Aku dilahirkan tanpa senyuman bahagia dari seorang ayah. Iya, aku lahir dari rahim yang bukan dari Istri sahnya. Aku lahir, di anggap sebuah suatu kesalahan yang di lakukan oleh Ayahku sendiri. Di mata ayaku, aku hanya butiran debu yang hadir di tengah - tengah keluarga bahagianya. Sementara, orang yang selama ini yang aku anggap seperti ibu kandungku tidak bisa berbuat apa - apa untuk membelaku. Kakakku dan keenam adikku yang beda ibu denganku, hanya bisa memberi pengertian kepadaku agar aku tetap tegar menjalani hidup tanpa kasih sayang orang tua. Karena hanya mereka lah, yang masih menerimaku sebagai adik dan kakak mereka di dalam keluarga.
Kalau, Ayah? jangan tanya. Dia satu - satunya orang menganggapku tidak ada di dunia ini. Omongan yang pedas sering aku terima, dan yang selalu membuat aku menangis dia selalu bilang "Kapan kau akan pindah dari rumah ini?" Sementara Bunda, dia memang menyayangiku. Mengecup mataku ketika akan tidur, membuatku bekal ketika akan berangkat kuliah, dan menghiburku di saat lelah. Namun semua dia lakukan jika di belakang Appa. Dan ini, adalah ceritaku. Anak perempuan satu - satu dari seorang CEO Anton Kusuma Wijaya yang tidak pernah di anggap.
~ Raena Kartika Wijaya -
Aku lahir tanpa senyuman bahagia dari ayahku. Sementara ibu kandungku, Tuhan lebih sayang kepadanya. Dia seenaknya saja membawa Ibuku kembali ke pangkuan-Nya setelah berjuang untuk menunjukan betapa indahnya dunia ini.
~Raena Kartika Wijaya~
****
November 1991
@Rumah Sakit
"Selamat, Tuan. Anak anda lahir perempuan dengan kondisi sehat." Ucap seorang dokter kepada pria berusia 31 tahun yang sedari tadi menunggu dengan gelisah ketika mendapat kabar kekasihnya akan melahirkan anak mereka.
Ini sedikit miris memang, di saat pria itu seharusnya di Jakarta menemani Istri dan anaknya yang sedang berulang tahun yang pertama. Pria bernama Anton Kusuma Wijaya, lebih memilih menemani kekasihnya yang tak lain sepupu istrinya melahirkan anak hasil hubungan gelap mereka.
"Lalu kondisi ibunya bagaimana, Dok?" Tanyanya penuh harap.
"Maaf, tuan. Ibu dari bayi Anda tak bisa diselamatkan nyawanya. Karena pendarahan yang serius setelah melahirkan bayinya. Maafkan kami," jelas sang Dokter membungkukkan bahunya.
Bagaikan di sambar petir hatinya, Pria itu langsung bertekuk lutut, dan tidak percaya orang yang paling dia cintai dari pada istrinya itu. Memilih meninggalkannya bersama sang putri yang baru saja lahir.
* * * *
Tiga hari setelah pemakaman sang kekasih. Tuan Anton membawa bayi yang masih merah itu pulang ke rumahnya dan mengakui kesalahannya kepada sang istri dan orangtuanya di Jakarta.
"Plak...!" Suara tamparan keras dari Tuan besar Wijaya kepada anak sulungnya.
"Keterlaluan kau Anton! kau berani membawa anak haram itu di hadapanku!" teriak Tuan besar Wijaya sambil menunjuk bayi berusia 3 hari di gendongan istri Anton
"Ingat, Anton. Sampai kapan pun, aku tidak akan menerima dia sebagai cucuku. Cucuku hanya dari istrimu saja Yuna bukan dari Soraya." tegasnya sambil membuang muka.
"Aku juga tidak akan pernah menganggap dia itu anakku, Ayah. Dia yang membuat orang yang aku cintai meninggal dunia." batin Anto menatap benci anaknya yang beri nama Raena Kartika Wijaya di gendongan sang Istri.
"Bunda, bunda. Dia capa?" tunjuk anak kecil berusia 1 tahun yang baru bisa bicara lancar.
"Ini adik perempuannya Jin. Namanya Raena Kartika Wijaya," ucap sang Bunda sambil membelai surai anaknya dan menunjukan bayi di dekapannya kepada sang anak.
"Allo dedeknya Jin," Ucap anak kecil itu sambil membelai pipi adiknya itu dengan penuh kasih sayang.
Sementara, Raena yang sudah tidur di dekapan Ibu sambungnya. Hanya mengeliat sedikit, dan tidur kembali.
"Nanti malam, jangan lupa berikan dia susu formula anak itu agar dia tidak rewel." ucap Anton datar kepada sang istri.
"Biarkan aku memberikan ASI kepadanya, Mas. Susu formula itu, tidak cocok untuk usia Raena."balas Yuna tidak terima.
"Kau memberikan anak ini ASImu bagaimana dengan Jin, Yuna? Dia belum dua tahun, dan dia juga butuh ASI." Anton mulai emosi kepada istrinya itu.
"Aku bisa mengaturnya, Mas. Walau bagaimana juga dia juga anakku. Meskipun dia tidak lahir di rahimku." lirih Yuna menatap box tidur bayi tempat tidur Raena
"Terserah kau saja, aku tidak peduli. Aku pergi dulu," balas Anton datar.
Ingin rasanya Yuna membalas perkataan suaminya itu. Tapi dia tidak ada keberanian untuk nyalinya. Sejak Anton membawa bayi itu. Sebenarnya hati Yuna sangat terluka karena penghianatan suaminya. Namun dia tetap tegar, dan menerima bayi yang di bawa Anton sebagai anaknya sendiri.
"Walau kau sejak lahir dibenci. Bunda harap kelak kau bisa menjadi wanita yang tegar, dan tegas seperti Ibu kandungmu. Bunda akan tetap mendukungmu, kelak jika kau sudah dewasa. Nak...," ucap Yuna sambil mengecup kening bayi itu.
Bersambung...
***
Hai semua, sebenarnya cerita ini adalah Fanfiction di platform orange milik aku sendiri. Namun di sini aku ubah lebih melokal saja, dan tanpa mengubah isi cerita.
Cerita ini masih berlanjut, di Noveltoon iya dan platform Orange iya.
Jadi jangan lupa share dan komentarnya.
20 Tahun kemudian...
@Rumah Keluarga Besar Wijaya
Suasana ruang makan keluarga Wijaya.begitu hening. Hanya suara dentingan sendok dan sendok terdengar nyaring tanpa ada obrolan hangat apapun.
"Jin, bagaimana pekerjaanmu sebagai dokter di Rumah Sakit Kakek?" tanya Tuan Anton kepada anak pertamanya. Untuk memecahkan keheningan di antara mereka semua.
"Semuanya lancar, Ayah. Tidak ada kendala apapun, " jawab Jin melanjutkan makanannya.
"Lalu kau, Yogi?" tanyanya kembali kepada putra keduanya, dan melewati pandanganya kepada seorang gadis yang sedang menikmati makanannya.
"Hasil kuis kemarin sedikit jelek, Ayah." jawab Yogi seadanya kepada sang Ayah.
"Kau harus terus tetap belajar, Yogi. Nilai jelek atau tidak, itu semua hasil jernih payah mu. Jadi, jangan putus asa ya?" ucap Tuan Anton kepada anak ketiganya.
"Nah, sekarang Hobi. Bagaimana kuliah barumu?" Tuan Anton tersenyum kepada putranya yang hypher aktif itu.
"Wah, sangat bagus Ayah. Untung kampus yang di rekomendasi oleh Kak Raena, sesuai dengan karakter, minat dan bakatku Ayah."jawab Hobi Putra Wijaya dengan gamblang kepada sang Ayah. Tuan Anton hanya menatap tajam, ke arah putrinya yang sedang makan sambil sibuk dengan tablet miliknya.
Kemudian Tuan Anton, mengarah pandangannya kepada anaknya paling jenius menurutnya.
"Joni, bagaimana ujian akselarasi kamu, hm?"tanyanya kepada Joni kembarannya Hobi
"Aku lulus dengan peringkat pertama, Ayah. Dan terdaftar sebagai mahasiswa di Kampus Kak Raena dan Kak Yogi."jawabnya sambil tersenyum ke arah ayahnya.
Tuan Anton cukup bangga dengan, anaknya yang selalu juara kelas itu.
" Lalu, Jimi dan Tara bagaimana ujian kenaikan kelas kalian?" Tanya Tuan Anton kepada anak kembarnya tapi tidak identik yang masih SMA.
"Nilai kami baik - baik saja, Aya." ucap Jimi santai
"Dan Kak Jimi mendapatkan prestasi pertama saat pembagian raport, Ayah." balas Tara yang lebih muda 3 jam dari Jimi.
"Wah, sungguh hebat anak Ayah satu ini." Puji Tuan Anton kepada sang anak.
"Nah, yang anak Ayah yang terakhir. Bagaimana menjadi anak SMA pertama kali, hmm?" Tuan Anton kepada anak bungsunya.
"Sedikit lebih canggung, yah. Karena banyak perempuan yang mengejar - ngejar Juan. Terutama dari kelasnya Kak Jimi dan Kak Tara," jelas Juan kepada Ayahnya itu.
Ya, sejak kejadian itu Tuan Anton dan Yuna menambah 6 putra lagi dengan alasan agar bisa menjadi teman untuk Jin.
Setiap akhir pekan, sudah kebiasaan ayah mereka selalu menanyakan kegiatan mereka, mulai dari sekolah mereka, dan prestasi mereka. Itu juga tanpa menanyai seorang putri cantik, namun sedikit tomboi yang sudah tumbuh dewasa di tengah-tengah keluarganya.
"Raena, bagaimana bisnis cafe dan kuliahmu. Sayang?" tanya Yuna kepada putrinya yang dari tadi tidak dihiraukan oleh sang Ayah.
"Syukurlah, Bunda. Cafe berkembang pesat, dan sebentar lagi aku akan ikut pertukaran mahasiswa di London." balas Raena sambil tersenyum kepada sang Bunda
"Lalu, kapan kau pindah dari Rumah ini?" pertanyaan dingin dari sang Ayah, membuat Raena menghentikan makannya.
"Secepatnya, Ay...eh Paman. Tinggal mencari apartment dekat kampus saja." balas Raena datar dan menatap sendu sang Ayah.
Memang selama ini, Raena tidak pernah memanggil sang Ayah dengan sebutan Ayah melainkan Paman. Karena Tuan Anton, tidak suka Raena memanggilnya Ayah. Bahkan kepada sang Kakek, Raena hanya memanggilnya Presedir Wijaya. Itu membuat Yuna dan Nyonya Besar Wijaya yaitu Nara merasa kasihan kepada Raena. Namun Raena selalu tersenyum kepada mereka dibalik lukanya.
"Baguslah, cepat cari perumahan yang layak untukmu dan pergi dari Rumah ini. Agar aku bisa bahagia, dengan anak dan istriku tanpa hadirnya dirimu." balas Tuan Anton datar menyelesaikan makanannya, kemudian meninggalkan meja makan.
"Baik, Paman Anton. Saya laksana perintah anda," Ucap Raena memberi hormat kepada sang Ayah. Sebenarnya dia sudah muak dengan perkataan itu.
Setelah menyelesaikan sarapan, kini saatnya tugas Raena dan Jin mencuci piring bekas sarapan.
"Kau itu kalau ayah meminta yang aneh - aneh jangan dituruti, Dek ." tutur Jin kepada Raena
"Kalau itu membuat Ayah tenang dan bahagia. Sebagai anak aku harus menurutinya, Kak. Kau, Bunda dan adik - adik jangan khawatir jika aku hidup sendiri." balas Raena sambil membersihkan sisa - sisa makanan.
"Kakak sangat tidak setuju kalau kau pindah dari rumah ini, Rae." protes Jin ketika mendengar pernyataan adiknya itu
"Kak, Coba kau pikir. Aku ini siapa di keluarga ini, huh? Aku hanya butiran debu di kehidupan Ayah dan daging busuk di mata Kakek." jelas Raena kepada Jin
"Tapi kau bunga matahariku, adik - adik, dan Bunda. Raena" Jin menghentikan aktifitasnya dan memberikan pengertian kepada adiknya itu.
"Pokoknya, aku tidak setuju kau pindah. Kalau kau masih tetap dengan pendirianmu, Kakak akan mengajak yang lain ikut bersamamu." ancam Jin kepada adiknya itu
Kalau sudah begitu, Raena tidak berani membuka suaranya untuk membalas Jin. Karena mereka yang masih menganggap Raena itu keluarga mereka.
***
Beberapa saat, setelah membersihkan piring. Raena kembali ke ruang tengah bersama keenam adiknya. Sambil memegang Tab miliknya, untuk menyelesaikan Desain bangunan proyek gedung untuk kantor cabang perusahan Kakeknya.
Raena sengaja melakukan itu diam - diam. Karena semalam dia mendengar Ayah dan Kakeknya, berdebat hebat karena ada masalah proyek bangunannya. Akhirnya, dengan bantuan sekretaris Tuan Besar Wijaya yaitu John. Desain Proyek pembangunan kantor cabang, selesai dalam waktu 12 jam dari tangan Raena.
"Kak Rae," panggil Yogi dan duduk di sebelah Raena.
"Apa?" tanya Raena yang masih konsen dengan kerjaannya.
"Kau dapat salam," jawab Yogi sambil tersenyum jahil
"Dari?" Raena mengalihkan tatapannya kepada Yogi.
"Senior Wawan, Senior Arif, dan Senior Steve." jawab Yogi dan itu membuat Raena ingin menendang adiknya yang kulitnya terlalu putih itu.
Raena tahu siapa yang di sebutkan adiknya itu. Mereka yang tak lain para pria yang pernah dihajar oleh Raena di Kampus. Karena berani melepas ban mobil milik adiknya itu.
"Oh, aku kira siapa. Aku kira dapat salam dari Ed Shereen atau Mike Shinoda." balas Raena datar kembali fokus dengan Tab miliknya.
"Itu dalam mimpimu, Kak." ujar Yogi kesal dengan kakaknya yang satu ini.
"Kak, aku mau tanya. Kenapa sejak dulu perlakuan Ayah kepada Kak Raena berbeda, ya?" tanya si Bungsu kepada Raena.
Raena mencoba berfikir untuk menjawab, agar rahasia besar keluarga tidak ketahuan.
"Mungkin, karena seorang perempuan dan juga seorang kakak. Jadi perlakuannya Ayah, kepada Kak Raena dengan kalian berbeda." Raena mencoba menjelaskan kepada adik - adiknya.
"Tapi, ketika bersama Kak Jin. Ayah juga memperlakukan berbeda kepada kakak," ujar Juan.
"Itu karena Kak Jin kakak tertua di keluarga, Juan. " jawab Raena sebisanya agar adiknya ini mengerti.
"Tapi, Kak Rae..." perkataan Juan terpotong oleh perkataan Tara.
"Sekali lagi kau tanya yang tidak penting kepada Kak Raena. Stick Playstation ini akan mendarat di keningmu," ucap Tara kesal.
Tentu saja Juan takut, dengan perkataan Tara dan memasang wajah cemberut kepada kakaknya itu.
Sesaat kemudian, seseorang dengan memakai pakaian formal datang ke Rumah Keluarga Wijaya, dan menemui mereka di ruang tengah.
"Oh, sekretaris John. Lama tidak jumpa," sambut Jin yang baru saja akan bergabung dengan adik - adiknya.
"Selamat Pagi, Tuan Muda." ucap sekretaris John kepada Jin.
"Hey, jangan seformal itu kepadaku. Kakek tidak ada di Rumah." balas Jin dan mengajak John, menemui adik - adiknya yang berada di Ruang Tengah.
"Wah, Kak John. Lama tidak jumpa." sambut Joni kepada Sekretaris Kakeknya itu
"Iya, Tuan Muda Joni. Lama juga tidak bertemu dengan anda. Terakhir kita jumpa, ketika kau masih seragam SMP." canda John kepada Joni
"Oh, iya. Apa ada berkas Kakek yang tertinggal ?" tanya Jin mengalikan pembicaraan kepada John.
"Tidak ada yang tertinggal, Tuan. Saya ada perlu dengan Nona Raena." jawab John sopan dan melirik ke arah Raena yang masih belum sadar akan kehadirannya.
"Raena," panggil Jin dan Raena langsung menghentikan aktivitasnya, kemudian menatap sang Kakak.
"Iya, Kak? " jawab Raena dan Jin memberi isyarat kalau John datang.
"Oh, Sekretaris John. Akhirnya kau datang juga. Maaf, aku tidak tahu tadi. " Raena beranjak dari sofa sambil membawa Table miliknya.
"Ada yang saya ingin bicarakan kepada Nona. Tapi, jangan di sini karena hal penting." ucap Lee Joon kepada Raena
"Oke, ayo. Kita bicara di teras belakang, bagaimana?" Ajak Raeyoo kepada Sekretaris Kakeknya itu.
***
Beberapa menit kemudian, Raena dan John sudah di teras belakang Rumah. Mereka berbicara serius, karena sedang membahas desain bangunan proyek yang sudah Raena perbaiki.
"Tunggu, Kenapa ada nama Athena di bagian nama desainernya, nona?" tanya John kepada Raena.
"Oh, itu nama samaran ku. Agar Kakek tidak tahu kalau cucu perempuannya yang membuat ini." jelas Raena kepada John.
"Jadi, yang merancang apartment mewah namun sederhana di Bandung itu juga anda?" tanyanya tidak percaya, dan mendapat anggukkan dari Raena
"Wah, aku kira anda hanya.." perkataan Lee Joon terhenti.
"Hanya Mahasiswa jurusan Desain grafis biasa, dan pemilik cafe kecil di Block M?" potong Raena sambil tersenyum. John hanya menganggukkan kepalanya sebagi jawaban.
"Aku juga Investor terbesar di Anton Wijaya Corp milik Ayah, Sekretaris John." tambah Raena
John langsung tersedak ludahnya sendiri, karena tidak percaya dan terkejut
"Nona, anda jangan bercanda. Masalah Investor, bukan hal yang perlu dibercandakan." sela John masih tidak percaya
"Kalau kau tidak percaya, ya sudah. Oh, iya. Di kantor Kakek akau mohon kau harus mengawasi wakil direktur Candra." ucap Raena serius.
"Kenapa anda mencurigai Paman anda sendiri, Nona?" tanya John mulai bingung
"Karena banyak sekali laporan keuangan perusahan kurang valid. Juga sebagian uang Perusahaan, mengalir Ke rekening Paman." Raena memberitahu soal adik Ayahnya itu
Tanpa John sadari, Raena juga sering mengawasi laporan keuangan perusahaan milik Kakeknya itu dan perusahaan milik sang Ayah.
"Nona Raena, bagaimana anda mengetahui rahasia perusahaan?" John melebarkan matanya karan terkejut, dan hanya di balas senyuman oleh Raen.
"Terimakasih lah kepada Nenek, dan Bunda yang sering mengajarkanku tentang rahasia perusahaan." batin Raena sambil menunjukan seringainya.
~ ***~
TBC
Jangan lupa, like dan comment agar semua cerita bisa lanjut.
makasih
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!