Biar ada gambaran jalan ceritanya, yuk kita kenalan dulu sama para tokohnya...
Pemeran Utama Pria : Kenadi Kusnadi alias Ken (Berpangkat Letnan Satu PNB dari Kesatuan Angkatan Udara skuadron pesawat tempur, dan calon suami Putri lewat wasiat palsu).
Pemeran Utama Wanita : Putri Amelia alias Putri (ABG umur 17 tahun, dan calon istri Ken lewat wasiat palsu).
Pemeran Kedua Pria : Boy (Ketua OSIS, dan teman sekolah Putri, juga jatuh cinta sama Putri).
Pemeran Kedua Wanita : Mona (Sahabat Ken, dan diam-diam suka sama Ken).
Pemeran Pendukung :
Mimi (Sahabat Putri).
Awang (Sahabat Ken).
Bapak Ken.
Ibu Ken.
Papi Putri.
Mami Putri.
Arya (Seorang pengacara, dan teman sekolah orang tua Ken dan Putri, juga anggota pembuat wasiat palsu).
Asri (Adik Ken).
Dodi (Suami Asri).
Bobi (Kakak pertama Putri).
Sisil (Kakak kedua Putri).
Komandan Ken.
Aryo (Rekan kerja Ken di ruangan).
Budi (Rekan kerja Ken di ruangan).
Pemeran Figuran :
Winda (Kekasih Ken yang telah tiada).
Ayu (Anak dari Asri dan Dodi, alias keponakan Ken).
Baby sitter Ayu.
Teman sekolah orang tua Ken dan Putri (Waktu acara temu kangen).
Pengunjung restoran (Markas 5 sekawan).
Teman-teman sekolah Putri.
Guru-guru sekolah Putri.
Seorang guru Putri yang killer.
Pak Satpam sekolah Putri.
Orang tua Mimi.
Kakak Mimi.
Mas Dio (Karyawan Awang).
Karyawan Awang yang lain.
Bu Kesya (Pelanggan lukisan Awang).
Karyawan Mona di boutique.
Seorang karyawan Mona yang mengantar berkas.
Seorang karyawan Mona yang mengambil shopping bag.
Kasir mini market di daerah rumah orang tua Ken.
Bu Setyo (Tetangga orang tua Ken, dan yang ketemu Ken dan Putri di mini market).
Bu Ajeng (Tetangga orang tua Ken, dan yang bereng ibu Ken ke PKK RW sebelah).
Ibu-ibu PKK dari RW ibu Ken & RW sebelah.
Staff kelurahan.
Para tetangga orang tua Ken.
Abang bakso keliling rumah orang tua Ken.
Pelayan bakso di warung bakso di daerah orang tua Ken.
Tukang sayur keliling orang tua Ken.
Tukang ojek (Yang mengantar ibu Ken ke pasar).
Cewek-cewek di mall (Yang merhatiin Ken).
Kasir pakaian di mall.
Mbak pegawai pakaian di mall (Yang minta disalamin ke Ken).
Petugas bermain arena tembak di mall.
Cewek-cewek di arena tembak bermain di mall (Yang terkesima dan godain Ken).
Orang-orang di ATM di mall (Yang merhatiin paha Putri).
Penonton bioskop di mall.
Orang-orang di restoran barbeque di mall (Sewaktu Ken memergoki Putri jalan berdua sama Boy).
Dua cowok mesum di halte (Yang merhatiin paha Putri).
Para pedagang asongan di halte.
Pemeran cosplay hero (Sewaktu Ken dan Putri photo di studio bermain di mall).
Mandor sementara (Karyawan orang tua Putri di pabrik teh).
Semua karyawan orang tua Putri di pabrik dan perkebunan teh.
Warga desa di villa orang tua Putri.
Teman-teman kampus Putri, Mimi, dan Boy.
Pengunjung restoran (Tempat acara ulang tahun Boy).
Anak club motor Boy.
Anak geng motor (Yang diupah Boy untuk menculik Putri dan Mimi).
Pelayan toko bunga (Waktu Ken beli bunga untuk dinner dengan Putri).
Pelayan toko emas (Waktu Ken membeli cincin untuk melamar Winda).
Supir taxi (Yang mengantar Putri ke markas Ken).
Supir taxi (Yang mengantar Putri dan ibu Ken ke rumah dinas Ken).
Tetangga Ken di rumah dinas.
Staff pemeliharaan pesawat (Saat Ken nge-tes pesawat Eagle T50i).
Seorang anak buah Ken (Yang membersihkan landasan pacu).
Para penjaga pos piket (Pos POMAU di markas Ken).
Para penjaga Pos piket (Pos kesatuan di markas Ken).
Rekan-rekan satu letting Ken.
Anak buah Ken.
Marching band Angkatan Udara.
Band Angkatan Udara.
KASAU.
KASAD.
KASAL.
KAPOLRI.
Anggota DPR.
Duta besar negara sahabat.
Instasi lain dari pemerintahan.
Veteran Angkatan Udara.
Pasukan Khusus Angkatan Udara.
Dan semua skuadron yang terlibat memeriahkan acara HUT TNI AU.
wartawan media cetak dan elektronik.
Penempatan Lokasi :
Jakarta
Puncak-Bogor
Bali
Suatu pulau di Indonesia
Suatu langit di Indonesia
PERHATIAN !!!
Novel yang kubuat ini hanya fiktif belaka. Bila ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian, ataupun cerita. Itu hanya kebetulan semata, dan tidak ada unsur kesengajaan.
Yuk, dah kita mulai.... 💃
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
Dijodohkan? Enak nggak sih didengarnya bagi orang yang belum mau melepas masa lajang? Tentu, nggak! Itu juga yang terjadi kepada Ken. Seorang Perwira Pertama berpangkat Letnan Satu PNB dari kesatuan Angkatan Udara skuadron pesawat tempur. Dia adalah pilot jet tempur. PNB adalah kepanjangan dari Penerbang ya.
Ken yang tahun ini menginjak usia 33 tahun harus rela dan patuh terhadap wasiat neneknya. Ini seperti mimpi buruk baginya. Dia benar-benar belum siap sejak ditinggal kekasihnya 5 tahun silam. Jangan kan, hubungan serius. Menjalin hubungan saja dia masih belum mau.
Memang dia telah dilangkahi oleh adiknya. Lantas, kenapa? Apakah ada masalah? Bukankah lelaki tidak masalah nikah telat?
Lucunya, kenapa baru sekarang wasiat itu diungkapkan. Sedangkan neneknya telah tiada 3 tahun lalu. Tambah bikin keki lagi, kenapa lah juga calonnya anak bau kencur!
**********
Pesawat melayang-layang di angkasa. Menukik tinggi membelah awan. Terjun bebas lagi ke bawah dengan kecepatan bagi orang yang menonton pastinya, hanya bisa melongo dan geleng-geleng kepala. Tiba dimomentum tertentu, pesawat melesat lagi ke atas, menukik lagi, lalu meluncur lagi. Itu terus dilakukan Ken berulang-ulang di langit biru.
Saat ini pria itu lagi mengetes jet tempur T-50i Golden Eagle. Biasa, ada jadwal pengujian seusai pemeliharaan. Pesawat supersonic yang dilengkapi persenjataan lengkap seperti kanon galting internal tiga laras, dan pesawat ini dapat menebakkan peluru hingga 2000 butir per-menitnya. Juga pesawat ini memiliki panjang 43 kaki dengan kecepatan hingga 1.600 km per-jam.
(Gambar hanya ilustrasi)
Lelaki yang memiliki balok satu di pundaknya mendarat mulus saat menurunkan pesawat yang di bawanya. Lalu mengarahkan ke hanggar. Usai masuk, dan memarkirkannya dengan posisi yang pas. Lekas ditekannya tombol. Lalu pintu jet terbuka ke atas. Sebelum turun, dia membuka helmnya.
Helm pilot yang dirancang khusus. Selain buat melindungi bagian kepala, tapi juga berfungsi sebagai peredam kebisingan, ventilasi, masker oksigen, dan lain sebagainya.
Wearpack orange seragam khusus para penerbang, dia sudah turun dari pesawat. Warna orange diambil hampir semua di pelbagai negara karena warna menyala, dan pemilihan itu memiliki makna. Bila terjadi kecelakaan di hutan, pegunungan, serta laut. Supaya memudahkan regu penyelamat menemukan pilot yang selamat diantara hutan belantara yang cenderung gelap, dan ditengah laut biru.
“Gimana, Lettu?” Seorang staff pemeliharaan menyambutnya di bawah.
Lettu adalah panggilan dari singkatan pangkat Ken alias Letnan Satu. Pria itu menjawab memberi jempol ke depan. Yang artinya ‘mantap!’
“Berarti tidak ada masalah, Lettu?”
Menggeleng. “Tidak.”
Beberapa saat kemudian, Ken keluar dari markas. Deretan mobil memenuhi jalan menyambutnya di depan pintu gerbang. Maklum, jam pulang kerja macet. Untuk menghilangkan stress dia menyetel musik.
Selang sesaat, pria itu sudah tiba di rumah. Dia tinggal di rumah dinas. Rumah bercat biru muda yang merupakan ciri khas Angkatan Udara.
Direbahkannya tubuhnya yang letih saat tiba di kamar. Letih bukan karena usai pulang kerja, tapi capek terus-menerus memikirkan acara besok. Memang dia nggak bisa lari, harus patuh! Hanya saja dia berharap ada keajaiban. Itu yang terus bergelut dipikirannya. Kemudian dia menengok ke arah nakas. Photo si Cinta Matinya.
“Apa kamu nggak masalah aku menikah dengan orang lain, Sayang?” Diraihnya bingkai itu, dipeluknya erat. “Andai kecelakan itu nggak terjadi. Pasti saat ini kita telah memiliki keluarga kecil yang bahagia."
Ken memejamkan mata. Dadanya bergejolak hebat bila mengenang kala itu. Keperihannya yang sulit dihempaskan.
Drrt... Drrt... Drrt...
Dering Whatsapp memaksanya untuk membuka mata. Dilihatnya siapa gerangan yang mengirimnya pesan. Rupanya ibunya.
“Mas... Jangan lupa, nanti ke sini bawa baju ya. Kamu kan untuk sementara tinggal di sini.”
Demi hubungannya dengan calon tunangannya menjadi dekat. Untuk sementara dia dan calon tunangannya akan tinggal di rumah orang tuanya. Karena mereka akan melewati masa pengenalan selama 3 bulan di sana. Malam ini dia tidur di rumah orang tuanya. Karena besok dia sekeluarga akan menghadiri acara pertunangan itu. Dan juga, sekaligus menjemput gadis itu untuk tinggal bersamanya di rumah orang tuanya. Karena itu orang tuanya bicara begitu. Soalnya biar dia sekalian bawa baju biar gak usah balik lagi ke sini.
Ken membuang nafas kasar, juga menghempaskan selulernya kasar ke samping tubuh. Lekas di berdirikannya bingkai kesayangannya.
“Nanti aku akan jarang melihatmu. Tapi jika ada waktu senggang, pasti aku ke sini.”
Dengan sikap malas-malasan, dia bangkit dari kasur, dan menyusun bajunya di koper. Meski dia gak mau dikutuk sebagai cucu yang tidak berbakti. Tentu pada dasarnya dia nggak ikhlas menjalani wasiat itu.
Kemudian setelah selesai, dia mandi. Dan selang sesaat, dia meraih kunci mobilnya, lalu pergi ke rumah orang tuanya.
**********
Lampu mobil menyilaukan mata mereka. Keluarga Ken yang sedang duduk di teras spontan berdiri. Di situ selain orang tua Ken, ada adik Ken yang bernama Asri, dan suaminya yang bernama Dodi. Sedangkan anak mereka yang berusia 2 tahun lagi di ruang keluarga bersama baby sitter-nya. Sejak menikah, Asri ikut suaminya. Jadi dia sama seperti Ken sudah tidak tinggal satu atap dengan orang tua mereka. Ken merupakan anak pertama. Asri anak bontot.
Rumah orang tua Ken berada di pinggiran kota. Rumah nan asri dengan konsep bangunan tidak modern alias model lama. Memiliki perkarangan yang luas. Baik itu di samping, depan, dan belakang. Karena perkarangannya luas, sebagian di tanam buah, sayur, dan macam-macam tanaman lain. Juga ada kandang ayam di samping rumah, dan 2 kandang burung. Hewan-hewan itu peliharaan bapak Ken.
(Gambar hanya ilustrasi)
Orang yang lagi ditunggu mereka memarkirkan kendaraannya di antara mobil orang tuanya dan Dodi. Lalu pria yang memiilki wajah rupawan itu turun dari mobil, dan menarik kopernya. Sebelum tiba di teras, bapaknya menyapanya.
“Sudah sampai, Mas?”
“Mm." Ken membalas dingin.
“Mas."
Dodi menyapa, menundukkan dikit kepalanya. Ken membalas hanya menaikkan satu tangan.
“Sudah makan, Mas?” Ibunya bertanya, setiba langkah kaki anak pertamanya di teras.
Boro-boro mikirin makan, otaknya saja lagi kusut begini. Ken tidak menjawab, dia terus berjalan saja masuk ke dalam rumah.
“Mas..." Ibunya berusaha mengikuti.
“Bu!" Asri mencekal.
“Iya, biarkan saja...," tambah suaminya.
Ibu tua itu menghela nafas. Dia sedih lihat anaknya gara-gara ini jadi tambah dingin. Sejak kejadian anaknya ditinggal kekasihnya sikapnya jadi begitu. Dia pun terpaksa melakukan ini demi kebaikan anaknya. Agar lekas bangkit dari masa lalu. Waktu sudah berjalan panjang, mau sampai kapan lagi anaknya terus begini?
“Om Cen,” sapa Ayu, berbicara nggak jelas sedang tidur-tiduran di depan TV menonton kartun kesayangannya.
“Hallo..."
Untuk yang satu ini, Ken nggak acuh. Dia berhenti sebentar untuk mengucek-ucek rambut keponakan kesayangannya itu.
Nggak lama dia tiba di kamar. Di tatapnya kamar lamanya dulu sebelum dia menepikan kopernya. Kemudian setelah dia merapihkan isi koper, dia rebahan di kasur sambil menatap langit-langit ruangan.
Esok ya esok, tinggal beberapa jam lagi hidupnya akan berubah. Apakah cambuk ini akan siap dipikulnya? Bisakah dia mencintai calon tunangannya? Apa yang terjadi jika nanti mereka menikah? Rumah tangga seperti apa yang mereka jalani, jika tidak ada cinta di antara mereka? Dan rumah tangga seperti apa yang mereka jalani, dengan terpaut usia yang jauh di antara mereka? Apakah dia bisa kembali berharap, dalam masa menuju hari H ada keajaiban yang menggagalkan pernikahan mereka?
Jadi pernikahan mereka akan dilangsungkan saat calon tunangannya genap berusia 18 tahun. Tapi biar begitu mereka harus menjalani dulu masa pengenalan selama 3 bulan di sini. Maklum, namanya mereka ini dijodohkan jadi harus didekatkan dulu.
Calon tunangannya bernama Putri berusia 17 tahun. Masih duduk di bangku SMU kelas 3. 16 tahun lebih muda dari Ken. Sungguh jarak yang fantastis!
Ken memiringkan tubuhnya. Ya! 1 tahun apapun bisa terjadi. Anak itu pasti nggak siap menikah. Apa sebaiknya dia memanfaatkan hal itu? Bila anak itu yang menjerit-jerit nggak tahan dengan perjodohan ini, pastinya nggak masalah. Kalau dia nggak ada alasan, kalau anak itu ada! Karena anak itu lagi masa puber-pubernya. Ya! Sebaiknya dia harus buat anak itu nggak betah di sisinya.
**********
Kukuruyuk... Kukuruyuk....
Suara kokokan ayam menandakan langit gelap akan bersiap berganti pagi. Dalam keadaan masih mengantuk, ibu Ken keluar dari kamar. Sebelum pergi ke dapur, dia menghentikan dulu langkah kakinya di depan kamar putranya.
Di dekatkannya daun telinganya ke pintu. Biasanya, subuh-subuh begini anaknya sudah bangun. Maklum tentara, bangun lebih awal. Tapi tidak terdengarnya sama sekali suara kebrisikan di dalam. Dari tiba anaknya terus berdiam diri di kamar. Apa yang dilakukan anaknya? Apa jangan-jangan begadang pusing memikirkan hari ini?
Didesahnya nafasnya panjang. Ibu tua itu kemudian kembali berjalan.
Beberapa saat kemudian, orang tua itu sedang sibuk meracik masakan di dapur. Anaknya yang bontot datang menyapa.
“Selamat pagi, Bu.”
“Pagi. Sudah bangun kamu, Sri?”
“Sudah. Ibu masak apa?”
“Nasi goreng, nugget, telor ceplok, dan kerupuk.”
“Asri, bantu apa nih?”
“Kamu bantu gorengin kerupuk aja.”
Aktifitas pagi bergulir. Bapak Ken sudah bangun, begitu pula yang lain. Hanya anak tertua di rumah itu yang belum bangun. Nggak lama terdengar suara pintu terbuka. Dodi yang lagi duduk di ruang keluarga menolehkan kepalanya.
“Pagi, Mas."
“Pagi." Ken berjalan ke kamar mandi.
Selang sesaat, mereka sudah pada kumpul di meja makan. Kecuali Ayu dan baby sitter-nya. Biasa, anak kecil kalau makan tidak bisa diajak serius. Pengasuhnya mengajak melihat-lihat burung.
Karena momentnya memang lagi nggak menyenangkan. Suasana makan jadi menegangkan. Aura Ken yang menguar di tubuhnya karena nggak bersahabat.
**********
"Pada hali mingdu ku tulut Ayah te tota, naik deman istimewa kududu di muta... Kududu camping pa usil... la la la... la la la..."
Ayu bernyanyi-nyanyi riang mengikuti lantunan lagu yang dinyanyikan oleh baby sitter-nya. Penghafalannya yang masih belum jelas dengan mimik menggemaskan. Mulut manyun-manyun. Makin menambah kelucuan. Jadi menghibur yang ada di mobil. Sejatinya mereka tertawa agak garing. Karena ada satu orang yang nggak bereaksi. Maklum, makluk menggemaskan itu tidak mengerti apa-apa. Dengan wajah polosnya, dia ikut bernyanyi saja sambil melihat-lihat pemandangan. Begitu pula baby sitter-nya, nggak tahu ada persoalan di keluarga ini.
Saat ini mereka sedang meluncur ke tempat acara. Rumah anak itu masih satu kota dengan Ken. Membutuhkan waktu 1 jam untuk mencapai tujuan. Yahhh... Kalau macet bisa 2 jam.
Ken melirik-lirik tipis melihat luar kaca. Sedikit lagi, ya sedikit lagi, dia akan tiba. Oh, Tuhan..
Rumah bergaya mediteranian dan memiliki 2 lantai. Tampak sedikit aktifitas di sana. Acara hanya dihadiri oleh keluarga ke dua belah pihak, dan pengacara saja. Jadi memang nggak menyedot keramaian. Acara pun diselenggarakan di dalam rumah dengan koleksi bangku seadanya si empunya rumah.
Mobil rombongan Ken tiba. Dengar suara mobil, orang yang berada di dalam langsung pada berdiri. Setelah turun dari mobil, Ken dengan muka suntuk mengikuti yang lain. Dia berjalan di belakang. Lalu mereka tiba di dalam rumah itu. Kedatangan Ken sekeluarga disambut oleh mereka.
“Hallo...,” sapa calon mertua Ken.
“Hallo...,” balas orang tua Ken.
Setelah mereka saling berjabat tangan. Orang tua Ken memperkenalkan anak mereka. Pertama yang bontot dulu dengan keluarga kecilnya, terakhir Ken.
“Oo... Ini yang namanya Mas Ken. Wah... gagah ya...,” respon calon ibu mertua Ken memuji.
“Iya, badannya tinggi dan tegap,” tambah calon bapak mertua Ken.
Ken? Hanya tersenyum tipis saja. Lalu calon mertua Ken gantian memerkenalkan anak-anak mereka. Kecuali yang bontot masih di kamar. Calon mertua Ken memiliki 3 anak. Anak pertama dan ke dua sudah menikah. Putri anak bontot. Di sana pun, Ken dan Asri beserta suami berkenalan ke pengacara. Pengacara itu sudah hadir duluan.
Bangku sofa panjang berbentuk U sudah di isi oleh keluarga ke dua belah pihak. Kecuali calon ibu mertua Ken yang sedang membujuk anak bontotnya untuk keluar dari kamar. Pengacara duduk di bangku beda sendiri alias bangku single di samping sofa. Di depan sofa ada 2 bangku kosong yang nantinya akan diisi oleh calon pasangan.
(Gambar hanya ilustrasi)
Saat ini mereka sedang mau memulai acara. Tapi lagi menunggu dulu si Bintang Wanita bergabung. Lalu nggak lama terdengar suara penolakan dari atas sana.
“Putri nggak mau... Nggak mau...”
“Jangan gitu dong, Sayang... Kamu kan sudah janji.”
“Putri nggak mau... Nggak mau...”
“Ayo lah, Nak keluar... Nanti Nenekmu sedih loh di atas sana.”
Diingatkan itu lagi, mau nggak mau anak itu keluar. Namun dia berjalan dengan langkah ogah-ogahan, dan kepala menunduk nggak mau sama sekali melihat tamunya. Semua mata mendongak ke atas saat dua orang itu turun dari tangga. Kecuali Ken.
Setelah si Tokoh Wanita bergabung bersama mereka. Dengan memegang berkas di tangan, maka pengacara memulai acara.
“Baiklah, karena semua sudah pada kumpul. Maka saya akan membacakan isi surat wasiat ini. Kutipannya sebagai berikut : Saya yang bernama Ijah menginginkan salah satu cucu laki-laki saya menikah dengan cucu Imas. Saya yang bernama Imas menginginkan salah satu cucu perempuan saya menikah dengan cucu Ijah. Demi menjaga tali silahturahmi, dan menyatukan ikatan persahabatan kami. Kami mohon kepada salah satu anak kami bersedia memenuhi surat wasiat ini, dan juga kami meminta maaf kepada cucu kami yang menerima keputusan ini. Dikarenakan ini perjodohan, yang pastinya didasari tanpa cinta. Maka dengan sadar kami menyepakati sebagai berikut : Demi mendekatkan cucu kami yang dijodohkan, maka terlebih dahulu mereka bertunangan, baru satu tahun kemudian menikah. Tapi biar begitu mereka harus menjalani masa pengenalan selama 3 bulan dulu. Dengan tinggal di rumah orang tua salah satu pasangan. Biar apa? Karena satu tahun belum tentu mereka bisa dekat. Jadi harus didekatkan dulu dari awal. Sekiranya kalian semua berbesar hati dan lapang dada mendengar semua ini. Tolong pahamilah permintaan kami. Biar kami tenang di atas sana. Demikianlah isi surat wasiat ini. Sesuai permintaan dua orang almarhumah. Surat wasiat ini dibacakan setelah ke dua almarhumah telah tiada, dan setelah dibacakan calon pasangan langsung ditunangankan. Dan seharusnya dibacakan 3 tahun lalu. Karena Nenek Ijah dan Nenek Imas kebetulan bebarengan tutup usia 3 tahun lalu. Tapi berhubung saya mengalami 2 kali musibah. Yang pertama rumah saya kerampokan, dan yang kedua rumah saya mengalami kebakaran. Maka saya butuh waktu lama mencari surat ini. Saya selaku pengacara yang ditunjuk oleh Nenek Ijah dan Nenek Imas meminta maaf." Orang itu menundukkan kepala.
Ken sepet dengarnya. Dia baru tahu, kenapa surat itu baru diungkapkan sekarang. Pantas! Dia kena getahnya karena semua sepupunya sudah pada menikah. Coba jika diungkapkan saat itu, dia nggak akan menjalani hal ini.
Memang harusnya 3 tahun lalu diungkapkan. Cuman ya, itu karena keterangan pengacara tadi di atas. Jadinya baru sekarang ini dilaksanakan. Jadi pemilik surat wasiat itu ada dua. Yaitu nenek Ken dan nenek Putri. Dan ke dua belah pihak keluarga sudah tahu isi surat wasiat itu. Karena sebelumnya sudah menerima salinannya. Karena itu jangan heran, sebelum acara mereka sudah pada paham. Dan juga jangan heran, rumah orang tua Ken dijadikan tempat masa pengenalan Ken dan Putri selama 3 bulan di sana. Karena sebelumnya sudah ada pembicaraan antar orang tua. Cuman ya, tetap saja biar terlihat sah! Pas acara surat wasiat itu harus dibacakan oleh pengacara. Karena memang selanjutnya Ken dan Putri langsung bertunangan.
Nenek Ijah adalah ibu dari ibu Ken. Yang memiliki 3 anak, dan saat ini satu-satunya cucu cowok yang belum menikah adalah Ken. Sedangkan nenek Imas adalah ibu dari calon ibu mertua Ken, dan disana saat ini satu-satunya cucu perempuan yang belum menikah adalah Putri.
“Karena cucu-cucu yang lain telah pada menikah. Dengan ini keluarga besar ke dua belah pihak telah menyepakati. Bahwa mau nggak mau yang menerima surat wasiat ini adalah anak dari Ibu Murni dan anak dari Ibu Wati. Anak yang menerimanya adalah Kenadi Kusnadi dan Putri Amelia. Dan berhubung Putri Amelia baru berusia 17 tahun. Dan kebetulan didalam wasiat ini menginginkan calon pasangan menjalani pertunangan dulu selama 1 tahun. Dan pas juga, dalam undang-undang usia Putri Amelia masih di bawah umur. Maka pernikahan akan dilangsungkan saat Putri Amelia genap berusia 18 tahun. Dan sesuai permintaan dua orang almarhumah setelah pembacaan surat wasiat ini. Maka pada hari ini tanggal xxx dengan dihadiri oleh keluarga ke dua belah pihak, dan disaksikan oleh saya sebagai pengacara. Kenadi Kusnadi dan Putri Amelia melangsungkan pertunangan,” lanjut pengacara.
Nama ibu Ken adalah Murni. Nama calon ibu mertua Ken adalah Wati.
Bapak Ken meletakkan kotak cincin di atas meja. Cincin yang telah dipersiapkan oleh orang tua Ken untuk acara hari ini. Maklum, kalau Ken mana mungkin menyiapkan.
Ken dan Putri dipanggil ke depan oleh pengacara untuk mengisi 2 bangku kosong. Mereka pada berdiri dengan muka tidak sedap dipandang. Pengacara meminta Ken memasangkan cincin ke jari manis Putri. Ken mengambil kotak, dan membukanya. Putri buang muka memberi tangan kanannya. Ken memasang cincin dengan menundukkan kepala tanpa mau melihat gadis di sisinya. Maka dengan ini pengacara menyatakan pertunangan mereka sah sesuai keinginan dua orang almarhumah. Semua yang hadir di situ pada tepuk tangan. Kecuali Ken dan Putri memasang senyum pahit.
Prok! Prok! Prok!
Selanjutnya masuk ke sesi photo. Pasangan yang baru bertunangan itu disuruh mendekat. Dengan muka masih masam mereka mendekat. Namun yang satu mukanya ke kiri, yang satunya lagi ke kanan. Alias pada nggak mau lihat kamera. Karena memahami situasi, kakak tertua Putri yang ditunjuk memotret, tetap membidik.
Jepret!
Lalu masuk ke acara santai. Hidangan lezat telah disiapkan oleh pihak keluarga Putri di meja makan dari pembuka hingga penutup. Semua pada mengantri, kecuali Ken dan Putri nggak tertarik sama sekali. Ken tetap tidak bergerak dari tempat duduk awalnya. Begitu pula Putri tetap duduk di sudut ruangan. Seusai sesi photo, mereka tadi pada bubar.
Ibu Ken datang membawa sepiring makanan dan segelas minuman. Karena tahu anaknya pasti nggak ada selera makan. Dia inisiatif sendiri menyiapkan. Di belakang, anak bontotnya menyusul. Kemudian ibu tua itu meletakkan apa yang di bawanya di depan putra pertamanya, dan duduk. Di susul oleh Asri kemudian.
“Mas... Jangan cemberut gitu dong, Mas...”
"....." Ken tidak membalas.
“Ibu kan, nggak bisa perbuat apa-apa. Masa, Ibu harus marahi nenekmu yang sudah gak ada. Kalau surat wasiat itu dibacakan pas nenekmu masih hidup, pasti Ibu dan saudara-saudara Ibu pada menentang. Tapi kan, ini masalahnya lain.”
"..... "
“Itu di makan ya. Ibu bawain untuk kamu.”
'....." Ken tetap diam.
“Ayo dong, Mas... Jangan gini dong, Mas... Ibu kan, jadi nggak enak lihat kamu begini. Ya, Ibu tahu. Kamu yang ketumpuan atas wasiat itu. Tapi sekali lagi, Ibu kan nggak bisa perbuat apa-apa.”
Ken masih dengan kebisuannya. Ibunya mendesah. Namun tak lama berkata...
“Lagian, Putri juga cakep kok Mas. Imut-imut! Pasti cocok sama Mas."
“Bu!" Asri menyenggol lengan.
Perkataan Ibunya sungguh nggak pas diucapkan ke kakaknya yang saat ini lagi senewen. Ibunya berdehem kecil untuk sekedar mengembalikan fokusnya. Maklum, saking senangnya pertunangan ini berhasil. Sesaat jadi lupa diri.
"Ehem!"
Sementara itu disudut lain, terjadi juga hal sama. Mami Putri dan kakak-kakaknya lagi merayu Putri makan.
“Putri... Jangan cemberut terus dong, Nak... Ayo, dong makan,” rayu maminya.
“Iya, Put. Lagian, Mas Ken ganteng kok dan gagah lagi,” tambah kakak pertama Putri yang bernama Bobi. Yang berjenis kelamin cowok.
“Dan berpangkat juga. Susah loh cari calon kayak gitu. Kamu beruntung Put. Kalau Kakak belum nikah. Pasti Kakak yang maju, nggak perlu kamu,” imbuh kakak ke dua Putri yang bernama Sisil. Yang bergender cewek.
"....." Putri tetap malas meladeni.
Sementara itu disudut lain lagi. Bapak-bapak, dan pengacara, lagi menyantap hidangan sambil berbisik-bisik.
“Rencana kita berhasil, Bung!" senang bapak Ken ke calon besannya.
“Iya. Wah... Nggak lama lagi kita besanan nih!”
“Kalian nggak ngucapin ke aku?” protes pengacara.
“Tentu dong...,” jawab dua orang itu bebarengan.
“Tanpamu, apalah artinya kita ini,” tambah calon bapak mertua Ken.
“Aku sebenarnya rada jantungan tadi di depan. Takutnya anakmu curiga,” ujar pengacara ke bapak Ken.
“Sama! Pas kamu baca surat wasiat itu aku pun jantungan. Maklumlah, anakku sudah matang jadi susah ditipu-tipu.”
“Tapi buktinya ketipu tuh! Haha...," kelakar calon bapak mertua Ken.
“Iya sih! Haha..." Bapak Ken jadi ikut tertawa.
“Sssttt...!" tegur pengacara, untuk tawa mereka karena jadi lepas kontrol.
"Oh iya!" Dua orang itu langsung pada mingkem.
“Eh, tapi, ingat! 1 tahun apapun bisa terjadi. Kalian harus bisa buat mereka berdua aman terkendali loh! Jangan sampai terjadi masalah di antara mereka sampai hari H."
Pengacara itu mengingatkan agar mereka jangan senang dulu. Ya! Karena perjalanan menyatukan dua orang itu sampai menikah masih panjang.
‘Iya,” angguk dua orang itu serempak.
Jadi surat wasiat itu adalah akal-akalan mereka. Mereka sudah merencanakan itu jauh hari. Pengacara itu terlibat karena teman sekolah mereka. Dalam hal ini juga diketahui oleh adik Ken dan kakak-kakak Putri. Karena itu mereka turut mengambil peran. Dengan salah satunya menghadiri acara ini. Sungguh, malangnya Ken dan Putri. Dua orang itu dijadikan tokoh utama sandiwara keroyokan mereka.
**********
“Duh... Maaf ya. Anakku kayaknya gak bisa ikut deh! Susah sekali dirayunya. Malah nggak lama kamarnya di kunci. Padahal semalam bajunya sudah disiapin, dan dari kemarin juga sudah setuju. Entah kenapa, dari pagi dia rewel. Makanya tadi susah diajak gabung pas mau pembacaan wasiat," tutur calon ibu mertua Ken, bernada tak enak.
Saat ini keluarga Ken sudah bersiap mau pulang. Mereka sudah pada di mobil, kecuali orang tua Ken di luar bersama calon mertua Ken. Memang seharusnya sehabis acara Putri ikut bersama mereka. Tapi sepertinya tidak.
"Duh... Maaf ya, jadi melanggar isi surat wasiat nih!" ucap ibu tua itu lagi.
“Ya, mau gimana lagi... Namanya anaknya masih kaget." Ibu Ken memaklumi.
“Atau nanti gini aja. Kalau Putri sudah siap, nanti kami bawa ke sana,” tukas calon bapak mertua Ken.
“Ya udah, gitu aja. Ya sudah, kami pamit ya,” ujar bapak Ken.
“Maaf nih ya,” ulang calon mertua Ken.
“Iya... Nggak apa-apa. Santai aja," balas orang tua Ken.
Setelah saling melambaikan tangan lalu mobil melaju pergi. Dalam perjalanan Ken bernafas lega. Untunglah anak itu nggak ikut. Yahhh... Memang ini hanya berlaku sebentar, nanti anak itu juga akan datang. Tetapi setidaknya untuk saat ini dia tidak dihadapkan lagi oleh hal-hal menyebalkan ini.
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=@.@\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
Kalau suka novel ini. Kasih rating bintang 5, like & komen. Tinggalkan jejakmu ya...
lni adalah cerita sebelum terjadinya pertunangan antara Ken dan Putri. Jadi kita mundur ke belakang sebentar dulu ya, Gengs... Soalnya biar kalian nanti paham jalan cerita keseluruhannya.
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
1 BULAN SEBELUM PEMBACAAN WASIAT
Disuatu gedung nan megah yang diperuntukkan untuk pertemuan. Beberapa saat lagi akan diselenggarakan acara. Kain, balon, bunga, pernak-pernik warna-warni bertebaran menghiasi sana-sini. Gak luput buffet, gubukan, bangku-bangku, sound system, alat band, serta spanduk yang bertemakan temu kangen alumni xxx terpajang megah di atas panggung.
Wajah-wajah keriput, ada juga yang bisa merawat diri alias tante-tante dan om-om necis. Sudah mulai berdatangan memenuhi acara. Mayoritas dari mereka pada menjerit histeris. Maklum, karena sudah lama gak ketemu kawan lama. Namun juga ada yang bereaksi kalem.
Ibu dan bapak Ken salah satu di antara tamu yang hadir. Sesudah berheboh-heboh ria, saat ini dua orang itu lagi mencari dua sahabat mereka yang puluhan tahun lepas kontak. Dulu mereka kalau pacaran selalu berempat. Sejak lulus SMA karena alasan yang satu pindah rumah, yang satu lagi kuliah di luar kota. Akhirnya mereka jadi berpisah. Dengar-dengar, 2 orang itu menikah.
Dari semua batang hidung yang dilihat tidak ada wajah si Wati dan si Bimo. Ibu dan bapak Ken mulai lemas. Menduga, sepetinya mereka nggak datang. Padahal mereka kangen sekali. Selain itu, ada yang ingin mereka bicarakan. Namun tiba-tiba ada yang menepuk pundak mereka. Membuat mereka jadi pada menoleh.
“Loh!” kaget bapak Ken.
“Hallo....,” sapa Wati dan Bimo. Rupanya yang menepuk orang yang dicari mereka.
“Hai...,” riang ibu Ken.
“Astaga.... Kirain nggak datang,” ujar bapak Ken.
“Hadir dong...,” balas Bimo.
“Gila! Akhirnya kita pada jodoh ya.”
“Iya, gak nyangka ya. Padahal dulu kita pacaran masih cinta-cintaan monyet.”
“Haha...,” tawa mereka.
“Ya ampun... Kangen banget deh!" Wati memajukan mukanya.
“Sama! Akhirnya kita ketemu ya Wat, setelah puluhan tahun."
Ibu Ken turut memajukan mukanya demi membalas ciuman pipi dari sahabatnya. Kemudian mereka lanjut cipika cipiki ke yang lain. Lalu orang tua Ken memperhatikan wanita muda di belakang dua orang itu. Nah, ini nih! Yang mereka mau tahu. Nggak nyangka, belum juga mereka bicara malah sudah dikasih lihat duluan.
“Wah... Siapa ini?” tanya ibu Ken.
“Kenalkan...” Wati menarik tangan anaknya. “Ini anakku, Sisil.”
“Hallo... Om... Tante..." Sisil mengulurkan tangan.
“Hallo..." Orang tua Ken menjabat tangan, sembari mengamati dari ujung kaki sampai kepala.
“Wah... Cantik ya,” puji ibu Ken.
“Iya, anggun lagi,” tambah bapak Ken.
“Siapa dulu dong, ibunya..." Wati memuji diri sendiri.
“Haha...,” tawa mereka.
“Eh, anakku nggak bisa lama nih! Dia cuman nganterin aja." Bimo memberi tahu.
“Oh! Iya, iya,” ucap orang tua Ken.
“Sisil pamit ya, Om... Tante..." Sisil pamitan.
“Iya, iya, Nak,” balas orang tua Ken bebarengan lagi.
“Bentar ya, kita antar anak kita dulu ke depan,” ujar Bimo.
“Oke! Oke!” angguk dua orang itu lagi.
Lalu sepeningggal mereka, orang tua Ken saling lihat-lihatan. Akhirnya apa yang mereka harap jadi nyata. Nanti tinggal bicara saja dengan Wati dan Bimo.
Jadi mereka itu ingin menjodohkan anak mereka. Mereka sudah merencanakan beberapa bulan lalu. Tapi gak dapat yang cocok. Pencarian mereka malah terjawab saat menerima kartu undangan acara ini.
Setelah menunggu, rupanya orang tua Ken tidak bisa bicara. Ya, namanya lagi ada acara begitu pastinya nggak bisa leluasa. Karena itu untuk membicarakan hal itu. Keesokan harinya orang tua Ken menghubungi lewat sambungan telepon. Mereka berbicara dengan mode loud speaker biar semua bisa bicara. Namun setelah orang tua Ken bicara mengenai niat mereka. Rupanya tak berbuah manis.
“Hah! Anakmu si Sisil sudah menikah?!” Ibu Ken terpana.
“Iya, Mur. Adanya yang bontot tapi masih kelas 3 SMU. Gimana, kalian mau nggak? Aku sih nggak masalah. Suamiku juga pasti nggak masalah. Iya kan, Pi?” Wati ditengah bicara melempar pertanyaan ke suaminya.
"Iya,” angguk Bimo.
“Malah kami senang anak kita dijodohkan. Tapi ya itu, adanya yang kecil,” lanjut Wati.
“Mm... Gimana ya." Ibu Ken bingung, lalu melihat suaminya minta pendapat.
“Ya sudah, gak apa-apa. Nanti lusa kita ketemu di restoran ya. Nanti kukirim alamatnya. Nanti di sana juga kita ketemu Arya," tandas bapak Ken.
“Arya? Siapa tuh?” Wati mengeryitkan alis.
"Oo... Si Arya anak ketua yayasan itu?" sahut Bimo.
“Iya," balas bapak Ken.
“Wah... Apa kabar dia?”
“Baik. Sekarang dia jadi pengacara.”
“Wow... Hebat tuh anak! Tapi mau ngapain dia ikut?”
Tentu heran ya, karena pertemuan mereka seharusnya berempat. Jadi apa kepentingan Arya ikut? Arya adalah kakak kelas mereka. Istri-istri mereka kurang akrab. Jadi wajar, mami Putri tadi begitu mungkin karena dia lupa. Ibu Ken juga saat suaminya mengajukan ingin melibatkan Arya dalam rencana mereka awalnya sempat bingung. Tapi setelah dijelaskan ciri-ciri Arya baru ingat.
“Nanti akan dijelaskan semuanya di sana,” ucap bapak Ken.
“Oo... Gitu. Oke deh! Ya udah, kita tunggu alamatnya.”
“Iya, nanti kukirim.”
Klik!
Setelah telepon mati, Ibu Ken angkat bicara atas keputusan suaminya. Tentang anak Wati dan Bimo yang bontot.
"Tapi Pak, anak itu masih kecil loh!”
“Nggak apa-apa. Wong anaknya juga dikit lagi mau lulus sekolah kok!"
“Oh iya ya. Ibu tadi nggak kepikiran anaknya kelas 3 SMU.” Ibu Ken tersadar.
Memang seharusnya nggak masalah. Karena dalam rencana mereka ingin menunangkan dulu 1 tahun baru dinikahkan.
“Lagian, dari pada kita cari orang lain lagi. Kan tahu sendiri gimana susahnya.”
Biar mereka ingin anak mereka cepat nikah. Bukan berarti mengobral anak mereka ke sembarang orang. Yang tidak tahu bobot, bibit, dan bebetnya. Jadi sebelum mereka dapat undangan temu kangen itu. Mereka berdua pada sibuk mencari calon untuk Ken.
Singkat cerita, disebuah restoran di tengah kota mereka semua bertemu. Wati akhirnya ingat siapa Arya setelah ketemu. Lalu usai mereka basa-basi sebentar, orang tua Ken bicara mengenai asal muasal kenapa mau menjodohkan anak mereka ke mereka.
Jadi sejak ditinggal kekasihnya 5 tahun silam, anak mereka nggak ada pacaran lagi. Sejak saat itu juga anak mereka jadi dingin. Seperti menyalahkan diri sendiri atas kematian pacarnya. Sebagai orang tua tentu mereka sangat khawatir. Wati dan Bimo turut prihatin. Sebagai orang tua mereka pun memahami kegelisahan yang dirasakan sahabat mereka.
“Kita sih nggak masalah. Apa lagi kita ini sudah bersahabat sejak lama. Lagi pula, anak kalian sudah matang, dan berpangkat lagi. Orang tua mana sih yang gak mau dapat calon mantu kayak anak kalian. Kita rela deh anak kita masih muda sudah dinikahkan. Toh, belum tentu juga anak kita nanti dewasa dapat calon bagus. Tapi masalahnya anak kita itu pemalas, manja dan ceriwis loh! Takutnya anak kalian nanti nggak suka," respon Wati.
“Iya, maklumlah anak bontot. Ini salah kita sih sebagai orang tua terlalu memanjakan,” tambah Bimo.
“Santai saja, anakku juga sifatnya rada nggak beres. Tadi kan kalian dengar, anak kita berubah dingin sejak ditinggal kekasihnya. Malah menurutku bagus loh! Dingin ketemu ceriwis. Klop! Haha...,” ujar bapak Ken diiringi tawa.
“Iya ya. Haha...,” tawa yang lain.
“Eh, tapi ngomong-ngomong hebat juga ya kalian. Anak kalian ada yang jadi tentara. Perwira lagi." Bimo memuji.
“Siapa dulu dong, Bapaknya..." Bapak Ken menyombongkan diri.
“Ibunya nggak, Pak?” protes ibu Ken ke suaminya.
“Iya dong, Ibunya juga.”
“Haha...,” tawa mereka lagi.
“Eh, udah, udah! Kita berhenti dulu ketawanya. Karena kalian sudah pada bicara. Sekarang waktunya aku bicara,” ucap Arya.
“Oh ya! Gimana? Gimana? Gimana?” tanya Wati dan Bimo.
Arya menjelaskan rencana orang tua Ken yang bentuknya berupa wasiat, dan dia ikut andil didalamnya dengan menyumbang beberapa ide.
“Wah... Kebetulan banget Ibuku sudah nggak ada 3 tahun lalu loh!" respon Wati.
“Masa?” Ibu Ken mendelik.
“Iya!"
“Loh! Kok bisa kebetulan gini ya."
“Berarti mereka jodoh!” seloroh Arya.
“Haha..." Mereka tertawa lagi.
“Berarti aku harus bilang hal ini ke saudara-saudaraku dong. Sama sepupu-sepupu anakku. Takutnya nanti anakku nanya lagi ke mereka,” ucap Wati.
“Iya, kamu bilang aja. Kalau aku sih udah bilang,” ucap Ibu Ken.
Untuk diluar dari mereka hanya sekedar diberi tahu untuk menguatkan rencana. Karena nanti yang mengambil peran sampai hari H, Ibu dan Bapak Ken dengan adik Ken. Wati dan Bimo dengan kakak-kakak Putri.
"Tapi kebetulan juga sepupu-sepupu anakku yang cewek sudah pada nikah semua loh!" ujar Wati, memberi tahu lagi.
"Hah?! Masa?" Ibu Ken kaget lagi, dan kali ini dibarengin suaminya.
"Iya!" angguk Wati.
"Berarti mereka benar-benar jodoh!" seloroh Arya mengingatkan itu lagi, sambil tertawa.
"Haha..." Mereka tertawa lagi.
“Kalau kita memang buat rencana gitu, Wat. Karena kita tahu sepupu-sepupu anakku sudah pada nikah semua. Jadi biar anakku gak ada celah buat nolak wasiat itu. Biar habis perkara," ucap ibu Ken.
“Wah... Benar-benar hebat kalian! Udah direncanakan dengan matang," geleng Bimo.
"Ya, maklumlah! Kalau gak gitu, anak kita nggak nikah,” balas bapak Ken.
"Iya sih!"
“Ibumu namanya siapa, Wat?” tanya Arya.
“Imas.”
“Terus nama anakmu? Dan umurnya?”
“Putri Amelia. Umurnya 17 tahun.”
“Wah, pas banget ini. Sesuai rencana kita, mereka harus tunangan dulu kan. Dan kebetulan juga, pas dinikahkan Putri sudah lepas dari anak dibawah umur."
"Kok, bisa gitu ya?" Empat orang itu heran lagi, karena dari tadi pas melulu.
"Ya, berarti mereka benar-benar jodoh lah! Haha..." Arya mengingatkan tentang itu lagi, sambil tertawa.
"Haha..." Mereka langsung pada tertawa.
“Tadi malam sebenarnya aku dan Wati sudah bicara. Rencananya mau bilang ke Adit dan Murni. Maunya anak kita dinikahin pas lulus sekolah aja. Tahunya pas ke sini ada wasiat," ucap Bimo. Adit adalah nama Bapak Ken.
"He..." Orang tua Ken cengengesan.
“Oke! Nanti semua aku masukin ke berkas." Arya berbicara untuk semua jawaban Wati tadi.
“Oh ya, Wat. Nama Ibuku Ijah, dan nama anakku Kenadi Kusnadi panggilannya Ken. Biar kalian tahu,” ujar Ibu Ken, dan juga melempar pandangan ke Bimo.
“Oke!" jawab mereka.
“Wah... Nanti kita besanan nih!" senang Bimo.
“Makanya, ini harus berhasil!" tukas bapak Ken.
“Nanti kalau ditengah jalan ketahuan mereka gimana?” cemas Bimo.
“Asal mereka sudah saling jatuh cinta. Ketahuan juga gak apa-apa kali... Haha...,” seloroh Arya.
“Iya, benar, benar,” sependapat yang lain.
“Haha...” Mereka jadi tertawa bersama lagi.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!