan tantenya.
Nggak lama kemudian, samar - sama terdengar suara mama yang memanggil Mira. Suara itu terdengar sedikit berteriak lantaran posisiny emang kamar Mira ini berada di lantai tiga. Mira langsung gemetaran, walaupun dia nggak berminat dengan pertemuan ini, tetap saja jantungnya berdegup kencang.
"Seperti apa ya, orangnya?" pertanyaan itu selalu memenuhi isi kepalanya.
"Ya udah yok turun, nggak enak kan kalau sampe tamu kita nungguin lama." ajak tante.
Sebelum menyeret Mira keluar, tante mengelap kening Mira yang berkeringat.
"Jangan grogi, ini kan beru pertemuan, belum menikah kok" canda tante yang berhasil membuat Mira langsung cemberut.
~
Raditya menoleh pada seorang perempuan bergaun putih yang sedang menuruni tangga denga langkah yang sangat anggun. Bisa dinpastikan kalau cewek itu adalah calon istrinya, soalnya cuma cewek itu yang terlihat seumuran dengan nya saat ini.
"Cantik kan?" bisik mami sambil menyikut lengan Radit.
Cantik? Iya sih. Radit mengakuinya, cewek itu emang cantik banget, entah itu karena dandanannya yang emang abis - abisan atau karena emang aslinya tu cewek cantik. Yang jelas untuk ukuran fisik nggak mengecewakan lah. Tapi bukan itu masalahnya, dia merasa pernah melihat Mira sebelumnya. Tapi dimana itulah yang membuatnya ragu.
"Ni cewek siapa ya? Kok kayaknya familiar banget " gumam Radit pelan.
Tbc
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!